• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Tahap Bujukan (Persuasi)

2.7 Pengertian pengetahuan, sikap dan penerapan .1 Pengetahuan

Pengetahuan menurut Mardikanto (1993) berasal dari kata “tahu” yang diartikan sebagai pemahaman seseorang tentang sesuatu yang nilainya lebih baik dan bermanfaat bagi dirinya. Pengertian tahu dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi setiap ragam stimulus yang berbeda, memahami beragam konsep, pikiran bahkan cara pemecahan terhadap masalah tertentu, sehingga pengertian tahu tidak hanya sekedar mengemukakan/mengucapkan apa yang diketahui, tetapi sebaliknya dapat menggunakan pengetahuan dalam praktek dan tindakannya.

Pengetahuan adalah aktivitas atau kegiatan yang melihat penyelesaian sesuatu dengan baik dalam jenis, jumlah dan bentuk atau barang maupun dalam kegiatan informasi dan pengalaman-pengalaman yang diperoleh seseorang dari kegiatan yang dilakukannya, Wiriaatmadja (1990).

Pengetahuan seseorang dapat diperoleh setelah melakukan penginderaan melalui panca inderanya. Oleh karena itu tindakan yang dilakukan berdasarkan

pengetahuan akan langsung dirasakan manfaatnya dibandingkan dengan tindakan tanpa didasari pengetahuan. Hal ini sesuai pendapat Ray (1998) yang menyatakan bahwa pengetahuan terjadi pada saat atau unit pengambil keputusan lainnya, kontak dengan inovasi dan mendapatkan suatu fungsi inovasi tersebut. Jadi fungsi pengetahuan pada intinya bersifat kognitif atau sekedar mengetahui.

Wahyu (1986) berpendapat bahwa pengetahuan merupakan produk akhir dari kegiatan berpikir manusia, sedangkan Ahmadi (1991) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pengetahuan adalah kesan dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya yang berbeda sekali dengan kepercayaan, takhayul, dan penerangan-penerangan yang keliru.

Pemindahan pengetahuan merupakan titik berat pada proses belajar mengajar Suparta (2009). Selanjutnya Winkel (1986) yang dikutip oleh Suparta (2009) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman dan nilai-nilai sikap. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang berarti semakin tinggi juga pengetahuannya, sehingga dengan pengetahuan yang tinggi orang lebih tanggap terhadap keadaan sekitarnya (Ahmadi, 1991).

Menurut Soekanto (1985), pengetahuan adalah kesan dalam pikiran manusia sebagai hasil proses panca indera, selanjutnya disebutkan bahwa pengetahuan berbeda dengan buah pikiran (ideas), karena tidak semua buah pikiran merupakan pengetahuan. Pengetahuan itu bisa diperoleh dari pengalaman-pengalaman, baik dari pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain.

Pengetahuan merupakan aspek perilaku, yang terutama berhubungan dengan kemampuan mengingat materi yang dipelajari dan kemampuan mengembangkan intelegensia. Sehingga pengetahuan dikatakan sebagai kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat dari suatu yang telah dilakukan atau yang dipelajari (Soedijanto, 1987).

Pengetahuan petani sangat menunjang kelancaran dalam berkomunikasi dan mengadopsi teknologi baru. Supriyanto, 1978 (dalam Arthanu, 1985) mengatakan bahwa tingkat pengetahuan petani mempengaruhi dalam mengadopsi teknologi baru dan kelanggengannya dalam melaksanakan usahatani.

Pengetahuan dapat disimpulkan merupakan hasil pemahaman seseorang terhadap suatu obyek, yang diperoleh baik secara formal maupun non formal melalui pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain, sehingga mereka lebih terbebas dari keterbatasan dan subyektifitasnya. Dengan adanya pemahaman seseorang tentang suatu hal secara obyektif atau seseorang memiliki pengetahuan yang memadai terhadap suatu hal maka diharapkan dapat memberikan peran serta secara lebih optimal dalam kegiatan produksi sehingga dapat meningkatkan produktifitasnya terhadap hal tersebut, guna mewujudkan tujuan bersama.

2.7.2 Sikap

Manusia dilahirkan dengan sikap pandangan atau sikap perasaan tertentu, tetapi dibentuk sepanjang pengetahuannya. Peranan sikap dalam kehidupan manusia adalah relatif besar, sebab apabila sudah dibentuk dalam diri manusia, maka sikap manusia itu turut menentukan tingkah lakunya terhadap obyek tersebut. Adanya sikap ini menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap

obyeknya. Sebagaimana halnya dengan konsep lainnya, banyak para ahli memberikan definisi sikap dengan redaksi yang berbeda, tetapi pada prinsipnya ada unsur-unsur yang sama baik pada diri sendiri maupun luar diri sendiri. Keadaan ini mencakup penilaian positif atau negatif serta kesediaan untuk bereaksi terhadap situasi atau obyek tertentu dengan cara khas, sehingga dapat diramalkan. Disisi lain, sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak dengan cara konsisten terhadap situasi atau obyek tertentu (Depdikbud RI, 2000).

