• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.4. Merek

2.1.4.1. Pengertian Merek

Merek telah menjadi elemen krusial yang berkontribusi terhadap kesuksesan sebuah organisasi pemasaran, baik perusahaan bisnis maupun nirlaba, pemanufaktur, maupun penyedia jasa, dan organisasi lokal maupun global. Riset merek selama ini masih didominasi sector consumer market, terutama teritama dalam kaitannya produk fisik berupa barang (Webster dan Keller, 2004. dalam Tjptiono et al 2005). Menurut UU merek No.15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah “tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsure-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”. Definisi ini memiliki persamaan dengan definisi versi American Marketing Association yang menekankan peranan merek sebagai identifier (alat identifikasi) dan deferentiator (alat pembeda). Berdasarkan kedua definisi ini, secara teknis apabila seorang pemasar membuat nama, logo, atau symbol baru untuk sebuah produk baru maka, ia telah menciptakan sebuah merek, Tjiptono (2005:2).

Kendati demikian, istilah merek sebenarnya memiliki banyak interpretasi dan tidaklah mudah membedakannya denagan produk dan market offering. Professor marketing dari University of Bromingham, leslie de Chernatoy (2001,2003 dalam Tjiptono et al 2005) mengidentifikasi setidaknya ada empat belas intepretasi terhadap merek yang dikelompokkanya

menjadi tiga kategori: interpretasi berbasis input (merek dipandang sebagai cara para manajer mengalokasikan sumberdayanya dalam rangka meyakinkan konsumen), interpretasi berbasis output (intepretasi dan pertimbangan konsumen terhadap kemampuan merek memberikan nilai tambah bagi mereka) dan intepretasi berbasis waktu (menekankan merek sebagi proses yang dilakukan secara terus menerus) . ketiga kategori ini kemudian dijabarkan menjadi empat belas macam interpretasi, yakni merek sebagai logo, intrumen hukum, perushaan, shorthand, risk reducer, positioning, kepribadian, serangkaian nilai, visi, penambah nilai, identitas, citra, relasi, dan evolving entity.

2.1.4.2. Identitas Merek.

Hanya beberapa merek yang benar-benar mengetahui identitas sejati mereka, mewakili siapakah sebenarnya mereka dan apa yang membuat merek tersebut unik dan berbeda, dengan memahami arti penting dan konsep tentang identitas merek maka sebuah perusahaan mampu menjawab berbagi pertanyaan yang penting tentang, apakah advertising campaign (periklanan) yang dilakukan oleh perusahaan cukup mewakili dan atau mampu mewakili identitas merek, bagaimana sebuah merek mampu mengganti pola komunikasi terhadap konsumen dengan tetap menjadi merek itu sendiri, bagaimana pengambilan keputusan tentang pola komunikasi terhadap konsumen ditentukan apakah terdesentralisasi secara regional atau internasional tanpa mengesampingkan konsep awal dari identitas merek. Identitas merek adalah gabungan dari beberapa elemen yang sama yang menyampaikan pesan tunggal yang mampu merepresentasikan karakter produk, Kapferer (1997:90-91).

Aaker 1995 dalam Gautam (2010:21), menjelaskan Identitas merek sebagai berikut brand identity is a unique set of association and these association represent what the brand stand for

and imply a promise to customer from the organizations member (identitas merek adalah seperangkat asosiasi merek yang unik, yang mampu mewakili merek tersebut secara keseluruhan, serta membawa janji kepada konsumen), pendapat ini menyatakan identitas merek seperangkat asosiasi merek yang unik dan merepresentasikan merek secara keseluruhan dan merupakan sebuah janji kepada konsumen dari seluruh komponen sebuah organisasi atau perusahaan. Lebih lanjut dalam jurnalnya yang berjudul Strategies for Managing Overtime Gautam (2010:21) menjelaskan bahwa identitas merek terdiri atas dua sturkur yaitu core identity (idenititas utama) dan extended identity (identitas tambahan), Gautam menjelaskan the core identity is the central, timeless essence of the brand , most likely to remain constant as the brand travels to new market and product. The extended identity includes brand identity elements, organized into cohesive and meaningful groups (identitas utama dari sebuah merek merupakan aspek sentral dan utama, dan merupakan sebuah esensi yang melewati batasan waktu, melekat pada sebuah merek walaupun merek tersebut melwewati transformasi produk dan pasar).

Kapferer (1997: 108-119) menyebutkan beberapa komponen pembangun idenititas merek antara lain:

1. The brand’s typical product (produk utama sebuah merek).

Produk adalah merupakan komponen utama dari identitas merek, sebuah merek menginjeksikan nilai-nilainya melalui core product mereka, sebuah merek mungkin mewakili beberapa produk tetapi hanya satu produk utama yang menjadi identitas utama dari merek tersebut.

Nama dari sebuah merek adalah merupakan salah satu alat untuk mengidentifikasi identity identitas merek, sebuah merek dikatan mempunyai idenitity (idenititas merek) yang kuat apabila semakin banyak orang mengetahui dan memahami nama dari merek tersebut.

3. Character (karakter merek).

Brand’s character (karakter rmerek) adalah brand values (nilai-nilai lebih) yang coba ditawarkan oleh sebuah merek kepada para konsumennya, brand values (nilai-nilai lebih) ini dalah merupakan faktor pembeda dari sebuah merek dibandingkan dengan para pesaingnya di pasar.

4. Visual symbols and logotypes (logo dan simbo-simbol visual).

Logo dan atau simbol-simbol visual dari sebuah merek berfungsi sebagai sebuah brand mark (tanda merek) yang berfungsi sebagai alat identifikasi atau tanda pengenal merek.

