• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ahmad Susanto (2013: 19) menjelaskan bahwa, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Mohamad Surya, 2004: 7). Sedangkan Eveline Siregar dan Hartini Nara (2010: 13) memaparkan bahwa, pembelajaran merupakan usaha yang dilaksanakan secara sengaja, terarah, dan terencana, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan. Dari beberapa pengertian dari para ahli tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja terarah dan terencana, yang dilakukan individu tertentu untuk membantu siswa belajar dengan baik dan terarah.

C. Diagnosis Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Rumini dalam Irham dan Wiyani (2013:254) mengatakan bahwa, kesulitan belajar adalah suatu kondisi saat siswa mengalami hambatan-hambatan tertentu untuk mengikuti proses pembelajaran dan mencapai hasil belajar secara optimal. Orang yang mengalami hambatan dalam proses mencapai hasil belajar akan mendapatkan hasil dibawah semestinya (mulyadi,2010:6). Sedangkan Martini Jamaris (2014:3) memaparkan bahwa, kesulitan belajar atau

learning disability adalah suatu kelainan yang membuat individu yang

bersangkutan sulit melakukan kegiatan belajar secara efektif. Dari beberapa pengertian dari para ahli tersebut saya dapat menyimpulkan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana siswa mengalami hambatan-hambatan yang menyebabkan proses pembelajaran menjadi tidak optimal.

Faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar tidak mudah untuk ditetapkan karena faktor tersebut bersifat kompleks. M. Entang (1984:28) menjelaskan tentang faktor penyebab kesulitan belajar secara garis besar yaitu:

1. Faktor internal yaitu faktor yang berada dan terletak pada diri siswa itu sendiri. Hal ini antara lain mungkin disebabkan oleh:

a. Kelemahan mental, faktor kecerdasan, intelegensi, atau kecakapan/ bakat khusus tertentu yang dapat diketahui melalui tes tertentu.

b. Kelemahan fisik, panca indra, syaraf, kecacatan, karena sakit, dan sebagainya.

c. Gangguan yang bersifat emosional.

d. Sikap dan kebiasaan yang salah dalam mempelajari bahan pelajaran-pelajaran tertentu.

e. Belum memiliki pengetahuan dan kecakapan dasar yang dibutuhkan untuk memahami bahan lebih lanjut.

2. Faktor eksternal yaitu faktor yang datang dari luar yang menyebabkan timbulnya hambatan atau kesulitan. Faktor eksternal antara lain meliputi:

a. Situasi atau proses belajar mengajar yang tidak merangsang murid untuk aktif antisipasif (kurang kemungkinannya siswa belajar secara aktif โ€œstudent active learningโ€).

b. Sifat kurikulum yang kurang fleksibel

c. Ketidak seragaman pola dan standar administrasi. d. Beban studi yang terlampau berat.

e. Metode mengajar yang kurang memadai. f. Sering pindah sekolah.

h. Situasi rumah yang kurang mendorong untuk melakukan aktivitas belajar.

Diagnosis diartikan pula sebagai proses menentukan hakikat kelainan atau ketidakmampuan dengan ujian, dan melalui ujian tersebut dilakukan suatu penelitian yang hati-hati terhadap permasalahan yang dihadapi (Mohamad Surya, 2004: 7). Istilah diagnosis dalam dunia pendidikan diartikan sebagai sebuah proses untuk menentukan permasalahan yang dihadapi oleh individu melalui proses analisis data dari gejala-gejala yang tampak serta usaha untuk membantu memecahkan permasalahan tersebut dengan berbagai kemungkinan dan dengan jalan menganalisis faktor-faktor yang menjadi penyebab atau faktor penghambatnya. M. Entang (1984:10) mengatakan bahwa, diagnosis kesulitan belajar merupakan segala usaha yang dilakukan untuk memahami dan menetapkan jenis sifat kesulitan belajar, faktor-faktor yang menyebabkannya serta cara menetapkan kemungkinan-kemungkinan mengatasinya, baik secara pencegahan (preventif), secara penyembuhan (kuratif), maupun secara pengembangan (developmental) berdasarkan data dan informasi yang subjektif dan selengkap mungkin. Hampir sama dengan pendapat para ahli di atas, Sugihartono (2013:150) menjelaskan bahwa, diagnosis kesulitan belajar dapat diartikan sebagai proses menentukan masalah atau ketidakmampuan peserta didik dalam belajar dengan meneliti latar belakang penyebabnya dan dengan cara manganalisis gejala-gejala kesulitan atau hambatan belajar yang nampak. Dari beberapa pengertian dari para ahli tersebut saya dapat

menyimpulkan bahwa diagnosis kesulitan belajar adalah sustu proses atau upaya untuk memahami jenis dan penyebab kesulitan-kesulitan belajar dengan mengumpulkan data selengkap dan seobjektif mungkin, sehingga mendapatkan keputusan serta dapat mencari alternatif kermungkinan pemecahanya.

