Metode adalah suatu cara khusus untuk mendapatkan sesuatu. Sedangkan metode mengajar adalah cara yang teratur yang dipergunakan guru dalam hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pelajaran guna pencapaian tujuan pengajaran.
Peranan metode mengajar adalah sebagai alat untuk menciptakan kondisi proses belajar mengajar. Proses interaksi akan berjalan baik kalau siswa banyak aktif dibandingkan dengan guru. Metode mengajar yang baik adalah sesuai dengan tujuan pengajaran dalam situasi pada waktu berlangsungnya pelajaran. Dalam interaksi belajar mengajar terdapat berbagai macam penyajian agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik, efektif dan efisien. Banyak metode yang dikembangkan dalam pengajaran IPA misalnya metode CLIS (Children
Learning In Science) dan metode eksperimen.
Dalam ilmu jiwa perkembangan dikenal beberapa pembagian masa hidup anak, yang disebut sebagai fase atau perkembangan. Pembagian perkembangan anak menurut Charlotte Buhler seperti yang dikemukakan oleh Kartini Kartono (1999: 28-29) adalah sebagai berikut:
a) Fase pertama, 0-1 tahun: masa menghayati obyek-obyek diluar diri sendiri, dan saat melatih fungsi-fungsi. Terutama melatih fungsi motorik: yaitu fungsi yang berkaitan dengan gerakan-gerakan dari badan dan anggota badan.
b) Fase kedua, 2-4 tahun: masa pengenalan dunia obyektif di luar diri sendiri, disertai penghayatan subyektif. Mulai ada pengenalan pada diri sendiri, dengan bantuan bahasa dan kemauan sendiri. Anak tidak mengenal dunia luar berdasarkan pengamatan obyektif, melainkan memindahkan keadaan batinnya pada benda-benda di luar dirinya. Karena itu anak bercakap-cakap dengan bonekanya, bergurau dan berbincang-bincang dengan kelincinya: sepertinya kedua binatang dan benda permainan betul-betul memiliki sifat-sifat yang dimilikinya sendiri. Fase kedua disebut pula sebagai fase bermain, dengan subyektivitas yang sangat menonjol.
c) Fase ketiga, 5-8 tahun: masa sosialisasi anak. Anak mulai memasuki masyarakat luas (misalnya taman kanak-kanak, pergaulan dengan kawan-kawan sepermainan, dan sekolah rendah). Anak mulai belajar mengenal dunia sekitar secara obyektif dan mulai belajar mengenal arti prestasi pekerjaan, serta tugas-tugas kewajiban.
d) Fase keempat, 9-11 tahun: masa sekolah rendah. Anak mencapai obyektivitas tertinggi. Masa penyelidik, kegiatan mencoba dan bereskperimen, yang distimulir oleh dorongan-dorongan meneliti dan rasa ingin tahu yang besar. Merupakan masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah dan berekplorasi.
Pada akhir fase keempat anak mulai “menemukan sendiri” yaitu secara tidak sadar mulai berfikir tentang diri pribadi. Anak sering kali mengasingkan diri. e) Fase kelima, 14-19 tahun: masa tercapainya sintese antara sikap ke dalam
Untuk kedua kali dalam kehidupannya anak bersikap subyektif (subyektivitas pertama terdapat pada fase kedua, yaitu usia 3 tahun). Akan tetapi subyektivitas kedua dilakukannya dengan sadar.
Setelah berumur 16 tahun, pemuda dan pemudi mulai belajar melepaskan diri dari persoalan tentang diri sendiri. Anak lebih mengarahkan minatnya pada lapangan hidup konkrit, yang dahulu hanya dikenal secara subyektif belaka. Lambat laun akan terbentuk persesuaian antara pengarahan diri ke dalam dan pengarahan diri keluar. Di antara subyek dan obyek (yang dihayatinya) mulai terbentuk satu sintese. Dengan tibanya fase kelima, tamatlah masa perkembangan anak dan perkembangan remaja. Lalu individu yang bersangkutan memasuki batas kedewasaan.
Berdasarkan pendapat Charlotte Buhler maka dapat peneliti simpulkan bahwa setelah individu berumur 16 tahun, berakhirlah masa perkembangan anak dan perkembangan remaja kemudian memasuki batas kedewasaan.