5. Geographical and historical roots (sejarah merek).

Identitas merek sangat erat terkait dengan sejarah merek, salah satunya adalah sejarah geografis dari sebuah merek, yaitu meliputi negara asal sebuah merek dan juga sejarah penciptaan merek.

6. The brand’s creator (pencipta atau penemu merek).

Identitas merek tidak bisa terlepas dari pencipta atau penemu merek tersebut, karena rumusan arti sebuah merek ditentukan oleh pencipta atau penemu merek, hubungan antara pencipta atau penemu merek dengan sebuah merek akan berlangsung selamanya.

Model dan materi periklanan adalah merupakan alat komunikasi yang mencerminkan identitas sebuah merek, melalui alat komunikasi inilah sebuah merek membangun citra mereka sehingga mereka mendapatkan persepsi yang sesuai dengan harapan sebuah merek tersebut, di benak konsumen.

Amy Campbel dalam jurnalnya Building Brand Identity in The New Economy (1999:1) menyatakan, An integrated brand identity which starts with the name, logo, and slogan, must distill the brand promise in a unique and memorable way. Delivering on the promise “brand as experience” than become the key to building trust and long term brand equity (sebuah identitas merek yang berawal dari nama, logo dan slogan harus, maampu mewakili janji dari sebuah merek dengan cara yang unik dan berkesan bagi pelanggan. Sebuah identitas merek juga harus menyampaikan sebuah janji merek sebagai pengalamn merek, yang kemudian akan menjadi komponen utama pembentuk loyalitas pelanggan dan ekuitas merek dalam jangka panjang).

2.1.4.3. Loyalitas merek.

Loyalitas merek adalah keinginan melakukan dan perilaku pembelian ulang Menurut Peter dan Olson (2000:162). Hal ini diperkuat oleh Griffin (2003:4) adalah sebagai berikut a loyal customer is one who makes regular repeat purchase, purchase across product and service lines, refers others, demonstrate and immunity to the pull of competition (seorang konsumen yang loyal adalah pelanggan yang melakukan pembelian ulang, pembelian ulang meliputi pembelian lintas lini produk dan jasa, merekomendasikan, dan lebih tidak terpengaruh oleh kompetisi pasar).

Menurut Aaker (1997:39) loyalitas merek adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek karena loyalitas adalah inti dari suatu ekuitas merek dan selalu menjadi

gagasan sentral dalam pemasaran. Peningkatan loyalitas akan mengurangi kerentanan pelanggan dari serangan kompetitor sehingga dapat dipakai sebagai indikator tingkat perolehan laba mendatang, karena loyalitas dapat diartikan penjualan di masa yang akan datang. Sedangkan Lau dan Lee (2000), mengemukakan bahwa loyalitas terhadap merek adalah perilaku niat untuk membeli sebuah dan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Menurut Rangkuti (2002:60), loyalitas merek merupakan kesetiaan konsumen terhadap merek hal tersebut diperkuat oleh Kotler (1998:446) some analysis see brand as outlasting a company’s specific product facilities. They see brand as the major enduring asset of company yet every powerful brand really represent set loyal customer (beberapa analisis menyatakan bahwa merek sebagai sebuah asset perusahaan yang akan bertahan selamanya, dan merek yang kuat adalah merepresntasikan pelanggan yang loyal). Menurut Mowen (2002:108) loyalitas merek didefinisikan sebagi sejauh mana seorang konsumen menunjukkan sikap positf terhadap suatu merek, mempunyai komitmen terhadap merek tersebut, dan berniat untuk terus melakukan pembelian ulang terhadap produk dengan merek tertentu tertentu tersebut dimasa yang akan datang. Kesetiaan merek dipengaruhi secara langsung oleh kepuasan atau ketidakpuasan dengan merek yang telah diakumulasi dalam jangka waktu tertentu sebagaimana persepsi kualitas produk. Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan Sumarwan (2004:326), loyalitas merek diartikan sebagai sikap positif seorang konsumen terhadap suatu merek, konsumen memiliki keinginan kuat untuk membeli ulang merek yang sama pada saat sekarang maupun masa datang. Keinginan kuat tersebut dibuktikan dengan selalu membeli merek yang sama.

Menurut Assael (2001:31), kesetiaan merek merupakan sikap terhadap suatu merek yang ditujukan dengan pembelian yang konsisten dan terus-menerus terhadap merek tersebut. Jika konsumen sudah membeli suatu produk dengan merek tertentu secara berulang-ulang maka

konsumen tersebut memiliki loyalitas terhadap merek. Sedangkan menurut pernyataan Peter dan Olson (2000:162), loyalitas merek adalah hasil dari aktifitas koginisi dan pengambilan keputusan yang ekstensif , aktifitas koginis yaitu seorang konsumen dapat membandingkan dan menilai dengan serius berbagai macam merek, dan keputusan ekstensif yaitu perilaku loyal pada merek dapat muncul tanpa pernah mempertimbangkan merek-merek lainnya.

Menurut Aaker (1997:45) menciptakan atau memelihara loyalitas merek dapat dilakukan dengan:

1. Memeperhatikan hak pelanggan dengan layak. 2. Mendekatkan diri dengan pelanggan.

3. Mengelola kepuasan pelanggan. 4. Menciptakan biaya peralihan. 5. Memberikan pelayanan ekstra.

Elemen-elemen loyalitas merek antara lain adalah: Kesediaan konsumen membayar merek dengan harga premium, merekomendasikan merek pada orang lain, dan kesediaan membeli ulang (Rio et al. 2001 dan Luh, 2003).

Dokumen terkait