M. Entang (1984:19) memaparkan tentang, kegiatan diagnosis kesulitan belajar didasarkan pada prosedur dan langkah-langkah pokok sebagai berikut:

1. Identifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar

Beberapa langkah yang dapat ditempuh dalam mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan adalah sebagai berikut: a. Menandai siswa dalam satu kelas atau dalam satu kelompok yang

diperkirakan mengalami kesulitan belajar baik sifatnya umum maupun yang sifatnya khusus. Caranya ialah dengan jalan membandingkan posisi atau kedudukan siswa dalam kelompoknya atau dengan kriteria terkait ketuntasan penugasan yang telah ditetapkan sebelumnya.

b. Teknik yang dapat ditempuh bermacam-macam antara lain dengan jalan:

1) Meneliti nilai ujian yang tercantum dalam catatan akademik kemudian dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas (Penilaian Acuan Normal atau PAN) atau dengan kriteria

tingkat penugasan minimal kompetensi yang dituntut (Penilaian Acuan Patokan PAP).

2) Menganalisis hasil ujian dengan melihat tipe atau jenis kesalahan yang dilakukan siswa.

3) Observasi siswa pada saat proses belajar mengajar.

4) Memeriksa buku catatan pribadi yang ada pada petgas bimbingan.

5) Melaksanakan sosiometris untuk melihat hubungan sosial psikologis yang terdapat pada siswa.

2. Melokalisasi letaknya kesulitan

Setelah menemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, maka persoalan selanjutnya yang perlu kita telaah sebagai berikut:

a. Mendekati kesulitan belajar pada bidang studi tertentu dengan jalan membandingkan angka nilai prestasi individu yang bersangkutan dari semua mata pelajaran yang diikutinya.

b. Menentukan pada kawasan tujuan belajar dan bagian ruang lingkup manakah kesulitan terjadi. Pendekatan yang paling tepat yaitu menggunakan tes diagnostik. Namun dalam keadaan belum tersedia tes diagnostik yang khusus dipersiapkan, maka analisis masih tetap dapat dilangsungkan dengan menggunakan naskah jawaban ujuan tengah semester atau akhir semester.

c. Analisis terhadap catatan mengenai proses belajar. Hasil analisa empiris terhadap catatan keterlambatan, penyelesaian tugas atau soal, ketidakhadiran, kurang aktif dan partisipatif, kurang penyesuaian sosial, sudah cukup jelas menunjukan posisi dari kasus-kasus yang bersangkutan.

3. Lokalisasi jenis faktor dan sifat yang menyebabkan mereka mengalami berbagai kesulitan

Untuk mengetahui faktor penyebab kesulitan belajar dapat dipergunakan berbagai cara dan alat, baik yang dapat dibuat oleh guru maupun yang telah dikerjakan orang lain dan tersedia di sekolah. Mungkin juga data dapat diperoleh dengan bantuan orang atau lembaga lain yang mempunyai hubungan erat dengan kehidupan sekolah. Cara dan alat tersebut antara lain:

a. Tes kecerdasan. b. Tes bakat khusus.

c. Skala sikap baik yang sudah standar maupun yang sederhana dan bisa dibuat oleh guru.

d. Inventaris (Inventiry).

e. Wawancara dengan siswa yang bersangkutan.

f. Mengadakan observasi yang intensif baik di dalam maupun di luar kelas.

g. Wawancara dengan guru dan wali kelas dan dengan orang tua atau teman-temanya bila dipandang perlu.

4. Perkiraan kemungkinan bantuan

Setelah ditelaah tentang letak kesulitan yang dialami siswa, jenis dan sifat kesulitan dengan latar belakangnya, maka dapat diperkirakan:

a. Apakah siswa terseut masih mungkin ditolong untuk mengatasi kesulitanya atau tidak.

b. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang dialami siswa tersebut.

c. Kapan atau di mana pertolongan itu dapat diberikan. d. Siapa yang dapat memberikan pertolongan.

e. Bagaimana cara menolong siswa agar dapat dilaksanakan secara efektif.

f. Siapa sajakah yang perlu diikutsertakan dalam menolong siswa tersebut.

