BAB II PENGERTIAN METODE PEMBELAJARAN
2.1 Pengertian Metode Pembelajaran
Metode berasal dari bahasa Yunani methodos yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Pengetahuan tentang metode-metode mengajar sangat diperlukan oleh para pendidik, sebab berhasil atau tidaknya siswa belajar sangat bergantung pada tepat atau tidaknya metode mengajar yang digunakan oleh guru (Hamilik, 2001:1).
Sedangkan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik (Wikipedia.org/wiki/ pembelajaran, 3 Februari 2013).
Dalam pembelajaran guru harus memahami materi pelajaran yang diajarkan sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru. Oleh
sebab itu diperlukan adanya teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas (Dewi, 2004:1).
Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam hal ini pembalajaran tidak terjadi seketika, melainkan sudah melalui tahapan rancangan. Proses pembelajaran aktifitasnya dalam bentuk interaksi belajar mengajar dalam suatu interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan, artinya interaksi yang telah dicanangkan untuk suatu tujuan tentunya setidaknya adalah pencapaian tujuan intruksional atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan pada satuan pelajaran. Kegiatan pembelajaran yang diprogamkan guru merupakan kegiatan integralistik antara pendidik dengan peserta didik. Kegiatan pembelajaran secara metodologis berakar dari pihak pendidik yaitu guru, dan kegiatan belajar secara pedagogis berakar dari pihak peserta didik (Dewi, 2004:1).
Para ahli psikologi umumnya sependapat, bahwa peserta didik mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh kongkret dan wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi dengan mengalami atau mempraktekannya sendiri. Dalam proses pendidikan dan pembelajaran pembangunan konsep semestinya tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan pananaman nilai-nilai ke dalam diri peserta didik. Proses pendidikan melibatkan banyak hal yaitu: (a) subjek yang dibimbing (peserta didik); (b) orang yang membimbing (pendidik); (c) interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif); (d) ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan); (e) pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (alat dan metode); (f)
cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode); (g) tempat dimana tempat bimbingan berlangsung yaitu lingkungan pendidikan (Hartoto, 2009:1).
Cepat lambatnya pesrta didik dalam belajar biola sangat erat kaitannya dengan metode yang dipakai karena berpengaruh dengan cocok apa tidaknya metode itu diterapkan. Suatu metode mempunyai cara-cara yang berbeda dengan metode yang lain sehingga harus melihat lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat. Oleh karena itu salah satu yang bertanggung jawab dalam pendidikan adalah guru.
2.1.1 Psikologi Pendidikan
Psikologi sebagai ilmu pengetahuan mengenai pikiran dan perilaku kemudian menjadi suatu pengertian yang dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana tepatnya lingkungan sensori (pendidikan musik langsung maupun tidak langsung) dapat menghasilkan peningkatan perkembangan otak serta memperkaya hidup manusia. Radocy dan Boyle pada tahun 1997 menjelaskan bahwa semua jaringan saraf termasuk sensori, motor, dan koneksi antar saraf dan sebagian besar saraf otak adalah saling berhubungan, serta merupakan bagian dari hubungan jaringan komputer raksasa. Belajar harus meliputi peningkatan pemahaman dan efisiensi komunikasi sejumlah unit fungsi saraf (Djohan, 2003:24).
Psikologi pendidikan sendiri adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi
pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar (Supriadi, 2006:1).
Konsentrasi pada persoalan belajar yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini supaya mereka dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif (Supriadi, 2006:1).