Metode CLIS merupakan salah satu metode pembelajaran yang stateginya berorientasi pada konstruktivisme (cosgrove, M dan Osborne, R.J. 1985 ). Menurut Dahar, R.W ( 1989 : 160 ) “model konstruktivisme dalam pengajaran memiliki prinsip paling mendasar yaitu anak-anak memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah dan pendidikan seharusnya memperhatikan hal itu dan menunjang proses secara alamiah”.
Metode CLIS atau Children Learning In Science adalah salah satu metode pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivisme dengan lima langkah yaitu:
1 Pengenalan, seorang guru memberikan orientasi atau gambaran umum tentang gejala fisika yang sesuai dengan materi.
2 Penyampaian ide-ide atau membangkitkan gagasan, seorang guru berusaha menggali ide-ide siswa dengan memberikan perasaan yang akan memancing siswa untuk menyampaikan ide-idenya.
a) Penjelasan dan pertukaran-pertukaran, merupakan penjelasan dari gagasan yang dimiliki siswa dan seorang guru berusaha tahu perbedaan antara ide-ide siswa dengan konsepsi guru atau konsep ilmiah.
b) Pendahuluan untuk situasi konflik, akan muncul konflik-konflik baru dan gagasan siswa yang salah akan dibetulkan dengan melakukan demonstrasi.
c) Pembangunan ide-ide baru, guru hanya sebagai fasilitator dengan merekonstruksi antara gagasan siswa guru dan gagasan siswa sehingga akan muncul gagasan baru yang sesuai dengan konsep ilmiah.
d) Evaluasi atau penilaian, setelah siswa memiliki gagasan baru, guru akan memberikan evaluasi yang berupa pertanyaan lisan maupun tulisan. 4 Penerapan ide-ide, seorang guru berusaha agar siswa mengaplikasikan atau
menerapkan ide-idenya.
5 Meninjau perubahan ide-ide, dengan membandingkan ide-ide awal dengan ide-ide ilmiah yang ada.
Gambar.2.1 Langkah-langkah Metode Pembelajaran CLIS Pengenalan
Penyampaian ide-ide
Penyusunan kembali ide-ide:
- Penjelasan dan pertukaran-pertukaran - Pendahuluan untuk situasi konflik - Pembangunan ide-ide baru
- Evaluasi atau penilaian Penerapan ide-ide
Meninjau perubahan ide-ide Perbandingan dengan
Seorang guru merangsang siswa untuk merestrukturisasi ide-ide siswa termasuk memastikan lingkungan kelas dengan mendukung siswa agar bisa merasa mampu menyumbangkan ide-idenya, menggunakan kerja sebagai basis organisasi sosial dalam kelas untuk memberi kesempatan siswa untuk berpikir melalui pertukaran ide dengan siswa yang lain.
Pada tahap pengenalan atau penggalian biasanya diterapkan pada sebuah kelompok kecil, setelah diskusi dan review di dalam kelompok, tiap kelompok diminta mempresentasikan ide mereka dan menyampaikan di dalam kelas. Persamaan dan perbedaan dalam hal ide-ide awal antar siswa diidentifikasi dan dikemukakan untuk mendapatkan pertimbangan/pembahasan lebih lanjut. Tidak hanya guru yang perlu waspada mengenai konsep-konsep awal siswa tapi perlu bagi siswa sendiri untuk mampu mengemukakannya secara eksplisit dan memperjelasnya.
Pada tahap penyusunan ide-ide/restrukturisasi, strategi berkembang dalam percobaan-percobaan yang dilakukan untuk perubahan pada konsepsi siswa. Pada akhir pelajaran siswa diberi kesempatan membuat untuk review cakupan dan cara-cara perubahan pikiran mereka dan sebagai hasilnya meliputi tidak hanya garis besar aktifitas yang akan dilakukan tapi juga memberikan peta kecenderungan utama dari jenis ide yang digunakan siswa dalam kelas.
Beberapa kelebihan metode Children learning In Science (CLIS) antara lain:
1. Mendorong siswa untuk mengemukakan pendapat. 2. Membuat siswa aktif dalam belajar.
3. Mendorong siswa untuk berpikir ilmiah, logis dan kritis.
4. Siswa mendapatkan pengalaman-pengalaman baru dalam hidupnya karena ikut menemukan sesuatu dan berpartisipasi dalam memecahkan masalah. 5. Membuat siswa semangat dalam belajar.
