• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Hukum Pidana Dan Kriminologi Terhadap Putusan Hakim Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Hukum Pidana Dan Kriminologi Terhadap Putusan Hakim Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

I. BUKU

Amirudin dan Asikin, Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004

Chazawi, Adami, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

Ecpat, Internasional, Memerangi Pariwisata Sex Anak: Tanya & Jawab, Restu Printing,Indonesia, 2008.

Emong Sapardjaja, Komariah, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materil dalam Hukum Pidana Indonesia, Alumni, Bandung, 2002.

Everett, George, An Outline Of Individual Study, Sturgis and Walton Company, Partridge, 2008.

Fransisca, Laddy , dkk, Perdagangan Anak untuk Tujuan Seksual Komersial , Cakrabooks, Surakarta, 2007.

H. Sutherland, Edwin, Principles of Criminology, Nova, 1989.

ICMC dan ACILS, Perdagangan Perempuan dan Anak di 15 Propinsi Indonesia,

International Chatolic Migration Commision, Jakarta, 2006.

International Organization for Migration (IOM), Pedoman Penegakan Hukum dan Perlindungan Korban dalam Penegakan Tindak Pidana Perdagangan Orang,

(2)

Irianto, Sulistyowati, Perdagangan perempuan dalam jaringan pengedaran narkotika, Buku Obor, Jakarta, 2007.

Laczko, Frank dan Klekowski Von Koppenfels, Amanda dan Barthel, Jana,

Trafficking in Women from Central and Eastern Europe: A Review of

Statistical Data, European Conference On Preventing And Combating

Trafficking In Human Beings: Global Challenge For 21st Century, Brussels, Belgium, 2002.

M. Hammer, Leonard, Migrant Workers in Israel Leonards proposing a Frainwork of Enforceable Customary International Human Rights, Nederland Aterly of Human Rights, 1999.

M, Wijers dan L, Lap-Chew, Trafficking in Women Forced Labour and Slavery-like Practices in Marriage, Domestic Labour, and Prostitution, Foundation Against Trafficking in Women, The Netherlands, 1999.

Mahkamah Agung Republik Indonesia, Pedoman Unsur-Unsur Tindak Pidana Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat dan Pertanggungjawaban

Komando, Jakarta, 2001.

Malarek, Victor, Menyibak Perdagangan Seks Dunia, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2008.

Moeljatno, R, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008.

(3)

N. Steward, Alison dan International Human Rights Law Group, Perdagangan Perempuan, Migrasi dan Kekerasan Terhadap Perempuan Penyebab dan

Akibatnya, Publikasi Komnas Perempuan, Jakarta, 1998.

Poernomo, Bambang, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994. Remmelink, Jan, Hukum Pidana, Gramedia, Jakarta, 2003.

Reynolds dan Imelda, Mimpi yang terkoyak: Hentikan Perdagangan Manusia,

OnTrack Media Indonesia, Jakarta, 2005.

Sahetapy, J.E dan Reksodiputro, B. Marjono, Paradoks dalam Kriminologi, Buku Obor, Jakarta, 1995.

Santoso, Topo dan Achjani Zulfa, Eva, Kriminologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

Saptomo, Ade, Pokok-Pokok Metodologi Penelitian Hukum Empiris Murni: Sebuah Alternatif, Universitas Trisakti, Jakarta, 2009.

Syafaat, Rahmad, Perdagangan Manusia, Lappera Pustaka Utama, Yogyakarta, 2002.

II. LAPORAN

Laporan berasal dari Anti Slavery International, 2006.

Laporan Perdagangan Manusia di Indonesia, Politeia, Bogor, 1996. Dikutip dari KUHP terjemahan R. Soesilo, dan Harkristuti Harkrisnowo.

(4)

Penghapusan Perdagangan Orang di Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Jakarta, 2005.

Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, ICMC dan ACILS, Jakarta, 2003. Laporan ini merupakan laporan penting untuk melihat praktek perdagangan orang di Indonesia secara lebih komprehensif.

Protokol PBB tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum

Trafiking terhadap Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak; Suplemen

Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas Negara, Protokol dan Konvensi PBB, Jakarta, 2000.

III. PAPER

Consideration Of The Issue of Trafficking, Background Paper. 11 - 12 November 2002, New Delhi, India.

Elsam, “Perdagangan Manusia dalam Rancangan KUHP.” Dalam Position Paper Advokasi RUU KUHP Seri#5, Jakarta, September 2005.

Force Labour, Child Labour and Human Trafficking In Europe: At: ILO Perspective,

Technical Paper for the EU/IOM STOP "European Conference on Preventing

and Combating Trafficking In Human Beings", 18-20 September 2002, Brussels, Belgium.

Lukmiardi, “Masalah Penyelundupan Manusia: Tinjauan Khusus mengenai Penyelundupan Perempuan dan Anak-Anak.” Paper untuk Trafficking in Person.

(5)

IV. WEBSITE

http://id.shvoong.com/social-sciences/1824479-seribu-wajah-perdagangan-manusia.htm/ Seribu Wajah Perdagangan Manusia. Sabtu, 12 Januari 2006, diakses pada tanggal 22 Desember 2008, Pukul 12:59.

http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/38-melawan-trafficking.html ,

Melawan Trafficking, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). 2009, diakses pada tanggal 9 Desember 2009, Pukul 18.50.

http://en.wikipedia.org/wiki/Cesare_Lombroso ,A Brief Biography: Brain and Mind, Cesare Lambroso, diakses pada tanggal 26 Desember 2009.

http://www.stoptrafiking.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=163

&Itemid=6, diakses pada tanggal 17 Januari 2010, Pukul 15.50.

http://www.unicef.org/indonesia, Factsheet CSEC dan Trafficking oleh UNICEF Indonesia, diakses pada tanggal 9 Desember 2009, Pukul 19.50.

(6)

V. KORAN

Joglo Semar, 31 Desember 2009.

Sinar Harapan, Januari 2010.

The Jakarta Post Edisi 18 November 2006, halaman 5, memuat sejumlah artikel tentang pembantu rumah tangga.

VI. PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia. Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Indonesia. Undang-Undang No. l Tahun 1979 tentang Ekstradisi.

Indonesia. Undang-Undang No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. Indonesia. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Indonesia. Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Indonesia. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Indonesia. Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Indonesia. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

(7)

BAB III

TUJUAN, FAKTOR PENYEBAB DAN UPAYA

PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG

A. Tujuan Perdagangan Orang

Dalam perdagangan orang, banyak hal yang dapat menjadi tujuan dari tindak pidana tersebut, antara lain :

1. Pengedaran Narkotika

Dalam perdagangan manusia, secara masif perempuan biasanya dijadikan kurir oleh bandar narkotika. Perempuan umumnya dijebak melalui recruitment

yang sarat dengan tipu-daya dan tekanan, misalnya dijadikan sebagai kekasih, istri, atau teman hidup, dan kemudian dibuat tergantung secara finansial.67

Perempuan terpaksa bekerja di tempat yang berbahaya bagi dirinya, dan tanpa diberitahu segala risiko sebelumnya. Sayangnya, sistem hukum kita lebih menempatkan perempuan sebagai pelaku kriminal, daripada sebagai korban. Beberapa pengadilan memvonis hukuman mati kepada perempuan, meskipun peranannya hanya sebatas kurir68 narkoba.

Di samping kondisi hukum pidana Indonesia yang kurang memperhitungkan pengalaman perempuan yaitu bagaimana mereka ditekan,

67

Sulistyowati Irianto. 2007. Perdagangan perempuan dalam jaringan pengedaran narkotika. Jakarta: Buku Obor. Hal. 1. 

68

(8)

menderita kekerasan,dan berposisi lemah di tengah para pengedar narkotika, para hakim juga kurang berminat untuk mengupayakan instrumen hukum lain yang dapat mengisi kekosongan tersebut. Berbagai instrumen konvensi internasional yang menjamin kesetaraan dan keadilan yang berkaitan dengan perdagangan perempuan, tidak banyak diketahui oleh para hakim. Kondisi semacam ini semakin menjauhkan perempuan dari aksesnya pada keadilan hukum.

Dalam hal lain, pengedaran narkotika yang tidak terkendali telah menjadi ancaman yang serius bagi kehidupan generasi muda. Tidak sedikit kerugian yang ditimbulkan akibat jatuhnya banyak korban; biaya rehabilitasi yang mahal dan biaya sosial yang berkaitan dengan hilangnya sumber daya generasi muda. Pemerintah bertindak tegas dengan “menekan” para penegak hukum untuk menjatuhkan hukuman yang berat bagi mereka yang terlibat narkotika.69

Namun, yang tertangkap dan diadili, kebanyakan bukan pelaku sebenarnya, melainkan pengedar lapisan paling bawah, termasuk para pecandu yang sebenarnya juga korban. Pengedar kelas kakap, baik laki-laki maupun perempuan jarang ada yang tertangkap dan diadili. Selalu ada kendala untuk menelusuri di mana letak muara dari mata rantai pengedaran narkotika, mengingat kuatnya kekuasaan yang berada dibaliknya. 70

69

“Narkoba sebagai racun yang merusak para generasi muda sebagai penerus bangsa, oleh karena itu pemerintah bertindak sangat tegas segala perbuatan mengenai hal itu. Hukuman yang dijatuhkan kepada pengedar pun sangat berat.”

