• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN OBYEK RANCANGAN

A. Pengertian Lanjut Usia

Ada begitu banyak istilah yang di gunakan oleh berbagai disiplin ilmu atau lembaga-lembaga sosial swasta atau pemerintah untuk menyebut seseorang

yang telah tua renta antara lain orang jompo, lanjut usia, usia tua, manula, dan sebagainya. Berikut ini adalah pengertian dari istilah yang di gunakan tersebut

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, edisi kedua : arti dari jompo adalah tua sekali, tua renta, uzur dan sudah lemah sekali fisiknya sehingga tidak mampu mencari nafkah sendiri.

Menurut undang-undang tentang lanjut usia adalah Undang-undang No 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, pada Bab I menjelaskan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh ) tahun keatas.

Sedangkan pembagian usia lanjut yang di pakai oleh departemen kesehatan republik indonesia adalah sebgai berikut :

 Menjelang usia lanjut : masa virilitas (45-54 tahun) yaitu masa persiapan usia lanjut, yang menampakan kemunduran fisik secara bertahap.

 Usia lanjut dini : masa prasenium (55-65 tahun) yaitu masa awal dari persiapan menuju usia lanjut dengan menurunnaya kondisi tubuh.

 Usia lanjut :masa senium (diatas 65 tahun sampai tutup usia) yaitu usia lanjut dengan resiko tinggi menderita berbagai penyakit berat atau cacat. Berdasarkan penjelasan di atas bahwa masa lanjut usia di bedakan menjadi 2 fase yaitu fase prasenium dan fase senium, dengan ciri-cinya sebagai berikut.: Fase Prasenium :

 Fungsi pada tubuh menurun, seperti berkurangnya daya penglihatan, daya ingatan ( mengalami kepikunan) elasitas kulit (kulit keriput), syaraf pada indra pencium dan perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dingin.  Masalah pada kesehatan sering muncul, seperti sakit pinggang, sakit tulang,

sakit kepala, selera makan menurun.

 Penurunan pada aktivitas paru-paru mengalami mengembang dan mengepisnya udara pernafasan yang masuk ke dalam paru-paru yang menyebabkan sesak nafas..

 Paru-paru kehilangan aktivitas; kapasitas residu meningkat, menarik nafas menjadi berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.

Fase Senium

 Lambat dalam merespon dan berfikir  Mengalami osteoporosis

 Pembesaran prospat pada lansia pria.

 Menurunnya aliran darah dalam kulit menyebkan dalam proses penyembuhan luka kurang baik.

 Presbiakusis (gangguan pada pendengaran). Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.

 Mengecilnya saraf panca indra. Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya dengan ketahanan terhadap dingin.

 Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer; sistolis normal 170 mmHg, diastolis normal 90 mmHg.

 Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik  35o ini akibat metabolisme yang menurun.

Berdasarkan fase umur dan ciri-cirinya maka studi ruang berdasarkan konsep comfortable (kenyamanan), yaitu :

a. Lansia dengan fungsi penglihatan, pendengaran, dan daya ingat yang semakin menurun, tipe-tipe kamar pada tampilan facadnya dibedakan sesuai dengan keadaan lansia. Bagi lansia dengan penglihatan dan pendengaran yang semakin berkurang, kamar terletak pada tatanan massa paling depan diantara massa-massa

hunian. Serta terdapat banyak bukaan pada kamar, dimaksudkan agar kamar tidak gelap dan memaksimalkan penerangan alami yang masuk ke dalam kamar.

b. Lansia yang mengalami sesak nafas dan susah tidur (Dimensia), kamar terdapat banyak bukaan agar sirkulasi udara yang masuk cukup banyak dan kamar tidak menjadi lembab. Kamar menghadap ke view yang menarik dan berada pada area yang tidak berdekatan dengan jalan raya (utama), sehingga polusi udara masih rendah.

c. Lansia yang mengalami penyakit Diabetes Melitus (DM) dan Osteoporosis, pada kamar lansia hindari kolom-kolom menonjol atau sudut-sudut yang mengakibatkan lansia lansia cidera. Furnitur di desain khusus tanpa ada sudut-sudut yang tajam setiap ujungnya, serta tempat tidur yang tardiri dari beberapa layer agar panderita osteoporosis nyaman dan tidak merasa nyari saat tidur.

d. Lansia yang frekwensi BAK (Buang Air kecil) meningkat, sehingga tidak dapat menahan kencing (Inkontinensia). Kamar terletak terpisah dari kamar-kamar lansia lainnya. Diperlukan banyak bukaan pada kamar isolasi lansia yang mengalami inkontinensia, sehingga kamar lansia tidak manjadi lembab, bau dan pengap. Mengingat kondisi lansia yang intensitas buang air kecilnya semakin meningkat. Penataan kamar didesain minimalis, dengan tidak banyak perabot pada ruangan. Perabot didesain khusus bagi lansia yang mengalami inkontinensia.

