Keaktifan belajar menurut Rousseeau dalam Sardiman. AM (2004) dalam Jurnal (2012, Sosialitas, Vol: 2 No. 1) bahwa “keaktifan belajar adalah Segala pengetahuan yang diperoleh dengan pengamatan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri baik secara rohani maupun tekhnis”. Hal tesebut dimaksudkan bahwa keaktifan belajar dalam belajar sangatlah diperlukan adanya aktivitas tanpa adanya aktifitas, belajar tidak akan berlangsung dengan baik. Jadi dalam belajar seseorang yang belajar haruslah aktif sendiri karena tanpa adanya aktivitas yang terjadi dalam belajar maka proses belajar tidak akan terjadi.
Menurut Ratmi (2004) dalam Tri (2015, Scholaria, Vol: 5, No: 3, hlm. 120 – 135) “keaktifan belajar terdiri dari kata kreativitas dan kata belajar. “Keaktifan memiliki kata dasar aktif yang berarti giat dalam belajar atau berusaha”. Menuru Tri Hardini (2015, Scholaria, Vol: 5, No: 3, hlm. 120 – 135) bahwa, “keaktifan belajar berarti suatu usaha atau kerja yang dilakukan dengan giat dalam belajar”.
Mulyono (2001) dalam jurnal Ahmad (2017, Jurnal Pendidikan Matematik, Vol: 5, No: 1) “keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik”.
42
Kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk membuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan tidak bisa juga dilimpahkan kepada orang lain. John Dewey (1916) dalam (Dimyati & Mudjiono, 2003, hlm. 44) misalnya mengemukakan, “bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah”.
Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. (Gage and Berliner, 1984, hlm. 267) dalam (Dimyati & Mudjiono, 2003, hlm. 45). Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu untuk mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Dalam proses belajar mengajar anak mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan.
Thorndike (Dimyati & Mudjiono, 2003, hlm. 45) mengemukakan “keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum “law of exercise”-nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan”. Mc Keachie (1976) dalam (Dimyati & Mudjiono, 2003, hlm. 45) berkenaan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa individu merupakan “manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu sosial”.
Sebagai “primus motor” dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif, pembelajar dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual dan emosional. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa berwujud perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dari suatu reaksi kimia, membuat karya tulis, membuat kliping dan perilaku sejenis lainnya. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa lebih lanjut menuntut keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.
43
Secara harfiah keaktifan berasal dari kata aktif yang berarti sibuk, giat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 17) dalam (Kamus Bahasa Indonesia, hlm. 23). Aktif mendapat awalan ke- dan –an, sehingga menjadi keaktifan yang mempunyai arti kegiatan atau kesibukan. Jadi, keaktifan belajar adalah kegiatan atau kesibukan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah maupun di luar sekolah yang menunjang keberhasilan belajar siswa.
Para guru memberikan kesempatan belajar kepada para siswa, memberikan peluang dilaksanakannya implikasi prinsip keaktifan bagi guru secara optimal. Peran guru mengorganisasikan kesempatan belajar bagi masing-masing siswa berarti mengubah peran guru bersifat didaktis menjadi lebih bersifat mengindividualis, yaitu menjamin bahwa kondisi yang ada (Sten, 1998, hlm. 244) dalam (Dimyati & Mudjiono, 2003, hlm. 62). Hal ini berarti pula bahwa kesempatan yang diberikan oleh guru akan menuntut siswa selalu aktif mencari, memperoleh dan mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat menimbulkan keaktifan belajar pada diri siswa, maka guru di antaranya dapat melaksanakan perilaku-perilaku berikut:
1) Menggunakan multimetode dan multimedia. 2) Memberikan tugas secara individual dan kelompok
3) Memberikan kesempatan pada siswa melaksanakan eksperimen dalam kelompok kecil (beranggota tidak lebih dari 3 orang)
4) Memberikan tugas untuk membaca bahan belajar, mencatat hal-hal yang kurang jelas, serta
5) Mengadakan tanya jawab dan diskusi.
Sebenarnya semua proses belajar mengajar peserta didik mengandung unsur keaktifan, tetapi antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya tidak sama. Oleh karena itu, peserta didik harus berpartisipasi aktif secara fisik dan mental dalam kegiatan belajar mengajar. Keaktifan peserta didik dalam proses belajar merupakan upaya peserta didik dalam memperoleh pengalaman belajar, yang mana keaktifan belajar peserta didik dapat ditempuh dengan upaya kegiatan belajar kelompok maupun belajar secara perseorangan.
Dari teori tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa keaktifan merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi pada saat proses pembelajaran atau interaksi.
