• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Kepustakaan yang Relevan

2.1.3 Pengertian Marsirimpa (Gotong-royong)

Menurut Balitbangsos Depsos RI (Sibarani 2014 :115) “Kearifan lokal merupakan kematangan masyarakat ditingkat komunitas lokal yang tercermin dalam sikap, perilaku, dan cara pandang masyarakat yang kondusif di dalam mengembangkan potensi dan sumber lokal (material maupun nonmaterial) yang dapat dijadikan sebagai kekuatan di dalam mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik atau positif”.

Menurut Sibarani (2014:129) bahwa “Kearifan lokal merupakan milik manusia yang bersumber dari nilai budayanya sendiri dengan menggunakan segenap akal budi, dan pengetahuannya untuk bertindak dan bersikap terhadap lingkungan sosialnya”.

2.1.3 Pengertian Marsirimpa (Gotong-royong)

Marsirimpa(gotong-royong) merupakan suatu pekekerjaan yang dilakukan secara bersama-sama dengan melibatkan beberapa orang untuk menyelesaikannya, sebelum melakukan marsirimpa (gotong-royong) mereka terlebih dahulu membuat kesepakatan untuk waktu kapan dilakukan marsirimpa (gotong-royong) tersebut, perlengkapan pangan buat seharian mereka bekerja serta ditempat siapa terlebih dahulu dilaksanakanmarsirimpa (gotong-royong) tersebut. Hal ini dilakukan selain sudah sebagai tradisi bagi kehidupan masyarakat juga mereka merasa senasib dan sepenanggungan dalam hidup suka maupun duka, untuk hal ini tidak ada yang kaya dan miskin karena semuanya ikut marsirimpa (gotong-royong).

Berkenaan dengan konsep kearifan lokal gotong-royong tersebut, konsep marsirimpa “kompak, serempak, bersama” sangat penting menjadi sikap bagi para

25

peserta gotong-royong sehingga ketiga kaidah tersebut dapat diterapkan. Persyaratan awal yang harus dimiliki oleh orang yang ingin menerapkan ketiga kaidah gotong-royong tersebut adalah kekompakan. Dengan kata lain, kaidah bergotong-royong dilandasi oleh konsep “kekompakan, keserempakan, dan kebersamaan”untuk dapat mewujudkan saling memahami, menyepakati, mendukung (marsiantusan, masiaminaminan, masitungkol-tungkolan), saling membantu (marsiurupan), dan bekerja sama (rampak mangula) Sibarani, dkk (2014:41-42).

Contoh gotong-royong yang dimaksud dalam budayamarsirimpa adalah penulismempunyai kelompok kerja sebanyak sepuluh orang. Kelompok kerja yang sepuluh orang ini membuat suatu kesepakatan yaitu pertama, kelompok kerja tersebut akan terlebih dahulu menentukan ke lahan atau ke tempat siapa yang pertama untuk memulai pekerjaan tersebut. Kedua, makanan (sarapan, makan siang, atau snack) untuk para kelompok kerja, apakah disediakan yang mempunyai lahan pekerjaan atau dibawa masing-masing. Setelah disepakati bersama barulah para kelompok kerja ini mulai bekerja sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui bersama.

Pekerjaan yang akan dikerjakan oleh para kelompok kerja iniditentukan oleh orang yang bersangkutan. Kelompok kerja tersebut tidak boleh menentukan pekerjaan yangdikerjakan. Baik itu pekerjaan berat maupun pekerjaan ringan, para kelompok kerja harus siap atas pekerjaan yang sudah ditentukan oleh orang yang bersangkutan kepada para kelompok kerja. Demikian seterusnya bergantian mulai dari orang pertama sampai orang kesepuluh.Tetapi kebiasaan gotong-royong tersebut sudah semakin memudar.

26

Menurut Collette (Makmur dan Berutu, 2013:1) bahwa gotong-royong telah berurat berakar dan tersebar dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan merupakan pranata asli paling penting dalam pembangunan.

Menurut Pranadji (Sibarani, 2014:8) bahwa gotong-royong merupakan kekayaan adat-istiadat dan inti nilai modal sosial budaya bangsa, yang di dalamnya terkandung nilai-nilai budaya (adat-istiadat) komposit sosiobudaya dari berbagai suku dan masyarakat yang tersebar di seluruh penjuru nusantara.

Koentjaraningrat (Sibarani 2014:8) membagi gotong-royong menjadi dua jenis yang dikenal oleh masyarakat Indonesia, yakni:

1. Gotong-royong (tolong-menolong), ini biasanya terjadi pada aktivitas pertanian, aktivitas sekitar rumah tangga, aktivitas pesta, dan pada peristiwa bencana dan kematian.