70

(9)

2. Prostitusi

Kasus perdagangan orang yang paling sering dijumpai adalah perdagangan perempuan dan anak untuk prostitusi. Hal ini tidak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga terjadi di luar negeri. Indonesia adalah salah satu negara pemasok perempuan terbesar untuk dijadikan sebagai pekerja seks. Ada yang dipekerjakan di dalam negeri dan ada yang dikirim ke luar negeri. Tidak jarang dari perempuan-perempuan tersebut yang dipaksa, ditipu, dianiaya oleh pelaku Trafiking.

Berbagai penipuan berkedok pekerjaan dijanjikan misalnya sebagai pelayan, model, pengasuh anak, pencuci piring, pembantu rumah tangga, dan lain sebagainya.71 Dengan tawaran gaji yang tinggi, namun setelah sampai di tempat tujuan bekerja, mereka sudah terlambat untuk menyesal karena disekap, dikurung, disiksa dan diputuskan hubungannya dengan dunia luar. Kemudian mereka dijadikan pekerja seks dan dipaksa melayani para konsumen jasa tersebut.

Dalam dunia trafiking seks, tak semua perempuan menjadi korban penipuan agen tenaga kerja dan iklan lowongan gadungan. Mata rantai pertama dalam rantai perdagangan orang sering kali adalah kerabat, tetangga, atau temannya teman. Seorang kenalan yang biasa dengan mudah dipercaya akan mendatangi keluarga seorang perempuan muda dengan tawaran membantu

71

(10)

perempuan itu mendapat pekerjaan bagus di dalam atau luar negeri. Banyak sekali gadis72 yang terjerumus akibat siasat itu.

Sebagian besar praktik pelacuran di Malaysia dan Singapura dilakukan secara terselubung di tempat-tempat seperti: karaoke, klub-klub pribadi, dan hotel-hotel. Ini terjadi karena pemerintah daerah setempat tidak mengijinkan beroperasinya pelacuran secara terbuka. Namun sudah menjadi rahasia umum bahwa di Singapura ada daerah-daerah seperti Orchard Road dan geylang73

dimana prostitusi banyak ditemukan.

Kerjasama negara-negara yang termasuk dalam wilayah kawasan Asia Selatan sejak tahun 2002 telah menandatangani suatu konvensi pencegahan dan pembasmian terhadap penyeludupan manusia khususnya para kaum wanita dan anak-anak yang terlibat dalam prostitusi. Selain itu Kanada, USA, Rusia, serta sebagian besar negara-negara yang ada di Asia Pasifik telah mengambil inisiatif untuk melakukan ratifikasi konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang hak hak kaum wanita, anak-anak dan para migran untuk melawan tindakan penyeludupan manusia.

Sikap pro aktif dalam merespons masalah perdagangan perempuan dan anak juga ditunjukkan PPII dan beberapa organisasi perempuan Indonesia pada level internasional. Hal ini dibuktikan dengan adanya penyelenggaraan Konferensi Internasional Liga Bangsa-Bangsa mengenai Perdagangan

72

“Mereka adalah perempuan-perempuan muda perkotaan atau desa, sering kali remaja, yang terlibat di dalam pekerjaan seks secara tidak langsung, melakukan hubungan seks dengan pria demi uang atau. Seing kali demi hadiah....Mereka bermain mata dan berkumpul di tempat-tempat tertentu.”

73

(11)

Perempuan dan Anak-Anak di Timur Jauh pada tahun 1938 di kota Bandung. Hasil-hasil dari konferensi ini melandasi terbitnya konvensi-konvensi anti perdagangan perempuan dan anak.74

Dikenal juga dalam perdagangan anak yang bertujuan untuk ESKA (Eksploitasi Seksual Komersial Anak). Secara umum, dari istilahnya dapat diartikan bahwa ESKA berkaitan dengan suatu bentuk pengeksploitasian terhadap anak yang dilakukan secara seksual untuk kepentingan komersial.75 Ada tiga bentuk ESKA. Pertama, prostitusi anak, yaitu penggunaan anak dalam kegiatan seksual dengan pembayaran atau imbalan dalam bentuk lain. Kedua, pornografi anak, yaitu setiap representasi, dengan sarana apapun, perlibatan secara eksplisit seorang anak dalam kegiatan seksual baik secara

nyata maupun disimulasikan, atau setiap representasi dari organ-organ

seksual anak untuk tujuan seksual. Ketiga adalah perdagangan anak.76

Salah satu bentuk ESKA yang telah mendapatkan perhatian besar dari media dan masyarakat selama 15 tahun terakhir adalah pariwisata seks anak atau PSA. Pariwisata seks anak kadang-kadang mengacu kepada eksploitasi seksual anak dalam pariwisata. Pariwisata seks anak terjadi di berbagai tujuan

74

Wahyu Susilo, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia dalam Perspektif Sejarah, Makalah tidak diterbitkan, 2000.

75

Laddy fransisca, dkk. 2007. Perdagangan Anak untuk Tujuan Seksual Komersial. Surakarta, Cakrabooks. Hal. 3.

76

(12)

wisata dan bahkan di tempat-tempat yang sebenarnya tidak memiliki prasarana pariwisata sama sekali.77

Perdagangan anak dengan jaringan sindikatnya memiliki bentuk dan tujuan yang beragam. Misalnya untuk tujuan prostitusi atau pornografi atau kekerasan/eksploitasi seksual atau kerja paksa dengan upah yang tidak layak atau perbudakan/praktik-praktik lain yang mirip dengan perbudakan. Dalam setiap kasus perdagangan perempuan dan anak selalu terdapat unsur merendahkan martabat manusia, merampas kebebasan individu dan bersifat penipuan, serta eksploitasi ekonomi maupun seksual.

Perdagangan orang dan eksploitasi seksual anak merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia dan bentuk terburuk terhadap pelanggaran harkat dan martabat manusia.Praktik tindak pidana perdagangan orang dan eksploitasi seksual anak sangat erat hubungannya dengan kompleksitas permasalahan di tengah masyarakat, antara lain masih tingginya angka kemiskinan, pengangguran, tingginya angka putus sekolah dan rendahnya tingkat pendidikan, serta masih adanya diskriminasi gender dan perkawinan usia dini, membuat perempuan dan anak rentan terhadap perdagangan dan eksploitasi seksual.78

77

ECPAT Internasional. 2008. Memerangi Pariwisata Sex Anak : Tanya & Jawab. Indonesia : Restu Printing. Hal. 3.

78

(13)

Adapun lembar fakta tentang eksploitasi seks komersil dan perdagangan anak menurut unicef , adalah sebagai berikut :79

a) Angka global :

 Ada sekitar 1.2 juta anak diperdagangkan setiap tahunnya.

 Kebanyakan (anak laki-laki dan perempuan) diperdagangkan untuk eksploitasi seks.

 Ada sekitar 2 juta anak di seluruh dunia yang dieksploitasi secara seksual tiap tahunnya.

 Industri perdagangan anak menangguk untung 12 miliar dolar per tahunnya (ILO)

b) Angka di Asia Timur dan Pasifik :

• Jumlah terbesar perempuan dan anak yang diperdagangkan di seluruh dunia berasal dari Asia. Perkiraannya berkisar dari 250.000 sampai 400.000 (30 persen dari angka perkiraan global) • Semua Negara terpengaruh oleh perdagangan baik secara

domestik, lintas batas atau luar negeri dan sebagai Negara asal, Negara tempat singgah atau Negara penerima

c) Indonesia :

• Di Indonesia sekalipun banyak gadis yang memalsukan umurnya, diperkirakan 30 persen pekerja seks komersil wanita berumur kurang dari 18 tahun. Bahkan ada beberapa yang masih berumur 10 tahun. Diperkirakan pula

79

Lihat Factsheet CSEC dan Trafficking oleh UNICEF Indonesia. 2009.

(14)

ada 40.000-70.000 anak menjadi korban eksploitasi seks dan sekitar 100.000 anak diperdagangkan tiap tahun.

 Sebagian besar dari mereka telah dipaksa masuk dalam perdagangan seks.

 Sebagai pelaku perdagangan ke luar negeri, lintas batas atau domestik dan Negara asal.

 Perdagangan anak baik di lingkup domestik maupun luar negeri meningkat.

 Tujuan utama anak yang diperdagangkan ke luar negeri adalah Malaysia, Singapura, Brunei, Taiwan, Jepang dan Arab Saudi.

 Pariwisata seks menjadi isu menarik di daerah tujuan wisata seperti di Bali dan Lombok.

 Terdapat banyak pelacuran di lokalisasi pelacur, karaoke, panti pijat, mal, dan sebagainya.

 Mayoritas pelanggan adalah orang lokal.

d) Tren :

 Jumlah anak-anak yang dieksploitasi secara seksual bertambah.

 Melibatkan anak-anak berumur belia.

 Ada kelompok baru yang rentan (anak-anak yang tak punya tempat tinggal).

 Increase in numbers of children sexually exploited.

