• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA

1. Pengertian Kepribadian

Kepribadian berasal dari kata “Personality” dalam bahasa Inggris yang berasal dari kata “Personal” dalam bahasa Latin yang berarti kedok atau topeng. Yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak atau pribadi seseorang.29

Pengertian kepribadian, adalah sebuah konsep yang sukar dimengerti dalam psikologi, meskipun istilah ini digunakan sehari- hari.30

Di bawah ini akan dikemukakan sederetan definisi dari berbagai sarjana, sekedar untuk menggambarkan beberapa luasnya pengertian yang dicakup oleh istilah tersebut.

Menurut teori psikologi, dikemukakan oleh Fillmore H.Sandfprd, bahwa kepribadian adalah sesuatu yang unik dari sifat-sifat seseorang

29

Agus Sujanto, dkk., Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), cet . ke-9. h.10.

30

Sarlito W. Sarwono, Pengantar Umur Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), cet.

ke-9. h. 84.  

yang berlangsung lama.31

Dapat diambil kesimpulan bahwa kepribadian merupakan suatu sifat yang menjadikannya sebagai ciri tersendiri dari orang lain yang tercermin melalui tingkah laku, cara berbicara, berfikir, dan lain-lain.

Setelah kita memahami pengertian tentang kepribadian, maka untuk selanjutnya bagaimana membentuk kepribadian itu. Yang jelas bahwa kepribadian seseorang itu tidak dapat terbentuk dengan hanya sekaligus jadi dan dengan cara yang mudah. Oleh karena itu, pembentukan kepribadian merupakan suatu proses akhir dari perkembangan itu kalau berlangsung dengan baik akan menghasilkan suatu kepribadian yang harmonis.

Kepribadian disebut juga dengan watak atau karakter.32

Untuk menciptakan kepribadian seseorang hendaknya sudah kita mulai sejak dalam kandungan, kemudian berkembang pertumbuhannya dalam lingkungan keluarga. Hali ini disebabkan karena semua pengalaman dilalui anak baik yang didengar, dilihat, dirasakan serta pendidikan yang diterimanya dari orang tuanya, apakah secara sengaja atau tidak akan menjadi bagian dari kepribadian itu.33

31

Sujanto, Psikologi Kepribadian, h. 11.

32

Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), cet. ke-8, h. 1.

33

Baihaqi, Metodologi Dakwah Pada Kehidupan Remaja, (Jakarta: Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji, 1992-1993), h. 6.

Dalam Islam, sitilah kepribadian lebih dikenal dengan term al- syakhsh yang berarti “pribadi”.34

Abdul Mujib menyebutkan bahwa Kepribadian dalam psikologi Islam adalah integrasi sistem kalbu, akal dan nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku.35

Definisi ini mengemukakan bahwa kepribadian merupakan integrasi dari tiga komponen daya nafsani. Pertama kalbu (fitrah ilahiyah) sebagai aspek supra kesadaran manusia yang memiliki daya emosi (rasa), kedua akal

(fitrah Insaniyah) sebagai aspek kesadaran manusia yang memiliki daya kognisi (cipta) dan ketiga, nafsu (fitrah Hawaniyah) sebagai aspek prasadar atau bawah sadar manusia yang memiliki daya konasi (karsa). Sementara Netty Hartati dkk menambahkan kepribadian dalam Islam banyak definisi yang dikemukakan oleh ahli, diantaranya Al-ghazali menyebutnya dengan khalq, Ali Rajab menyebutnya dengan Al-thub.36 2. Faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian

Di bawah ini, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian anak, yaitu37

: a. Faktor Genetik.

34

Netty Hartati, dkk, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), cet. Ke-1, h. 124.

35

Abdul Mujib, Kepribadian Dalam Psikologi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 10.

36

Netty Hartati, dkk, Islam dan Psikologi, h. 126.

37

Zulkifli Rahman, Kepribadian Muslim Sejak Dini, artikel diakses pada 28 Maret 2009

dari http://www.google.com

Genetika atau disebut juga GEN adalah merupakan bawaan anak dari orang tuanya. Pengaruh ini bisa bermacam-macam yang merupakan sifat dasar bawaan, misalnya pemarah, penyabar, santun, nakal, luwes, keras kepala, kuat kemauan dan lain-lain. Yang mana watak dasar ini akan sangat berpengaruh nantinya pada cepat atau lambatnya pembentukan kepribadian seseorang.

b. Faktor Keluarga

Pengaruh keluarga dalam membentuk kepribadian sangatlah besar, dan di ranah ini terdiri dari beberapa fase.

1) Fase Embrio. Ini dimulai sejak terjadi pembuahan, sampai sebelum kelahiran. Dalam fase ini adakalanya anak merasakan getaran naluriyah yang kuat dari kondisi ibu, ayah, bahkan dari lingkungan sekitar.

2) Fase Bayi. Ada bayi yang sangat sensitif terhadap sentuhan lembut sekalipun. Dia mudah terkejut atau kaget. Pada fase ini, cara ibu menyentuh, memegang, menyusui, memandikan, memakaikan pakaian bayinya, dapat berpengaruh dalam membentuk kepribadiannya.

