• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Motivasi dan Jenis-jenis Teori Motivasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

D. Pengertian Motivasi dan Jenis-jenis Teori Motivasi

Perilaku manusia ditimbulkan atau dimulai dengan adanya motivasi. Banyak psikolog-psikolog yang memakai istilah-istilah yang berbeda-beda dalam menyebut sesuatu yang menimbulkan perilaku tersebut. Ada yang menyebut sebagai motivasi (motivation) atau motif, kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dan dorongan (drive). Dalam hal ini akan digunakan istilah motivasi.

Menurut Nasution (2000: 191-192), motivasi diartikan sebagai alat pembangkit, penguat dan penggerak seseorang karyawan yang diarahkan untuk mencapai tujuan dan hasil. Karena tujuan dan hasil yang dicari karyawan inilah sebagai motivasi kerja. Tercapainya tujuan karyawan akan sekaligus mengurangi kebutuhan yang belum terpenuhi.

Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda. Hal ini

berbeda karena setiap anggota adalah “unik” secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula. Manajer organisasi perusahaan penting untuk mengetahui apa yang menjadi motivasi para karyawan dan bawahannya, sebab faktor ini akan menentukan jalannya organisasi dalam pencapaian tujuan (Sukanto & Handoko, 1997: 252).

Untuk dapat memberikan motivasi terhadap karyawan, pimpinan perusahaan perlu mengambil tindakan, antara lain:

a. Perhatian terhadap karyawan

Pemberian perhatian pimpinan perusahaan terhadap karyawan dapat mengurangi ketegangan kerja, meningkatkan kepercayaan diri dan memperbaiki sikap serta semangat kerja karyawan.

b. Umpan balik yang terus-menerus

Seorang manajer harus mengetahui posisi perusahaan dalam persaingan dengan perusahaan lain, citranya di kalangan konsumen serta apa yang terjadi pada produk atau jasa perusahaan di pasar. Jika hal tersebut diberitahu kepada karyawan, maka akan dapat mempengaruhi kehidupan kerja mereka atau akan dapat memotivasi karyawan untuk memperbaiki dan meningkatkan daya saing.

c. Perasaan saling membutuhkan

Sesuai dengan hubungan industrial Pancasila, karyawan adalah mitra kerja pengusaha. Hal ini perlu dikembangkan dalam perusahaan yang ingin mencapai tujuannya. Perusahaan mempekerjakan seorang

karyawan karena membutuhkan tenaga karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu. Sebaliknya karyawan memang membutuhkan perusahaan/ organisasi agar memperoleh pekerjaan atau penghasilan. Kalau hal ini bisa dikembangkan dalam sebuah perusahaan, sudah tentu karyawan termotivasi untuk bekerja tanpa perlu pengawasan yang ketat.

Terbinanya tindakan yang diambil oleh perusahaan/ organisasi seperti tersebut diatas belum menjamin karyawan termotivasi untuk bekerja secara baik tanpa adanya kepuasan kerja, karena tanpa kepuasan kerja motivasi tidak akan berkembang, dan cepat atau lambat karyawan tidak dapat diandalkan. Karyawan yang memperoleh kepuasan kerja dari pekerjaannya akan berusaha mempertahankan dan meningkatkan prestasi kerja yang tinggi, sekaligus tidak merasa bangga dengan gaji yang diterima, jaminan atau kondisi kerja lainnya (Nasution, 2000: 192-193).

Motivasi bisa ditimbulkan oleh faktor internal atau eksternal tergantung dari mana suatu kegiatan dimulai. Motivasi internal berasal dari diri pribadi seseorang dan akan dijelaskan oleh hirarki kebutuhan Maslow dan motif berprestasi McClelland. Motivasi eksternal sebenarnya dibangun diatas motivasi internal dan adanya dalam organisasi sangat tergantung pada anggapan-anggapan dan teknik-teknik yang dipakai oleh pimpinan perusahaan/ organisasi atau para manajer dalam memotivasi bawahannya. Teori McGregor dan Herzberg akan menjelaskan hal ini. Pendekatan Maslow dan McGregor serta para ahli lainnya nampaknya

berbeda, tetapi pandangan mereka sebenarnya saling melengkapi. a. Motivasi Internal

Kebutuhan dan keinginan yang ada dalam diri seseorang akan menimbulkan motivasi internalnya. Kekuatan ini akan mempengaruhi pikirannya, yang selanjutnya akan mengarahkan perilaku orang tersebut. Penggolongan motivasi internal yang dapat diterima secara umum belum mendapat kesepakatan para ahli. Namun demikian, psikolog-psikolog menyetujui bahwa motivasi dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu:

1) Motivasi fisiologis, yang merupakan motivasi alamiah (biologis), seperti rasa lapar, haus, dan seks.

