• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Pengertian Kemiskinan

Ada banyak definisi dan konsep tentang kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensi sehingga dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. World Bank (2002) membagi dimensi kemiskinan ke dalam empat hal pokok, yaitu lack of opportunity, low capabilities, low level security, dan low capacity. Kemiskinan dikaitkan juga dengan keterbatasan hak-hak sosial, ekonomi, dan politik sehingga menyebabkan kerentanan, keterpurukan, dan ketidakberdayaan. Meskipun fenomena kemiskinan itu merupakan sesuatu yang kompleks dalam arti tidak hanya berkaitan dengan dimensi ekonomi, tetapi juga dimensi-dimensi lain di luar ekonomi, namun selama ini kemiskinan lebih sering dikonsepsikan dalam konteks ketidakcukupan pendapatan dan harta (lack of income and assets) untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan kesehatan, yang semuanya berada dalam lingkungan dimensi ekonomi (Nanga, 2006).

Menurut BPS (2009), bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia naik 4,5 %, namun jika dilihat secara agregat jumlah penduduk miskin, baik itu kemiskinan di perdesaan maupun perkotaan masih tinggi. Selain masalah kemiskinan, selama ini juga masih terjadi masalah kesenjangan pembangunan. Hal tersebut ditunjukkan oleh jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Pada tahun 2004, di Propinsi Banten jumlah penduduk miskin di perdesaan sebesar 499.3000 (11,99 %) dan di perkotaan sebesar 279.900 (5, 69%). Kemudian pada tahun 2007 menjadi 486.800 (12,52%) di perdesaan dan 399.400 (6,79 %) di perkotaan.

Realitas tersebut menunjukkan bahwa program-program penanggulangan kemiskinan selama ini di Banten belum berhasil secara maksimal untuk mengatasi masalah kemiskinan. Hal ini disebabkan oleh kesalahan paradigmatik dan

pemberdayaan masyarakat miskin, atau bahkan program pemerintah banyak yang tidak tepat sasaran.

Menyadari tingginya tingkat kemiskinan dan berbagai dampak yang ditimbulkan, maka masalah kemiskinan dijadikan sebagai prioritas utama dalam rencana kinerja pembangunan pada tahun 2007 (Yudhoyono, 2006). Hal ini didasari pada beberapa alasan filosofis penanggulangan kemiskinan, yaitu alasan kemanusiaan, ekonomi, sosial politik, dan keamanan (KPK, 2003).

Pengukuran tingkat kemiskinan di Indonesia pertama kali secara resmi dipublikasikan BPS pada tahun 1984 yang mencakup data kemiskinan periode 1976-1981. Semenjak itu setiap tiga tahun sekali BPS menghitung jumlah dan persentase penduduk miskin, yaitu pada saat modul konsumsi tersedia. Penduduk miskin adalah penduduk yang berada di bawah suatu batas, yang disebut batas miskin atau garis kemiskinan. Berdasarkan hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978, seseorang dapat dikatakan hidup sehat apabila telah dapat memenuhi kebutuhan energinya minimal sebesar 2100 kalori per hari. Mengacu pada ukuran tersebut, maka batas miskin untuk makanan adalah nilai rupiah yang harus dikeluarkan seseorang dalam sebulan agar dapat memenuhi kebutuhan energinya sebesar 2100 kalori per hari. Agar seseorang dapat hidup layak, pemenuhan akan kebutuhan makanan saja tidak akan cukup, oleh karena itu perlu pula dipenuhi kebutuhan dasar bukan makanan, seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, pakaian, serta aneka barang dan jasa lainnya.

Ringkasnya, garis kemiskinan terdiri atas dua komponen, yaitu garis kemiskinan makanan dan bukan makanan (BPS, 1999). Analisis faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan atau determinan kemiskinan pernah dilakukan oleh Ikhsan (1999). Ikhsan membagi faktor-faktor determinan kemiskinan menjadi empat kelompok, yaitu modal sumber daya manusia, modal fisik produktif , status pekerjaan, dan karakteristik desa. Modal SDM dalam suatu rumah tangga merupakan faktor yang akan mempengaruhi kemampuan suatu rumah tangga untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan. Dalam hal ini, indikator yang sering digunakan adalah jumlah tahun bersekolah anggota keluarga, pendidikan kepala keluarga, dan jumlah anggota keluarga. Secara umum semakin tinggi pendidikan

anggota keluarga maka akan semakin tinggi kemungkinan keluarga tersebut bekerja di sektor formal dengan pendapatan yang lebih tinggi.

