• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

B. Pengertian Laba dan Dividen

Laba bersih yaitu laba akhir sesudah semua biaya baik biaya operasi maupun biaya hutang dan pajak dibayar (Sundjaja dan Berlian, 2002:42). Salah satu informasi yang diperlukan di pasar modal adalah laporan keuangan perusahaan, yang didalamnya terdapat laba bersih perusahaan. Adapun manfaat dari informasi laba bersih perusahaan adalah (Tandelilin, 2001:239): 1. Memberikan informasi bagi investor tentang kondisi perusahaan, termasuk

pertumbuhan dan prospek perusahan di masa depan

2. Informasi ini diperlukan investor dalam memprediksi pertumbuhan perusahaan di masa datang, dan kemudian diperlukan dalam membuat keputuan investasi yang tepat.

3. Membantu investor dalam menentukan layak atau tidaknya suatu saham yang diterbitkan perusahaan untuk dijadikan alternatif investasi.

Dalam rangka mencapai tujuan perusahaan adalah untuk memakmurkan pemilik perusahaan, kemampuan memperoleh laba sangat

perlu diperhatikan oleh perusahaan karena sangat erat hubungannya dengan tujuan perusahaaan tersebut. Pemilik perusahaan adalah pihak yang menanamkan dananya di perusahaan atau disebut juga investor. Bagi perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) maka pemilik perusahaan adalah mereka yang memiliki saham PT tersebut. Jika perusahaan yang mengeluarkan saham (emiten) adalah go public, maka pemilik perusahaan adalah masyarakat luas yang memiliki saham perusahaan yang bersangkutan. Tujuan memiliki saham suatu perusahaan antara lain adalah ingin memperoleh dividen. Dividen akan dibagi oleh emiten apabila perusahaan tersebut memperoleh laba. Laba (dalam hal ini adalah laba bersih perusahaan) tersebut sebagian dibagikan sebagai dividen kepada para pemegang saham dan sebagian lain ditahan di perusahaan (disebut laba ditahan). Apabila laba yang diperoleh kecil, maka dividen yang akan dibagikan juga kecil. Oleh karena itu agar para pemegang dapat menikmati dividen yang besar, maka manajemen perusahaan juga akan berusaha untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya guna meningkatkan kemampuan membayar dividen. Dengan demikian, diperolehnya laba yang maksimal diharapkan kemakmuran pemilik perusahaan akan maksimal.

Laba juga mempunyai hubungan dengan harga saham sehubungan dengan tujuan perusahaan dalam memaksimalkan nilai perusahaan yang tercermin pada harga sahamnya. Nilai perusahaan dapat menunjukkan nilai aset yang dimiliki perusahaan seperti surat-surat berharga. Saham merupakan salah satu surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan. Tinggi rendahnya harga saham banyak dipengaruhi oleh kondisi emiten. Salah satu

faktor yang mempengaruhi harga saham adalah kemampuan perusahaan membayar dividen. Besarnya dividen ini akan mempengaruhi harga sahamnya. Apabila dividen yang dibayar tinggi, maka harga saham cenderung tinggi sehingga nilai perusahaan juga tinggi. Sebaliknya, bila dividen yang dibayarkan kecil maka harga saham perusahaan tersebut juga rendah. Kemampuan membayar dividen erat hubungannya dengan kemampuan perusahaan memperoleh laba. Jika perusahaan memperoleh laba yang besar, maka kemampuan membayar dividen juga besar. Oleh karena itu, dengan dividen yang besar cenderung akan meningkatkan harga saham perusahaan sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan.

Kebijakan dividen mempunyai arti yang penting bagi perusahaan karena empat alasan berikut (Warsono, 2003:272):

1. Kebijakan keuangan ini berpengaruh pada sikap para investor. Pemotongan dividen dapat dipandang negatif oleh para investor, karena pemotongan seperti itu sering dikaitkan dengan kesulitan keuangan yang dihadapi perusahaan.

2. Kebijakan keuangan ini berdampak pada program pendanaan dan anggaran modal perusahaan.

3. Kebijakan keuangan ini dapat mempengaruhi arus kas perusahaan. Perusahaan dengan likuiditas buruk dapat dipaksa untuk membatasi pembayaran dividennya.

4. Kebijakan keuangan ini menurunkan nilai ekuitas pemegang saham biasa karena besarnya dividen ditentukan oleh besarnya laba ditahan.

