• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pengertian Pajak

mungkin ada suatu pajak. Setiap pajak yang dipungut oleh pemerintah e

2.2. Landasan Teori tian Pajak

Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan, sosial maupun ekonomi. Pajak telah dianggap sebagai salah satu kewajiban dalam bernegara, yaitu merupakan sarana untuk ikut berpartisipasi dalam membantu pelaksanaan tugas kenegaraan yang ditangani oleh pemerintah. Pajak merupakan gejala sosial dan hanya terdapat dalam suatu masyarakat. Tanpa adanya masyarakat, tidak

harus berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Masalah pajak adalah masalah masyarakat dan negara. Setiap orang pasti harus berurusan dengan pajak, dengan demikian setiap orang sebagai anggota masyarakat harus mengetahui segala permasalahan yang berhubungan dengan pajak, baik mengenai asas-asasnya, jenis atau macam-macam pajak yang berlaku dan tata cara pembayaran pajak serta hak dan kewajibannya.

Banyak para ahli atau pakar peneliti dalam bidang perpajakan yang memberikan batasan mengenai pengertian atau definisi pajak yang berbeda-beda mengenai pajak, namun demikian berbagai definisi tersebut mempunyai inti atau tujuan yang sama.

Menurut Soemitro R. (1992: 53), pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor pemerintah, berdasarkan peraturan-peraturan yang dapat dipaksakan dan mengurangi income anggota masyarakat tanpa memperoleh imbalan secara langsung, tetapi sebaliknya pajak merupakan income bagi masyarakat, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran masyarakat (negara).

Menurut Brotodiharjo (1995: 2), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pembangunan.

Menurut Achmad Tjahjono dan Muh. F. Husain, (1997:23), pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagaian dari pada keuangan ke kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum.

Menurut Suparmoko (2000: 94) dalam bukunya keuangan negara dalam teori dan praktek menyatakan bahwa pajak adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa balas jasa yang secara langsung dapat ditunjuk.

Menurut Liberty Pandiangan (2002: 19) pengertian pajak adalah pembayaran (pengalihan) sebagian harta kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan Undang-Undang, namun pembayarannya tidak mendapatkan suatu balas jasa secara langsung, untuk digunakan membiayai pengeluaran negara guna meningkatkan kualitas masyarakatnya.

Meskipun pendapat dari para ahli dalam mendefinisikan pajak berbeda, pada dasarnya definisi mengenai pajak dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Pajak yang dipungut oleh negara berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya.

b. Dalam pembayarannya pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah (tidak ada hubungan langsung antara pembayaran pajak dengan kontraprestasi individual). c. Pajak dipungut disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan

yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang.

d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pembayaran pemerintah, sehingga tujuan utama pajak sebagai sumber keuangan negara.

e. Pajak dipungut oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (Munawir, 1992: 4).

2.2.1.1.Jenis-Jenis Pajak

Pengelompokan pajak dapat didasarkan atas sifat-sifat tertentu yang terdapat dalam masing-masing pajak.

a. Pembagian berdasarkan golongan. 1) Pajak langsung

Adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan, contoh pajak penghasilan.

Adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain, sebagai contoh pajak pertambahan nilai. (Waluyo dan Wirawan, 2002: 11).

Berdasarkan dari pengertian jenis-jenis pajak dapat disimpulkan:

1) Pajak dapat dipungut oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah.

2) Pajak dapat ditarik atau dipungut secara langsung berdasarkan penetapan jumlah pajak yang harus dibayar.

3) Pajak dapat pula dipungut secara tidak langsung atau berkala. 4) Penarikan pajak harus dilihat dari keadaan wajib pajak 5) Pajak dapat digunakan berdasarkan sifatnya saja. b. Pembagian berdasarkan pemungutannya.

1) Pajak negara atau pajak pusat.

Adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang penyelenggaraan pemungutannya di daerah-daerah, dilakukan oleh kantor pelayanan pajak setempat dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya, misalnya: pajak penghasilan, pajak ekspor, dan pajak minyak bumi.

2) Pajak daerah.