3) Fase Anak. Pada fase ini, anak sudah mulai menyimpan dalam memori otaknya, berbagai hal yang dilihat dan dirasakan. Suara yang membentak dengan nada tinggi dari lingkungan sekitar yang sering didengar, bahkan dari layar kaca sekalipun, akan berpengaruh pada bentukan kepribadian anak. Pada fase anak ini  

sebenarnya yang paling penting di ajarkan kepada anak adalah al-

Asmaa’ (nama-nama atau kata-kata). Karena anak-anak suka bermain, maka penting menciptakan pola bermain yang sekaligus mengajarkan kepada mereka al-asmaa’ ini. Mulai dari hitungan angka, huruf, kata, kalimat, hingga menceritakan sebuah kisah. 4) Fase Dewasa. Pada fase ini seseorang mulai merdeka menentukan

pilihannya sendiri. Apa yang akan dipilihnya, tentu tergantung pada bentukan awal kepribadiannya. Tergantung sentuhan apa yang dia rasakan sejak dia mulai merasakan sentuhan itu. Tergantung apa yang pernah atau sering dilihat dan didengar sejak pertama kali dia dapat melihat dan mendengar.

c. Faktor Lingkungan.

Lingkungan sekitar terdiri dari, teman bermain, jiran tetangga, dan juga lingkungan pendidikan. Lingkungan pendidikan ini ada yang langsung memberi warna dan pengaruh yang kental, ada pula yang sekedar menyajikan disiplin ilmu tertentu.

Bagaimana anak belajar kepribadian dengan efektif 38 :

1. Setiap anak akan belajar kepribadian terbaik pada situasi kongkrit yang melibatkan kegiatan fisiknya atau aktif dan kesempatan untuk menemukan fakta-faktanya sendiri.

38

Neno Warisman, Kisah Antara Kisah dengan Kepribadian Anak Kita, (Depok: Hotel

Bumiwiyata, 2008), h. 3.  

2. Daya serap akan meningkat jika konsep disajikan dalam konteks yang akrab dengan anak-anak.

3. Anak belajar kepribadian lebih baik jika diberikan contoh yang konkrit, ada tantangan, dapat dirasakan oleh indera dan pengalaman langsung.

4. Kebanyakan anak belajar lebih baik melalui interaksi dengan anak atau guru atau orang tua (cooperative learning).

5. Belajar dengan menghafal konsep-konsep kepribadian merupakan strategi belajar yang relatif tidak efektif dan efisien bagi banyak anak.

6. Otak tidak dibentuk saat bayi di rahim, tapi dibentuk oleh pengalaman dan belajar. Pengalaman adalah kata kuncinya. 7. Mengajarkan atau menanamkan kepribadian akan memberikan

pengaruh pada kerja otak, maka kita harus mengadaptasi teknik mengajar atau menanamkan kepribadian sesuai dengan riset otak.

Agar pengenalan, penanaman dan pembiasaan kepribadian lebih kontekstual kepada anak, maka beberapa faktor yang harus dipertimbangkan39

:

a. Relating: belajar dalam konteks pengalaman hidup yaitu menggunakan hal-hal yang familiar dalam kehidupan anak-anak kemudian dihubungkan dengan informasi yang ada dalam kisah.

39

Neno Warisman, Kisah Antara Kisah dengan Kepribadian Anak Kita, h. 4.  

b. Experiencing: belajar dalam konteks eksplorasi. Anak-anak akan lebih cepat belajar kepribadian jika anak-anak terlibat dan dapat mengeksplorasi langsung alat atau benda-benda yang disebutkan dalam kisah.

c. Applying: aplikasi konsep dan informasi dalam konteks yang bermakna. Misalnya praktek langsung menirukan apa-apa yang diajarkan oleh kisah. Seperti menolong orang tua, menolong hewan, berbagi makanan, dan lain-lain.

d. Cooperating: belajar dalam konteks sharing, memberikan respons dan berkomunikasi dengan peserta didik lainnya. Belajar bersama tidak hanya memberikan kesempatan peserta didik belajar konsep tapi juga fokus pada dunia nyata bahwa hidup ini harus berjamaah.

e. Transferring: belajar untuk menggunakan informasi atau keterampilan yang dibangun dalam situasi yang berbeda. Peserta didik mampu menerapkan keterampilan menyelesaikan masalahnya ketika berhadapan dengan sesuatu yang baru yang dibangun dari hal-hal yang sudah mereka ketahui sebelumnya.

Sebagai Muslim, tentunya kita berharap lingkungan pendidikan yang disajikan pada anak kita dapat memberi warna yang positif, selaras dengan akidah yang kita yakini kebenarannya. Jangan sampai mereka didoktrin dengan berbagai ajaran yang menyimpang dari syari’at Islam.

Ketika kita sudah mengenal berbagai faktor yang berpengaruh dalam pembentukan kepribadian seseorang, perhatian kita kemudian mengarah kepada bagaimana cara kita berinteraksi dengan berbagai faktor tersebut. Apa yang harus kita perbuat dan bagaimana kita harus bersikap.

Lebih spesifik lagi sebagai seorang pendidik, apa saja yang perlu menjadi stressing kita dalam lingkup pendidikan ini. Dalam pembahasan ini saya mencoba menyajikan beberapa hal kecil yang seringkali luput dari perhatian kita, sementara jika kita mengabaikannya, akan berdampak buruk bagi anak didik kita.

C. Anak

Dokumen terkait