5. Penetapan kemungkinan cara mengatasinya

Pada langkah ini disusun satu rencana atau beberapa alternatif rencana yang dapat dilaksanakan untuk membantu mengatasi kesulitan yang dialami siswa tertentu. Rencana ini hendaknya berisi: a. Cara-cara yang harus ditempuh untuk menyembuhkan kesulitan

yang dialami siswa tersebut.

6. Tindak lanjut

Kegiatan tindak lanjut adalah kegiatan melakukan pengajaran remedial yang diperkirakan paling tepat dalam membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar. Tindak lanjut ini dapat berupa: a. Melaksanakan bantuan berupa melaksanakan pengajaran

remedial untuk mata pelajaran tertentu yang dilakukan oleh guru dan pihak lain yang dianggap dapat menciptakan suasana belajar siswa yang penuh motivasi.

b. Membagi tugas dan peranan orang-orang tertentu dalam memberikan bantuan kepada siswa.

c. Senantiasa check and re-check kemajuan siswa baik pemahaman mereka terhadap bantuan yang diberikan berupa bahan, maupun memeriksa tepat guna program remedial yang dilakukan untuk setiap saat diadakan revisi dan improvisasi.

d. Mentransfer atau mengirim siswa yang menurut perkiraan tidak mungkin lagi ditolong karena diluar kemampuan dan wewenang guru.

Pada penelitian ini kesulitan belajar dalam memahami materi operasi pecahan bentuk aljabar didasarkan pada kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa ketika mengerjakan tes awal. Hadar (1987) mengemukakan kategori kesalahan antara lain:

Kategori ini meliputi kesalahan-kesalahan yang dapat dihubungkan dengan ketidaksesuaian antara data yang diketahui dengan data yang dikutip oleh siswa.

Kategori ini meliputi kesalahan-kesalahan:

a. Menambahkan data yang tidak ada hubungannya dengan soal. b. Mengabaikan data penting yang diberikan.

c. Menguraikan syarat-syarat (dalam pembuktian, perhitungan) yang sebenarnya tidak dibutuhkan masalah.

d. Mengartikan informasi tidak sesuai dengan teksnya.

e. Mengganti syarat yang ditentukan dengan informasi yang tidak sesuai.

f. Menggunakan nilai suatu variabel untuk variabel lain. g. Salah menyalin soal.

2. Kesalahan menginterpretasikan bahasa

Kesalahan-kesalahan yang termasuk dalam kategori ini adalah: a. Mengubah bahasa sehari-hari ke dalam bentuk persamaan

matematika dengan arti yang berbeda.

b. Menuliskan simbol dari suatu konsep dengan simbol lain yang artinya berbeda.

c. Salah mengartikan grafik.

Kategori ini meliputi kesalahan-kesalahan dalam menarik kesimpulan dari suatu bentuk informasi yang diberikan atau kesimpulan sebelumnya.

4. Kesalahan menggunakan definisi atau teorema

Kesalahan ini merupakan penyimpangan dari prinsip, aturan, teorema, atau definisi pokok yang khas. Kesalahan yang termasuk dalam kategori ini adalah:

a. Menerapkan suatu teorema pada suatu kondisi yang tidak sesuai. b. Tidak teliti atau tidak tepat dalam mengutip definisi, rumus, atau

teorema.

5. Penyelesaian yang tidak diperiksa kembali

Kesalahan ini terjadi jika setiap langkah yang ditempuh oleh siswa benar, akan tetapi hasil akhir yang diberikan bukan penyelesaian dari soal tersebut.

6. Kesalahan teknis

Kesalahan yang termasuk dalam kategori ini adalah: a. Kesalahan penghitungan, contoh : 7 ร— 7 = 48

b. Kesalahan-kesalahan dalam memanipulasi simbol-simbol aljabar dasar, misalnya menulis ๐‘Ž โˆ’ 4. ๐‘ โˆ’ 4 sebagai pengganti dari (๐‘Ž โˆ’ 4)(๐‘ โˆ’ 4).

Pada penelitian ini, klasifikasi kesalahan yang diungkapkan oleh Hadar, digunakan sebagai acuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis

kesalahan siswa dalam mengerjakan soal operasi pecahan bentuk aljabar. D. Pengajaran Remedial

