• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebelum memahami mengenai pengertian penyalahgunaan narkotika maka perlu terlebih dahulu dikemukakan apa yang dimaksud dengan narkotika untuk menghindari pembiasan makna mengenai penyalahgunaan narkotika.

Narkotika berasal dari bahasa Inggris “Narcotics” yang berarti obat bius dan memiliki kesamaan arti dengan kata “Narcosis” dalam bahasa Yunani yang berarti menidurkan atau membiuskan, maka secara umum narkotika dapat diartikan sebagai suatu zat yang dapat menimbulkan perubahan perasaan, suasana pengamatan/penglihatan karena zat tersebut mempengaruhi syaraf pusat.42

Namun ada juga pengertian yang lebih memfokuskan kepada pengaruh dari narkotika tersebut dengan merumuskannya sebagai sejenis zat apabila dipergunakan akan membawa efek pengaruh-pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai, yaitu:

a. mempengaruhi kesadaran

b. memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia berupa penenang, perangsang, halusinasi (pemakainya tidak mampu membedakan antara khayalan dan kenyataan, kehilangan kesadaran akan waktu dan tempat).

secara materiil, apakah ada alasan pembenar atau tidak, dan apakah perbuatan itu benar-benar bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Apabila perbuatannya secara materiil tidak bersifat melawan hukum, maka tidak dapat dikatakan ada tindak pidana dan oleh karena itu, tidak dapat dipidana. Dengan ketentuan demikian, terlihat disini adanya keseimbangan antara patokan formal ( melawan hukum formal/kepastian hukum ) dan patokan materiil ( melawan hukum materiil/nilai keadilan. Lihat Ibid hal.89

42

Kusno Adi, Kebijakan Kriminal dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika oleh Anak (Malang : UMM Press, 2009 ) hal.12

Beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia juga turut mencoba memberikan pengertian terhadap narkotika tersebut antara lain :

a. Menurut Verdoovende Middelen Ordonantie Staatblaad 1972 No.278 jo.No.536 yaitu “bahan-bahan yang terutama mempunyai efek kerja pembiusan, atau yang dapat menurunkan kesadaran. Di samping menurunkan kesadaran juga menimbulkan gejala-gejala fisik dan mental lainnya apabila dipakai secara terus- menerus dan liar dengan akibat antara lain terjadinya ketergantungan pada bahan- bahan tersebut”.

b. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 Narkotika adalah : 1) bahan-bahan yang disebut pada angka 2 sampai dengan angka 13;

2) garam-garam dan turunan-turunan dari Morfina dan Kokain

3) bahan lain, baik alamiah, sintetis maupun semi sintetis yang belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti Morfina atau Kokaina yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan sebagai narkotika, apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat ketergantungan yang meninggikan seperti Morfina atau Kokaina;

4) campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan yang tersebut dalam huruf a, b, dan c.

c. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, narkotika adalah Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetisyang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam Undang- undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan KeputusanMenteri Kesehatan. Dalam Undang-Undang tersebut narkotika dibagi ke dalam tiga golongan yaitu : 1) Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

2) Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

3) Golongan III adalah narkotika yang khasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

d. Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Narkotika adalah Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanamanatau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis,yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahankesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampaimenghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkanketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongansebagaimana terlampir dalam Undang-Undangini. Adapun

dasar pembagian golongan-golongan tersebut menurut penjelasan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah :

1) Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

2) Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

3) Golongan III adalah narkotika yang khasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ini terdapat hal baru terkait pengertian narkotika karena pengertian narkotika dalam Undang- Undang tersebut mencakup psikotropika Golongan I dan Golongan II yang dulunya terlampir dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.43

Hal tersebut dapat dilihat dari Pasal 153 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang menyatakan :

Dengan berlakunya Undang-Undang ini:

a) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor3698); dan;

43

AR Sujono, Bony Daniel, Komentar dan Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Jakarta : Sinar Grafika, 2011 ) hal.67

b)Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I danGolongan II sebagaimana tercantum dalam LampiranUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor3671) yang telah dipindahkan menjadi Narkotika GolonganI menurut Undang-Undang ini,dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Sementara dari sudut pandang farmakologis medis, narkotika adalah obat yang dapat menghilngkan (terutama) rasa nyeri yang berasal dari daerah visceral dan yang dapat menibulkan efek stupor ( bengong, masih sadar teteapi harus digertak ) serta adiksi.44

