• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Pengertian Pendapatan dan Skema Mudharabah .1 Pengertian Pendapatan Syariah

Sebelum penulis menguraikan pendapatan syariah maka terlebih dahulu penulis akan menjelaskan tentang akuntansi syariah, karena keduanya mempunyai hubungan yang erat. Menurut Muhammad (2001 : 10) “akuntansi syariah adalah kegiatan melakukan penulisan secara benar atas segala transaksi yang pernah terjadi selama melakukan muamalah (transaksi)”.

Dari hal tersebut diatas dapat digunakan sebagai informasi untuk menentukan apa yang akan dilakukan oleh seseorang. Ada beberapa prinsip yang terkandung dalam pengertian diatas, yaitu :

a. Prinsip Pertanggungjawaban

Prinsip pertanggungjawaban (accountability) merupakan konsep yang tidak asing lagi dikalangan muslim. Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah. Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang proses pertanggunggajawaban manusia selalu pemegang amanah Allah dimuka bumi. Implikasi dalam bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanahkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait. Wujud pertanggungjawaban ini adalah dalam bentuk laporan.

46 b. Prinsip Keadilan

Prinsip keadilan tidak saja merupakan nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, tapi juga merupakan nailai yang inheren melekat dalam fitrah manusia. Dalam akuntansi kata adil secara sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi dilakukan oleh perusahaan dicatat dengan benar. Maka kata keadilan dalam konteks aplikasi akuntansi mengandung dua pengertian yaitu :

1. Kejujuran, yang merupakan faktor yang sangat dominan. Tanpa kejujuran informasi akuntansi yang disajikan akan menyesatkan dan merugikan masyarakat.

2. Kata adil merupakan sifat fundamental, yang berpijak pada nilai-nilai etika syariah dan moral mendorong untuk melakukan upaya-upaya dekonstruksi terhadap bangunan akuntansi.

c. Prinsip Kebenaran

Dalam akuntansi selalu dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran, dan pelaporan. Aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada nilai kebenaran dan kebenaran ini akan dapat menciptakan keadilan dalam mengakui, mengukur, dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi. Kebenaran Al-Qur’an tidak memperbolehkan untuk mencampur antara yang benar dan yang batil.

Menurut Muhammad (2001:204), pendapatan akuntansi syariah adalah kenaikan kotor dalam asset atau penurunan dalam liabilitas atau gabungan

keduanya selama periode yang dipilih oleh pernyataan pendapatan yang berakibat pada investasi yang halal, perdagangan, memberikan jasa, atau aktivitas lain yang bertujuan meraih keuntungan.

Investasi yang halal dimaksud di sini adalah investasi yang tidak melanggar syariah Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah. Jadi, bila kita pandang pendapatan dari sudut akuntansi syariah maka dapat kita lihat bahwa segala sesuatunya secara karakteristik operasional bank syariah selalu berdasarkan pada konsep yang mengacu pada kesatuan syariah.

2.3.2 Skema Mudharabah

Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibulmaal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Jika usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana. Menurut Mohammad Thohir (2009 : 110) Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu bagi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing). Bagi laba, dihitung dari pendapatan setelah dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah. Sedangkan bagi pendapatan, dihitung dari total pendapatan

48 Sumber : Ismail (2013 : 173)

pengelolaan mudharabah. Secara umum, aplikasi perbankan syariah dalam akad pembiayaan mudharabah dapat digambarkan dalam gambar berikut ini :

Gambar 2.1

Skema Pembiayaan Mudharabah Keterangan :

1. Bank syariah (shahibul maal) dan nasabah (mudharib) menandatangani akad pembiayaan mudharabah.

2. Bank syariah menyerahkan dana 100% dari kebutuhan proyek usaha. 3. Nasabah tidak menyerahkan dana sama sekali, namun melakukan

pengelolaan proyek yang dibiayai 100% oleh bank. Nasabah

(Mudharib)

Bank Syariah (Shahibul Maal) 1. Akad pembiayaan mudharabah

3. Modal 0%

Kerja Sama Usaha

% Nisbah bagi hasil 4. Pengelola usaha

5. Pendapatan

% Nisbah bagi hasil 2. Modal 100%

6. Modal (100%)

4. Pengelolaan proyek usaha dijalankan oleh mudharib. Bank syariah tidak ikut campur dalam manajemen perusahaan.

5. Hasil usaha dibagi sesuai dengan nisbah yang telah diperjanjikan dalam akad pembiayaan mudharabah.

6. Persentase tertentu menjadi hak bank syariah, dan sisanya diserahkan kepada nasabah. Semakin tinggi pendapatan yang diperoleh mudharib, maka akan semakin besar pendapatan yang diperoleh bank syariah dan mudharib.