2. Gotong-royong (kerja-bakti), biasanya bersifat untuk kepentingan umum yang dikelompokkan dua tipe, yakni kerja-bakti atas inisiatif warga masyarakat dan kerja-bakti karena dipaksakan atau disuruh.

Ada beberapa macam gotong-royong menurut Koentjaraningrat (skripsi Roya Kokumo,2011: 34), yakni :

1. Tolong-menolong dalam aktivitas pertanian.

2. Tolong-menolong dalam aktivitas sekitar rumah tangga.

3. Tolong-menolong dalam aktivitas persiapan pesta dan upacara.

4. Tolong-menolong dalam peristiwa kecelakaan, bencana, dan kematian. Dalam aktivitas pertanian seperti halnya yang sangat berkaitan dengan bercorak tanam, orang bisa mengalami musim sibuk, tetapi sebaliknya jugamusim yang lega. Dalam aktivitas rumah tangga, ialah kalau misal ada orang

27

yangmemperbaiki atap rumahnya. Adapun tolong-menolong dalam aktivitas persiapan pesta dan upacara, dalam aktivitas ini merangsang bagi para pembantu bersifatlangsung, ialah ikut merayakan pesta, ikut menikmati makanan enak danseterusnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Sibarani, 2014: 9) bahwa, gotong-royong diartikan sebagai bekerja bersama-sama, tolong-menolong, dan bantu- membantu.

Menurut Berutu dalam Jurnal Antropologi Sosial Budaya Etnovisi (Sibarani, 2014:10) bahwa gotong-royong dapat diartikan sebagai suatu model kerja sama yang disepakati bersama. Menurut Makmur dan Berutu (Sibarani, 2014:10) gotong-royongmemiliki tiga defenisi, yakni:

1. Gotong-royong sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia umumnya dan masyarakat pakpak Bharat khususnya. Kebiasaan ini telah berurat berakar dan dijadikan sebagai suatu solusi untuk pemecahan permasalahan hidup yang dihadapi.

2. Sebagai bagian dari kebudayaan yang bersifat dinamis, bentuk dan substansi sistem gotong-royong di Pakpak Bharat telah terjadi perubahan dan penyesuaian sesuai dengan tuntutan zaman.

3. Sebagai suatu potensi sosial, tentu sistem gotong royong di Pakpak Bharat dapat diadopsi dalam program pembangunan fisik, sektor budaya, maupun sektor sosial ekonomi lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, gotong-royong didefenisikan sebagai pekerjaan yang dilakukan bersama-sama, yang memiliki tujuan yang sama dan berusaha bersama untuk menyelesaikan pekerjaan yang digotong-royong kan tersebut dan

28

kelompok-kelompok ini melakukannya secara bergiliran dan praktik ini tidak hanya dilakukan di pedesaan saja akan tetapi dapat juga dilakukan di perkotaan dalam hal upacara siklus kehidupan seperti upacara adat pernikahan, kelahiran, dan kematian, serta juga pada siklus mata pencaharian mulai dari membibitkan, atau menanam, merawat atau memelihara, dan memanen.

Koentjaraningrat (Sibarani 2014:11) memiliki lima alasan utama untuk melakukan gotong-royong tersebut, yakni:

1. Seseorang tidak hidup sendiri, tetapi berada dalam komunitas dengan lingkungan alamnya. Dia mesti berinteraksi dengan sesamanya dalam suatu komunitas untuk menghadapi lingkungan itu.

2. Sebagaimana manusia lainnya, dia memiliki kelemahan dan kelebihan yang menyebabkannya harus bekerja sama dengan orang lain,

3. Dengan demikian, keberadaannya sangat bergantung pada orang lain, 4. Atas dasar itu, dia harus menjaga hubungan baik dengan sesamanya, dan 5. Menyesuaikan diri dengan harapan-harapan orang lain.

Gotong-royong dapat menggambarkan perilaku-perilaku masyarakat desa yang bekerja untuk gotong-royong lainnya tanpa menerima upah. Lebih luas, sebagai suatu tradisi yang mengakar, meliputi aspek-aspek dominan lain dalam kehidupan sosial. Gotong-royong dalam masyarakat sebagaimana yang kita ketahui adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan bersifat suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan dengan lancar, mudah, dan ringan.Contoh kegiatan yang dapat dilakukan secara bergotong-royong antara lain dalam hal mata pencaharian seperti menanam padi. Sikap gotong-royong itu seharusnya dimiliki oleh generasi muda atau lapisan masyarakat yang ada di

Dokumen terkait