• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Dan Sikap Kepala Keluarga Dengan Kepemilikan Rumah Sehat Di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Dan Sikap Kepala Keluarga Dengan Kepemilikan Rumah Sehat Di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN, DAN SIKAP KEPALA KELUARGA DENGAN KEPEMILIKAN RUMAH SEHAT DI

KELURAHAN PEKAN SELESEI KECAMATAN SELESEI KABUPATEN LANGKAT

TAHUN 2010

Oleh:

ROY ANTONIUS TARIGAN NIM. 061000113

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN, DAN SIKAP KEPALA KELUARGA DENGAN KEPEMILIKAN RUMAH SEHAT DI

KELURAHAN PEKAN SELESEI KECAMATAN SELESEI KABUPATEN LANGKAT

TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

ROY ANTONIUS TARIGAN NIM. 061000113

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul

HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN, DAN SIKAP KEPALA KELUARGA DENGAN KEPEMILIKAN RUMAH SEHAT DI KELURAHAN

PEKAN SELESEI KECAMATAN SELESEI KABUPATEN LANGKAT

TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

ROY ANTONIUS TARIGAN NIM. 061000113

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 25 Maret 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes Ir. Evi Naria, M.Kes

NIP. 197002191998022001 NIP. 196803201993032001

Penguji II Penguji III

Ir. Indra Cahaya, M.Si dr. Taufik Ashar, MKM

NIP. 196811011993032005 NIP. 197803312003121001

Medan, 23 Maret 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara, Dekan,

(4)

ABSTRAK

Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan juga merupakan determinan kesehatan masyarakat. Persentase rumah sehat di Kabupaten Langkat telah mencapai angka 75,33% tetapi penyebarannya di 23 kecamatan masih belum merata. Hal ini terlihat dari masih adanya kecamatan dengan persentase rumah sehat yang masih rendah, salah satunya adalah Kecamatan Selesei yaitu 32,5%.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain

cross-sectional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik, pengetahuan, dan sikap kepala keluarga dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat pada tahun 2010. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga di Kelurahan Pekan Selesai Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010. Dari populasi diambil sampel sebanyak 97 kepala keluarga. Pengumpulan data meliputi data primer melalui wawancara dan data sekunder dari Kelurahan Pekan Selesei. Data dianalisis dengan menggunakan uji chi square pada taraf kepercayaan 95%. Persentase responden yang mempunyai pengetahuan baik adalah sebesar 60,8%, dan kurang baik adalah sebesar 39,2%. Persentase responden yang mempunyai sikap yang baik adalah sebesar 79,4%, dan kurang baik sebesar 20,6%. Persentase responden yang memiliki rumah sehat adalah sebesar 15,5%, dan rumah tidak sehat sebesar 84,5%

Hasil uji bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel status pekerjaan (p = 0,002) dengan kepemilikan rumah sehat, adanya hubungan yang signifikan antara variabel pendapatan (p = 0,000) dengan kepemilikan rumah sehat, adanya hubungan yang signifikan antara variabel pendidikan (p = 0,003) dengan kepemilikan rumah sehat, adanya hubungan yang signifikan antara variabel pengetahuan (p = 0,001) dengan kepemilikan rumah sehat, dan adanya hubungan yang signifikan antara variabel sikap (p = 0,036) dengan kepemilikan rumah sehat.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor lain seperti letak geografis, suku, beban tanggungan yang mungkin berhubungan dan paling berpengaruh dalam kepemilikan rumah sehat.

(5)

ABSTRACT

House is a basic human need and also a public health determinants. The percentage of healthy house in Langkat already achieved 75.33% but the spread in

it’s 23 districts still not equitable. This can be seen from the persistence of districts with a percentage of healthy house that are still low, one of which is Selesei District and its percentage is 32.5%.

This research was an analytical study using cross-sectional design, which aims to determine the relationship of the householder’s characteristics, knowledges, and attitudes with the ownership of healthy house in Pekan Selesei Village, Selesei Sub-District, Langkat district in 2010. Populations of this research are all of the householder in Pekan Selesei, Selesei Sub-District, Langkat district in 2010. Samples were taken from the population as much as 97 peoples. Data in this research includes primary data collected by interviews and secondary data from Pekan Selesei Village. Data were analyzed using chi-square test at 95% confidence level.

Percentage of respondents who had a good knowledge was 60.8%, and less well was 39.2%. Percentage of respondents who had a good attitude was 79.4%, and less good was 20.6%. Percentage of respondents who have a healthy house was 15.5%, and unhealthy house was 84.5%

Bivariate test results indicate a significant relationship between the employment status variables (p = 0.002) with a healthy house ownership, there is a significant relationship between the income variables (p = 0.000) with a healthy house ownership, there is a significant relationship between the education variables (p = 0.003 ) with a healthy house ownership, there is a significant relationship between the knowledge variables (p = 0.001) with a healthy house ownership, and there is also a significant relationship between attitude variables (p= 0.036) with a healthy house ownership.

Necessary further research to determine other factors such as geography, ethnicity, weight dependents that may be related and most influential in healthy house ownership.