C. Teori Kebijakan Dividen 1. Dividen adalah tidak relevan

Modigliani dan Miller (1961) berpendapat bahwa di dalam kondisi keputusan investasi yang given, pembayaran dividen tidak berpengaruh terhadap kemakmuran pemegang saham. Lebih lanjut Modigliani dan Miller berpendapat bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan. Dengan demikian nilai perusahaan ditentukan oleh keputusan investasi. Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Modigliani dan Miller membuktikan pendapatnya secara matematis dengan berbagai asumsi (Brigham-Housten, 2001:66):

1. Pasar modal yang sempurna di mana semua investor bersikap rasional 2. Tidak ada pajak perseoranagan dan pajak penghasilan perusahaan. 3. Tidak ada biaya emisi atau floation cost dan biaya transaksi.

4. Kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap biaya modal sendiri perusahaan.

5. Informasi tersedia untuk setiap individu terutama yang menyangkut tentang kesempatan investasi.

2. Bird in the hand theory

Kesimpulan utama dari teori irelevansi dividen Modigliani dan Miller adalah kebijakan dividen tidak mempengaruhi tingkat pengembalian atas ekuitas yang diminta atau ks. Kesimpulan ini telah mendapat perdebatan sengit di dalam lingkungan akademisi. Khususnya, Myron Gordon dan John

Lintner yang berpendapat bahwa ks turun seiring dengan peningkatan pembayaran dividen karena para investor kurang yakin akan penerimaan dari keuntungan modal yang seharusnya berasal dari saldo laba ditahan dibandingkan dengan penerimaan dari pembayaran dividen. Gordon dan Lintner mengatakan, secara tidak langsung, investor menilai dolar dari keuntungan modal yang diharapkan karena komponen imbal hasil dividen, D1/Po, lebih baik berisiko jika dibandingkan dengan komponen g dalam persamaan total pengembalian yang diharapkan, ks = D1 /P0 + g (Brigham-Housten, 2006:71).

MM tidak setuju dengan pendapat ini. Mereka berpendapat bahwa ks adalah hal yang independen terhadap kebijakan dividen, yang artinya investor akan bersikap indiferen terhadap D1 /P0 dan g dan, akibatnya, terhadap dividen dan keuntungan modal. MM menyebut argumentasi Gordon-Lintner sebagai pemikiran burung di tangan (bird in the hand) yang keliru karena, menurut pendapat MM, kebanyakan investor akan berencana untuk menginvestasikan dividen mereka kembali ke dalam saham dari arus kas perusahaan dalam jangka panjang bagi para investor akan ditentukan oleh tingkat risiko dari arus kas operasi, dan bukan dari kebijakan pembayaran dividennya (Brigham-Housten, 2006:71).

3. Tax diiferential theory

Teori referensi pajak menyatakan bahwa karena dividen cenderung dikenakan pajak yang lebih tinggi dari pada capital gain, maka investor akan meminta tingkat keuntungan yang lebih tinggi untuk saham dengan dividend

yield yang tinggi (Brigham-Housten, 2001:68). Teori ini menyarankan bahwa perusahaan lebih baik menentukan dividend payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen sama sekali untuk meminimumkan biaya modal dan memaksimumkan nilai perusahaan.

Terdapat tiga alasan yang berhubungan dengan pajak mengapa kita dapat berpikiran bahwa investor mungkin akan lebih menyukai pembayaran dividen yang rendah ketimbang menerima pembayaran yang tinggi (Brigham-Housten, 2006:71-72):

1. Keuntungan modal jangka panjang biasanya dikenakan pajak dengan tarif 20 persen, sedangkan laba dividen dikenakan pajak dengan tarif efektif yang dapat mencapai angka maksimal 38,6 persen. Oleh sebab itu, investor yang kaya (yang memiliki saham lebih banyak dan menerima sebagian besar dividen) mungkin lebih menyukai perusahaan menahan dan menanamkan kembali labanya ke dalam bisnis. Pertumbuhan laba mungkin akan mengarah pada kenaikan harga saham, dan akibatnya keuntungan modal yang pajak rendahnya akan menggantikan dividen yang pajaknya tinggi.

2. Pajak atas keuntungan tidak akan dibayarkan sampai saham tersebut dijual. Karena adanya pengaruh nilai waktu, satu dolar pajak yang dibayarkan di masa depan akan memiliki biaya efektif yang lebih rendah daripada satu dolar yang dibayarkan sekarang.

3. Jika sebuah saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal dunia, keuntungan modal saham tersebut tidak akan dikenakan pajak sama sekali-para ahli waris yang menerimanya dapat menggunakan nilai saham

pada saat kematian sebagai dasar harga perolehan mereka sehingga sepenuhnya terhindar dari pajak keuntungan modal.