Gambar 2.2 Tempat tidur khusus lansia yang mengalami inkontinensia, kasurnya dilapisi dengan sarung kasur dari perlak.

(Sumber : Internet) Gambar 2.1 Kursi pispot khusus lansia. pada

bagian bawahnya, di gunakan untuk tempat menampung kencing lansia.

B. Standart Pelayanan Bagi Lanjut Usia

Standart pelayanan terhadap lansia yang baik adalah dengan memperhatikan dengan memberi bantuan pertologan, perlindungan, bimbingan dan perawatan kesehatan lansia. Pemberian berbagai bantuan pertolongan tersebut di sesuaikan dengan kebutuhan lansia yang sesuai dengan standart yang ada.

Pelayanan sosial bagi lanjut usia tidak hanya terbatas kepada pemberian bantuan, jaminan, pelayanan panti, home care, maupun day care services, namun salah satu bentuk pelayanan bagi lanjut usia yang juga sangat penting adalah tersedianya aksesibilitas bagi lanjut usia. Aksesibilitas adalah tersedianya sarana dan prasarana umum yang dapat memudahkan mobilitas lanjut usia di tempat-tempat umum, seperti jalan untuk kursi roda, jalan bagi mereka yang bertongkat, pintu, tangga, lift khusus untuk bangunan bertingkat dan tempat penyeberangan bagi pejalan kaki.

Penyediaan aksesibilitas bagi golongan lansia dan penyandang cacat di atur dalam Undang - undang No 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, Permen PU No. 30/PRT/6/2006 tentang Aksesibilitas, PP No. 43 tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia, serta Perda-perda yang ada di daerah tentang penyediaan aksesibilitas. dengan di dukung peraturan-peraturan tersebut maka perlu memberikan prasana dan sarana yang sesuai dengan standart kebutuhan mereka.

Standart-standart pelayanan bagi lanjut usia dan penyandang cacat tersebut meliputi sebagai berikut :

1. Penggunaan ramp pada penyandang cacat perlu diperhatikan dalam mengatasi permasalahan tinggi rendahnya ramp dengan memberikan jalur khusus, yaitu dengan memberikan aksesibilitas sendiri.

Gambar 2.3 Penggunaan ramp bagi pengguna kursi roda (Sumber : New Metric Handbook & Internet)

2. Kamar mandi khusus lansia dengan menempatkan handraling pada setiap sisi ruang kamar mandi dan menempatkan tiang penyangga pada bak mandi sebagai pegangan lansia saat mandi. Pada pintu kamar mandi bisa di membuka keluar dengan menggunakan kunci khusus yang dapat di buka dari luar jika terjadi sesuatu.

.

Lebar pintu kamar mandi khusus lansia pada penggunaan kursi roda minimal jaraknya 88 cm dengan besar kamar mandi lebarnya minimal 1,65m2 dan panjang minimal 1,70m2

Gambar 2.5. Kamar mandi pengguna kursi roda (Sumber : Neufert Architect Data, 2010) Gambar 2.4. Kamar mandi khusus lansia (Sumber : Neufert Architect Data & Internet)

4. Penataan interior pada ruang berdasarkan aktifitas kegiatan yang biasa di lakukan lansia guna memberikan kemudahan ruang gerak lansia perlu di perhatikan.

5. Peletakan perabot dan pengontrol peralatan listrik, serti tombol dan stop kontak diletakan pada posisi yang muda di jangkau oleh penyandang cacat dan lansia yang tidak cacat.

Gambar 2.6. Perletakan Perabot (Sumber : New Metric Handbook, 2010)

Gambar 2.7. Perletakan Saklar Listrik (Sumber : New Metric Handbook, 2010) 6. Terdapat handralling sepanjang dinding kamar dan koridor bagi lansia,

sebagai alat bantu untuk pegangan saat berjalan.

7. Pemilihan material pada finising lantai menggunakan lantai dengan permukaan lantai kasar serta penggunaan warna kamar yang tidak mencolok guna memberikan ketenangan pada saat beristirahat.

8. Tersedianya peralatan peringatan terdiri dari sistem peringatan yang berupa suara ( vocalalarms) dan sistem peringatan bergetar (vibrating alarms) dan berbagai petunjuk yang dapat membantu lansia pada saat terjadi situasi darurat.

2.1.3. Studi Kasus

Pembahasan studi kasus proyek sejenis, bertujuan untuk lebih memahami judul tugas akhir yang akan di rancang. Dengan studi kasus diharapkan dapat

memperoleh gambaran objek yang akan dirancang secara jelas. Pembahasan studi kasus meliputi :

 Aspek kuantitas, yang meliputi : luas lahan, luas bangunan, jumlah massa bangunan, kapasitas pelayanan, fasilitas yang disediakan, dan sebagainya.

 Aspek kualitas rancangan yang terdiri dari, tampilan bangunan, penyelesaian struktur bangunan, bentuk masa bangunan, olah ruang, dan sistem utilitasnya.

Dokumen terkait