Beberapa kelemahan metode Children learning In Science (CLIS) antara lain:
1. Siswa dituntut memiliki kemampuan berpikir ilmiah. 2. Dikuasai oleh siswa yang suka bicara dan kritis.
3. Bagi siswa yang pasif dan tidak memanfaatkan kesempatan belajar akan semakin tidak mengerti.
4. Dibutuhkan sarana dan prasarana yang mendukung serta memadai sehingga kegiatan belajar mengajar berjalan efektif.
5. Memerlukan waktu yang panjang dalam kegiatan belajar mengajar karena bisa terjadi adanya pandangan dari berbagai sudut, sehingga bisa membuat pembicaraan menjadi menyimpang.
c. Metode Eksperimen
Menurut Roestiyah N. K. (2001 : 80) mengemukakan bahwa “Metode eksperimen adalah salah satu cara mengajar, dimana siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru.”
Penerapan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen adalah dengan cara siswa melakukan eksperimennya sendiri dibawah bimbingan guru. Setelah melakukan eksperimen, siswa diharapkan dapat menemukan konsep sendiri. Selain berdasarkan data yang diperoleh dari eksperimen dalam menemukan konsep, siswa juga diharapkan menggali potensi yang ada pada dirinya berdasarkan pengalamannya. Dengan metode eksperimen siswa mengkonstruk pengetahuannya sendiri kemudian mencocokkannya dengan teori yang sudah ada, sehingga konsep baru yang diketahui benar-benar sesuai dengan teori dan tujuan pembelajaran yang sudah ada. Jadi dalam metode eksperimen siswa aktif sedangkan guru berfungsi sebagai mediator dan fasilitator, tetapi keduanya bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran yang direncanakan.
Agar penggunaan metode eksperimen efisien dan efektif, perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1) Jumlah alat dan bahan atau materi percobaan harus cukup bagi tiap siswa. 2) Kondisi alat dan mutu bahan percobaan yang digunakan harus baik dan bersih. 3) Diperlukan waktu yang cukup lama, agar siswa lebih teliti dan konsentrasi
4) Siswa dalam bereksperimen adalah sedang belajar dan berlatih, maka perlu diberi petunjuk yang jelas oleh guru pembimbing.
5) Perlu diketahui bahwa semua masalah bisa dieksperimenkan seperti masalah menjiwai kejiwaan.
Dengan metode eksperimen siswa berlatih menggunakan metode ilmiah sehingga dapat memotivasi belajarnya. Batas-batas kemungkinan menggunakan metode eksperimen yang digunakan adalah:
1) Tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap siswa mendapat kesempatan untuk mengadakan eksperimen.
2) Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama siswa harus menanti untuk melanjutkan pelajaran.
3) Kurangnya persiapan dan pengalaman pada diri siswa akan menimbulkan kesulitan dalam melakukan eksperimen.
Agar pelaksanaan metode eksperimen berhasil dengan baik dalam pembelajaran maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Perencanaan dan persiapan eksperimen.
a) Penentuan tujuan eksperimen yang akan dilakukan. b) Materi yang akan ditonjolkan dalam eksperimen. c) Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan.
d) Mempertimbangkan jumlah siswa dalam satu kelompok sehingga setiap siswa dapat mengikuti dengan baik.
e) Membuat garis besar langkah atau pokok-pokok yang harus dilakukan secara berurutan dan secara tertulis pada LKS secara jelas .
2) Pelaksanaan Eksperimen
Setelah segala sesuatunya dipersiapkan, langkah selanjutnya adalah memulai eksperimen. Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: a) Sebelum memulai percobaan diadakan pretes, kemudian memeriksa
sekali lagi peralatan yang akan digunakan serta pengaturan tempat. b) Mempersiapkan siswa, barangkali ada yang ingin ditanyakan. c) Mengkondisikan suasana yang nyaman agar siswa tidak tegang. d) Mempersilahkan siswa melakukan percobaan.
