• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Model Pembelajaran

BAB II ( PEMBAHASAN)

D. Pengertian Model Pembelajaran

Seperti dikemukakan oleh Joyce dan Weil (1986) bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual dan menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasian pengalaman belajar. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pendidik dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Model mempunyai makna yang lebih luas dari strategi, metode, atau prosedur. Suatu model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi atau prosedur tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah:

1. Memiliki latar belakang rasional teoritis logis yang disusun oleh para pengembangnya,

2. Memiliki landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai,

3. Adanya aktivitas pendidik yang terstruktur dan diperlukan untuk melaksanakan model dengan berhasil, dan

4. Pengaturan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Model pembelajaran dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi yang penting, apakah yang dibicarakan adalah tentang mengajar di kelas, mobil, atau praktek menguasai keterampilan tertentu. Model pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajaran, dan berdasarkan sintaks atau pola urutan langkah-langkah pelaksanaannya serta sifat-sifat lingkungan belajarnya.

Beberapa Model Mengajar

Secara khusus Joyce & Weil (1972) telah mengklasifikasikan empat model mengajar yaitu:

a. Kelompok Model-Model Pengolahan Informasi

Model mengajar dalam kelompok ini bertolak dari prinsip-prinsip pengolahan informasi oleh manusia dengan memperkuat dorongan-dorongan internal (datang dari dalm diri) untuk memahami dunia dengan cara menggali dan mengorganisasikan data, merasakan adanya masalah dan mengupayakan jalan keluarnya serta mengembangkan bahasa untuk mengungkapkannya. Tugas guru dalam model ini adalah bagaimana meningkatkan kemampuan siswa dalam memproses informasi. Guru juga bertugas untuk menciptakan lingkungan/kondisi agar siswa mampu memiliki kemampuan berikut:

 Dapat menangkap stimulus dari lingkungannya,  Dapat merumuskan masalah,

 Dapat mengembangkan pemecahan masalah baik menggunakan lambing verbal maupun non-verbal.

Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah model: 1) Model pencapaian konsep (Concept Attainment)

Model ini dikembangkan dari karya Jerome Brunner, Jacqueline Goodnow dan George Austin yang berjudul A Study of Thinking.model ini dilandasi asumsi bahwa lingkungan itu banyak ragam dan isinya kita sebagai manusia mampu membeda-bedakan objek-objek dengan aspek-aspeknya. Dengan kata lain, kita menentukan kategori dan membentuk konsep-konsep.

23 Kategori ini memungkinkan kita untuk mengelompokkan objek-objek dengan perbedaan-perbedaan yang nyata berdasarkan karakteristik umum, serta mengurangi kerumitan lingkungan. Dalam pencapaian konsep, konsepnya sudah ada, sebaiknya pembentukan kategori-kategori baru.

2) Berpikir Induktif (Inductive Thingking)

Menurut Hilda Taba keterampilan berpikir harus diajarkan melalui strategi pengajaran yan kgusus didesain untuk menjadikan siswa terampil berpikir. Lebih jauh lagi strategi-strategi pengajaran itu harus digunakan berurutan (sequential) karena keterampilan berpikir yang satu dibangun diatas yang lain.

Tiga Strategi Pengajaran

Taba mengidentifikasikan adanya tiga tugas berpikir induktif kemudian membangun strategi pengajaran yang sesuai berurutan.

a) Pembentukan Konsep

Strategi ini dimaksudkan untuk mendorong siswa memperoleh sistem konseptual dalam memproses informasi. Pada fase pertama ini mereka diminta untuk mengelompokkan data, suatu keguatan yang menuntut mereka untuk mengubah atau memperluas kemampuannya untuk mengolah informasi. Dengan kata lain, mereka harus menbentuk konsep-konsep yang dapat digunakannya untuk melakukan pendekatan terhadap informasi baru yang dihadapinya.

Strategi kedua ini dibangun berdasarkan operasi mental yang disebutnya sebagai interpretasi dan generalisasinya. Strategi interpretasi data dibimbing oleh pertanyaan-pertanyaan guru yang terarah.

c) Generalisasi

Pada tahap ketiga membuat generalisasi atau konklusi. 3) Pemandu Awal (Advance organizers)

Model mengajar ini dikemukakan oleh David Ausubel dengan mencakup: pengorganisasian ilmu pengetahuan, kegiatan mental dalam memproses informasi baru dan bagaimana guru dapat mengaplikasikan gagasan tentang kurikulum dan belajar pada saat menjanjikan bahan pelajaran baru kepada siswa. Model ini membagi kegiatan atas tiga fase: Fase pertama terbagi lagi atas tiga kegiatan yaitu menjelaskan tujuan pelajaran, menjanjikan pemandu awal dan menimbulkan kesadaran siswa terhadap bahan yang relevan.