Pengajaran remedial merupakan langkah lanjutan dari kegiatan diagnosis kesulitan belajar. Sugihartono. (2013:170) menyebutkan bahwa, pengajaran remedial merupakan bentuk khusus pengajaran yang bertujuan untuk menyembuhkan atau memperbaiki proses pembelajaran yang menjadi penghambat atau yang dapat menimbulkan masalah atau kesulitan dalam belajar bagi siswa. Martini Jamaris (2013:61) pun menjelaskan bahwa, pengajaran remedial adalah salah satu bentuk pengajaran yang bertujuan untuk mengatasi kesulitan belajar yang dialami siswa yang mengalami kesulitan belajar. Pengajaran remedial adalah suatu bentuk khusus pengajaran yang bertujuan untuk memperbaiki sebagian atau seluruh kesulitan belajar yang dihadapi siswa (Mulyadi, 2010: 44). Perbaikan diarahkan untuk mencapai hasil belajar yang optimal sesuai dengan kemampuan masing-masing melalui perbaikan ke seluruh proses belajar mengajar dan keseluruhan pribadi siswa. Dari beberapa pengertian dari para ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran remedial sebagai suatu bentuk pembelajaran yang memusatkan perhatian pada perbaikan sebagian atau seluruh proses belajar mengajar dalam rangka mencapai hasil belajar yang optimal.

M. Entang (1984) mengatakan bahwa untuk melaksanakan pengajaran remedial harus mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

Kegiatan ini dimaksudkan agar kita memperoleh gambaran yang lebih definitif tentang seorang siswa dengan permasalahan yang dihadapinya, kelemahan yang dideritanya, letak kelemahanya, faktor utama penyebab kelemahan tersebut apakan masih bisa ditolong guru atau memerlukan bantuan orang lain, berapa lama bantuan harus diberikan, kapan, oleh siapa, dan sebagainya.

2. Alternatif tindakan

Jika telah menetapkan gambaran yang lengkap tentang siswa yang memerlukan bantuan, barulah direncanakan alternatif tindakan sesuai dengan karakteristik kesulitan yang dihadapinya. Alternatif tindakan dapat berupa:

a. Disuruh mengulangi bahan yang telah diberikan dengan memberikan petunjuk antara lain:

1) Tentang berbagai istilah yang harus dipahami yang terdapat dalam bacaan.

2) Menandai dan menunjukan bagian-bagian yang dianggap penting dan merupakan kelemahan bagi siswa yang bersangkutan.

3) Memberi dorongan dan semangat untuk belajar.

4) Menyediakan bahan lain yang bisa dibaca agar mempermudah pemahaman terhadap bahan yang sedang dipelajari.

5) Menyediakan waktu untuk berdiskusi dan menjawab pertanyaan siswa bila mendapatkan kesulitan.

b. Disuruh mencoba alternatif kegiatan lain yang setara dengan kegiatan belajar-mengajar yang sudah ditempuhnya dan mempunyai tujuan yang sama baik yang sifatnya instruksional maupun efek pengiring. Demikian pula hendaknya guru memberikan pengarahan tentang:

1) Kegiatan apa yang harus dilakukan siswa.

2) Bahan apa yang dapat menunjang kegiatan yang sedang dilakukan.

3) Bagian mana yang harus mendapat penekanan khusus.

4) Pertanyaan apa yang diajukan untuk lebih memusatkan perhatian terhadap inti masalah.

5) Cara yang sebaiknya untuk menguasai bahan tersebut, dan sebagainya.

c. Bila kesulitan belajar siswa yang bersangkutan bukan semata-mata kesulitan dalam belajar akan tetapi disebabkan juga karena hal lain seperti kesulitan belajar karena latar belakang sifat negatif terhadap guru pelajaran dan situasi belajar, kebiasaan belajar yang salah atau masalah lain dalam hubungan dengan orang tua, teman sebayanya dan sebagainya, maka:

1) Kepada siswa tersebut harus terlebih dahulu diberi pelayanan bimbingan dan penyuluhan yang bersifat psikoterapi. Layanan bimbingan ini bisa dalam bentuk pelayanan individu maupun bentuk kelompok. Tentu saja dalam hal ini tidak bisa seluruhnya

ditangani oleh guru bidang studi akan tetapi membutuhkan seorang psikiater atau ahli lainnya.

2) Jika masalah ini sudah dapat diatasi barulah dilaksanakan pengajaran remedial seperti butir a dan b.

3. Evaluasi pengajaran remedial

Pada akhir kegiatan pengajaran remedial hendaknya dilakukan evaluasi kembali sampai sejauh mana pengajaran remedial tersebut dapat meningkatkan prestasi siswa. Tujuan paling utama adalah dipenuhinya kriteria keberhasilan minimal yang diharapkan misalnya 75% taraf penguasaan. Bila ternyata masih belum berhasil maka hendaknya dilakukan diagnosis, prognosis, dan pengajaran remedial berikutnya, sehingga dengan demikian siklus ini akan berulang terus.