2) Motivasi psikologis, yang dapat dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu:

a) Motivasi kasih sayang (Affectional Motivation)

Motivasi kasih sayang yaitu motivasi untuk menciptakan dan memelihara kehangatan, keharmonisan, dan kepuasan batiniah (emosional) dalam berhubungan dengan orang lain.

b) Motivasi mempertahankan diri (Ego – Defensive Motivation) Motivasi mempertahankan diri yaitu motivasi untuk melindungi kepribadian, menghindari luka fisik dan psikologis, menghindari untuk tidak ditertawakan dan kehilangan muka, mempertahankan prestise dan mendapat kebanggaan diri.

c) Motivasi memperkuat diri (Ego – Bolstering Motivation)

Motivasi memperkuat diri yaitu motivasi untuk mengembangkan kepribadian, berprestasi, menaikkan prestasi dan mendapatkan pengakuan orang lain, memuaskan diri dengan penguasaannya terhadap orang lain.

b. Motivasi Eksternal

Teori motivasi eksternal tidak mengabaikan teori motivasi internal, tetapi justru mengembangkannya. Teori motivasi eksternal menjelaskan kekuatan-kekuatan yang ada di dalam individu yang dipengaruhi faktor-faktor intern yang dikendalikan oleh manajer, yaitu meliputi suasana kerja seperti gaji, kondisi kerja, dan kebijaksanaan perusahaan, dan hubungan kerja seperti penghargaan, kenaikan pangkat dan tanggung jawab.

Manajer perlu mengenal motivasi eksternal untuk mendapatkan tanggapan yang positif dari karyawannya. Tanggapan yang positif ini menunjukkan bahwa bawahan-bawahannya sedang bekerja demi kemajuan perusahaan/ organisasi. Seorang manajer dapat mempergunakan motivasi eksternal yang positif ataupun negatif.

Motivasi positif memberikan penghargaan untuk pelaksanaan kerja yang baik. Motivasi negatif memperlakukan hukuman bila pelaksanaan kerja jelek. Keduanya dapat dipakai oleh manajer. Teori McGregor dan Herzberg akan membantu menjelaskan motivasi eksternal (Sukanto & Handoko, 1997: 253-254).

2. Jenis-Jenis Teori Motivasi

a. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow

Teori Maslow ini perlu dipandang sebagai pedoman umum bagi manajer, karena konsepnya relatif dan bukan merupakan penjelasan mutlak tentang semua perilaku manusia. Kebutuhan yang lebih tinggi akan mendorong manusia untuk mendapatkan kepuasan atas kebutuhan tersebut, setelah kebutuhan yang lebih rendah (sebelumnya) telah dipuaskan. Kelima kebutuhan dasar manusia yang membentuk hirarki kebutuhan Maslow, antara lain:

1) Kebutuhan Fisiologis (Physiological needs), yaitu kebutuhan seperti rasa lapar, haus, seks, perumahan, tidur dan sebagainya. 2) Kebutuhan keamanan (Safety needs), yaitu kebutuhan akan

keselamatan dan perlindungan dari bahaya, ancaman, dan perampasan ataupun pemecatan dari pekerjaan.

3) Kebutuhan Sosial (Social needs), yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan kepuasan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, kepuasan dan perasaan saling memiliki serta diterima dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan, persahabatan dan kasih sayang. 4) Kebutuhan Penghargaan (Esteem needs), yaitu kebutuhan akan

status atau kedudukan, kehormatan diri, reputasi dan prestasi. 5) Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self – actualization needs), yaitu

pengembangan diri, kreativitas, ekspresi diri dan melakukan apa yang paling cocok, serta menyelesaikan pekerjaannya sendiri. Dalam kelima tingkatan tersebut diatas, kebutuhan utama manusia berada pada tingkatan pertama, yaitu kebutuhan fisiologis. Setelah kebutuhan pertama ini terpenuhi atau terpuaskan, barulah menginjak pada kebutuhan kedua (lebih tinggi), yaitu kebutuhan akan keamanan. Kebutuhan ketiga baru dilaksanakan setelah kebutuhan kedua terpenuhi. Proses seperti ini berjalan terus sampai akhirnya terpenuhi kebutuhan kelima, yaitu kebutuhan aktualisasi diri (Sukanto & Handoko, 1997: 259-261).

b. Teori Clayton Alderfer

Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori yang dikemukakan Abraham Maslow dan menurut para ahli dianggap lebih mendekati keadaan yang sebenarnya. Teori Alderfer lebih dikenal dengan akronim “ERG”, yaitu:

E =Existence(kebutuhan akan keberadaan) R =Relatedness(kebutuhan akan afiliasi) G =Growth(kebutuhan akan kemajuan)

Jika makna ketiga istilah tersebut di dalami akan terlihat 2 hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hirarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “Relatedness” senada dengan hirarki ketiga dan keempat

menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna yang sama dengan “Self – actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak.

Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan terlihat bahwa:

1) Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya.

2) Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang “lebih rendah” telah dipuaskan.

3) Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar.

Tampaknya pandangan ini didasarkan pada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya pada hal-hal yang mungkin dicapainya (Siagian, 2002: 289-290).

c. Teori Herzberg (Motivator-Hygiene Theory)

Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi para karyawan adalah Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan teori “teori dua-faktor Herzberg”, yaitu faktor motivasi dan faktor pemeliharaan.

Menurut teori ini, yang dimaksud dengan faktor motivasi adalah hal-hal pendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dari dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri seseorang, misalnya dari organisasi, tetapi turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan kekaryaannya.

Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasi antara lain ialah prestasi, pengakuan, penghargaan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, promosi atau kenaikan pangkat. Sedangkan faktor-faktor pemeliharaan mencakup antara lain kebijaksanaan dan administrasi perusahaan/ organisasi, pengawasan, teknis, gaji, hubungan-hubungan antar-pribadi, penyelia (mandor), kondisi kerja. Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan kekaryaan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik (Siagian, 2002: 290-291).

Motivator-hygiene theory proposes that employees experience job satisfaction when they fulfill growth and esteem needs (called motivators), and they experience dissatisfaction when they have poor working conditions, job security, and other factors related lower order needs (called hygienes). Herzberg argued that only characteristics of

job itself will motivate employees, whereas the hygiene factors merely prevent dissatisfaction (McShane and Von Glinow, 2005: 186).

d. Teori Keadilan

Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dan imbalan yang diterima. Artinya apabila seorang karyawan mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, 2 kemungkinan dapat terjadi, yaitu:

1) Seseorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau

2) Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang karyawan biasanya menggunakan 4 hal sebagai pembanding, yaitu:

1) Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi diri pribadi seperti pendidikan, ketrampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya.

2) Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam perusahaan/ organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannya relative sama dengan yang bersangkutan sendiri.

3) Imbalan yang diterima oleh karyawan lain di perusahaan/ organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis.

4) Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para karyawan.

Pemeliharaan hubungan dengan karyawan dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para karyawan. Apabila sampai terjadi akan timbul berbagai dampak negatif bagi perusahaan/ organisasi seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaandalam penyelesaian tugas, seringnya para karyawan berbuat kesalahan dalam melakukan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan karyawan ke perusahaan/ organisasi lain (dalam Siagian, 2002: 291-292).

e. Teori Harapan

Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work and Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat dari suatu hasil yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu, dan jalan nampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat

terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya pun untuk berupaya akan menjadi rendah.

Di kalangan para ilmuwan dan praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para karyawan dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para karyawan tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya (dalam Siagian, 2002: 292-293).

f. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku

Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas dimuka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan sendiri. Berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.

Padahal dalam kehidupan perusahaan/ organisasional disadari dan diakui bahwa perilaku seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekuensi eksternal dari perilaku dan tindakannya. Artinya berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan bahkan pengubah perilaku.

Penting untuk memperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula (dalam Siagian, 2002: 293-294).

g. Teori Kaitan Imbalan dan Prestasi

Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan yang terus-menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakatan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengkaitkan imbalan dengan prestasi kerja seseorang. Menurut model ini, motivasi seorang karyawan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor-faktor internal adalah:

1) Persepsi seseorang mengenai diri sendiri. 2) Harga diri.

3) Harapan pribadi. 4) Kebutuhan. 5) Keinginan. 6) Kepuasan kerja.

7) Prestasi kerja yang dihasilkan.

Sedangkan faktor-faktor eksternal yang turut mempengaruhi motivasi seseorang antara lain:

1) Jenis dan sifat pekerjaan.

2) Kelompok kerja di mana seseorang bergabung. 3) Organisasi tempat bekerja.

4) Situasi lingkungan pada umumnya.

5) Sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.

Interaksi positif antara kedua kelompok faktor tesebut pada umumnya menghasilkan tingkat motivasi yang tinggi (dalam Siagian, 2002: 94).

Dokumen terkait