24 Tujuan pelajaran dimaksudkan untuk menarik minat siswa dan agar mereka berorientasi dengan tujuan yang akan dicapai.

Pada fase kedua, dengan ceramah, diskusi, film, percobaan atau bacaan, guru menyajikan materi pelajaran. Yaitu untuk mempertahankan perhatian siswa yang timbul pada fase pertama. Tujuan dari fase ketiga ialah menanamkan materi belajar yang baru pada struktur kognitif siswa.

4) Latihan Penelitian (Inquiry Training)

Model ini dikembangkan oleh Richard Suckman, mengajarkan kepada siswa suatu proses untuk mengkaji dan menjelaskan suatu fenomena yang tidak umum. Dengan modelnya, Suckman mengajak siswa menjelajahi suatu versi mini suatu prosedur yang (biasa) digunakan para ahli untuk mengorganisasikan pengetahuan dan menggeneralisasi prinsip-prinsip. Tujuan umum inquiry training adalah membantu siswa mengembangkan disiplin dan menterampilkan intelektual yang diperlukan untuk dapat mengajukan

pertanyaan dan mencari jawabannya berdasarkan rasa ingin tahunya. Inquiry training dimulai dengan menyajikan peristiwa yang mengandung teka-teki kepada siswa.

5) Model Memorisasi

Para ahli psikologis telah meneliti proses memorisasi. Salah satu hasilnya deperoleh data base untuk membangun model belajar yang dapat membantu memorisasi. Kemampuan mengingat merupakan landasan efektivitas intelektual. Kemampuan untuk menyerap informasi, mengintegrasikannya secara bermakna dan merupakan produk dari belajar memori yang berhasil. Yang terpenting ialah bahwa individu dapat memperbaiki kemampuannya untuk mengingat (memorine) materi sehingga dapat di-recall kemudian pada saat diperlukan. Itulah tujuan dari model ini.

Model pengajarannya mencapai empat fase. Fase pertama, mengenal materi dengna menggarisbawahi bagian yang penting, membuat daftar bagian yang penting. Fase kedua, membuat hubungan materi baru dengan kata-kata gambar dan gagasan. Fase ketiga, membuat hubungan-hubungan dengan cara-cara yang lucu kadang berlebihan. Fase keempat, latihan merecall materi.

6) Penelitian Ilmiah (Scientific Inquiry)

Esensi pendekatan ilmiah ialah untuk mengajar siswa dalan memproses informasi dengan menggunakan teknis yang sama dengan yang digunakan oleh ahli biologi, yaitu mengidentifikasi masalah dan menggunakan metode untuk memecahkannya.

25 Pendekatan ini menekankan konten dan proses dengan menggunakan beberapa teknis dalam mengajarkan sains sebagai inquiry.

Pengajaran ini melalui beberapa fase: Fase pertama, suatu area kajian disajikan kepada siswa tercakup metode yang digunakan. Fase kedua, masalahnya dibentuk dalam struktur, sehingga siswa dapat mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi, misalnya: interpretasi data, mengontrol eksperimen dan membuat kesimpulan. Fase ketiga, siswa diminta untuk mengatasi permasalahan, sehingga mereka dapat

mengidentifikasi kesulitan dalam inquiry. Fase keempat, siswa diminta untuk mengkaji cara atau langkah-langkah lain yang diperlukan. Model pengajaran ini menuntut terbentuknya suasana kelas yang kooperatif tapi disiplin ketat.

7) Pengembangna intelek (Developing Intellect)

Model ini berlandaskan pengkajian tahap perkembangan siswa yang dikemukakan Piaget mengenai metode klinis. Model belajar terdiri dari tiga fase: Fase pertama, pada siswa disajikan suatu situasi yang mengandung teka-teki yang sesuai dengan perkembangannya dan ada unsur-unsur yang sudah dikenalnya untuk memudahkan merespons. Fase kedua, repons siswa ditelaah untuk menentukan tahap perkembangan akalnya. “bagaimana pendapatmu?” “apa yang kamu lihat?”. Fase ketiga, adalah fase transfer, dengan tujuan untuk mengetahui apakah siswa memberikan respon yang sama kepada tugas yang sama.

