• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA

PROFIL SD ISLAM SABILINA

B. Tahap Pembentukan Kepribadian dengan Kisah

Melalui kisah, sebagai orang tua dan guru dapat membangun karakter anak serta membentuk kepribadian anak-anak dengan tahapan sebagai berikut:

1. Mengenalkan 2. Merasakan

3. Melaksanakan atau membiasakan

Dalam penyajian kisah, terlebih dahulu para pendongeng harus membedakan kisah yang akan disampaikan sebelum berkisah kepada anak-anak melalui usia, diantaranya adalah:57

No Usia Kisah yang disukai

1 2 tahun Kisah tetapi lebih menyukai dengan menggunakan alat atau permainan

2 3-4 tahun Kisah tentang dirinya, dan keluarganya

3 5-6 tahun Kisah yang lebih banyak berhubungan dengan binatang

4 7-8 tahun Cerita rakyat, kisah Nabi, keluguan orang dewasa, kerajaan dan pangeran

Tabel 4: Kisah antara kisah dengan kepribadian anak kita

Bimbingan pembentukan kepribadian anak melalui kisah atau cerita yang akan kita berikan pada anak dibedakan melalui usia:

56

Ibid.,

57Neno Warisman, “Kisah Antara Kisah Dengan Kepribadian Anak Kita” Depok, 2008

.  

1. Usia 5 tahun ke bawah

Anak pada usia ini belum mengerti dengan alur cerita yang kita ceritakan, karena anak pada usia ini lebih memperhatikan alat peraga yang kita gunakan dibandingkan alur cerita tersebut. Pada usia ini anak lebih tertarik pada cerita tentang dirinya dan keluarganya atau cerita tentang binatang yang ada disekitar rumah yang dapat kita karang sendiri. Tetapi di usia ini jika kita memberikan cerita harus lebih diperbanyak kegiatan bernyanyi. 2. Usia 6-9 tahun

Anak di usia ini dapat kita sebut sebagai masa mendongeng, karena anak pada usia ini gemar sekali pada kisah atau cerita yang ajaib dan tidak masuk akal. Anak tahu bahwa dongeng itu tidak sesuai dengan kenyataan. Seperti Cerita Malin Kundang, Bawang Merah Bawang Putih, Timun Mas, Sngkuriang, dan lain-lain. Meskipun dalam dongeng itu anak sudah mendengarkan berulang kali tetapi jika ada kelainan dalam hal menceritakannya anak tidak segan-segan memprotesnya walaupun dongeng tersebut tidak nyata. Namun, hal itu sesuai dengan kebutuhan fantasi anak, baik mengenai isi maupun bentuknya.

3. Usia 9-12 tahun

Pada usia ini minat anak terhadap dongeng dan kisah mulai berkurang karena anak mulai berfikir kritis, dengan pikiran kritis itu anak tidak mudah menerima cerita yang mustahil dan fantastis.  

Cerita yang disukai pada anak usia ini adalah cerita nyata, yaitu cerita yang ada hubungannya dengan kejadian sebenarnya seperti cerita atau kisah para Nabi dan para sahabat, orang-orang shaleh, dan biografi tokoh. Cerita atau kisah yang disukai pada usia ini adalah cerita nyata, cerita yang ada hubungannya dengan kejadian sebenarnya.

Adapun tips sederhana dalam berkisah kepada anak-anak, adalah sebagai berikut:

1. Dalam keadaan fisik dan jiwa yang baik

2. Usahakan paham akan makna kisah minimal tahu intinya 3. Berusaha zero

4. Opening dan closing yang menarik 5. Gunakan alat peraga

6. Gunakan kata-kata yang dekat dengan anak 7. Gunakan suara dan ekspresi wajah yang patut 8. Akhiri dengan mengesankan

9. Pastikan ada kegiatan nyata setelah berkisah C. Gambaran Umum Subyek Penelitian

Pada umumnya anak usia 7-12 tahun mulai menyukai kisah- kisah Islami. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada satu subyek yaitu murid-murid SD Islam Sabilina yang menyukai kisah- kisah Islami. Awalnya murid-murid SD Islam Sabilina menyukai kisah Islami ini dikarenakan SD Islam Sabilina menerapkan metode  

kisah Islami kepada murid-muridnya yang disampaikan langsung oleh para gurunya masing-masing sebelum pelajaran dimulai.58

Saat guru berkisah dan murid mendengarkan, biasanya murid- murid akan membangun daya imajinasi yang tinggi terhadap kisah- kisah yang mereka dengarkan, imajinasi itu timbul karena mereka telah terbiasa, dengan begitu mereka akan terbiasa membangun alur cerita atau kisah, karena dengan terbiasa memahami alur cerita atau kisah akan mencipta daya imajinasi yang kreatif, maka kehidupannya akan berpengaruh sampai ia dewasa. Lewat kisah, anak-anak mengimajinasikan ‘yang nyata’ dan ‘tidak nyata’ atau ‘yang mungkin’ dan ‘yang tidak mungkin’.59

Cerita ataupun kisah dapat mengasah jiwa mereka. Anak-anak dapat belajar bahwa menjadi pencuri, pembohong, dan pemalas, adalah perbuatan yang tercela. Sebaliknya, jika menjadi pembela kaum lemah, melawan penindas adalah bagian dari akhlak yang mulia.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan subyek, maka berikut peneliti akan menganalisis mengenai bimbingan pembentukan kepribadian anak melalui kisah-kisah Islami.