44
Perubahan perilaku tersebut tidak akan muncul begitu saja, tetapi karena adanya minat atau ketertarikan terhadap suatu hal.
a. Jenis-jenis dan Bentuk Keaktifan Belajar
Kegiatan-kegiatan belajar apa yang dapat dilakukan oleh para siswa. Dalam model suatu pembelajaran, guru dituntut untuk merumuskan sejumlah pokok kegiatan belajar-mengajar. Guru dapat merumuskannya asalakan sesuai dengan kebutuhan siswa, bertitik tolak dari tingkah laku siswa, bermaksud mencapai tujuan instruksional khusus dan materi pelajaran yang akan disampaikan.
Dalam uraian berikut disajikan beberapa klasifikasi kegiatan belajar yang dapat atau seharusnya dilakukan oleh siswa. Perbuatan belajar merupakan perbuatan yang sangat kompleks dan proses yang berlangsung pada otak manusia. Dengan melakukan perbuatan belajar tersebut peserta didik akan menjadi aktif di dalam kegiatan belajar. Jenis-jenis keaktifan belajar siswa dalam proses belajar sangat beragam.
Menurut Oemar Hamalik (2009, hlm. 20-21) Curiculum Guiding Commite of the Winsconsin Cooperative Educational Program mengklasifikasikan aktivitas peserta didik dalam proses belajar menjadi:
1) Kegiatan penyelidikan: membaca, berwawancara, mendengarkan radio, menonton film, dan alat-alat AVA lainnya;
2) Kegiatan penyajian: laporan, panel and round table discussion, mempertunjukkan visual aid, membuat grafik dan chart;
3) Kegiatan latihan mekanik: digunakan bila kelompok menemui kesulitan sehingga perlu diadakan ulangan dan latihan;
4) Kegiatan apresiasi: mendengarkan musik, membaca, menyaksikan gambar;
5) Kegiatan observasi dan mendengarkan: bentuk alat-alat dari murid sebagai alat bantu belajar;
6) Kegiatan ekspresi kreatif: pekerjaan tangan, menggambar, menulis, bercerita, bermain, membuat sajak, bernyanyi, dan bermain musik,
7) Bekerja dalam kelompok: latihan dalam tata kerja demokratis, pembagian kerja antara kelompok dalam melaksanakan rencana,
8) Percobaan: belajar mencobakan cara-cara mengerjakan sesuatu, kerja laboratorium dengan menekankan perlengkapan yang dapat dibuat oleh peserta didik di samping perlengkapan yang telah tersedia, serta
9) Kegiatan mengorganisasi dan menilai: diskriminasi, menyeleksi, mengatur dan menilai pekerjaan yang dikerjakan oleh mereka sendiri.
45
Paul D. Diedrich dalam (Oemar Hamalik, 2009, hlm. 21) keaktifan siswa dapat dilihat ke dalam delapan kelompok kegiatan belajar, yaitu:
1) Kegiatan visual: membaca, melihat gambar, mengamati eksperimen, mengamati demonstrasi dan pameran, mengamati orang lain bekerja atau bermain.
2) Kegiatan moral: mengemukakan suatu fakta atau prinsip menghubungkan
suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberikan saran,
mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi dan interupsi.
3) Kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan
percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan permainan,
mendengarkan radio.
4) Kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan copy, membuat out-line atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.
5) Kegiatan menggambar: menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta, pola.
6) Kegiatan motorik: melakukan percobaan memilih alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, berkebun.
7) Kegiatan mental: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan, membuat keputusan.
8) Kegiatan emosional: minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Kegiatan nomor 8 terdapat dalam semua jenis kegiatan dan saling lingkup. b. Prinsip-prinsip keaktifan Belajar
Proses belajar-mengajar yang dapat memungkinkan cara belajar siswa aktif harus direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis. Dalam pelaksanaan mengajar hendaknya diperhatikan beberapa prinsip belajar sehingga pada waktu proses belajar-mengajar, siswa melakukan kegiatan belajar secara optimal.
Ada beberapa prinsip belajar yang dapat menunjang tumbuhnya keaktifan dalam belajar siswa, yakni stimulus belajar, perhatian dan motivasi, respons yang dipelajari, penguatan dan umpan balik, serta pemakaian dan pemindahan. Berikut ini dijelaskan secara umum kelima prinsip tersebut.
1) Stimulus belajar
Pesan yang diterima siswa dari guru melalui informasi biasanya dalam bentuk stimulus. Stimulus tersebut dapat berbentuk verbal atau bahasa, visual, auditif, taktik dan lain-lain. Stimulus hendaknya benar-benar mengkomunikasikan informasi atau pesan yang hendak disampaikan oleh guru kepada siswa. Ada du acara yang mungkin membantu para siswa agar
46
pesan tersebut mudah diterima. Cara pertama, perlu adanya pengulangan sehingga membantu siswa dalam memperkuat pemahamannya. Cara kedua, siswa menyebutkan kembali pesan yang disampaikan oleh guru kepadanya. Cara pertama dilakukan oleh guru sedangkan cara kedua menjadi tugas siswa melalui pertanyaan yang disampaikan oleh guru kepada siswa. Kedua cara tersebut pada hakikatnya adala stimulus belajar yang diupayakan oleh guru pada waktu ia mengajar.