(15)

Pengungkapan fakta perdagangan perempuan dan anak untuk prostitusi sangat penting untuk diketahui masyarakat luas misalnya faktor penyebab, proses, kekerasan yang dialami anak, cara anak keluar dari perdagangan, tempat-tempat yang rawan perdagangan. Hal itu menjadi suatu hal yang penting dalam tindakan pencegahan. Karena itu dibutuhkan kerjasama dari semua elemen, baik pemerintah, aparat dan penegak hukum untuk memberantas perdagangan orang yang bertujuan prostitusi tersebut.80

Khususnya berkenaan dengan prostitusi, unsur paksaan yang termaktub di dalam definisi perdagangan orang merupakan unsur penentu. Ada tidaknya unsur ini berkaitan dengan (pembuktian) kondisi kerja atau hubungan yang bersifat paksaan, eksploitatif atau memperbudak dan apakah masuknya korban ke dalam kondisi kerja atau hubungan demikian adalah secara bebas serta dengan pengetahuan/ kesadarannya penuh. Jika kesemua unsur tersebut terbukti ada, maka perbuatan tersebut tidak dapat ditelaah sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, namun harus dipandang masuk ke dalam lingkup UN trafficking Protocol. Dalam protokol ini dapat didefinisikan sebagai mereka yang terlibat dalam kegiatan prostitusi, pelayan/ pekerja seks, atau menjadi objek kegiatan pornografi yang dikarenakan oleh ancaman pemaksaan, penculikan diperlakukan dengan salah, menjadi orang yang dijual ( Debt Bondage ) atau

80

(16)

karena menjadi korban penipuan.81

3. Pekerja Rumah Tangga

Dengan menggunakan kerangka kerja trafiking, jika ada perekrutan yang dilakukan dengan memberi informasi yang salah tentang upah dan kondisi-kondisi kerja, maka pekerja rumah tangga yang dipekerjakan di dalam dan di luar negeri tersebut dapat dikategorikan sebagai korban perdagangan orang. Demikian bila terjadi hal-hal seperti berikut ini : jika tidak ada kejelasan tentang tugas-tugas kerja, jam kerja, libur mingguan dan cuti; jika ada potongan gaji, atau penahan pembayaran upah yang tidak dijelaskan, penggurungan melalui penyitaan dokumen-dokumen berjalan atau lainnya dan/atau kekerasan seksual; jika perekrut, agen pengiriman tenaga kerja, agen penempatan di dalam atau di luar negeri, petugas yang terkait dengan proses pemindahan atau majikan mengambil keuntungan finansial yang tidak semestinya dengan menggunakan jasa dari orang yang bersangkutan. Itu semuanya dapat dikategorikan sebagai korban perdagangan orang.82

Sebagian besar pekerja rumah tangga Indonesia dikirim ke Timur Tengah, Malaysia, Hongkong, dan baru-baru ini ke Taiwan. Dibanyak Negara Timur Tengah, kebiasaan menggunakan pekerja secara bersama-sama dalam keluarga besar dan saudara lainnya, dapat mengakibatkan timbulnya situasi

81

Lihat The Annotated Guide to the Complete UN Trafficking Protocol.

82

(17)

perdagangan orang. Sering ada banyak laporan tentang kekerasan seksual yang dihadapi oleh para pekerja rumah tangga di negara-negara Arab.83

Banyak agen penyalur pekerja rumah tangga di Jakarta mengklaim memiliki lebih banyak permintaan tenaga kerja dari keluarga-keluarga di kota ini daripada yang mereka dapat penuhi.84 Dan banyak agen penyalur memilih untuk menjaring para perempuan muda pedesaan pada saat mereka tiba di kota-kota besar untuk mencari pekerjaan daripada "datang menebarkan jaring-jaring" ke desa-desa terpencil. Agen-agen tersebut bekerja, terutama, di terminal-terminal bis dan stasiun-stasiun kereta api antarkota dengan membagikan selebaran kepada sasaran-sasaran mereka. Hanya sedikit agen yang menawarkan akomodasi sementara kepada orang-orang yang mereka rekrut.

Saat ini pemerintah Indonesia masih terus berusaha untuk memperjuangkan nasib para pekerja Indonesia yang berada di luar negeri. Melalui jalan diplomasi, perjanjian-perjanjian, dan berbagai hal lain serupa yang dapat membantu dan meringankan nasib para pekerja Indonesia.85

83

Berdasarkan laporan yang menarik berasal dari Anti Slavery International (2006).

84

The Jakarta Post Edisi 18 November 2006, halaman 5, memuat sejumlah artikel tentang pembantu rumah tangga.

85

(18)

4. Penjualan Bayi

Penjualan bayi, atau menawarkan bayi yang didapatkan dari ibunya untuk diadopsi, adalah isu yang penuh kontroversi dalam wacana perdagangan orang global. Sementara para aktivis hak anak dan pro-adopsi meyakini bahwa setiap anak berhak atas masa depan yang aman dan adil dengan kesempatan yang sama; dari perspektif seorang ibu, dipaksa berpisah dengan anak untuk diadopsi adalah berlawanan dengan haknya untuk membesarkan anaknya sendiri. Lagi pula, tanpa mengurangi masalah-masalah hukum dan moral yang melingkupi "penjualan bayi", mungkin perlu untuk diteliti tujuan dari "penjualan" tersebut sebelum menggolongkan perbuatan semacam itu sebagai bentuk perdagangan orang.86

Penjualan bayi yang terkadang digunakan sebagai cara untuk menghindari persyaratan resmi adopsi, mencakup pemindahan seorang anak dengan paksaan atau bujukan, atau situasi di mana penipuan atau kompensasi berlebihan digunakan untuk mempengaruhi pelepasan seorang anak. Penjualan bayi bukan jalan adopsi yang bisa diterima dan melibatkan banyak hal yang sama dengan unsur perdagangan orang/trafiking .

“Meskipun penjualan bayi adalah ilegal, bukan berarti hal ini dapat dianggap perdagangan orang jika dilakukan dengan tujuan adopsi, berdasarkan Akta Perlindungan Korban Perdagangan orang, Protokol PBB tentang Perdagangan orang dan Penjualan Anak-anak, Konvensi Den Haag tentang Perlindungan Anak-anak dan Kerja Sama dalam Adopsi Antar-Negara Tahun

86

(19)

1993, dan definisi adopsi yang dibuat oleh yurisdiksi AS" (U.S. Departement of State, 2005).

Untuk mengetahui siapa orang tua bayi yang menjadi korban perdagangan anak, dapat dilakukan tes DNA. Tes DNA tersebut, akan dilakukan apabila ada orang tua atau siapapun yang mengaku keluarga atau orang tua si bayi. Tes DNA bertujuan mengantisipasi adanya orang tua yang mengaku sebagai keluarga atau saudara dari anak yang menjadi korban penjualan manusia.87

5. Lingkaran pengemis terorganisir.

Sejumlah kajian provinsi menemukan bukti bahwa anak-anak miskin direkrut dan dibawa ke tempat lain oleh sejumlah orang yang menangguk keuntungan dari penghasilan mereka. Dalam beberapa kasus, mereka dipindahkan masih di dalam provinsi yang sama (contohnya di Bali), atau ke provinsi-provinsi lain (seperti dari Sulawesi Selatan ke Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau).

Dua LSM dari Tanjung Pinang di Kepulauan Riau, dan Bontang di Kalimantan Timur melaporkan adanya pengemis-pengemis anak dalam kelompok umur 10-15 tahun yang diorganisasi oleh kelompok orang dari Gowa Sulawesi Selatan, juga ada yang berasal dari Janeponto, salah satu Kabupaten termiskin di Sulawesi Selatan. Orangtua anak-anak tersebut diberi sejumlah

87

(20)

uang, kemudian bekerja dari pagi hingga malam, mengumpulkan sedekah, dan mereka harus memenuhi target penghasilan tertentu.88

Kedua LSM melaporkan bahwa sebagian dari pendapatan tersebut dibagi antara pengemis dengan pengelolanya. Namun tidak ada yang dapat memastikan uang mereka kumpulkan tersebut untuk kepentingan panti asuhan. Laporan serupa juga datang dari Bali. Menurut LSM setempat, anak – anak dari Kabupaten Karang Asem dan Buleleng dibawa ke Denpasar untuk mengemis, nampaknya mereka ditempatkan di daerah tertentu untuk mengemis. Pendapatan mereka setiap harinya dikumpulkan oleh orang yang mengkoordinir.89

Hal ini dilaporkan sebagai sebuah kecenderungan baru. Sayangnya tidak tersedia informasi yang memadai tentang sejauh mana permasalahan tersebut, dan sifat eksploitasi apa yang dialami pengemis-pengemis anak tersebut.

6. Kawin Kontrak

Nikah atau kawin kontrak adalah nikah yang dibatasi waktunya. Begitu habis waktunya maka habis pula kontraknya. Fenomena kawin kontrak sudah lazim di beberapa kota. Biasanya kawin kontrak dilakukan oleh orang asing yang tinggal sementara di Indonesia. Akan tetapi kawin kontrak juga dilakukan oleh orang Indonesia karena sejumlah alasan. Kawin kontrak barangkali sama dengan nikah mut’ah. Pada awal perkembangan Islam kawin kontrak pernah

88

ICMC dan ACILS, Op. Cit., hlm. 48.