Karena keunggulan-keunggulan di bidang perpajakan ini, para investor mungkin lebih menyukai perusahaan menahan sebagian besar laba mereka. Jika demikian, investor akan bersedia untuk membayar lebih bagi perusahaan dengan pembayaran dividen yang rendah daripada pada perusahaan serupa dengan pembayaran yang tinggi.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen

Besarnya dividen yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham didasarkan oleh beberapa faktor antara lain (Sundjaja-Berlian, 2002:339-341):

1. Peraturan Hukum

a. Peraturan mengenai laba bersih menetukan bahwa dividen dapat dapat dibayar dari laba tahun-tahun yang lalu berjalan.

b. Peraturan mengenai tindakan yang merugikan modal. Melindungi para kreditur, dengan melarang pembayaran dividen yang berasal dari modal-membagikan investasinya bukan membagikan keuntungannya. c. Peratuan mengenai tak mampu bayar. Perusahaan boleh tidak

membayar dividen jika tidak mampu (bangkrut-jumlah hutang lebih besar dari pada jumlah harta).

2 Posisi Likuidasi

Laba ditahan biasanya diinvestasikan dalam bentuk aktiva yang diperlukan untuk menjalankan usaha. Laba ditahan dari tahun-tahun

terdahulu sudah diinvestasikan dalam bentuk mesin dan peralatan, persediaan dan barang-barang lainnya, bukan disimpan dalam bentuk uang tunai. Oleh karena itu, suatu perusahaan yang keuntungannya yang luar biasa mungkin saja tidak dapat membayar dividen karena keadaan lukuiditasnya.

3. Membayar Pinjaman

Jika perusahaan telah membuat pinjaman untuk memperluas usahanya atau untuk pembiayaan lainnya maka ia dapat melunasi pinjamannya pada saat jatuh tempo atau ia dapat menyisihkan cadangan-cadangan untuk melunasi pinjaman itu nantinya. Jika pinjaman itu akan dilunasi, maka biasanya harus ada laba ditahan.

4. Kontrak Pinjaman

Kontrak pinjaman, apalagi jika menyangkut pinjaman jangka panjang, seringkali membatasi kemampuan perusahaan untuk membayar dividen tunai. Pembatasan-pembatasan yang dimaksud untuk melindungi para kreditur:

a. Dividen yang akan datang hanya boleh dibayar dari keuntungan yang diperoleh sesudah ditandatanganinya kontrak pinjaman.

b. Dividen tidak boleh dibayarkan jika modal kerja bersih jumlahnya lebih kecil dari suatu jumlah tertentu. Begitu pula persetujuan mengenai saham preferen biasanya menyatakan bahwa dividen atas saham biasa tidak boleh dibayarkan sebelum dividen preferen selesai dibayar.

5. Pengembangan Aktiva

Semakin cepat pertumbuhan perusahaan, semakin besar kebutuhannya untuk membiayai pengembangan aktiva perusahaan. Semakin banyak dana yang dibutuhkan dikemudian hari, semakin banyak laba yang harus ditahan dan tidak dibayarkan.

6. Tingkat Pengembalian Dividen

Tingkat pengembalian dividen atas asset menentukan pembagian laba dalam bentuk dividen yang dapat diguanakan oleh pemegang saham baik ditanamkan kembali di dalam perushaan maupun di tempat lain.

7. Stabilitas Keuntungan

Perusahaan yang keuntungannya relatif teratur seringkali dapat memperkirakan bagaimana keuntungan di kemudian hari. Maka perusahaan seperti itu kemungkinan besar akan membagikan keuntungannya dalam bentuk dividen dengan prestasi yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang keuntungannya berfluktuasi.

8. Pasar Modal

Perusahaan besar yang sudah mantap, dengan profitabilitas yang tinggi dan keuntungan yang teratur, dengan mudah dapat masuk ke pasar modal atau memperoleh dana dari luar untuk pembiayaanya. Perusahaan kecil yang masih baru atau yang agak gegabah adalah terlalu berisiko bagi para calon debitur. Karena itu perusahaan yang sudah mantap akan mempunyai tingkat dividen yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan kecil atau yang masih baru.

9. Kendali Perusahaan

Jika perusahaan hanya memperluas ushanya dari pembiayaan intern maka pembayaran dividen akan berkurang. Kebijakan ini dijalankan atas pertimbangan bahwa menambah modal dengan menjual saham biasa akan mengurangi pengendalian atas perusahaan itu oleh golongan pemegang saham yang kini sedang berkuasa.

10. Keputusan Kebijakan Dividen

Hampir semua perushaan ingin mempertahankan dividen per saham pada tingkat yang konstan. Tetapi naiknya dividen selalu terlambat dibandingkan dengan naiknya keuntungan. Artinya dividen itu baru akan dinaikkan jika sudah jelas bahwa meningkatnya keuntungan itu benar-benar mantap dan nampak sudah cukup permanen. Jika keuntungan merosot, tingkat dividen yang baru itu sementara akan tetap dipertahankan, sampai betul-betul menjadi jelas bahwa keuntungannya memang tak mungkin pulih kembali.

Dokumen terkait