b. Kelompok Model-Model Interaksi Sosial atau “Social Models”

Kelompok model ini menganggap bahwa mengajar pada hakekatnya sebagai hubungan sosial dan manusia yang pandai melakukan hubungan sosial itulah yang dapat membentuk “better society”. Model ini menekankan pentingnya individu untuk melakukan hubungan dengan orang lain. Kelompok model ini meliputi sejumlah model, seperti berikut:

1) Bermain Peran (Role Playing)

Dalam model bermain peran, siswa mengkaji masalah-masalah hubungan manusia dengan memerankan situasi-situasi masalah, kemudian mendiskusikannya. Siswa dapat mengkaji dan menjelajah perasaan, sikap, nilai dan strategi penyelesaian masalah.model ini mencoba menbantu individu untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial dan memecahkan dilema-dilema dengan bentuan kelompok sosial. Pada dimensi sosial medel ini memungkinkan individu untuk bekerja sama dalam menganalisis dituasi sosial.

26 2) Penelitian Yurisprudensial

Model ini bertujuan untuk membantu siswa belajar berfikir secara sistematis tentang isu-isu mutakhir. Secara esensial model ini merupakan pendidikan kewarganegaraan tingkat tinggi. Model ini didasarkan atas waktu atas suatu konsepsi tentang masyarakat bahwa terdapat perbedaan pandangan dan priorotsas serta kadang-kadang terda[at konflik nilai antara seorang degang yang lain. Inti model ini ialah menjajagi siswa melalui dialog yang sifatnya konfrontasional. Disamping itu ada kegiatan lain yang penting, seperti: membantu siswa merumuskan pendirian yang dipertahankannya dan membantunya pula memperbaiki posisi setelah berlangsungnya argumentasi.

3) Investigasi Kelompok

Kelas menyerupai masyarakat yang lebih besar; didalamnya ada aturan-aturan dan budaya kelas, siswanya memperhatikan kehidupan yang berkembang disana yaitu mengenai ketentuan-ketentuan dan harapan-harapan yang ditanamkan di kelasnya. Guru diharapkan untuk dapat menerapkan keteraturan di kelas. Model mengajar ini menerapkan pola kehidupan masyarakat. Masyarakat mempelajari segi akademis pengetahuan dan menerapkannya untuk mengamati permasalahan sosial.

4) Latihan Laboratorium

Pada model ini peserta dihadapkan pada situasi belajar yang tidak terstruktur. Dengan bantuan seorang fasilitator anggota kelompok berusaha untuk menciptakan tugas-tugas dan agenda yang bermakna bagi dirinya. Latihan laboratorium disebut juga dengan kelompok L, didalamnya mencakup pengalaman-pengalaman didaktik dan latihan-latihan yang terfokus. Kelompok ini terdiri atas sepuluh sampai dua belas orang yang mengguanakan waktu bersama antara delapan sampai empat puluh jam dalam situasi kelompok tatap muka.

5) Model Inquiry Studi Sosial

Byron Massials dan Benjamin Cox adalah perwakilan dari pelaksana pendekatan iquiry sosial yang diaplikasikan pada studi sosial. Pada model ini terdapat beberapa fase. Fase pertama, guru menyajikan dan menjelaskan yang mengandung teka-teki berkaitan dengan pernyataan sosial. Fase kedua, pengembangan hipotesis yang mengungkapkan sejelas mungkin penjelasan/jawaban terhadap permasalahan. Fase ketiga, hipotesis

dijelaskan dan disusun definisinya sehingga semua anggota kelompok dapat berkomunikasi tentang situasi masalah.

27 Fase keempat penjajagan hipotesis yaitu mengenai asumsinya, implikasinya dan validitasnya. Fase kelima, pengumpulan fakta dan evidensi untuk mendukung hipotesis. Fase keenam, pernyataan solusi terhadap masalah. Pada model ini kelas tidak terstruktur secara ketat.

c. Kelompok Model-Model Personal atau “Personal Model”

Model mengajar di dalam kelompok ini sangat mementingkan efek, pengiring (nurturant effect) sistem lingkungan belajar. Model ini menekankan pada pentingnya peningkatan kemampuan secara individual. Nilai seorang pendidik adalah mampu membentuk kekhasan khusus setiap individu. Yang termasuk kedalam kelompok ini adalah:

1) Pengajaran Tanpa Arahan (Non Directive Teaching)