(21)

ada dan tidak dilarang oleh Rasulullah. Hal ini terkait dengan bahwa pada zaman jahiliyah menikah itu banyak jenisnya dan kacau balau. Salah satu contoh, bagi wanita yang bermaksud menikah maka ia memasang bendera di depan pintu rumahnya. Siapapun boleh menggaulinya sejauh wanita itu suka. Akan tetapi setelah beberapa lama, nikah mut’ah itu dilarang oleh Rasulullah. Kawin kontrak memang bertentangan dengan prinsip berkeluarga dalam Islam yaitu membentuk keluarga sakinah, mawadah warohmah. Lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya baik bagi pria itu sendiri, wanita, anak-anak maupun masyarakat pada umumnya.

Kawin kontrak merupakan fenomena "setempat" yang melibatkan perempuan dan anak perempuan. Sebagian besar mengalami eksploitasi seksual dan reproduktif. Selain mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak dan mencuci, para “istri kontrak” juga memberikan layanan seksual "kapan saja". Setelah kontrak berakhir mereka ditinggalkan.

(22)

laporan-laporan yang ada, mereka bebas dan tidak dilarang untuk menemui keluarga dan teman mereka.90

7. Bentuk lain Perdagangan orang

Salah satu bentuk perdagangan anak laki-laki yang diketahui di Indonesia adalah di jermal-jermal. Jermal adalah tempat pemancingan di lepas pantai sepanjang pantai timur Sumatera Utara. Meskipun secara signifikan telah berkurang karena upaya-upaya berkelanjutan Organisasi Buruh Internasional (ILO), tetapi praktik mempekerjakan anak-anak kecil untuk bekerja di jermal-jermal ini tetap berlanjut.

Database IOM juga menyebutkan sejumlah laki-laki dan perempuan diperdagangkan untuk bekerja sebagai penjaga toko, pedagang kaki lima, dan sebagainya. Akan tetapi, ada kemungkinan bahwa hal ini belum meluas atau masih belum banyak diketahui. Dari beberapa kesaksian buruh migrant PRT diketahui bahwa selain pekerjaan rumah, mereka juga diminta untuk mengelola toko yang dimiliki oleh majikan mereka. Kebanyakan hal ini disebutkan dalam konteks daftar pekerjaan rumah yang mereka harus kerjakan, dan bukan sebagai sesuatu yang mereka tidak suka. Selama penjajakan lapangan di propinsi Sulawesi Selatan, beberapa informasi menyebutkan bahwa kadang-kadang perempuan migran yang tidak berdokumen dipekerjakan di Malaysia

90

(23)

sebagai penjaga toko dan penjual sayuran. Tidak ada keterangan lebih lanjut tentang kondisi hidup dan kerja mereka.

B. Faktor Penyebab Perdagangan Orang

Kita tidak dapat memahami tragedi perdagangan orang, dan tidak pula dapat berhasil memberantasnya, kecuali jika kita mempelajari para korbannya: mengapa mereka begitu rentan, bagaimana mereka dijebak. Terdapat banyak penyebab perdagangan orang. Sebab-sebab ini rumit dan seringkali saling memperkuat satu sama lain. Adapun yang beberapa faktor tersebut adalah :

1. Kemiskinan

Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, masih banyak mengalami permasalahan di bidang kesejahteraan sosial dan ekonomi. Dampak dari lemahnya kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia, adalah banyaknya tingkat migrasi penduduk yang mencari kerja atau mengadu nasib ke kota-kota besar maupun ke luar negeri. Keinginan untuk memiliki materi dan standar hidup yang lebih tinggi memicu terjadinya migrasi dan membuat orang-orang yang berimigrasi rentan menjadi korban kejahatan. Salah satu diantaranya adalah korban perdagangan orang.

(24)

utama mengapa perempuan mencari kerja di luar negeri.91 Peneliti di Indonesia juga menyatakan bahwa motivasi utama bagi kebanyakan pekerja untuk bermigrasi adalah motivasi ekonomi.92 Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan beberapa pekerja di luar negeri juga menunjukkan bahwa kesulitan ekonomi merupakan alasan bagi mereka untuk menjadi TKI.

Salah satu faktor terjadinya perdagangan orang adalah akibat ambruknya sistem ekonomi lokal, sehingga banyak anak-anak, gadis dan perempuan yang diekspos ke tempat-tempat kerja global untuk mencari pendapatan. Situasi ini semakin merajalela di negara-negara yang mengalami krisis ekonomi parah serta negara-negara yang mengalami perpecahan. Di samping itu, pekerjaan yang tersedia dalam negeri tidak sesuai dengan pekerjaan pilihan mereka untuk tetap tinggal di kampung halamannya. Dengan kata lain, pekerjaan yang ada tidak memberi harapan akan kehidupan yang lebih baik bagi para anak gadis itu. Bagi para calon migran sendiri, mereka tidak mengetahui apakah calon tenaga kerja atau para rekruter itu resmi atau gelap. Yang mereka tahu hanyalah bahwa ada tawaran suatu pekerjaan di suatu tempat di suatu negara, dan dengan jumlah tertentu atau dengan kesepakatan tertentu, mereka bisa direkrut untuk pekerjaan itu. Orang-orang seperti ini, baru kemudian menyadari bahwa mereka telah memasuki negara secara gelap. Dan para migran gelap inilah yang posisinya sangat rentan, tanpa perlindungan.

91

Wijers, M. & Lap-Chew, L. (1999). Trafficking in Women Forced Labour and Slavery-like Practices in Marriage, Domestic Labour, and Prostitution. The Netherlands: Foundation Against Trafficking in women.

92

(25)

Dalam situasi krisis, anak gadis dan perempuan yang pertama dikorbankan. Misalnya anak perempuan yang pertama kali akan diberhentikan dari sekolah apabila keluarga mengalami krisis ekonomi atau krisis pangan. Bahkan tidak jarang, keluarga atau orang tua menjual anak gadis mereka untuk bekerja demi meringankan beban ekonomi keluarga.93

Dalam berbagai kasus, mungkin benar bahwa kemiskinan adalah sumber utama yang mendorong perempuan dan anak rawan menjadi korban trafiking. Tetapi, kalau mau objektif penyebab perempuan dan anak keluar dari rumah hingga menjadi korban trafiking dan terlibat di dunia pelacuran, misalnya sesungguhnya bukan sekedar karena faktor kemiskinan yang membelenggu, tetapi ada juga faktor-faktor lainnya.

2. Pendidikan yang rendah

Orang dengan pendidikan yang terbatas memiliki lebih sedikit keahlian/skill, kesempatan kerja dan mereka lebih mudah ditrafik karena mereka bermigrasi mencari pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian.

Dengan bekal pendidikan dan pengalaman yang terbatas untuk kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan maka jangan kaget jika selalu saja ada anak perempuan yang menjadi korban-korban baru pelaku trafiking. Di media massa seringkali dilaporkan, bahwa salah satu modus yang dikembangkan mafia pelacuran untuk mencari mangsa-mangsa baru adalah dengan menebar perangkap ke zona-zona publik, seperti stasiun Kereta Api atau terminal.

93

(26)

Mayoritas perempuan dan anak yang menjadi korban umumnya berpendidikan SD dan SLTP, dan bahkan sebagian di antaranya tidak pernah mengenal bangku sekolah.

3. Kebijakan yang Bias Gender

Perempuan di Indonesia umumnya menikmati kesetaraan gender di mata hukum. Undang-undang Dasar 1945 menjamin kesetaraan hak untuk laki-laki dan perempuan. Selain itu, Indonesia juga telah meratifikasi beberapa konvensi PBB yang menjamin kesetaraan hak bagi perempuan, antara lain ratifikasi Konvensi untuk Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) pada tahun 1984. Meskipun demikian, kesetaran gender belum sepenuhnya terwujud. Banyak penelitian dan studi yang mengungkapkan bahwa perempuan Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan laki-laki secara sosial, politik, dan ekonomi.

(27)

menyatakan bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka sebaik-baiknya sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri (Pasal 45) .

Sekalipun tidak ada larangan bagi anak yang sudah menikah untuk bersekolah, anak perempuan yang sudah menikah sangat jarang meneruskan pendidikan mereka. Tidak jelas apakah ini adalah batasan yang diberlakukan oleh sekolah atau oleh adat. Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional tidak secara langsung membahas isu ini. Undang-Undang ini tidak memberikan perhatian pada status pernikahan. Karena itu, ini dapat diartikan sebagai tidak adanya kewajiban bagi suatu sekolah untuk menerima anak yang sudah menikah sebagai siswa.

(28)

4. Pengaruh dari Globalisasi

Pemberitaan tentang perdagangan orang, pada beberapa waktu terakhir ini di Indonesia makin marak, baik dalam lingkup domestik maupun yang telah bersifat lintas batas negara. Perdagangan manusia yang menonjol terjadi khususnya yang dikaitkan dengan perempuan dan kegiatan industri seksual, baru mulai menjadi perhatian masyarakat melalui media massa pada beberapa tahun terakhir ini. Tentu saja sama sekali hal ini tidak dapat disimpulkan bahwa sebelumnya fenomena ini tidak terjadi. Kemungkinan terjadi dalam skala yang kecil, atau dalam suatu kegiatan yang terorganisasi dengan sangat rapi, merupakan sebagian dari alasan yang membuat berita- berita perdagangan orang ini belum menarik media massa pada masa lalu.