Adalah pajak yang wewenang pemungutannya berada pada Pemerintah Daerah, baik tingkat Propinsi, Kabupaten dan Kotamadya yang hasil pemungutannya digunakan untuk pemungutan pembiayaan rumah tangga daerah, misalnya: pajak

kendaraan bermotor, pajak reklame, pajak tontonan, pajak radio dan bea balik nama. (Waluyo dan Wirawan, 2002: 11).

c. Pembagian berdasarkan sifatnya.

1) Pajak yang bersifat perorangan (subyektif)

Adalah pajak-pajak yang pemungutannya berpangkal pada diri orangnya (subyeknya), keadaan diri wajib pajak dapat mempengaruhi besar kecilnya jumlah pajak yang harus dibayar. Daya pikul dari wajib pajak diukur dengan memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contoh pajak pendapatan dan pajak kekayaan.

2) Pajak yang bersifat kebendaan (obyektif)

Adalah pajak-pajak yang pemungutannya berpangkal pada obyeknya dan pajak tersebut dipungut karena keadaan, perbuatan dan kejadian yang dilakukan atau terjadi dalam wilayah negara Indonesia dengan tidak mengindahkan kediaman atau sifat subyeknya. Contoh: Pajak Perseroan, Bea Materai, Pajak Rumah Tangga. (Waluyo dan Wirawan, 2002: 11).

2.2.1.2.Fungsi Pajak

Penarikan pajak yang dilakukan pemerintah pada dasarnya mempunyai dua fungsi pokok, yaitu:

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Contoh: dimasukannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri (sebagai kas negara).

b. Fungsi mengatur (reguler)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi, atau fungsi pengatur ini banyak ditujukan terhadap sektor swasta. Contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan. (Waluyo dan Wirawan, 2002: 8-9).

2.2.1.3.Tarif Pajak

Tarif pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai suatu kondisi keadilan atau tekanan yang sama bagi para wajib pajak, dalam pembayaran pajaknya. Tarif pajak yang berlaku dalam pemungutan pajak adalah sebagai berikut:

a. Tarif pajak sebanding atau proporsional.

Yaitu tarif pemungutan pajak dengan menggunakan persentase yang tetap (tidak berubah), berapapun jumlahnya yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, sudah barang tentu pajak yang dibayar selalu akan berubah sesuai dengan jumlah yang dikenakan pajak.

Yaitu tarif pemungutan pajak dengan menggunakan persentase yang semakin kecil dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak.

c. Tarif tetap.

Yaitu tarif pungutan pajak dengan jumlah uang yang sama untuk setiap jumlah, sehingga besarnya pajak uang terhutang tidak tergantung pada suatu jumlah (nilai obyek) yang dikenakan pajak, misalnya bea materai 1998 atas surat perjanjian adalah Rp. 2000,-

d. Tarif pajak meningkat atau progresif.

Yaitu tarif pemungutan pajak dengan persentase yang semakin tinggi dengan semakin besarnya jumlah yang dikenakan pajak. (Munawir, 1992: 13-16).

2.2.1.4.Prinsip Pajak

Dalam pengenaan pajak itu, prinsip-prinsip perpajakan yang paling terkenal adalah dikemukakan oleh Adam Smith, yang biasa disebut dengan “Smith Canons” yaitu:

a. Prinsip kesamaan atau keadilan (equality).

Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak dan sesuai dengan manfaat yang diterima.

b. Prinsip kepastian (certainty)

Artinya pengenaan pajak harus jelas, tegas, dan pasti. Peraturan pajak hendaknya dibuat sederhana sehingga mudah dimengerti oleh wajib pajak dan akan mempermudah administrasi pemerintah.

c. Prinsip kecocokan atau kelayakan (convenience)

Artinya bahwa pemungutan pajak hendaknya jangan sampai terlalu menekan wajib pajak, dengan kata lain harus disesuaikan dengan keadaan wajib pajak, sehingga pembayaran bisa dilakukan secara sukarela.

d. Prinsip ekonomi (economy).

Artinya secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipukul wajib pajak. (Waluyo dan Wirawan, 2002: 8-9). Satu lagi prinsip Smith’s Canons dalam prinsip perpajakan yaitu yang disebut prinsip ketetapan (adequate) artinya pajak hendaknya dipungut tetap pada waktunya dan jangan sampai mempersulit posisi anggaran belanja pemerintah. (Suparmoko, 2000: 97-98).