Sugihartono (2007:179-181) menjelaskan metode-metode pengajaran remedial yang sering digunakan antara lain:

a. Metode pemberian tugas

Metode ini dilaksanakan dengan cara memberikan tugas atau kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa yang mengalami kesulitan belajar. Jenis dan sifat tugas yang diberikan harus disesuaikan dengan jenis, sifat, dan latar belakang kesulitan belajar yang dialami siswa. Tugas dapat diberikan secara individual ataupun kelompok. Agar tugas yang diberikan kepada siswa benar-benar dapat memperbaiki kesulitan belajar, maka tugas tersebut harus dirancang secara baik dan terarah, ada petunjuk cara mengerjakan, ada patokan

penilaian pengerjaan tugas. Penilaian dilakukan secara cermat setelah tugas selesai, sehingga kemajuan yang dicapai oleh siswa dapat diketahui. Dengan metode pemberian tugas, siswa akan lebih memahami keadaan dirinya, dapat memperluas bahan yang dipelajari, dapat memperbaiki cara belajarnya.

b. Metode diskusi

Diskusi adalah suatu bentuk interaksi antar individu dalam kelompok untuk membahas suatu masalah. Diskusi digunakan dalam pengajaran remedial untuk memperbaiki kesulitan belajar dengan memanfaatkan interaksi antar individu dalam kelompok. Dalam kelompok itulah siswa saling membantu dalam mengenal dirinya, misalnya : mengetahui kesulitan yang dialami, memecahkan masalah, mengembangkan kerjasama antar pribadi, menimbulkan kepercayaan diri dan memupuk rasa tanggung jawab.

c. Metode tanya jawab

Tanya jawab dalam pengajaran remedial dilakukan dalam bentuk dialog antara guru dan siswa yang mengalami kesulitan belajar. Tanya jawab dilakukan secara individual maupun secara berkelompok dengan siswa. Dalam pelaksanaanya seorang guru berhadapan dengan sejumlah siswa yang mengalami kesulitan belajar dan satu atau dua siswa yang tidak mengalami kesulitan belajar untuk membantu memecahkan masalah. Suasana tanya jawab hendaknya diusahakan agar menyenangkan, terbuka, penuh

pemahaman, dan menggunakan tanya jawab yang bersifat terapuitik. d. Metode kerja kelompok

Kerja kelompok dalam pengajaran remedial diusahakan agar terjadi interaksi antara anggota dalam kelompok. Kelompok sebaiknya heterogen artinya dalam satu kelompok terdiri dari pria dan wanita, siswa yang tidak berkesulitan belajar dan siswa yang mengalami kesulitan belajar. Metode kerja kelompok ini dapat meningkatkan pemahaman diri masing-masing anggota, minat belajar, dan rasa tanggung jawab siswa.

e. Metode tutor sebaya

Tutor sebaya ialah siswa yang ditunjuk untuk membantu temanya atau siswa lainya yang mengalami kesulitan belajar. Siswa yang ditunjuk menjadi tutor sebaya harus memiliki kemampuan akademik atau penguasaan materi pelajaran dan memiliki keterampilan untuk membantu orang lain. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan siswa yang akan dijadikan tutor sebaya:

1) Mendapat persetujuan dari siswa yang mengalami program perbaikan, sehingga siswa tidak merasa takut atau enggan bertanya kepadanya.

2) Mempunyai prestasi akademik yang baik, kreatif, dan dapat menerangkan bahan perbaikan yang dibutuhkan oleh siswa yang mengikuti program perbaikan.

3) Tidak sombong, sabar, telaten, hubungan sosialnya bagus, tidak pelit, dan suka menolong sesama teman.

f. Metode pengajaran individual

Pengajaran individual dalam pengajaran remedial yaitu proses pembelajaran yang hanya melibatkan seorang guru dan seorang siswa yang mengalami kesulitan belajar. Metode ini sangat intensif karena pelayanan yang diberikan sesuai dengan kesulitan dan kemampuan siswa. Dengan demikian metode pengajaran individual, pelayanan pembelajarannya akan berbeda-beda di antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya. Pengajaran individual dalam pengajaran remedial bersifat penyembuh artinya memperbaiki cara belajar. Dengan mengulang bahan pelajaran yang telah diberikan atau latihan mengerjakan soal atau mungkin memberi materi baru.

Guru dituntut memiliki kemampuan membimbing, sabar, telaten, sikap menerima, memahami keadaan siswa, bertanggung jawab, dan mempunyai wawasan luas yang berkaitan dengan permasalahan belajar siswa. Di samping itu guru harus memiliki kemampuan untuk menciptakan suasana hubungan yang baik dengan siswa dalam pengajaran remedial.

Dokumen terkait