Maka berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa narkotika merupakan zat atau obat yang jika digunakan dapat menimbulkan efek :

a. Depresant yaitu mengendurkan atau mengurangi aktivitas atau kegiatan susunan syaraf pusat, sehingga dipergunakan untuk menenangkan syaraf seseorang untuk dapat tidur.

b. Stimulant yaitu meningkatkan keaktifan susunan syaraf pusat, sehingga merangsang dan meningkatkan kemampuan fisik seseorang.

c. Halusinogen yaitu menimbulkan perasaan-perasaan yang tidak riil atau khayalan- khayalan yang menyenangkan.

d. Adiktif/kecanduan

e. Kerusakan organ tubuh manusia akibat penggunaan yang berlebihan.

44

Hari Sasangka, Narkotika dan psikotropika dalam Hukum Pidana untuk mahasiswa dan praktii serta penyuluh masalah narkoba (Bandung : Mandar Maju, 2003) hal.35

Setelah memahami mengenai pengertian narkotika maka selanjutnya barulah akan dikemukakan mengenai pengertian penyalahgunaan narkotika. Penyalahgunaan narkotika terjadi melalui sebuah proses. Diawali dari tahapan coba-coba ( experimental use ) kemudian ke tahap memaki narkotika untuk senang-senang lalu apabila tidak berhenti akan memasuki tingkatan pemakaian situasional yaitu memakai narkotika dalam keadaaan tertentu seperti tegang, kecewa, sedih dan lain sebagainya dan pada akhirnya memasuki tahap penyalahgunaan narkotika karena ketergantugan.45

Secara umum pengertian mengenai penyalahgunaan narkotika dapat digolongkan yaitu :

a. Menurut kaidah bahasa, Penyalahgunaan berarti proses, cara, perbuatan menyalahgunakan; penyelewengan.46 Sedangkan menyalahgunakan berarti melakukan sesuatu tidak sebagaimana mestinya, menyelewengkan.47

b. Menurut beberapa peraturan perundang-undangan :

Dengan demikian penyalahgunaan narkotika adalah proses atau cara menggunakan narkotika dengan tidak sebagaimana mestinya/fungsinya atau dapat dikatakan penyelewengan narkotika.

1) Menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 Penyalahguna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa

45

AR Sujono, Bony Daniel, Op.Cit hal.6. 46

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal.983

47

sepengetahuan dan pengawasan dokter dengan demikian penyalahgunaan narkotika adalah penggunaan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter.

2) Menurut Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009: “Penyalahguna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum.”

Dengan demikian penyalahgunaan narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dapat diartikan sebagai perbuatan menggunakan narkotika secara tanpa hak atau melawan hukum.Tanpa hak atau melawan hukum disini mencakup pengertian melawan hukum dalam arti formil maupun dalam artinya yang materiil. Dalam arti formil berarti penyalahgunaan narkotika tersebut tidak memiliki izin ( baik terhadap yang subjek maupun objek yang dikenai penyalahgunaan narkotika ) sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Sedangkan dalam arti materiil penyalahgunaan narkotika tersebut berarti tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ( hukum tertulis) tetapi lebih hakiki dimaknai bertentangan dengan nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat.

c. Menurut para ahli ditinjau dari metode penyalahgunaan narkotika dan akibatnya : 1)Dari metodenya penyalahgunaan obat dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu:48

a) Misuse yaitu mempergunakan obat yang tidak sesuai dengan fungsinya. 48

b) Overuse yaitu penggunaan obat yang tidak sesuai dengan aturan atau berlebihan.

2)Dari akibatnya Kusno Adi mengemukakan sebagai berikut : “Penyalahgunaan narkotika adalah pola penggunaan narkotika yang patologik sehingga mengakibatkan hambatan dalam fungsi sosial. Hambatan fungsi sosial dapat berupa kegagalan untuk memenuhi tugasnya bagi keluarga atau teman-temannya akibat perilaku yang tidak wajar dan ekspresi perasaan agresif yang tidak wajar, dapat pula membawa akibat hukum karena kecelakaan lalu lintas akibat mabuk atau tindak criminal demi mendapatkan uang untuk membeli narkotika.”49

Dokumen terkait