Model ini berasumsi bahwa siswa mau bertanggungjawab tentang belajarnya, keberhasilannya bergantung kepada kamauan siswa dan guru untuk berbagi gagasan secara terbuka serta saling berkomunikasi secara jujur. Fokus model ini adalah memfasilitasi belajar. Tujuannya adalah membantu siswa untuk meningkatkan integrasi pribadi, meningkatkan efektivitas dan menilai dirinya secara realitas. Sejalan dengan itu model ini berasumsi harus menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dalam proses stimulasi mengkaji dan menilai persepsi yang baru. Siswa tidak hanya berubah, tetapi tujuan guru membantu mereka memahami kebutuhan dan nilai-nilainya sehingga mereka dapat mengarahkan secara efektif dalam pengambilan keputusan tentang pendidikan mereka sendiri. Guru berperan untuk menerima semua pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan.

2) Model Sinektiks (Synectics)

Inti dari model synectics adalah mengembangkan kreativitas yang didesain oleh William J.J.Gordon. Gordon meladasi synectics dalam empat gagasan yang menantang pandangan konvensional tentang kreativitas. Pertama, kreativitas penting dalam kegiatan

sehari-hari. Gordon menekankan kreativitas sebagai bagian dari kegiatan harian kehidupan senggang. Kedua, proses kreatif bukanlah hal misterius, tetapi dapat dijelaskan dan mungkin dan mungkin saja melatih orang-orang secara langsung untuk meningkatkan kreativitasnya. Ketiga, temuan kreatif ditandai oleh proses intelektual. Keempat, penemuan individu dan kelompok adalah melalui kreatif. Pada model inimemiliki dua strategi. Strategi pertama, menciptakan sesuatu yang baru, yaitu dibuat untuk melihat sesuatu yang sudah dikenal;

28 menjadi asing, membantu siswa untuk melihat hal-hal lama yang sudah dikenal yaitu masalah, gagasan dan produk, dengan pandangan baru yang kreatif. Strategi kedua, menjadikan sesuatu yang asing menjadi dikenal, bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang materi yang baru atau yang sulit.

3) Pelatihan Kesadaran (Awareness training)

Kesadaran menjadi salah satu oenghambat utama untuk pemenuhan dan kebahagiaan dalam beberapa hubungan interpersonal (dan dalam berbagai bidang lain) adalah ketidakmampuan seseorang menjadi sadar terhadap kebutuhan dan perasaannya sendiri. Schutz dan yang lainnya berpendapat bahwa sangat perlu bagi orang-orang untuk membebaskan perasaannya dari alat-alat psikologik. Kita perlu menjadi lebih berhubungan dengan perasaan kita, pengalaman sensasi kita, lebih lanjut kita harus sadar terhadap sesuatu yang kita rasakan.

Model pelatihan kesadaran beraneka ragam, ada yang dari seorang pemimpin ke orang lain, ada pula yang dari kelompok ke kelompok lain. Pelatihan kesadaran terutama didesain untuk membantu siswa lebih dapat merealisasikan dirinya dengna sepenuhnya. Tujuan utama pelatihan kepedulian untuk membuka berbagai kemungkinan pengembangan untuk meningkatkan kesadaran terhadap dunia dan ekmungkinan hubungan interpersonal dengan orang lain.

4) Model Pertemuan Kelas (Classroom Meeting)

Di dalam kelas rasa cinta membentuk rasa tanggungjawab sosial untuk membantu orang lain dan saling mempedulikan satu sama lain. Pertemuan kelas dimaksudkan untuk

mengembangkan kepedulian kelompok sosial, disiplin diri dan komitmen perilaku. Pertemuan dilakukan oleh guru dan siswa dalam suasana yang menyenangkan dan tidak terbatas, tidak terikat dengan berbagai diskusi masalah-masalah perilaku, masalh pribadi dan akademik atau berbagai isu kurikulum.

d. Kelompok Model-Model Sistem Perilaku atau “Behavioural System”

Bertolak dari psikologi behavioristic, model-model mengajar kelompok ini mementingkan penciptaan sistem lingkungan belajar yang memungkinkan manipulasi penguatan tingkah laku (reinforcement) secara efektif sehingga terbentuk pola tingkah laku yang dikehendaki. Model ini memusatkan pada perilaku yang terobsesi atau “overt behavior”, dan metode dan tugas yang diberikan dalam rangka mengkomunikasikan keberhasilan. Yang termasuk kedalam kelompok ini adalah model:

