• Tidak ada hasil yang ditemukan

Secara sederhana definisi kejahatan adalah suatu tindakan yang anti sosial dan pelanggaran terhadap norma-norma yang terdapat di tengah-tengah masyarakat baik norma agama, sosial, kesusilaan atau kesopanan. Kejahatan juga dapat dikatakan sebagai sebuah penyimpangan moral dan mental yang dilakukan seorang atau lebih masyarakat baik di kota maupun pedesaan.

M.A. Elliot mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem dalam masyarakat modern atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum dapat dijatuhi hukuman penjara, hukuman mati dan hukuman denda dan seterusnya.

W.A. Bonger mengatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari Negara berupa pemberian penderitaan.

Paul Moedikdo Moeliono kejahatan adalah perbuatan pelanggaran norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan (negara bertindak).

J.E. Sahetapy dan B. Maijono Reksodiputro menyatakan bahwa, kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif, mengandung variabilitas dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif), yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu.10

Edwin H. Sutherland menyebutkan tujuh unsur kejahatan yang saling bergantungan dan saling mempengaruhi. Suatu perbuatan tidak akan disebut kejahatan kecuali apabila memuat semua tujuh unsur tersebut11. Unsur-unsur tersebut adalah :

1. Harus terdapat akibat-akibat tertentu yang nyata atau kerugian. 2. Kerugian tersebut harus dilarang oleh undang-undang, harus

dikemukakan dengan jelas dalam hukum pidana

3. Harus ada perbuatan atau sikap membiarkan sesuatu perbuatan yang disengaja atau sembrono yang menimbulkan akibat-akibat yang merugikan

4. Harus ada maksud jahat (mens rea)

5. Harus ada hubungan kesatuan atau kesesuaian persamaan suatu hubungan kejadian diantara maksud jahat dengan perbuatan

10

J.E Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro. 1995. Paradoks dalam Kriminologi. Jakarta: Buku Obor. Hal. 14.

11

6. Harus ada hubungan sebab akibat diantara kerugian yang dilarang undang-undang dengan perbuatan yang disengaja atas keinginan sendiri.

7. Harus ada hukuman yang ditetapkan oleh undang-undang.

Selanjutnya dapat diuraikan tentang pengertian kejahatan menurut penggunaannya masing-masing:

1. Pengertian secara praktis : Kita mengenal adanya beberapa jenis norma dalam masyarakat antara lain norma agama, kebiasaan, kesusilaan dan norma yang berasal dari adat istiadat. Pelanggaran atas norma tersebut dapat menyebabkan timbulnya suatu reaksi, baik berupa hukuman, cemoohan atau pengucilan. "Norma itu merupakan suatu garis untuk membedakan perbuatan terpuji atau perbuatan yang wajar pada suatu pihak. sedang pada pihak lain adalah suatu perbuatan tercela. Perbuatan yang wajar pada sisi garis disebut dengan kebaikan dan kebalikannya yang di seberang garis disebut dengan kejahatan. 2. Pengertian secara religius : mengidentikkan arti kejahatan dengan

dosa. Setiap dosa diancam dengan hukuman api neraka terhadap jiwa yang berdosa.

3. Pengertian dalam arti juridis : misalnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Walaupun KUHP sendiri tidak membedakan dengan tegas antara kejahatan dan pelanggaran, tapi KUHP memisahkan kejahatan dan pelanggaran dalam 2 buku yang berbeda. Menurut Memorie van Toelichting, sebagai dasar dari pembedaan

b. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Belanda, dengan demikian juga WvS Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Oleh karena itu, para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keseragaman pendapat.12

Sekalipun Hukum Pidana memberikan perhatian utama pada tingkah laku atau perbuatan manusia, khususnya karena perbuatan manusia merupakan penyebab utama terjadinya pelanggaran atas tertib hukum, pembuat undang-undang Belanda berbeda dengan pembuat undang-undang-undang-undang di Jerman, yaitu mereka tidak memilih istilah "perbuatan" "tindak" (handeling) melainkan "fakta" (feit - Tindak Pidana). Alasan pilihan ini dapat kita baca dalam notulasi komisi - De Wal. Dalam catatan-catatan komisi tersebut, pengertian Feit

mencakup omne quod fit, jadi keseluruhan kejadian (perbuatan), termasuk kelalaian serta situasi dan kondisi lainnya yang relevan.13

Kita akan melihat bahwa ketika undang-undang memformulasikan berbagai bentuk tindak pidana serta unsur-unsurnya. maka kita tidak akan

12

Adami Chazawi. 2002. Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana. Jakarta: Raja grafindo Persada. Hal. 67.

menyinggung hal-hal diatas. Bahkan pokok diatas tidak diuraikan dalam bagian umum pada suatu undang-undang dalam hukum pidana, sekalipun untuk menyatakan bersalah menurut hukum pidana apalagi menjatuhkan sanksi pidana pada seseorang yang tidak memenuhi persyaratan umum diatas tentu akan sulit. Tetapi kita tetap dapat mengandaikan sistem unsur-unsur perumusan tindak pidana pada pihak lain, sebagaimana diuraikan lebih lanjut melalui doktrin dan putusan-putusan pengadilan (rechtspraak), dalam praktiknya berfungsi dengan cukup baik sehingga tidak menimbulkan banyak konflik. 14

Berkenaan dengan ini kita akan melihat bahwa HR (Heit Reeglement) pada suatu masa mengakui bahwa kesalahan dalam arti ketercelaan tindakan tertentu merupakan unsur utama yang dipersyaratkan untuk menetapkan apakah seorang terdakwa dapat dipidana atau tidak. Dengan cara sama, HR (Heit Reeglement) tidak lagi membatasi penentuan ukuran dapat dipidananya suatu perbuatan hanya berdasarkan undang-undang, melainkan menghendaki agar hal itu dinilai berdasarkan hukum, sekalipun ada beda pendapat tentang apa yang dimaksuskan dengan hukum. Namun dalam hal ini pun pada prinsipnya berlaku persyaratan bahwa agar suatu perbuatan dapat dipidana, unsur melawan harus terkandung didalamnya.

Prof Moeljatno, S.H., memberikan arti “perbuatan pidana” mengandung pengertian bahwa: Pertama, adalah kelakuan dan kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan, dan yang Kedua, adalah perbuatan pidana tidak dihubungkan dengan kesalahan yang merupakan pertanggung jawab pidana pada orang yang

14 Ibid.,

melakukan perbuatan pidananya.Apabila disimpulkan, maka perbuatan pidana itu hanya menunjukan sifatnya perbuatan yang terlarang dengan diancam pidana.15

Istilah “tindak Pidana” yang dipakai dalam hukum pidana, karena tumbuhnya dari pihak Kementerian Hukum dan HAM, sering dipakai dalam perundang-undangan. Meskipun kata “tindak” lebih pendek daripada “perbuatan” tapi “tindak” tidak menunjuk kepada hal yang abstrak seperti perbuatan, tetapi hanya menyatakan keadaan konkret, sebagaimana halnya dengan peristiwa dengan perbedaan bahwa tindak adalah kelakuan, tingkah laku, gerak-gerik atau sikap jasmani seseorang, hal mana lebih dikenal dalam tindak-tanduk, tindakan dan bertindak dan belakangan juga sering dipakai “ditindak”. Oleh karena tindak sebagai kata tidak begitu dikenal, maka dalam perundang-undangan yang mengggunakan istilah tindak pidana baik dalam pasal-pasalnya sendiri, maupun dalam penjelasannya hampir selalu dipakai pula kata perbuatan.16

Dokumen terkait