2.2.1.5.Faktor-faktor yang mempengaruhi pajak.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak, yaitu: a. Kurs Valas (Valuta Asing)

Tidak semua pengusaha dirugikan dengan naiknya tingkat kurs valas. Perusahaan agrobisnis, agroindustri atau perusahaan yang bergerak

dibidang hasil alam, yang memakai bahan baku dalam negeri untuk tujuan ekspor akan mengalami keuntungan karena naiknya tingkat kurs.

b. Keuntungan dalam penagihan.

Selama ini perusahaan yang melakukan pembukuan dengan dollar biasanya susah ditagih, tetapi dalam kondisi mereka untung berlebih karena tingkat kurs saat ini, penagihan menjadi mudah.

c. Pada saat APBN (Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara) disusun tingkat suku bunga yang semula diprediksi sebesar 30% pada kenyataannya mencapai 65%. Karena itulah penerimaan PPH (Pajak penghasilan) menjadi tinggi. (Anonim, 1999: 9-10).

2.2.2. Pajak Daerah 2.2.2.1.Pengertian Daerah

Dalam Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, yang dimaksud daerah otonom yaitu daerah. Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dimana daerah ini terbagi atas:

a. Wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam daerah propinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah kota yang bersifat otonom. b. Daerah propinsi berkedudukan juga sebagai wilayah administrasi.

2.2.2.2.Sumber-sumber Pendapatan Daerah

Sumber pendapat daerah dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: a. Pendapatan asli daerah sendiri, yang terdiri dari:

1) Hasil pajak daerah; 2) Hasil retribusi daerah;

3) Hasil perusahaan daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya, yang dipisahkan antara lain bagian laba, dividen, dan penjualan saham milik daerah;

4) Lain-lain pendapat asli daerah yang sah, antara lain hasil penjualan aset tetap daerah dan jasa giro.

b. Pendapatan yang berasal dari dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

c. Pinjaman daerah, yaitu semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau manfaat bernilai uang dari pihak lain, sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.

d. Lain-lain penerimaan yang sah, antara lain hibah atau penerimaan dari daerah propinsi atau daerah kabupaten/ kota lainnya, dana darurat, dan penerimaan lainnya. (Siahaan, 2005: 14).

2.2.2.3.Pengertian Pajak Daerah

Dalam Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

Sesuai dengan pembagian administratif daerah, maka pajak daerah dapat digolongkan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:

a. Pajak Propinsi

Macam atau jenisnya adalah:

1) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air;

2) Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air; 3) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor;

4) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.

b. Pajak kabupaten/ kota. Macam atau jenisnya adalah: 1) Pajak hotel;

2) Pajak restoran; 3) Pajak hiburan; 4) Pajak reklame;

5) Pajak penerangan jalan;

6) Pajak pengambilan bahan Galian Golongan C; 7) Pajak parkir.

2.2.2.4.Ruang Lingkup Pajak Daerah

Lapangan pajak daerah hanya terbatas pada lapangan pajak yang belum digunakan oleh negara (pusat). Misalnya, pajak atas pendapatan tidak boleh dipungut oleh daerah karena sudah dipungut negara. Sebaliknya, negara juga tidak boleh memungut pajak yang telah dipungut daerah.

Selain itu, terdapat ketentuan bahwa pajak dari daerah yang lebih rendah tingkatannya tidak boleh memasuki lapangan pajak dari daerah yang lebih tinggi tingkatannya.

2.2.2.5.Dasar Hukum Pajak Daerah

Wewenang daerah untuk memungut pajak dimuat dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, yang merupakan Undang-Undang Pokok Pemerintah Daerah yang paling akhir yang mengantikan beberapa Undang-Undang tentang hal yang sebelumnya dan kini sudah dicabut.

Sedangkan ketentuan pokok tentang pajak dan retribusi daerah ditetapkan dengan Undang-Undang yang kini berlaku menjadi dasar hukum pemungutan pajak daerah yaitu Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

2.2.3. Pajak Hiburan Sebagai Komponen Pajak Daerah.

Dokumen terkait