2) Perhatian dan motivasi
Perhatian dan motivasi merupakan prasyarat utama dalam proses belajar-mengajar. Tanpa adanya perhatian dan motivasi, hasil belajar yang dicapai siswa tidak akan optimal. Stimulus belajar yang diberikan guru tidak akan berarti tanpa adanya perhatian dan motivasi dari siswa. Perhatian dan motivasi belajar siswa tidak akan bertahan selama proses belajar-mengajar berlangsung. Oleh sebab itu, perlu diusahakan oleh guru.
Ada beberapa cara untuk menumbuhkan perhatian dan motivasi, antara lain melalui cara mengajar yang bervariasi, mengadakan pengulangan informasi, memberikan stimulus baru, misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan kepada siswa, memberi kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan keinginan belajarnya, menggunakan media dan alat bantu yang menarik perhatian siswa seperti gambar, foto, diagram, dan lain-lain. Secara umum siswa akan terangsang untuk belajar apabila ia melihat bahwa situasi belajar-mengajar cenderung memuaskan dirinya sesuai dengan kebutuhannya. Motivasi belajar bisa tumbuh dari dua hal, yakni tumbuh dari dalam dirinya sendiri dan tumbuh dari luar dirinya. Kebutuhan akan belajar pada siswa mendorong timbulnnya motivasi dari dalam dirinya, sedangkan stimulus dari guru mendorong motivasi dari luar. Memberi pujian kepada siswa yang menunjukkan prestasi belajar merupakan upaya menumbuhkan motivasi dari luar diri siswa.
3) Respons yang dipelajari
Belajar adalah proses yang aktif sehingga, apabila tidak dilibatkan dalam berbagai kegiatan belajar sebagai respons siswa terhadap stimulus guru, tidak mungkin siswa dapat mencapai hasil belajar yang dikehendaki.
47
Keterlibatan atau respons siswa terhadap stimulus guru bisa meliputi berbagai bentuk seperti perhatian, proses internal terhadap informasi, tindakan nyata dalam bentuk partisipasi kegiatan belajar seperti memecahkan masalah, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, menilai kemampuan dirinya dalam menguasai informasi, melatih diri dalam menguasai informasi yang diberikan oleh guru, dan lain-lain. Semua bentuk respons yang dipelajari siswa harus menunjang tercapainya tujuan instruksional sehingga mampu mengubah perilakunya seperti tersirat dalam rumusan tujuan instruksional tersebut. Dalam proses belajar-mengajar banyak kegiatan belajar siswa yang dapat ditempuh melalui respons fisik (motorik) di samping respons intelektual. Respons-respons inilah yang harus ditumbuhkan pada diri siswa dalam kegiatan belajar. 4) Penguatan
Setiap tingkah laku yang diikuti oleh kepuasan terhadap kebutuhan siswa akan mempunyai kecenderungan untuk diulang kembali manakala diperlukan. Ini berarti bahwa apabila respon siwa terhadap stimulus guru memuaskan kebutuhannya, maka siswa cenderung untuk mempelajari tingkah laku tersebut. Sumber penguat belajar untuk pemuasan kebutuhan berasal dari luar dan dari dalam dirinya. Penguatan belajar yang berasal dari luar seperti nilai. Penguatan prestasi siswa, persetujuan pendapat siswa, ganjaran, hadiah dan lain-lain, merupakan cara untuk memperkuat respons siswa. Sedangkan penguat dari dalam dirinya bisa terjadi apabila respons yang dilakukan oleh siswa betul-betul memuaskan dirinya dan sesuai dengan kebutuhannya.
5) Pemakaian dan pemindahan
Pikiran manusia mempunyai kesanggupan menyimpan informasi yang tidak terbatas jumlahnya. Dalam hal penyimpanan informasi yang tak terbatas ini penting sekali pengaturan dan penempatan informasi sehingga dapat digunakan kembali apabila diperlukan. Pengingat kembali informasi yang telah diperoleh tersebut cenderung terjadi apabila digunakan dalam situasi yang serupa. Dengan kata lain, perlu adanya asosiasi. Belajar
48
kemampuan siswa untuk memindahkan apa yang sudah dipelajari kepada situasi lain yang serupa pada masa mendatang. Asosiasi dapat dibentuk melalui pemberian bahan yang bermakna, berorientasi kepada pengetahuan yang telah dimiliki siswa, pemberian contoh yang jelas, pemberian latihan yang teratur, pemecahan masalah yang serupa, dilakukan dalam situasi yang menyenangkan. Siswa dihadapkan kepada situasi baru yang menuntut pemecahan melalui informasi yang telah dimilikinya.
Prinsip-prinsip di atas bukan hanya untuk diketahui, melainkan yang lebih penting ialah dilaksanakan pada waktu mengajar sehingga mendorong kepada kegiatan belajar siswa seoptimal mungkin.