Perubahan globalisasi dunia, Indonesia tidak dapat luput dari pengaruh keterbukaan dan kemajuan di berbagai aspek teknologi, politik, ekonomi, dan sebagainya. Kemajuan di berbagai aspek tersebut membawa perubahan pula dalam segi-segi kehidupan sosial dan budaya yang dipacu oleh berbagai kemudahan informasi.94 Dampak negatif dari perubahan dan kemudahan tersebut menjadi konsekuensi bagi munculnya permasalahan-permasalahan sosial termasuk pada perempuan dan anak, salah satunya adalah berkembangnya perdagangan seks pada anak.95

Globalisasi dunia juga menyebabkan pesatnya pengiriman tenaga kerja ke luar negeri dan antar kota serta antar pulau di sektor domestik sebagai

94

I. Wibowo dan Francis Wahono, 2003, Neoliberalisme, Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, Yogyakarta.

95

(29)

pembantu rumah tangga dan sektor informal seperti perkebunan, tempat hiburan, dan industri seks. Sementara kebijakan di bidang ketenagakerjaan, keimigrasian, dan kependudukan yang diharapkan dapat menjadi kontrol untuk melindungi pekerja migran (migrant worker), ternyata tidak dapat diharapkan. Lebih menyedihkan lagi, aparat di bidang-bidang tersebut banyak melakukan penyalahgunaan kewenangan dan mencari keuntungan pribadi. Berbagai pelanggaran banyak terjadi, seperti pemalsuan dokumen dari mulai KTP, surat jalan sampai dengan paspor.

C. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Perdagangan Orang

Berbagai upaya telah dan sedang dijalankan pemerintah Indonesia untuk memerangi kejahatan perdagangan perempuan, melalui upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan perdagangan orang. Rakyat perlu diperjelaskan tentang keseriusan isu perdagangan orang dengan segala implikasinya. Transformasi sosial masyarakat merupakan dasar penting kepada pembasmian gejala sosial, yang merangkumi isu perdagangan orang. Transformasi itu membawa implikasi bahwa masyarakat akan memiliki pemikiran dan nurani yang mementingkan kesejahteraan manusia, khususnya perempuan dan anak, mengatasi kepentingan keuntungan uang dan pemuasan hawa nafsu.

(30)

Depnaker setempat harus memainkan perannya lebih aktif bersama-sama secara terpadu dengan pihak terkait (tokoh adat, agama, budaya, pemerintah tingkat desa/kelurahan setempat) termasuk biro travel untuk membenahi segala kemungkinan bentuk eksploitasi pada calon migran maupun keluarganya.

Pemerintah juga perlu membenahi semua lini proses pemberangkatan dan penempatan pekerja migran oleh birokrat atau swasta. Peran swasta yang dominan di dalam penempatan pekerja migran justru perlu dikurangkan karena selama ini mereka selalu lepas tanggung jawab apabila muncul persoalan di lapangan.96

Upaya-upaya penghapusan kejahatan perdagangan orang di Indonesia agaknya masih setengah hati dan memprihatinkan. Demikian juga dukungan pemerintah terhadap penegakan hak asasi perempuan dan anak masih sebatas politis, belum sampai pada tahap implementasinya. Secara politis Indonesia sudah banyak meratifikasi berbagai kesepakatan dunia mengenai diskriminasi gender dan penghapusan perdagangan perempuan. Akan tetapi implementasinya belum optimal. Belum ada langkah jelas dan nyata seperti dalam bentuk kontrak sosial pemerintah dengan masyarakatnya.

Perlu adanya ketegasan dari pemerintah pusat sampai daerah sebagai negara yang ikut meratifikasi agar ada jaminan terhadap ditegakkannya hak asasi manusia, yakni dengan tindakan hukum dan sanksi keras untuk menghapus perdagangan orang. Sebelum tahun 2007, Undang-Undang yang

96

(31)

paling relevan dalam kejahatan perdagangan tersebut adalah KUHP pasal 297 dan Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 83. Beberapa aspek penting yang tidak memadai dalam perundang-undangan tersebut meliputi definisi, sistem pembuktian kejahatan dan perlindungan korban. Undang-Undang tersebut tidak memberikan definisi yang jelas mengenai perdagangan orang sehingga telah membawa masalah serius dalam penerapan kedua Undang-Undang tersebut dalam kasus yang seharusnya dikategorikan sebagai perdagangan orang. Di lapangan banyak juga ditemukan bantuk-bentuk kejahatan lebih spesifik yang tidak mampu dijerat oleh pasal-pasal dalam Undang-Undang tersebut, misalnya modus jeratan hutang.

Pemidanaan praktik serupa perdagangan orang dalam Undang-Undang yang ada lebih fokus kepada kejahatan perorangan, padahal nyata sekali perdagangan haram ini merupakan kejahatan terorganisir. Secara teknis hukum, penyelidikan dan penyidikan kejahatan perorangan dan terorganisir seharusnya berbeda. Undang-Undang yang ada juga tidak menyediakan bantuan yang memadai bagi korban. Seharusnya ada bantuan untuk korban yang wajib diberikan menurut Undang-Undang misalnya penangan luka jasmani dan trauma, klaim atas hak sebagai pekerja dan kemudahan berurusan dengan proses hukum sebagai korban tindak pidana.

Dalam hal menangani perdagangan orang, Pemerintah Thailand97 lebih maju dibanding Indonesia. Mereka telah mempunyai instrumen HAM nasional

97

(32)

di bidang perlindungan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran hak asasi manusia sebagai akibat perdagangan perempuan dan anak yaitu Undang-Undang Pencegahan dan Pelarangan terhadap Prostitusi tahun 1996 (Ditjen Ham, 2003). Indonesia sendiri, pada tahun 2007 mempunyai Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Undang-Undang PTPPO No 21/2007). Undang-undang ini agaknya sudah menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam undang-undang sebelumnya yang berkaitan dengan perdagangan perempuan seperti KUHP pasal 297 dan Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 83. Sanksi hukumannya pun lebih berat, yakni hukuman penjara antara 3 sampai 15 tahun atau denda Rp 120 juta hingga Rp 600 juta bagi oknum yang tertangkap akibat melakukan kegiatan perdagangan perempuan. Bagaimanapun, efektifitas dari peraturan perundang-undangan tersebut sangat bergantung pada pelaksanaannya oleh aparat penegak hukum, polisi dan instansi terkait. Kekurangan kesadaran atas kerjasama aparat penegak hukum serta kolusi antara penegak hukum dengan sindikat kriminal sering dinyatakan sebagai faktor-faktor yang menghalangi efektifitas upaya penegakan hukum.

Panduan (guidelines) tentang pekerja migran mengenai pengaturan standar gaji minimum, hak pekerja dan perlindungan pekerja migran sampai saat ini belum tersedia. Untuk itu perlu dibuat perundingan kerja sama antara

(33)

Menteri Tenaga Kerja Indonesia dan Malaysia.98 Dalam perundingan tersebut juga harus mengikutsertakan para pengusaha, terutama pengusaha pemasok pekerja migran dan para pengurus konfederasi Serikat Pekerja. Perundingan ini memang sangat berat, apalagi banyak perusahaan pengerah tenaga kerja adalah milik pejabat kerajaan Malaysia. Kesepakatan ini tentunya akan menyebabkan keuntungan mereka berkurang. Bagaimanapun, perundingan ini perlu diwujudkan untuk melindungi pekerja migran dari jeratan perdagangan orang.

Pemerintah Malaysia sampai saat ini juga belum memiliki Undang-Undang Anti Perdagangan Orang. Oleh itu pekerja migran tanpa dokumen yang bekerja di Malaysia menjadi rawan kriminalisasi. Pihak Indonesia dapat mengatakan bahwa pekerja migran ilegal tersebut merupakan korban perdagangan orang karena Indonesia mempunyai Undang-Undang 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Bagaimanapun, di Malaysia, pekerja migran tersebut justru dikatakan melanggar hukum dan boleh ditahan Polis Diraja Malaysia. MoU antara pemerintah Indonesia dan Malaysia mengenai pekerja migran juga berpotensi menjurus kepada perdagangan orang, karena majikan boleh menahan paspor buruh migran. Mereka yang kabur karena tidak tahan dengan siksaan majikan malah dianggap pelanggar keimigrasian. Sudah saatnya MoU tersebut dikaji ulang. Pemerintah Indonesia juga perlu menghimbau secara tegas kepada kerajaan Malaysia melalui posisi Indonesia di ASEAN dan Dewan HAM PBB,

98

(34)

untuk segera membuat Undang-Undang Anti Perdagangan Orang agar kedua negara dapat sepaham untuk melindungi buruh migran.

Data Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) menunjukkan, tahun 2005 ada 71 kasus perdagangan orang dengan korban 125 orang dewasa dan 18 anak, tahun 2006 ada 84 kasus dengan korban 496 orang dewasa dan 129 anak, serta pada 2007 ada 123 kasus dengan korban 210 orang dewasa dan 71 anak. Pada 2008, hingga bulan Maret, terdapat 53 kasus dengan korban delapan orang dewasa dan 22 anak. Sementara itu, hingga November 2009 tercatat 2.200 orang diperdagangkan.99

Menurut Wakil Ketua Bidang Internal Komnas HAM Ridha Saleh mengatakan, sebaiknya pemerintah juga memperkuat upaya-upaya pencegahan di daerah. Misalnya dengan membuat Peraturan Daerah (Perda) yang mencegah perdagangan orang, khususnya di wilayah perbatasan atau kantong-kantong buruh migran. Kedua, pemerintah juga harus memperketat rekrutmen Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke luar negeri karena berdasarkan dialog dengan PJ2TKI awal Desember 2009 lalu, ditengarai dalam proses perekrutan sering kali terjadi perdagangan orang. Ketiga, pemerintah juga harus melakukan evaluasi menyeluruh karena modus-modus perdagangan orang ini sangat canggih. Ada yang melalui jalur perbatasan, pelakunya tidak hanya WNI, tapi juga melibatkan WNA, atau modus perkawinan .100

99

www.Bareskrim.go.id., data mengenai perdagangan orang yang masuk ke Badan Reserse Kriminal MABES POLRI dari tahun 2005.