Samuel Smith telah mengadakan studi mengenai 18 buku tentang psikologi pendidikan yang dipandang baik. Smith menggolong-golongkan persoalan yang dikupas oleh para ahli yang diselidikinya itu menjadi 16 macam, yaitu: 1. The science of educational psychology (ilmu psikologi pendidikan); 2. Heredity (turun-temurun), 3. Physical structure (struktur fisik), 4. Growth (perkembangan), 5. Behavior processes (proses perilaku), 6. Nature and scope of learning (sifat dan ruang lingkup pembelajaran), 7. Factors that condition learning (faktor kondisi belajar), 8. Law and theories of learning (hukum dan teori pembelajaran), 9. Measurement: Basic principles and definitions (prinsip dasar pengukuran dan definisi), 10. Transfer of training: subyect matter (mentransfer materi pelatihan), 11. Practical aspect of measurement (aspek praktis pengukuran), 12. Element of statistics (unsur statistik), 13. Mental hygiene (kesehatan mental), 14. Character
education (pendidikan karakter), 15. Psychology of secondary school subject (psikologi sekolah menengah subjek), dan 16. Psychology of elementary school subject (psikologi subjek SD) (Suryabrata, 2002: 2-3).
Dari enam belas poin di atas yang dapat digunakan dalam pembelajaran biola yaitu: struktur fisik, ruang lingkup pembelajaran, faktor kondisi belajar, materi pelatihan atau pembelajaran, dan kesehatan mental. Dalam pembelajaran biola struktur fisik (anatomi) sangat penting kaitannya dengan metode apa yang cocok digunakan, sedangkan ruang lingkup pembelajaran dan faktor kondisi belajar sangat penting kaitannya dengan keinginan dan kepuasan saat seseorang berlatih dan bermain.
Umumnya orang beranggapan bahwa pendidik adalah sosok yang memiliki sejumlah besar pengetahuan tertentu dan berkewajiban menyebarluaskannya kepada orang lain. Demikian juga subjek didik sering dipersepsikan sebagai sosok yang bertugas mengkonsumsi informasi-informasi dan pengetahuan yang disampaikan pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan yang mereka serap atau simpan semakin baik nilai yang mereka peroleh dan akan semakin besar pula pengakuan yang mereka dapatkan sebagai individu terdidik (Supriadi, 2006:1).
Anggapan-anggapan seperti ini mesti sudah berusia cukup tua, tidak dapat dipertahankan lagi. Fungsi pendidik memberikan informasi pengetahuan sebanyak-banyaknya kepada subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-ingat keseluruhan informasi itu semakin tidak relevan lagi. Mengmengingat-ingat bahwa pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas. Dengan kata lain pengetahuan-pengetahuan hanya bersifat sementara dan berubah-ubah,
tidak mutlak. Gugus pengetahuan yang dikuasai dan disebarluaskan saat ini secara relatif. Mungkin hanya berfungsi untuk saat ini dan tidak untuk lima hingga sepuluh tahun ke depan. Karena itu, tidak banyak artinya memberikan informasi pengetahuan kepada subjek didik apalagi bila hal itu terlepas dari konteks pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Namun demikian bukan berarti fungsi tradisi pendidik untuk menyebarkan informasi pengetahuan harus dipupuskan sama sekali. Fungsi ini perlu dipertahankan, tetapi harus dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial yang lebih luas, yaitu membantu subjek didik untuk memadukan informasi-informasi yang terpecah-pecah dan tersebar ke dalam satu falsafah yang utuh. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa menjadi seorang pendidik dewasa ini berarti juga menjadi “penengah” di dalam perjumpaan antara subjek didik dengan himpunan informasi faktual yang setiap hari mengepung kehidupan mereka (Supriadi, 2006: 1).
Seorang pendidik harus mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh subjek didik. Dengan perolehan informasi pengetahuan tersebut, pendidik membantu subjek didik untuk mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia sekitarnya. Pada momentum inilah tindakan belajar dalam pengertian yang sesungguhya terjadi, yakni ketika subjek didik belajar mengkaji kemampuannya secara realistis dan menerapkannya untuk mencapai kebutuhan-kebutuhannya (Supriadi, 2006:1).
Deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu tindakan belajar dikatakan berhasil apabila subjek didik telah mengembangkan kemampuannya
sendiri. Lebih jauh lagi bila subjek didik berhasil menemukan dirinya sendiri menjadi dirinya sendiri. Faure pada tahun 1972 menyebutnya sebagai “learning to be” (Supriadi, 2006:1).
Tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya tindakan belajar secara efektif. Kondisi yang kondusif itu tentu lebih dari sekedar memberikan penjelasan tentang hal-hal yang termuat di dalam buku teks, melainkan mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membantu subjek didik dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan (Supriadi, 2006:1).
Bagi beberapa pserta didik, belajar memainkan alat musik berarti mempelajari sebuah repertoar yang telah tertulis untuk sebuah alat musik. Kebanyakan pendidikan menggunakan orientasi visual untuk memperkenalkan lagu baru yang dimainkan dengan membaca dan berlatih beberapa sesi yang biasanya dalam rangka mempersiapkan sebuah konser atau menjelang ujian. Pada kasus seorang pemain musik yang sudah ahli dan mencapai tingkat tinggi, yang familiar dengan notasi sebagai hasil dari berbagai jenis latihan, sangat memungkinkan baginya untuk mendalami musik dan mempertunjukannya melalui memori tanpa bantuan notasi musik. Esensi dari pendekatan ini adalah orientasi visual dimana seorang musisi belajar memainkan musik dengan cara membaca dan belajar notasi musik (Djohan, 2003:177-178).
Fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator, dan fasilitator dapat dilakukan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bagian, yaitu:
2.1.1.1 Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor metode pembelajaran, faktor lingkungan, dan faktor kondisi individual peserta didik. metode pembelajaran menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai peserta didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian metode pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik, juga melakukan gradasi materi pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompleks.
Faktor lingkungan yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula belajar pada pagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal. Dalam bermain musik seseorang harus fokus dan konsentrasi dengan apa yang dia pelajarinya, karena tidak mungkin seseorang bermain musik dengan kondisi lingkungan yang tidak mendukung.
Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar (Supriadi, 2006: 2).
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar jumlahnya banyak dan masing-masingnya tidak dapat dibahas terpisah. Perilaku individu termasuk perilaku belajar yang merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
2.1.1.2 Perhatian
Peserta didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksploitasi2 sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu (Supriadi, 2006:2). Seperti menyediakan materi pembelajaran yang sesuai dengan peserta didik (metode), seperti memberikan perhatian lebih ketika seorang peserta didik bosan atau kesulitan dalam suatu teknik atau lagu.
2.1.1.3 Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan, dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang baik masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran (Supriadi, 2006:2).
2
Seseorang belajar musik penglihatan dan pendengaran adalah dua hal yang tidak dapat terpisahkan. Penglihatan digunakan untuk belajar dan membaca notasi sedangkan pendengaran sangat penting untuk membedakan benar atau tidaknya nada (intonasi).
2.1.1.3 Ingatan
Secara teoretis, ada tiga aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yaitu: 1. menerima kesan, 2. menyimpan kesan, dan 3. mereproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah ingatan selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan, dan mereproduksi kesan. Kecakapan menerima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya. (Supriadi, 2006:2).
Pengembangan teknik pembelajaran juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk materi pembelajaran yang berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu, contoh yang menarik adalah mengingat tanda mula dalam tangga nada 1# G (gudeg), 2# D (djogja), 3# A (amat), 4# E (enak) dan sebagainya (Supriadi, 2006: 2).
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga, bahwa setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung
semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama (Supriadi, 2006:2).
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, peserta didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi peserta didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai (Supriadi, 2006:2).
2.1.1.5 Berpikir
Definisi yang paling umum dari berpikir adalah berkembangnya ide dan konsep di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam diri seseorang yang berupa pengertian-perngertian.
Kemampuan berpikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berpikir mereka, seperti dalam belajar biola untuk pemula diajarkan tangga nada A Mayor dan banyak dari
mereka bertanya dan bahkan mencari sendiri tangga nada yang lain seperti tangga nada D dan G. Pembelajaran seperti ini akan menghadirkan tantangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
2.2.1.6 Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik, tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar berlatih biola karena dia memang ingin lebih terampil dalam bermain biola (Supriadi, 2006:3).
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada peserta didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok peserta didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain. Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.3
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yaitu menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik. Melalui grafik ini,
3
setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya. Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain (Supriadi, 2006:3).