29 1) Control diri melalui beberapa metode operan: mengatur lingkungan kita sendiri

Lingkungan rumah sangat mempengaruhi kehidupan pelajar untuk belajar dirumah. Pada prinsip-prinsip mengkondisikan operan dikerapkan, diadakan control stimulus dan penguatan yang positif. Hasil dari pekerjaan tersebut adalah bahwa seseorang dapat menemukan caranya sendiri untuk menghargai dirinya sendiri. Model ini mencakup beberapa fase. Fase pertama instruktur memperkenalkan program kontrol diri, tujuannya agar siswa memahami bahwa control diri merupakan fungsi lingkungan dan karekternya yang permanen dan sulit dirubah, fase kedua, membentuk suatu baseline, instruktur bersama siswa mencari dan mengumpulkan data yang ditargetkan. Fase ketiga, memutuskan lingkungan rangsangan dan penguatannya, menentukan tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Fase keempat, siswa memulai program kontrol diri, dan dilakukan pertemuan dengan indtruktur secara periodic untuk menilai kemajuan yang dicapai. Peran instruktur dalam model ini ialah menyemangati siswa, terutama menghadapi kelemahannya, menyakinkan pula bahwa tujuan siswa itu realistis.

Pelatih sikap asertif menekankan pentingnya keterampilan untuk berbicara dari hati ke hati dan latihan untuk mampu bercakap-cakap yang akan memudahkan kontak sosial. Model latihan asertif ini merupakan alat yang kuat untuk memfasilitasi perubahan perilaku dan memperbaiki citra siri. Model latihan asertif menginterasikan sejumlah keterampilan asertif dasar dan penggunaannya dalam situasi yang lebih kompleks model ini mencakup lima fase. Fase pertama, mengidentifikasi yang ditargetkan. Siswa dan guru mendiskusikan situasi yang menimbulkan kesulitan mengungkap perasaan. Fase kedua, penyususan urutan/prioritas yang paling sering dihadapi dalam situasi tertentu, menjadi suatu daftar yang akan menjadi landasan bagi guru dan siswa untuk menentukan situasi dan perasaan yang akan dijadikan peusat perhatian/latihan. Fase ketiga, setelah dipilih situasinya siswa akan terlibat dalam latihan berperilaku/bermain peran. Fase keempat, dilakukan lagi bermain peran. Siswa mempraktekkan perilaku yang baru sebagai hasil latihan, mengamati berbagai tipe asertif. Fase kelima, siswa mentransfernya kepada situasi kehidupan yang nyata. Model latihan asrtif terjadi dalam diskusi dan sesion-sesion bermain peran yang dilakukan secara periodic dalam kurun waktu tertentu.

30 3) Belajar Tuntas (Mastery Learning)

Belajar tuntas ini adalah proses belajar mengajar yang bertujuan agar bahan ajaran dukuasai dengan tuntas, artinya dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Belajar tuntas ini merupakan strategi pengajaran yang diindividualisasikan dengna menggunakan pendekatan kelompok. Ciri-ciri belajar tuntas:

 Pengajaran didasarkan atas tujuan-tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu.

 Memperhatikan perbedaan individu, terutama dalam hal kemampuan dan kecepatan belajarnya.

 Evaluasi dilakukan secara kontinyu, agar guru maupun siswa dapat segera memperoleh balikan.

Adapun metode pengajarannya ialah sebagai berikut, langkah-langkah yang ditempuh meliputi:

 Menentukan tujuan intruksional

 Memberikan pengajaran secara klasikal  Menjabarkan materi pelajaran

 Kepada siswa yang belum mencapai tingkat penguasaan yang dituntut, diberikan pertolongan khusus

 Setelah semua siswa, paling sedikit hamper semua siswa mencapai tingkat penguasaan pada unit pelajaran yang bersangkutan, barulah gurumengajarkan pada unit yang selanjutnya

 Unit pelajaran berikunya diajarkan secara kelompok diakhiri dengan memberikan test formatif yang memerlukan, diberikan bantuan khusus

 Prosedur yang sama diikuti pula dengan/dalam mengajarkan unit-unit pelajaran yang lain sampai seluruh rangkaian selesai

 Setelah seluruh rangkaian unit pelajaran selesai siswa mengerjakan test yang mencakup seluruh rangkaian unit pelajaran. Test ini bersifat sumatif yang bertujuan mengevaluasi taraf keberhasilan masing-masing siswa.

31

Dokumen terkait