• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.5 Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan di manapun, karena kinerja merupakan cerminan dari perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Selain itu tujuan pokok penilaian kinerja adalah memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelum, agar membuahkan hasil

yang diharapkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran.

Pengukuran kinerja (performing measurement) adalah kualifikasi dan efisiensi perusahaan atau segmen atau keefektifan dalam pengoperasian bisnis selama periode akuntansi. Dengan demikian pengertian kinerja adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu (Agnes, 2005).

Pengukuran kinerja merupakan analisis data serta pengendalian bagi perusahaan. Pengukuran kinerja digunakan perusahaan untuk melakukan perbaikan atas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Bagi investor informasi mengenai kinerja perusahaan dapat digunakan untuk melihat apakah mereka akan mempertahankan investasi mereka di perusahaan tersebut atau mencari alternatif lain. Selain itu pengukuran juga dilakukan untuk memperlihatkan kepada penanam modal maupun pelanggan atau masyarakat sacara umum bahwa perusahaan memiliki kredibilitas yang baik (Munawir, 2002).

Kinerja bank menurut Jumingan (2008) merupakan bagian dari kinerja bank secara keseluruhan, kinerja (performance) bank secara keseluruhan merupakan gambaran prestasi yang dicapai bank dalam operasional, baik menyangkut aspek keuangan, pemasaran, penghimpunan dan penyaluran dana, teknologi maupun sumber daya manusia.

Dari definisi di atas, kinerja keuangan bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan

dana maupun penyaluran dana yang biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal, likuiditas, dan profitabilitas bank.

II.5.1. Capital Adequacy Ratio (CAR)

CAR yaitu kewajiban penyediaan modal minimum yang harus dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dari total Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR), secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

% 100    ATMR gkap ModalPelen ModalInti CAR

Menurut Margaretha (2007) bahwa CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan dan surat berharga tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal bank, di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (hutang) dan lain-lain.

CAR merupakan rasio keuangan untuk mengukur permodalan yang dimiliki perusahaan (Kasmir, 2003). CAR sebagai salah satu indikator kemampuan bank dalam menutup penurunan aktiva sebagai akibat kerugian yang diderita bank. Ketentuan Bank Indonesia CAR minimal sebesar 8%. Besar kecilnya CAR ditentukan oleh kemampuan bank menghasilkan laba serta komposisi pengalokasian dana pada aktiva sesuai dengan tingkat resikonya. Secara teoritis bank yang mempunyai CAR yang tinggi sangatlah baik karena bank ini mampu menanggung risiko yang mungkin timbul. Adanya modal yang cukup yang disediakan oleh pemilik sehingga kredit menjadi lebih luas dan adanya risiko yang kecil sehingga semuanya itu akan berpengaruh positif terhadap profitabilitas dan akan berdampak terhadap

PER. CAR yang tinggi menunjukkan semakin stabil usaha bank karena adanya kepercayaan masyarakat yang stabil.

II.5.2. Debt to Equity Ratio (DER).

DER merupakan salah satu rasio yang mengukur tingkat leverage suatu perusahaan. Rasio ini menggambarkan perbandingan antara total hutang dengan total ekuitas perusahaan yang digunakan sebagai sumber pendanaan perusahaan. Semakin besar DER menunjukkan struktur permodalan usaha lebih banyak memanfaatkan hutang-hutang relatif terhadap ekuitas. Rasio leverage mengukur tingkat solvabilitas suatu perusahaan di mana rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya seandainya perusahaan tersebut pada saat itu dilikuidasi.

Menurut Weston and Brigham, (1975) Leverage Ratio:” Which measure the funds supplied by owners as compared with the financing provided by the firm’s creditors, have anumber of implications. First, Creditor look to the equity, or owners- supplied fund, provide a margin of safety. If owners have provided only a small propotion of total financing, the risks of the enterprise are borne mainty by the creditors. Second, by raising funds though debt, the owners gain the benefits of maintaining control of the firm with a limited investment. Third, if the firm earns more on the borrowed funds than it pays in interst, the return to the owners is magnified”.

Menurut Martono dan Harjito (2005) bahwa DER (Debt to Equity Ratio) adalah Rasio yang menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya.

DER = Ekuitas Total g Hu Total tan % 100 

II.5.3. Price Book Value (PBV)

Price Book Value (PBV) menunjukkan perkiraan nilai ekuitas berdasarkan perbandingan nilai buku saham dengan harga pasarnya. Rumusan yang digunakan untuk membentuk rasio ini sebagai berikut:

PBV = arg 100% Saham per Buku Nilai Saham Penutupan a H

Perusahaan dengan tingkat return on equity yang tinggi biasanya akan menjual sahamnya berlipat kali dari nilai bukunya, dibandingkan perusahaan dengan return on equity yang rendah (Brigham-Gapenski, 1998).

Price Book Value (PBV). Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh (Brigham, 1999).Sehubungan dengan hal tersebut meningkatnya rasio PBV akan mendukung terjadinya peningkatan kenaikan harga saham perusahaan sehingga Price Earning Ratio meningkat. Berdasarkan hal tersebut Price Book Value memiliki hubungan yang positif terhadap Price Earning Ratio.

II.5.4. Return on Equity (ROE)

ROE (return on equity) menurut Margaretha (2007) adalah “perbandingan antara laba bersih bank (laba setelah pajak) dengan modal sendiri”. Sedangkan Menurut Martono dan Harjito (2005) Return on Equity (ROE) atau sering disebut Rentabilitas Modal Sendiri dimaksudkan untuk mengukur seberapa banyak

keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri. Rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham bank (baik pemegang saham pendiri maupun para pemegang saham baru) karena bagi para investor rasio ini untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran deviden. Kenaikan rasio berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank bersangkutan. Selanjutnya kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank sehingga diikuti dengan naiknya PER. ROE yang baik menurut surat edaran Bank Indonesia tahun 2004 adalah di atas 12,5%, Rumusnya adalah:

ROE = 100% Sendiri Modal Pajak Setelah Laba

II.5.5. Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO)

Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO). Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Tingkat efisiensi disebut baik jika rasio BOPO lebih besar dari 96 persen (Margaretha, 2007). Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional. Artinya, semakin rendah BOPO berarti semakin efisien kinerja bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar. Rumusnya adalah: BOPO = l Operasiona Pendapa l Operasiona Beban tan x 100%

II.5.6. Loan to Deposit Ratio (LDR)

Loan to deposit ratio (LDR) merupakan perbandingan antara besarnya kredit yang diberikan oleh bank terhadap besarnya jumlah simpanan atau dana pihak ketiga.

LDR (loan to deposit ratio) menurut Margaretha (2007) adalah seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Sedangkan menurut Kasmir (2003) Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar semua dana masyarakat serta modal sendiri dengan mengandalkan kredit yang telah didistribusikan ke masyarakat. Dengan kata lain bank dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya, seperti membayar kembali pencairan dana deposannya pada saat ditagih serta dapat mencukupi permintaan kredit yang telah diajukan. Sehingga rasio ini digunakan untuk menilai likuiditas dari suatu bank. Oleh karena itu, semakin tinggi rasionya memberikan indikasi rendahnya kemampuan likuiditas bank tersebut, hal ini sebagai akibat jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit jadi semakin besar. Menurut surat edaran BI No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 menetapkan bahwa batas aman dari LDR suatu bank antara 75% dan 85%. Rumusnya: % 100     ekuitas Total diterima pinjaman Total Ketiga Pihak dana Total diberikan yang kredit Jumlah LDR

Dokumen terkait