• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Pengertian Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku dipandang dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Perilaku dan gejala yang tampak pada organisme tersebut dipengaruhi baik okeh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan faktor genetik dan lingkungan merupakan penentu dari perilaku mahluk hidup termasuk dari manusia. Hereditas atau faktor keturunan adalah merupakan konsepsi dasar atau modal untuk

perkembangan perilaku mahluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan faktor lingkungan adalah merupakan kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku tersebut.

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respon atau reaksi individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini bersifat pasif (tanpa tindakan) maupun aktif (disertai tindakan) (Sarwono, 2004).

2.2.1. Bentuk Perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek. Respon ini dibedakan menjadi 2 (dua):

1. Perilaku tertutup (covert bahavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang memerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut

overt behavior, tindakan nyata atau praktek (practice) misal, seorang ibu memeriksa kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi.

Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok.

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek.

a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu dijelaskan disini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.

c. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior).

3. Perilaku kesehatan lingkungan.

Adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Misalnya: bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat sampah, pembuangan limbah, dan sebagainya.

2.2.2. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan mempunyai enam tingkatan, antara lain:

1.Tahu (know)

Tahu berarti mengingat materi yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tingkatan ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Yang termasuk pada pengetahuan tingkat ini adalah menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, dan sebagainya. Misalnya seseorang yang telah mendapatkan penyuluhan dapat menyebutkan komponen-komponen rumah yang sehat.

2.Memahami (comprehension)

Memahami berarti mampu menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar apa yang diketahui. Orang yang telah paham harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya. Misalnya dapat menjelaskan pentingnya kepemilikan jamban.

3.Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari dalam situasi dan kondisi yang sebenarnya. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam penghitungan hasil penelitian.

4.Analisis (analysis)

Analisis merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi menjadi komponen-komponen yang masih berkaitan satu sama lain. Misalnya membuat bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5.Sintesis (synthesis)

Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk membentuk formulasi baru dari formulasi yang telah ada.

6.Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian-penilaian terhadap sesuatu, baik dengan menggunakan kriteria sendiri, maupun kriteria yang telah ada.

Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara langsung ataupun memberikan angket berisi pertanyaan mengenai materi yang ingin diukur dari responden (Notoatmodjo, 2003).

2.2.3. Sikap (Attitude)

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecendrungan untuk berespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, obyek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dsb), disamping itu komponen kognitif (pengetahuan tentang obyek itu) serta aspek konatif

(kecenderungan bertindak). Dalam hal ini pengertian sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Allport (1954) yang dikutip Notoatmodjo (2003), sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional unutk evaluasi terhdap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama akan membentuk sikap yang utuh. Dalam pembentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2003). Misalnya, seorang ibu telah mendapat informasi mengenai komplikasi diare dan cara mencegahnya. Pengetahuan ini akan membuatnya berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak sampai mengalami dehidrasi ketika terkena diare. Ketika berpikir, komponen emosi dan keyakinan ibu tersebut turut berperan sehingga ibu tersebut berniat memberikan terapi cairan apabila anaknya mengalami diare.

1. Menerima (receiving), yang berarti subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (Notoatmodjo, 2003). Misalnya sikap orang terhadap pemberian terapi cairan sebagai penanganan diare dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang tersebut terhadap penyuluhan tentang diare.

2. Merespon (responding), yang dapat dilihat dari kemauan subjek untuk menjawab pertanyaan ketika ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Hal-hal tersebut merupakan indikasi dari sikap bahwa subjek menerima ide tersebut (Notoatmodjo, 2003).

3. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang mengajak tetangganya untuk menimbang anaknya ke posyandu (Notoatmodjo, 2003).

4. Bertanggung jawab (responsible), yang merupakan tingkatan sikap paling tinggi. Pada tingkatan ini, subjek mampu mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang telah dipilihnya. Misalnya, ibu yang mau menjadi akseptor KB meskipun ditentang mertuanya (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo. pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menanyakan pendapat responden. Misalnya, bagaimana pendapat Anda tentang pelayanan di Puskesmas Medan Denai? Atau pertanyaan dapat pula berupa menyatakan hipotesis-hipotesis, kemudian menanyakan pendapat responden. Misalnya, anak yang mengalami diare harus diberikan cairan untuk mencegah dehidrasi (sangat setuju, setuju, tidak setuju).

Dokumen terkait