100

(35)
(36)

BAB IV

KASUS DAN ANALISA PUTUSAN

A. Kasus

1. Putusan No.2.743/Pid.B/2006/PN.Mdn.

Pada bulan Juli 2005 Raden Winanda Heru Syahputra berkenalan dengan Putri Suri yang kebetulan bertempat tinggal berdekatan dengan rumah orang tua Raden Winanda Heru Syahputra. Setelah berkenalan Raden Winanda Heru Syahputra menawarkan pekerjaan kepada Putri Suri di Malaysia dengan gaji sebesar RM. 500,-(Lima Ratus Ringgit) per bulan sehingga saksi menyetujuinya.

Pada tanggal 8 Juli 2005 sekira pukul 02.00 WIB, Raden Winanda Heru Syahputra membawa Putri Suri bersama Yanti untuk diberangkatkan ke Malaysia dengan menggunakan kapal melalui pelabuhan Port Klang, Malaysia. Setelah tiba di pelabuhan dijemput oleh Suratmi lalu diserahkan kepada Ati dan selanjutnya diserahkan kepada Aweng untuk dipekerjakan sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK).

(37)

Germo Aweng pernah menjelaskan kepada Putri Suri bahwa dia berhutang kepada Germo Aweng sebanyak 80 kali persetubuhan tanpa bayaran. Bahwa sebelum berangkatnya Putri Suri ke Malaysia, Raden Winanda Heru Syahputra pernah meminta uang sebesar Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah) untuk biaya pengurusan Passport. Namun Passport yang diberikan bukanlah Passport milik Putri Suri namun Passport orang lain. Dan Putri Suri disuruh oleh Raden Winanda Heru Syahputra agar mengaku bernama Junita Puspita Sari. Dan bahwa benar sewaktu diberangkatkan Putri Suri berumur 16 Tahun.

Selanjutnya pada bulan September 2005 Raden Winanda Heru Syahputra menawarkan pekerjaan kepada Hiromiko Yamma Moto. Kemudia Hiromiko Yamma Moto diberangkatkan ke Malaysia melalui Pelabuhan Tanjung Balai menggunakan Ferry menuju Port Klang Malaysia. Sesampainya di Malaysia dijemput oleh Suratmi dan langsung diserahkan kepada Aweng, Ati lalu Apek dipekerjakan sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK). Setelah bekerja selama satu bulan sebagai Pekerja Seks Komersial di Kapar Batu 8 Malaysia kemudian ia melarikan diri bersama perempuan bernama Eva ke Port Klang Malaysia. Dan bahwa benar Hiromiko Yamma Moto masih berumur 15 tahun.

(38)

Malaysia digunakan oleh Raden Winanda Heru Syahputra untuk biaya hidup keluarga.

DAKWAAN DAN TUNTUTAN

Jaksa Penuntut Umum mengajukan Raden Winanda Heru Syahputra sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Medan melakukan perbuatan pidana sebagai berikut :

Dakwaan Pertama : Pasal 83 Undang-Undang No. 23

Tahun 2002 tentang

Perlindungan anak.

Telah memperdagangkan, menjual atau menculik anak

untuk diri sendiri atau untuk

dijual.

Dakwaan Kedua : Pasal 297 KUH Pidana.

Telah memperdagangkan perempuan atau laki-laki yang

belum dewasa.

Jaksa Penuntut Umum menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan:

(39)

2. Menjatuhkan pidana penjara terhadap Raden Winanda Heru Syahputra selama 8 (delapan) tahun penjara, dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan sementara, dan denda sebesar Rp. 60.000.000,-(enam puluh juta rupiah) dengan ketentuan tidak dibayar, harus diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.

3. Menyatakan barang bukti berupa : Nihil.

4. Menetapkan agar terdakwa Raden Winanda Heru Syahputra supaya dibebani biaya perkara sebesar Rp.1000,00 (seribu rupiah).

PENGADILAN NEGERI MEDAN

Pertimbangan Hakim :

 Berdasarkan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum :

a. Dakwaan pertama : dan menuntut agar terdakwa dijatuhi pidana selama: 8 (delapan) tahun penjara dan denda sebesar Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan.

b. Dakwaan kedua : Pasal 297 KUHPidana.

(40)

1. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan yaitu keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa dan korban di bawah sumpah yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam Berita Acara yang dibuat oleh penyidik.

2. Berdasarkan barang-barang bukti di persidangan dihubungkan dengan keterangan-keterangan saksi, korban dan terdakwa. 3. Terpenuhinya seluruh unsur dari Pasal 83 Undang-Undang No.

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

4. Selama persidangan perkara tersebut, Hakim tidak menemukan alasan pembenar maupun alasan pemaaf dalam melepaskan terdakwa dari pertanggungjawaban pidana.

 Mengenai Dakwaan Kedua, Hakim menyatakan pendiriannya yang pokok demikian :

1. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan yaitu keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa dan korban di bawah sumpah yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam Berita Acara yang dibuat oleh penyidik.

2. Berdasarkan barang-barang bukti di persidangan dihubungkan dengan keterangan-keterangan saksi, korban dan terdakwa. 3. Terpenuhinya seluruh unsur dari Pasal 297 KUHPidana.

(41)

 Bahwa dipersidangan telah didengar keterangan saksi-saksi yang telah disumpah dengan cara agamanya, masing-masing pada pokoknya sebagai berikut :

1. Putri Sari. 2. Yusni Winarni. 3. Suwindari. 4. Fatimah Zahara

5. Hiromiko Yamma Moto.

Para saksi membenarkan keterangan yang telah diberikannya di depan penyidik serta menerangkan bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana sebagaimana diuraikan oleh penuntut umum dalam surat dakwaannya.

 Bahwa dipersidangan terdakwa juga telah membenarkan keseluruhan keterangan para saksi tersebut.

 Bahwa atas tuntutan pidana tersebut, terdakwa telah mengajukan permohonan yang pada pokoknya mohon agar dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya.

 Tidak adanya alasan pemaaf dan ataupun alasan pembenar dalam perbuatan terdakwa tersebut.

 Bahwa oleh karena terdakwa dinyatakan bersalah, maka terdakwa dibebani untuk membayar perkara ini.

 Hal-hal yang memberatkan :

(42)

 Hal-hal yang meringankan :

1. Terdakwa menyesali perbuatannya. 2. Terdakwa belum pernah dihukum.

3. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya.

Maka berdasarkan penetapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan dengan Nomor Register Perkara : No.2.743/Pid.B/2006/PN.Mdn yang dipimpin oleh Majelis Hakim Dahlia Brahmana, SH sebagai Hakim Ketua, Susmanto, SH dan Uli Basa Hutagalung, SH, masing-masing sebagai Hakim Anggota, setelah memeriksa dan mengadili perkara atas nama terdakwa, dengan amar putusan sebagai berikut :

a. Menyatakan terdakwa Raden Winanda Heru Syahputra telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Memperdagangkan anak untuk dijual dan perempuan yang belum dewasa” .

b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun, dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan, dan denda sebesar Rp.60.000.000,-(enam puluh juta rupiah) dengan ketentuan tidak dibayar, harus diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.

c. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa selama putusan ini berkekuatan hukum tetap, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

(43)

e. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sejbesar Rp.1000,00 (seribu rupiah).

2. Putusan No.1.262/Pid.B/2008/PN.Mdn.

Pada hari kamis, tanggal 24 Januari 2008, kira-kira pukul 15.00 WIB, Engel Bulan Agustina yang sedang berada di rumah orangtuanya yang terletak di Jl. Multatuli No. 43 Medan, dijemput dan dibawa oleh Ali Akbar Syahbana Panjaitan untuk bekerja di sebuah cafe milik kakaknya yaitu Delvi Panjaitan yang berlokasi di Bagan Batu, Provinsi Riau.

Dimana sebelumnya Ali Akbar Syahbana Panjaitan pernah menawarkan kepada Delvi Panjaitan, mencarikan pegawai untuk bekerja di kafe miliknya. Dan Delvi Panjaitan setuju akan hal tersebut karena kafenya masih kekurangan pegawai. Kemudian Ali Akbar Syahbana Panjaitan menghubungi Delvi Panjaitan, bahwa ada temannya yang mau bekerja di kafe Delvi dan Delvi menyetujuinya.