2.4. Murabahah

2.4.1 Pengertian Murabahah

Murabahah adalah akad jual beli atas barang tertentu, di mana penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli kemudian menjual kepada pihak pembeli dengan mensyaratkan keuntungan yang diharapkan sesuai jumlah tertentu. Dalam akad ini, penjual menjual barangnya dengan meminta kelebihan atas harga beli dengan harga jual. Perbedaan antara harga beli dan harga jual barang disebut dengan margin keuntungan.

Dalam praktek bank syariah, bank merupakan penjual atas objek barang dan nasabah merupakan pembeli. Bank menyediakan barang yang dibutuhkan oleh nasabah dengan membeli barang dari supplier, kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi dibanding dengan harga beli yang dilakukan oleh bank syariah.

50 Menurut Muthaher (2012:58) murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah.

Pembayaran atas transaksi murabahah dapat dilakukan dengan cara membayar sekaligus pada saat jatuh tempo atau melakukan pembayaran angsuran selama jangka waktu yang disepakati.

Dalam hal pembayaran secara angsuran, pihak bank syariah mengakui hal itu sebagai piutang murabahah. Piutang murabahah adalah tagihan yang timbul dari transaksi jual beli berdasarkan akad murabahah secara angsuran. Selain itu, piutang murabahah juga dapat diklasifikasikan dalam kategori pinjaman yang diberikan dan piutang.

2.4.2 Syarat Murabahah

Di dalam murabahah terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi. Menurut Antonio (2001:102) syaratmurabahah adalah sebagai berikut :

1. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.

2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan. 3. Kontrak harus bebas riba.

4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.

5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

Secara prinsip, jika syarat dalam 1, 4 atau 5 tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan :

1. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya,

2. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual.

3. Membatalkan kontrak.

Jual beli secara murabahah di atas hanya untuk barang atau produk yang telah dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi dan berkontrak. Bila produk tersebut tidak dimiliki penjual, sistem yang digunakan adalah murabahah kepada pemesan pembelian (murabahah KPP). Hal ini dinamakan demikian karena si penjual semata-mata mengadakan barang untuk memenuhi kebutuhan si pembeli yang memesannya.

2.4.3 Skema Piutang Murabahah

Dalam pembiayaan murabahah, sekurang-kurangnya terdapat dua pihak yang melakukan transaksi jual beli, yaitu bank syariah sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli barang.

52 Gambar 2.2

Skema Piutang Murabahah

Keterangan :

1. Bank syariah dan nasabah melakukan negosiasi tentang rencana transaksi jual beli yang akan dilaksanakan. Poin negosiasi meliputi jenis barang yang akan dibeli, kualitas barang, dan harga jual.

2. Bank syariah melakukan akad jual beli dengan nasabah, di mana bank syariah sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Dalam akad jual beli ini, ditetapkan barang yang menjadi objek jual beli yang telah dipilih oleh nasabah, dan harga jual barang.

3. Atas dasar akad yang dilaksanakan antara bank syariah dan nasabah, maka bank syariah membeli barang dari supplier/penjual. Pembelian yang

Bank

Syariah Nasabah

1. Negosiasi & persyaratan 2. Akad jual beli

6. Bayar Supplier Penjual 3. Beli barang 5. Terima barang & dokumen 4. Kirim barang Sumber : Ismail (2013:139)

dilakukan oleh bank syariah ini sesuai dengan keinginan nasabah yang telah tertuang dalam akad.

4. Supplier mengirimkan barang kepada nasabah atas perintah bank syariah. 5. Nasabah menerima barang dari supplier dan menerima dokumen kepemilikan

barang tersebut.

6. Setelah menerima barang dan dokumen, maka nasabah melakukan

pembayaran. Pembayaran yang lazim dilakukan oleh nasabah ialah dengan cara angsuran.

Dokumen terkait