3) Tindak lanjut dan evaluasi eksperimen
Penerapan pendekatan konstruktivisme melalui metode ini akan mencapai hasil yang diharapkan bila dilengkapi dengan LKS, karena dari LKS nantinya siswa dihadapkan pada pertanyaan dan kegiatan yang dapat memotivasi siswa untuk mempelajari hal-hal yang baru. Lembar Kerja Siswa ini berisikan tentang cara-cara percobaan yang akan dilakukan dan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada konsep yang akan ditanamkan yang harus diisi oleh siswa. Selain itu LKS dapat menggali kemampuan siswa yang sudah ada sebelumnya. Jadi dalam hal ini siswa menjadi aktif. Sebagai tindak lanjut setelah melakukan eksperimen maka diadakan posttest untuk mengetahui sejauh mana tujuan dari eksperimen dapat dicapai.
Menurut Rini Budiharti (1998 : 35) dalam bukunya “Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi” metode eksperimen mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan metode eksperimen, yaitu :
1) Siswa terlibat didalamnya sehingga siswa merasa ikut menemukan sesuatu serta mendapatkan pengalaman-pengalaman baru dalam hidupnya.
2) Mendorong siswa untuk menggunakan metode ilmiah dalam melakukan sesuatu.
3) Menambah minat siswa dalam belajar. Kelemahan metode eksperimen, yaitu :
1) Guru dituntut tidak hanya menguasai ilmunya, tetapi juga ketrampilan lain yang menunjang berlangsungnya eksperimen secara lebih baik.
2) Dibutuhkan waktu yang cukup lama dibandingkan dengan metode yang lain.
3) Dibutuhkan alat yang relatif banyak, sehingga setiap siswa mendapatkannya
4) Dibutuhkan sarana yang lebih memenuhi syarat, baik keamanan maupun ketertiban.
Dari beberapa pendapat tentang definisi metode eksperimen maka dapat peneliti simpulkan bahwa metode eksperimen dapat memberikan gambaran yang jelas tentang konsep yang dipelajarinya karena siswa melakukan percobaannya sendiri untuk menemukan konsep yang baru di bawah bimbingan guru.
Lembar Kegiatan Siswa
Lembar Kegiatan Siswa ( LKS ) merupakan salah satu alat bantu sarana pendidikan yang berfungsi untuk memudahkan siswa memahami konsep dan membuat siswa aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar. Menggunakan LKS dapat memotifasi siswa untuk giat belajar dan merupakan salah satu variasi metode mengajar sehingga siswa tidak bosan.
Lembar Kegiatan Siswa terbagi atas dua kategori yaitu lembar kerja berstruktur dan lembar kerja tidak berstruktur. LKS berstruktur dirancang untuk membimbing siswa dalam satu program kerja atau pelajaran dengan sedikit atau tanpa bantuan guru untuk mencapai tujuan pengajaran. Sedangkan LKS tidak berstruktur merupakan lembaran yang berisi sarana untuk menunjang materi pelajaran, sebagai alat bantu kegiatan siswa yang dipakai guru untuk menyampaikan pelajaran dan mempercepat waktu penyampaian materi karena dapat disiapkan dari rumah atau sewaktu jam bebas mengajar sebelum memasuki kelas.
Metode Pemberian Tugas
Menurut Nana Sudjana (1989 : 24), bahwa : “ Pemberian tugas bisa berwujud melakukan diskusi, melakukan eksperimen, merangkum materi, mengerjakan soal-soal dan lain-lain”. Dengan bervariasinya tugas maka akan lebih merangsang anak untuk aktif belajar baik secara individual ataupun kelompok. Sedangkan menurut Roestiyah N.K (2001:133), bahwa: “ Metode pemberian tugas biasanya digunakan dengan tujuan agar siswa memiliki hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama melaksanakan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu dapat lebih terintegrasi.
Dari beberapa pendapat tentang definisi metode pemberian tugas maka dapat peneliti simpulkan bahwa metode pemberian tugas atau penugasan diartikan sebagai suatu cara interaksi belajar mengajar yang ditandai dengan adanya tugas dari guru untuk dikerjakan peserta didik di sekolah ataupun di rumah secara perorangan atau berkelompok. Tujuan dari penggunaan metode penugasan adalah
untuk merangsang anak untuk aktif belajar baik secara individu maupun kelompok.