(44)

Sesampainya di cafe milik Delvi panjaitan, Idham Nasution dan Roynaldo Sihombing menyerahkan Angel kepada Delvi. Selanjutnya Delvi mengatakan kepada Angel bahwa pekerjaanya untuk menemani tamu dan berhubungan badan dengan mereka dengan tarif Rp.150.000,-(seratus lima puluh ribu rupiah) untuk sekali main dan Rp.350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) kalau tamunya bermalam. Oleh karena angel tidak punya uang, maka ia menyetujui hal tersebut, selanjutnya Ali Akbar menerima imbalan sebesar Rp. 100.000,-(seratus ribu rupiah) dari Delvi, karena telah membawa Angel untuk bekerja di cafenya. Setiap kali angel habis melayani tamu-tamu melakukan hubungan badan, ia membayarkan kepada Delvi sebesar Rp. 50.000,-(lima puluh ribu rupiah). Atas perbuatan yang dilakukan oleh Delvi Panjaitan kepada angel, maka orangtua Angel yaitu Ivona br. Gultom mengadukannya ke pihak yang berwajib agar diproses lebih lanjut. Pada tanggal 15 Februari Ali Akbar Syahbana Panjaitan ditangkap polisi dan keesokan harinya pada tanggal 16 Februari Delvi Panjaitan juga ditangkap.

DAKWAAN DAN TUNTUTAN

Jaksa Penuntut Umum mengajukan Delvi Panjaitan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Medan melakukan perbuatan pidana sebagai berikut :

Dakwaan Pertama : Pasal 2 Undang-Undang No.21

Tahun 2007 tentang

(45)

Perdagangan Orang jo Pasal 55

ayat (1) ke-1e KUHP.

Telah memperdagangkan anak yang masih di bawah umur merupakan kejahatan “ Tindak Pidana Perdagangan Orang”.

Dakwaan Kedua : Pasal 11 Undang-Undang No.21 Tahun

2007 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Perdagangan Orang

dan Anak di Bawah Umur.

Telah melakukan tindakan yang direncanakan atau melakukan pemufakatan jahat dalam perdagangan anak.

Dakwaan Ketiga : Pasal 83 Undang-Undang No.23

Tahun 2002 tentang

Perlindungan anak.

Telah memperdagangkan, menjual atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual.

(46)

1. Menyatakan terdakwa Delvi Panjaitan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Perdagangan Orang dan Anak di Bawah Umur” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Dakwaan Pertama melanggar Pasal 2 UU No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Perdagangan Anak di bawah umur jo Pasal 55 (1) ke-1e KUHP.

2. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Delvi Panjaitan selama 10 (sepuluh) tahun penjara, dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan sementara, dan denda sebesar Rp.120.000.000,-(seratus dua puluh juta rupiah) dengan ketentuan tidak dibayar, harus diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.

3. Menyatakan barang bukti berupa : Nihil.

4. Menetapkan agar terdakwa Delvi Panjaitan supaya dibebani biaya perkara sebesar Rp.5000,00 (lima ribu rupiah).

PENGADILAN NEGERI MEDAN

Pertimbangan Hakim :

 Berdasarkan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum :

(47)

d. Dakwaan kedua : Pasal 11 Undang-undang No.21 tahun 2007. e. Dakwaan ketiga : Pasal 83 Undang-undang No.23 Tahun 2002

 Mengenai Dakwaan Pertama, Hakim menyatakan pendiriannya yang pokok demikian :

5. Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan korban di bawah sumpah yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam Berita Acara yang dibuat oleh penyidik.

6. Berdasarkan keterangan terdakwa.

7. Berdasarkan barang-barang bukti di persidangan dihubungkan dengan keterangan-keterangan saksi, korban dan terdakwa. 8. Terpenuhinya seluruh unsur dari pasal 2 Undang-Undang No.21

Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1e KUHP.

9. Selama persidangan perkara tersebut, Hakim tidak menemukan alasan pembenar maupun alasan pemaaf dalam melepaskan terdakwa dari pertanggungjawaban pidana.

(48)

 Lebih lanjut mengenai Dakwaan Ketiga, Terdakwa tidak memperdagangkan, menjual atau menculik anak untuk diri sendiri

atau untuk dijual. Dan karena telah diundangkannya suatu peraturan perundang-undangan yang lebih khusus mengatur tentang

pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Dengan alasan ini, maka terdakwa dibebaskan dari dakwaan lebih subsider.

 Bahwa dipersidangan telah didengar keterangan saksi-saksi yang telah disumpah dengan cara agamanya, masing-masing pada pokoknya sebagai berikut :

1. Ivona Gultom

2. Angel Bulan Agustina

3. Ali Akbar Syahbana Panjaitan.

Para saksi membenarkan keterangan yang telah diberikannya di depan penyidik serta menerangkan bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana sebagaimana diuraikan oleh penuntut umum dalam surat dakwaannya.

 Bahwa dipersidangan terdakwa juga telah membenarkan keseluruhan keterangan para saksi tersebut.

 Tidak adanya alasan pemaaf dan ataupun alasan pembenar dalam perbuatan terdakwa tersebut.

(49)

1. Perbuatan terdakwa tidak mendukung Program Pemerintah dalam Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Anak di Bawah Umur.

 Hal-hal yang meringankan :

1. Terdakwa mengakui perbuatannya dan menyesali. 2. Terdakwa belum pernah dihukum.

3. Terdakwa dengan saksi korban telah melakukan perdamaian. Maka berdasarkan penetapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan dengan Nomor Register Perkara : 1.262/Pid.B/2008/PN.Mdn yang dipimpin oleh Majelis Hakim Pratondo,SH.MH sebagai Hakim Ketua, Hartono AM, SH.M.H dan Kaswanto, SH, masing-masing sebagai Hakim Anggota, setelah memeriksa dan mengadili perkara atas nama terdakwa, dengan amar putusan sebagai berikut :

f. Menyatakan terdakwa Delvi Panjaitan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “turut serta melakukan perdagangan orang dan anak di bawah umur” .

(50)

h. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa selama putusan ini berkekuatan hukum tetap, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

i. Menetapkan agar terdakwa tetap ditahan.

j. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sejumlah Rp.5000,00 (lima ribu rupiah).

B. Analisa Kasus

1. Putusan No.2.743/Pid.B/2006/PN.Mdn.

Analisa dari Aspek Hukum Pidana

Berdasarkan kasus yang Penulis dapatkan dari Pengadilan Negeri Medan terhadap putusan perkara pidana nomor No. 2.743/Pid.B/2008/PN.Mdn mengenai tindak pidana mengenai perdagangan anak untuk tujuan prostitusi, maka Penulis akan memberikan analisa terhadap kasus tersebut yakni sebagai berikut :

Kejahatan yang dilakukan terdakwa Raden Winanda Heru Syahputra adalah memperdagangkan anak untuk dijual atau perempuan yang belum dewasa dengan cara mengirimkan perempuan-perempuan tersebut ke Malaysia.

(51)

a. Pasal 83 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak :

“Setiap orang yang memperdagangkan, menjual atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah)”.

b. Pasal 297 KUHPidana.

“Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun”.

Unsur-unsur dari Pasal 83 Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah sebagai berikut :

1.Barang siapa.

2.Memperdagangkan, menjual atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual.

Sedangkan unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 297 KUHPidana adalah sebagai berikut :

1. Barang siapa.

2. Memperdagangkan perempuan dan laki-laki yang belum dewasa.

Menurut Penulis, perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur diatas dengan dengan dapat mengemukakan alasan sebagai berikut :

(52)

2. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan bahwa terbukti benar terdakwa telah mengirimkan perempuan ke malaysia demi mendapatkan keuntungan diri sendiri.

3. Bahwa benar terdakwa telah melakukan perdagangan perempuan yang masih belum dewasa atau anak-anak yaitu korbannya yang pada saat itu masih berumur 16 tahun.

Penulis dapat menafsirkan dakwaan kedua yaitu pasal 297 KUHPidana dengan menggunakan penjelasan soesilo yang diperkuat oleh Noyon-Langemeyer seperti dikutip oleh Wirjono Prodjodikoro, yang secara tegas menyatakan bahwa :101

“perdagangan perempuan harus diartikan sebagai semua perbuatan yang langsung bertujuan untuk menempatkan seorang perempuan dalam keadaan tergantung dari kemauan orang lain, yang ingin menguasai perempuan itu untuk disuruh melakukan perbuatan-perbuatan cabul dengan orang ketiga (prostitusi)”.

Dengan penjelasan ini, menjadi terang bagi Penulis bahwa Pasal 297 KUHP pada dasarnya memang terbatas bagi perdagangan perempuan (dan anak laki-laki di bawah umur) untuk tujuan prostitusi. Kesimpulan ini tentunya menjadi lebih kuat apabila kita lihat dari penempatan pasal 297 KUHP dalam

101

(53)

Bab tentang kejahatan terhadap Kesusilaan dan berada di bawah Pasal 296 KUHP tentang mucikari.

Terdakwa sebagai pelaku perdagangan anak di bawah umur harus harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan menjalani hukuman penjara selama 5 (lima) tahun, dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan, dan denda sebesar Rp.60.000.000,-.(enam puluh juta rupiah).

Pada putusan hakim, Penulis memperhatikan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan yang menjadi bahan pertimbangan hakim. Penulis juga memperhatikan uraian pembelaan dari terdakwa.

Penulis juga menyesuaikan antara keterangan para saksi, serta adanya keterangan terdakwa yang saling berhubungan satu sama lain dapat disimpulkan bahwa perbuatan terdakwa merupakan perdagangan orang.