Pada hasil penelitian kualitatif ini, uraian penelitian diawali dari hasil gambaran yang dihasilkan dari wawancara orang tua dan guru,

58 Hasil Observasi 59 Ibid  

serta pengamatan terhadap siswa selama di sekolah. Berikut ini hasil yang didapatkan dari ketiga siswa tersebut.

1. Identitas Subyek I Nama : Alyssa Umur : 7 Tahun Agama : Islam Pendidikan : SD kelas 1

Alyssa adalah anak pertama dari dua bersaudara. Usianya 7 tahun, kelas I SD Islam Sabilina Kranggan Cibubur. Ibunya bekerja sebagai guru di SD Islam Sabilina. Alyssa termasuk anak yang cukup kooperatif di rumahnya karena sebagai seorang kakak ia tidak banyak mengatur pada adiknya.60

Pada waktu istirahat snack time ia selalu menyempatkan waktu untuk shalat dhuha.

Alyssa termasuk anak yang gemar membaca karena ia sudah di biasakan sejak kecil oleh ibunya. Kebiasaannya itulah yang membuat ia cepat belajar membaca. Alyssa sudah mempunyai kemampuan membaca yang melebihi teman-temannya dan dia lebih senang membaca buku cerita sendiri dibanding di ceritakan. Bahkan ketika ia sedang menghadapi masalah ibunya menyelesaikan lewat diberikan contoh kisahnya yang sama dengan masalah yang dihadapi Alyssa61

, karena dengan seperti itu ia akan

60

Wawancara pribadi dengan orang tua Alyssa. Cibubur, 06 May 2009

61

Ibid.,  

lebih mengerti dan paham bahwa bermusuhan dengan teman itu tidak baik.

2. Identitas Subyek II

Nama : Ajeng Miftah Umur : 10 Th

Agama : Islam Pendidikan : SD kelas 5

Ajeng anak pertama dari dua bersaudara. Usianya 10 tahun, kelas 5 di SD Islam Sabilina. Ajeng termasuk anak yang berprestasi di sekolahnya, bahkan ia pernah menjuarai lomba sains. Kecintaannya terhadap buku membuat ia senang dengan cerita- cerita seperti cerpen, dan sejarah. Tetapi Ajeng lebih suka membaca buku sendiri dibandingkan ia harus didongengi karena menurut pendapatnya “kita bukan anak-anak lagi karena kita itu dewasa dan mandiri.” Hal yang paling menonjol pada diri Ajeng yang membuatnya disenangi teman-temannya adalah sikapnya yang santun terhadap teman dan suka memberi alat tulis ketika ia punya lebih. Ajeng ingin menjadi berani seperti Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim “aku cerita Nabi Muhammad atau Nabi Ibrahim yang bisa aku tiru keberaniannya melawan Raja Abbraha, misalnya aku lagi di ganggu sama anak laki-lakinya jadi aku harus

berani melawannya.”62

62

Wawancara pribadi dengan Ajeng Miftah. Cibubur 17 April 2009.  

3. Identitas Subyek III Nama : Farhan Umur : 12 Th Agama : Islam Pendidikan : SD kelas 6

Farhan anak pertama dari dua bersaudara. Usianya 12 tahun kelas 6 di SD Islam Sabilina. Ibunya bekerja sebagai wakil kepala sekolah di SD Islam Sabilina. Pada waktu pelaksanaan ibadah, seperti saat shalat dzuhur berjamaah ia selalu mengerjakannya dengan baik. Bahkan ketika waktu istirahat snack time anak menyempatkan waktu untuk shalat dhuha.63

Farhan termasuk anak yang senang didongengi, karena sudah dibiasakan oleh ibunya sejak kecil. Bahkan ketika ibunya membawa buku cerita yang baru ia tidak segan-segan meminta ibunya untuk menceritakan. Kecintaan Farhan terhadap Nabi Muhammad membuat ia ingin menjadi seperti Rasul. “Contohnya itu aku sering jujur dan disiplin, Misalnya ada uang sisa jajan terus aku kembalikan pada ibu.” “Cerita tentang Nabi juga”

“Perilakunya heeeeee….biasanya itu jujur juga, shalat sunah,

shalat, udah”64

Dokumen terkait