Setelah tanya jawab atau ceramah diketahui bahan-bahan yang perlu mendapatkan penekanan dan harus dikuasai peserta didik, guru memberikan tugas dengan alasan agar peserta didik dapat belajar sendiri atau berkelompok mencari pengayaannya atau sebagai tindak lanjut dari kegiatan sebelumnya.
Kelebihan metode pemberian tugas:
a. Membuat peserta didik aktif belajar.
b. Merangsang peserta didik belajar lebih banyak, baik dekat dengan guru maupun pada saat jauh dari guru di dalam sekolah maupun di luar sekolah. c. Mengembangkan kemandirian peserta didik.
d. Lebih meyakinkan tentang apa yang dipelajari dari guru, lebih memperdalam, memperkaya atau memperluas tentang apa yang dipelajari. e. Membina kebiasaan peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri
informasi dan komunikasi.
f. Membuat peserta didik bergairah belajar karena dapat dilakukan dengan bervariasi.
g. Membina tanggung jawab dan disiplin peserta didik. h. mengembangkan kreativitas peserta didik.
Kelemahan metode pemberian tugas:
a. Sulit mengontrol peserta didik apakah belajar sendiri atau dikenakan orang lain.
b. Sulit memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu peserta didik.
c. Tugas yang monoton dapat membosankan peserta didik.
d. Tugas yang banyak dan sering dapat membuat beban dan keluhan peserta didik.
e. Tugas kelompok dikerjakan oleh orang tertentu atau peserta didik yang rajin dan pintar.
Tugas Individu
Tugas individu adalah tugas yang diberikan oleh guru kepada siswa untuk dikerjakan secara individual. Tugas mandiri diberikan setelah guru menyampaikan suatu konsep atau materi. Hal ini dimaksudkan sebagai bahan kajian lanjut atas konsep yang telah diterima siswa.
Beberapa kelebihan tugas individu antara lain: a. Melatih siswa untuk dapat belajar sendiri.
c. Melatih siswa lebih percaya diri.
Beberapa kelemahan tugas individu antara lain:
a. Kadang siswa hanya menyalin pekerjaan temannya.
b. Memberi tugas bagi siswa yang kurang mampu dapat menghambat belajarnya.
c. Bagi siswa yang kurang mampu, bila sering tidak dapat mengerjakan tugas bisa menyebabkan siswa malu dan rendah diri.
Tugas Kelompok
Tugas kelompok adalah tugas yang diberikan pada siswa untuk dipertanggungjawabkan secara kelompok. Tugas kelompok dapat mengatasi perbedaan individual dengan cara eksperimen. Pemberian tugas kelompok lebih komunikatif pada proses belajar.
Sebagian siswa ada yang lebih mudah belajar dengan teman sebayanya dibandingkan dijelaskan guru. Mereka lebih terbuka dan representatif, sehingga diharapkan proses belajar akan lebih baik. Siswa yang kurang tuntas belajarnya dapat belajar dari siswa yang sudah tuntas belajarnya. Siswa yang sudah tuntas belajarnya akan semakin luas pemahaman materinya. Dengan demikian prestasi belajar dapat ditingkatkan.
Beberapa kelebihan pemberian tugas kelompok antara lain: a. Melatih siswa untuk bereksperimen.
b. Melatih siswa bekerja sama.
c. Memberi kesempatan pada siswa yang kurang paham untuk belajar kepada siswa yang lebih paham.
Beberapa kekurangan pemberian tugas kelompok antara lain: a. Kadang tugas hanya dikerjakan oleh seorang siswa.
b. Bagi siswa yang kurang mampu dan tidak memanfaatkan kesempatan belajar kepada temannya semakin tidak mengerti.
(Mulyani dan Johar, 2001: 128-132)
Kemampuan Kognitif Siswa
Adanya suatu penilaian merupakan salah satu bagian dari kegiatan atau usaha. Melalui kegiatan ini, kita dapat mengetahui sejauh mana hasil dari suatu
kegiatan. Dalam proses pembelajaran di sekolah, hasil yang didapat biasanya disebut dengan kemampuan kognitif yaitu hasil yang dicapai oleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Hal ini akan memberikan masukan bagi guru untuk mengetahui seberapa banyak siswa mampu menguasai materi yang diterima selama proses pembelajaran tersebut berlangsung.
Berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar dapat dilihat dari kemampuan kognitifnya. Menurut Bloom dalam Nana Sudjana (1995:22), hasil belajar dibagi menjadi tiga ranah, yaitu “...ranah kognitif, afektif, dan ranah psikomotorik”.
“Kemampuan kognitif adalah kemampuan yang mengatur cara belajar dan berpikir seeorang di dalam arti yang seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah”. (Rini Budiharti, 1998:18). Kemampuan kognitif Fisika merupakan hasil yang telah dicapai seorang siswa setelah mengikuti proses belajar Fisika. Belajar yang diperoleh siswa biasanya berupa nilai mata pelajaran Fisika.
Kemampuan kognitif mencakup tiga aspek penilaian yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik. Berikut akan dijelaskan aspek kognitif sebagai kemampuan kognitif siswa.
Kognitif adalah sesuatu yang berhubungan dengan atau melibatkan suatu kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan, dan sebagainya) atau usaha mengenai sesuatu melalui pengalaman sendiri, juga suatu proses pengenalan dan penafsiran lingkungan oleh seseorang serta hasil perolehan pengetahuan.
Cara penalaran atau kognitif seseorang terhadap suatu objek selalu berbeda-beda dengan orang lain. Artinya objek penalaran yang sama mungkin akan mendapat penalaran yang berbeda dari dua orang atau lebih. Jadi, karena berbeda dalam penalaran, berbeda pula dalam kepribadian, maka terjadilah perbedaan individu.
Menurut Benjamin Bloom dalam Dimyati dan Mudjiono (1999:26-27), komponen kognitif meliputi:
1) Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan
dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode.
2) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari.
3) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.
4) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.
5) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.
6) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal beradasarkan kriteria tertentu.
Kategori-kategori ini disusun secara hirarkis, sehingga menjadi taraf-taraf yang semakin menjadi bersifat kompleks, mulai dari yang pertama sampai dengan yang terakhir.
Pemantulan Cahaya Cahaya merambat lurus ke segala arah
Cahaya adalah gelombang elektromagnetik yang dapat merambat dalam ruang hampa udara dengan kecepatan rambat cahaya 3 x 108 m/s. Beberapa contoh peristiwa sehari-hari yang menunjukkan adanya cahaya merambat antara lain sebagai berikut :
1) Pada malam hari yang gelap, cahaya dari lampu senter merambat lurus. 2) Sinar matahari merambat lurus ke dalam rumah melalui genting kaca
atau celah sempit.
3) Berkas sinar pada proyektor film merambat lurus. Benda gelap terdiri atas beberapa jenis sebagai berikut : 1) Benda gelap yang dapat meneruskan seluruh cahaya. 2) Benda gelap yang dapat meneruskan sebagian cahaya. 3) Benda gelap yang sama sekali tidak meneruskan cahaya
Cahaya mempunyai beberapa sifat antara lain yaitu : merambat lurus, memiliki energi, dapat dibiaskan, dapat melentur, serta dapat berinterferensi.
Jika cahaya yang sedang merambat terhalang oleh suatu benda, maka ruangan di belakang benda tersebut gelap sehingga terjadi bayang – bayang benda. Terbentuknya bayang – bayang tersebut merupakan bukti bahwa cahaya merambat lurus. Bayangan yang terbentuk ada dua macam, yaitu bayang – bayang gelap (umbra) dan bayang – bayang kabur (penumbra). Jadi, bayang – bayang benda terjadi karena cahaya merambat lurus dan cahaya tidak dapat menembus benda itu. Sebagai contoh adalah proses terjadinya gerhana bulan atau matahari.
(b)
Gambar 2.2 Proses Terbentuknya Bayang - bayang Umbra dan Penumbra Pemantulan cahaya
Perambatan cahaya apabila mengenai permukaan benda, sebagian cahaya akan dipantulkan. Sisanya diserap oleh benda atau jika benda tersebut transparan seperti kaca atau air, sebagian diteruskan. Pemantulan cahaya terjadi menurut hukum pemantulan cahaya.
Hukum pemantulan cahaya
1) Sinar datang, garis normal, dan sinar pantul terletak dalam satu bidang.