Selanjutnya adalah variabel modal fisik, yang antara lain luas lantai per kapita dan kepemilikan aset seperti lahan, khususnya untuk pertanian. Kepemilikan lahan akan menjadi faktor yang penting mengingat dengan tersedianya lahan produktif, rumah tangga dengan lapangan usaha pertanian akan dapat menghasilkan pendapatan yang lebih baik. Kepemilikan modal fisik ini dan kemampuan memperoleh pendapatan sebagai tenaga kerja akan menjadi modal utama untuk menghasilkan pendapatan keluarga. Anggota rumah tangga yang tidak memiliki modal fisik terpaksa menerima pekerjaan dengan bayaran yang rendah dan tidak mempunyai alternatif untuk berusaha sendiri. Komponen selanjutnya adalah status pekerjaan, di mana status pekerjaan utama kepala keluarga jelas akan memberikan dampak bagi pola pendapatan rumah tangga.

World Bank (2002) mengategorikan karakteristik penduduk miskin menurut komunitas, wilayah, rumah tangga, dan individu. Pada faktor komunitas, infrastruktur merupakan determinan utama kemiskinan. Keadaan infrastruktur sangat erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Infrastruktur yang baik akan memudahkan masyarakat untuk melakukan aktivitas ekonomi maupun sosial kemasyarakatan, selain itu memudahkan investor untuk melakukan investasi di daerah yang bersangkutan. Indikator pembangunan infrastruktur yang penting adalah saluran irigasi, akses listrik, dan kondisi jalan utama transportasi. Indikator lain dari karakteristik faktor komunitas adalah akses yang sama terhadap usaha atau pekerjaan seperti keberadaan lembaga keuangan dan industri.

Selain itu, dengan semakin membaiknya sektor infrastruktur, selain berdampak pada kemajuan suatu komunitas, juga akan berdampak pada semakin majunya wilayah tertentu. Pusat-pusat kegiatan baik administratif maupun jasa akan berkembang seiring dengan majunya suatu wilayah tertentu. Hal yang bisa dilakukan dalam hubungannya dengan perbaikan sektor rumah tangga adalah mendorong pemerataan tingkat pendapatan. Dengan membaiknya pendapatan rumah tangga akan berdampak luas, baik untuk sektor industri, PAD suatu daerah, dan rumah tangga itu sendiri.

Pembangunan tiga sektor tersebut akan semakin mudah dengan didukung oleh kemauan untuk merubah individu yang bersangkutan. Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan perbaikan kualitas SDM. Dengan semakin baiknya kualitas SDM individu maka akan menambah daya saing antara individu satu dengan lainnya. Sehingga perekonomian akan semakin baik sejalan dengan membaiknya kualitas individu.

Banyak penelitian yang sudah membahas mengenai faktor penyebab kemiskinan. Salah satunya dilakukan oleh Rokhana dan Sutikno (2010). Rokhana dan Sutikno meneliti mengenai permodelan spasial pada hubungan antara aset kehidupan masyarakat Jawa Timur dalam memenuhi kebutuhan pangan terhadap kemiskinan. Dari hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa salah satu faktor dominan yang berpengaruh pada kemiskinan perdesaan adalah kepemilikan aset. Kemudian Rumiati dkk (2005) melakukan penelitian penyusunan indikator kemiskinan untuk wilayah perkotaan dengan metode analisis faktor, kluster, dan diskriminan. Variabel-variabel pembentuk indikator tersebut di antaranya rata-rata pengeluaran per kapita/bulan, rata-rata pengeluaran non makanan per kapita/bulan, sewa kontrak perumahan/kapita/tahun, aneka barang dan jasa/kapita/bulan, pakaian, alas kaki, dan tutup kepala/kapita/tahun, pengeluaran untuk nilai listrik/bulan, pengeluaran untuk listrik/telepon/air/BBM untuk memasak dll/bulan, luas lantai, pengeluaran untuk konsumsi daging/kapita, pengeluaran untuk ikan/kapita. Kriteria penentuan penduduk miskin yang berbeda maka mempengaruhi kebijakan yang diberikan kepada daerah masing-masing. Suatu analisis permodelan regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi angka kemiskinan yang dipengaruhi oleh karakteristik wilayah adalah sangat penting. Permodelan tersebut adalah model spasial. Pengamatan di wilayah tertentu dipengaruhi oleh pengamatan di lokasi lain.