Berdasarkan uraian di atas, maka Penulis berpendapat bahwa Putusan No.2.743/Pid.B/2006/PN.Mdn telah sesuai dengan analisa hukum pidana yang dibuat Penulis. Dimana terdakwa memang terbukti memperdagangkan anak untuk dijual dan perempuan yang belum dewasa.

Analisa dari Aspek Kriminologi

(54)

Modus operandi dalam kasus ini adalah eksploitasi buruh migran untuk tujuan prostitusi karena sebelumnya korban menyetujui bekerja sebagai TKW di Malaysia. Namun pada kenyataan korban tidak mendapatkan haknya ditambah dengan siksaan fisik, psikologis, maupun seksual karena harus melakukan persetubuhan atas paksaan orang lain.

Tipu daya atau penipuan terdakwa, berkenaan dengan apa yang dijanjikan dan realisasinya, yakni dalam kasus ini mencakup jenis pekerjaan (korban merupakan seorang perempuan di bawah umur dijanjikan sebagai TKW, namun kemudian ternyata dijadikan sebagai pelacur) dan kondisi ( korban berakhir dengan tidak menerima sebahagian atau keseluruh upah yang menjadi haknya, dipaksa bekerja melacurkan diri, dirampas surat-surat identitasnya, dan dikurung).

Penulis dapat menuliskan beberapa faktor penyebab perdagangan orang dalam kasus ini, yaitu :

1. Kemiskinan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan korban untuk mencari pekerjaan di luar negeri sebagai TKW di Malaysia demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

(55)

3. Tingkat pendidikan yang rendah. Ada pendapat ahli yang menyatakan bahwa “knowledge is a power”. Maksud dari kalimat tersebut apabila dihubungkan dengan kriminologi, bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan akan menyelamatkan hidupnya dari segala bentuk yang merugikan termasuk kejahatan. Dan pengetahuan didapatkan dari proses pendidikan di bangku sekolah maupun kuliah. Dimana korban dalam kasus ini tidak memiliki pendidikan yang tinggi sehingga hal tersebut menjadi faktor terjerumus dalam perdagangan orang.

Dalam hal perbuatan terdakwa dalam kasus ini, ada beberapa alasan yang mengakibatkan terdakwa melakukan tindak pidana perdagangan orang, yakni :

1. Alasan ekonomi, dimana dalam pengakuan terdakwa di depan pengadilan bahwa uang yang didapat dari hasil mengirimkan perempuan ke Malaysia digunakan terdakwa untuk biaya hidup keluarga.

(56)

Kemiskinan bukan hanya dapat menyebabkan seseorang melakukan perbuatan jahat, namun juga dapat menyebabkan seseorang terperangkap dan menjadi korban dari suatu kejahatan. Faktor dorongan dalam diri pelaku kejahatan juga tidak terlepas dari penyebab suatu kejahatan. Lingkungan yang mencitakan gap antara si kaya dan si miskin terkadang dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan dapat mendorong si miskin berbuat kejahatan demi memperbaiki kualitas hidupnya dengan cara-cara yang dinilai tidak halal.

2. Putusan No.1.262/Pid.B/2008/PN.Mdn.

Analisa dari Aspek Hukum Pidana

Dalam kasus ini yang menjadi terdakwa adalah Delvi Panjaitan yang berjenis kelamin perempuan. Perempuan yang menjadi terdakwa di depan hukum harus sama kedudukannya dengan pria. Pasal 15 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap wanita, yang diratifikasi melalui Undang-Undang No.7 Tahun 1984, mewajibkan negara memberikan persamaan hak kepada perempuan dan laki-laki di depan hukum. 102

Berdasarkan kasus yang Penulis dapatkan dari Pengadilan Negeri Medan terhadap putusan perkara pidana nomor No. 1.262/Pid.B/2008/PN.Mdn mengenai tindak pidana mengenai perdagangan anak untuk tujuan prostitusi, maka Penulis akan memberikan analisa terhadap kasus tersebut yakni sebagai berikut :

102

(57)

Kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa dalam kasus ini adalah melakukan perdagangan orang dan anak di bawah umur yaitu mempekerjakan korban yang masih di bawah umur untuk melakukan hubungan suami istri dengan tamu-tamu yang datang ke cafenya. Perbuatan terdakwa ini telah terbukti secara sah sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang jo Pasal 55 ayat (2) ke-2e KUHP. Lebih lengkap rumusan pasalnya adalah sebagai berikut :

a. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang :

“Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetuujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,-(Seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,-(Enam ratus juta rupiah).”

b. Pasal 55 ayat (1) ke-1e KUHP :

“mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan.”

Unsur-unsur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1e KUHP antara lain sebagai berikut :

(58)

b. Yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan.

c. Tanpa hak dan melawan hukum melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia.

Menurut analisa Penulis, bahwa benar perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang jo Pasal 55 ayat (2) ke-2e KUHP dengan dapat mengemukakan beberapa alasan, yaitu :

1. Bahwa dilihat dari definisi perdagangan orang maka telah sesuai tindakan yang dilakukan Terdakwa dengan tindak pidana perdagangan orang khususnya terhadap anak di bawah umur karena korbannya masih anak di bawah umur. Yaitu ada unsur pemindahan orang dari tempatnya dengan cara iming-iming dan tipu daya.

(59)

3. Berdasarkan dengan fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan dihubungkan dengan keterangan para saksi bahwa terdakwa telah melakukan perdagangan orang dan menyuruh melakukan yakni menyuruh korban untuk berhubungan suami istri dengan tamu yang datang ke cafe tersebut dengan imbalan uang. Dan korban merasa keberatan lalu mengadukan terdakwa ke pihak yang berwajib.

4. Berdasarkan fakta-fakta di persidangan dan keterangan para saksi bahwa benar korban yang pada awalnya hanya diberitahu akan dipekerjakan sebagai pelayan cafe ternyata dipekerjakan untuk melayani nafsu laki-laki hidung belang di cafe milik terdakwa. Dan korban sebelumnya tidak mendapat ijin dari orang tuanya untuk bekerja sebagai pelayan cafe di Bagan Batu, Riau. Jadi perbuatan terdakwa tersebut merupakan tanpa hak dan melawan hukum dengan cara penipuan dan memanfaatkan dengan memberi bayaran kepada korban.

5. Terdakwa telah mengeksploitasi korban yaitu dengan atau tanpa persetujuannya. Eksploitasi dalam kasus ini serupa dengan pelacuran, perbudakan, pemanfaatan fisik atau seksual.

(60)

sebagai subjek hukum pidana yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dalam fakta-fakta persidangan terdakwa terbukti telah turut serta melakukan perdagangan anak di bawah umur sehingga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut.

Terdakwa sebagai pelaku perdagangan anak di bawah umur harus harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan menjalani hukuman penjara selama 8 (delapan) tahun, dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan, dan denda sebesar Rp.120.000.000,-(seratus dua puluh juta rupiah).

(61)

Pada putusan hakim, Penulis memperhatikan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan yang menjadi bahan pertimbangan hakim. Penulis juga memperhatikan uraian pembelaan dari terdakwa.

Perdamaian yang dilakukan terdakwa dengan korban dan keluarga korban telah menjadi pertimbangan hakim yang penting dalam memberi putusan. Namun hal ini tidaklah menghapus tuntutan pidana dari jaksa penuntut umum, tetapi hanya meringankan.

Berdasarkan uraian di atas, maka Penulis berpendapat bahwa Putusan No.1.262/Pid.B/2008/PN.Mdn telah sesuai dengan analisa hukum pidana yang dibuat Penulis. Dimana terdakwa memang terbukti telah turut serta melakukan perdagangan orang dan anak di bawah umur.

Analisa dari Aspek Kriminologi

Tujuan dari perdagangan orang dan anak di bawah umur di kasus ini adalah untuk prostitusi atau pelacuran. Dimana korban yaitu Angel Bulan Agustina yang masih belum dewasa harus bekerja ke tempat yang jauh demi mencari penghasilan. Hal ini tidak terlepas dari faktor-faktor penyebab perdagangan orang, yaitu sebagai berikut :

1. Tingkat pendidikan yang masih rendah, pengetahuan dan pengalaman yang masih terbatas sehingga korban dapat terjerumus dalam kejahatan perdagangan orang.

Gambar

Tabel 1 Dakwaan dan Putusan Hakim
Tabel 2 Pertimbangan Hakim

Referensi

Dokumen terkait

Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, dan penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,

Fakta di lapangan memperlihatkan bahwa sejak tahun 2007 hingga saat ini, kasus tindak pidana perdagangan orang yang korbannya mendapatkan restitusi baru ada satu

Sedangkan fokus penelitian yang akan dilakukan adalah mengenai tiga hal permasalahan, yaitu mengenai fakta reaalitas tindak pidana perdagangan dengan tujuan

dalam Undang-Undang No.21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Perempuan di Bawah Umur,

Penerapan konsep hak restitusi atas korban Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam sistem peradilan pidana di Indonesia belum berjalan sebagaimana yang diharapkan hal ini

Dengan demikian, sanksi bagi pelaku tindak pidana perdagangan menurut hukum pidana Islam tidak hanya terbatas pada sanksi yang terkandung dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 1 angka 13: Restitusi adalah pembayaran ganti

Terhadap pelaku pidana turut serta yang membantu melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang (Pasal 10), atau ia merencanakan atau melakukan permufakatan