Walgito (2003) berpendapat bahwa sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai obyek, yang disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya. Di lain pihak, Dayakisni dan Hudaniah (2001) menyimpulkan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak, untuk bereaksi terhadap rangsangan, oleh karena itu manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang masih tertutup.

Pada hakekatnya sikap merupakan suatu interaksi dari berbagai komponen, dimana komponen-komponen tersebut menurut Allfort yang dikutip oleh Dayakisni dan Hudaniah (2001) ada tiga yaitu : (1) komponen kognitif, yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut; (2) komponen afektif, yaitu yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang

dimilikinya; (3) komponen konatif, yaitu kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya. Sikap yang ada pada diri seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal (faktor fisiologis dan psikologis) serta faktor eksternal dapat berwujud situasi yang dihadapi oleh individu, norma-norma yang ada dalam masyarakat (Walgito, 2003).

Soetarno (1994) menyebutkan bahwa sikap memiliki beberapa ciri. Ciri-ciri sikap tersebut adalah sebagai berikut : (1) sikap tidak dibawa seseorang sejak ia lahir, melainkan dibentuk sepanjang perkembangannya; (2) sikap dapat berubah-ubah, oleh karena itu sikap dapat dipelajari; (3) sikap tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berkaitan dengan suatu obyek; (4) obyek suatu sikap dapat tunggal atau majemuk; (5) sikap mengandung motivasi dan perasaan. pengetahuan mengenai suatu obyek tanpa disertai motivasi belum berarti sikap. Sikap merupakan proses sosialisasi, yaitu pembentuk sikap-sikap sosial pada seseorang karena adanya interaksi manusia atau individu (Mar’at, 1984). Seseorang bereaksi sesuai dengan rangsangan yang diterimanya. pada tahap persuasi, dari proses pengambilan keputusan inovasi seseorang membentuk sikap berkenan atau tidak berkenan terhadap inovasi. Sebelum orang mengenal suatu ide baru, ia tidak dapat membentuk sikap tertentu tehadap inovasi tersebut, (Rogers dan Shoemaker, 1971). Sikap ini merupakan masalah penting dalam menentukan corak atau warna dari tingkah laku atau perbuatan seseorang (Walgito, 2003).

Sikap adalah determinan perilaku, karena berkaitan dengan persepsi, kepribadian, dan motivasi. Sebuah sikap merupakan suatu keadaan sikap mental,

yang dipelajari dan diorganisasi menurut pengalaman, dan menyebabkan timbulnya pengaruh khusus atas reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-objek, dan situasi-situasi dengan siapa ia berhubungan (Winardi, 2004).

Definisi tentang sikap menimbulkan implikasi-implikasi (Azwar, 2003) yaitu : 1) sikap dipelajari, 2) sikap menentukan predisposisi seseorang terhadap aspek-aspek tertentu. 3) sikap memberikan landasan emosional dari hubungan- hubungan antar pribadi seseorang dan identifikasi dengan pihak lain. 4) sikap organisasi dan mereka erat sekali dengan inti kepribadian.

Ada dua tingkatan sikap terhadap inovasi yaitu : 1) sikap terhadap inovasi 2) sikap terhadap perubahan. Sikap terhadap inovasi adalah merupakan berkenan atau tidaknya seseorang. Percaya atau tidaknya seseorang terhadap inovasi khususnya dan sikap terhadap perubahan adalah umumnya menyangkut respon seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi yang dipengaruhi oleh hasil pengamatan dan pengalaman sebelumnya (Rogers dan Shoemaker, 1971).

2.7.3 Penerapan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian penerapan adalah perbuatan menerapkan. Sedangkan menurut beberapa ahli berpendapat bahwa, penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya.

Penerapan dapat berarti aplikasi atau implemntasi dari suatu metode. Salah satu contoh, yaitu penerapan metode penyuluhan secara langsung, mungkin saja

dari pembahasannya akan muncul ide-ide lain dari sasaran penyuluhan. Sebisa mungkin sasaran diajak mempraktekkan langsung di lapangan. kalaupun tidak bisa melakukan kegiatan praktik di luar ruangan, bisa saja dengan cara menyajikan sejumlah materi penyuluhan dan contohnya lewat media visual di dalam ruangan sehingga sasaran mudah menyerap materi penyuluhan dengan baik. Sebelum dilakukan penerapan sistem yang baru tentunya harus diawali dengan sosialisasi agar saasaran penyuluhan masyarakat tidak asing dengan apa yang harus diterapkan di lapangan.

Dokumen terkait