(6)

DAFTAR ISI

1.4.Manfaat Penelitian... . 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah... 6

2.1.1. Definisi Rumah Sehat... 6

2.1.2. Kriteria Rumah Sehat... 6

2.1.3. Parameter dan Indikator Penilaian Rumah Sehat... 10

2.1.4. Sarana Sanitasi Rumah... 17

2.2. Pengertian Perilaku... 22

2.2.1. Bentuk Perilaku... 23

2.2.2. Pengetahuan... 25

2.2.3. Sikap... 27

2.3. Kerangka Konsep... 29

2.4. Hipotesis Penelitian... 29

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian... 31

3.2. Lokasi dan Waktu 3.2.1. Lokasi Penelitian... 31

3.2.2. Waktu Penelitian... 31

3.3. Populasi dan Sampel

3.5. Definisi Operasional... 34

3.6. Aspek Pengukuran 3.6.1. Variabel Independen... 35

(7)

3.7. Teknik Pengolahan Data... 39

3.8. Analisa Data... 40

3.8.1. Analisa Univariat... 40

3.8.2. Analisa Bivariat... 40

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 41

4.2. Analisis Univariat... 42

4.2.1. Variabel Independent... 42

4.2.2. Variabel Dependent... 50

4.3. Analisis Bivariat... 54

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1. Hubungan Karakteristik Kepala Keluarga Dengan Kepemilikan Rumah Sehat... 56

5.1.1 Hubungan Status Pekerjaan Dengan Kepemilikan Rumah Sehat... 56

5.1.2 Hubungan Pendapatan Dengan Kepemilikan Rumah Sehat... 57

5.1.3 Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Kepemilikan Rumah Sehat... 59

5.2. Hubungan Pengetahuan Kepala Keluarga Dengan Kepemilikan Rumah Sehat... 61

5.3 Hubungan Sikap Kepala Keluarga Dengan Kepemilikan Rumah Sehat... 63

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan... 66

6.2. Saran... 67

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Distribusi Sampel Tiap Lingkungan Kelurahan Pekan Selesei

Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat... 33

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010... 43

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan... 45

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan... 48

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sikap... 49

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap... 51

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Rumah Sehat... 52

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Rumah Sehat... 54

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Sikap Kepala Keluarga dengan Kepemilikan Rumah Sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010.

Lampiran 2. Formulir Penilaian Rumah Sehat.

Lampiran 3. Master Data Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Sikap Kepala Keluarga dengan Kepemilikan Rumah Sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010.

Lampiran 4. Hasil Pengolahan Data Penelitian Hubungan Karakteristik,Pengetahuan, SikapKepala Keluarga dengan Kepemilikan Rumah Sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010.

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian.

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lingkungan permukiman dan perumahan merupakan kebutuhan dasar

manusia dan juga merupakan determinan kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan

hampir separuh hidup manusia akan berada di rumah, sehingga kualitas rumah akan

sangat berdampak terhadap kondisi kesehatannya (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 1999). Rumah seharusnya menjadi tempat yang bebas dari gangguan, rasa

kebersamaan. Rumah yang sehat mampu melindungi dari panas dan dingin yang

ekstrim, hujan dan matahari, angin, hama, bencana seperti banjir dan gempa bumi,

serta polusi dan penyakit (Wicaksono, 2009). Rumah sehat menurut Departemen

Kesehatan Republik Indonesia (2005), merupakan bangunan tempat tinggal yang

memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air

bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang

baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari

tanah.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, didapatkan bahwa kondisi perumahan

yang tidak sehat berhubungan dengan kejadian penyakit. Keman (2005) menyatakan

bahwa berdasar Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, penyakit

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan tuberkulosis erat kaitannya dengan

kondisi sanitasi perumahan yang tidak sehat. Penyediaan air bersih dan dan sanitasi

(11)

(penyebab kematian urutan nomor empat) dan penyakit kecacingan yang

menyebabkan produktivitas kerja menurun.

Adnani dan Mahastuti (2006), menyatakan bahwa ada hubungan kondisi

rumah dengan penyakit tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Karangmojo II

Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2003-2006. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan

bahwa risiko untuk menderita tuberkulosis paru 6 -7 kali lebih tinggi pada penduduk

yang tinggal pada rumah yang kondisinya tidak sehat. Yusup dan Sulistyorini (2005)

juga menyatakan bahwa terdapat hubungan antara sanitasi fisik rumah dengan

kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di Kelurahan

Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut Surabaya. Sanitasi rumah secara fisik yang

memiliki hubungan dengan kejadian ISPA pada balita meliputi kepadatan penghuni,

ventilasi, dan penerangan alami.

Persentase keluarga yang menghuni rumah sehat merupakan salah satu

indikator Indonesia Sehat 2010 dan target Millenium Development Goals (MDGs)

tahun 2015. Target rumah sehat yang akan dicapai dalam Indonesia Sehat 2010 telah

ditentukan sebesar 80% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003).

Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2007, persentase rumah sehat Indonesia

pada tahun 2007 adalah 50,79%. Jumlah ini masih dibawah target yang ditetapkan

untuk dicapai pada tahun 2007 yaitu 75% (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2008). Kondisi ini juga terjadi di Sumatera Utara. Dinas Kesehatan

Provinsi Sumatera Utara (2008) menyatakan bahwa peningkatan persentase rumah

(12)

stagnasi peningkatan ini terus berlanjut, diprediksikan presentase rumah sehat di

Provinsi Sumatera Utara tidak akan mampu mencapai target 80% pada tahun 2010.

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Langkat Tahun 2008 persentase

rumah sehat telah mencapai angka 75,33% (Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat,

2009). Meskipun persentase tersebut hampir mencapai target Indonesia Sehat 2010,

penyebaran rumah sehat di 23 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Langkat masih

belum merata. Hal ini terlihat dari masih adanya kecamatan dengan persentase rumah

sehat yang masih rendah. Salah satunya adalah Kecamatan Selesei dengan persentase

rumah sehat sebesar 32,05%. Kecamatan Selesei menduduki peringkat ketiga

kecamatan dengan jumlah rumah terbanyak di Kabupaten Langkat, yaitu sebanyak

11.277 rumah, setelah Kecamatan Tanjung Pura (15.897 rumah) dan Batang Serangan

(12.761 rumah). Di Kecamatan Selesei, jumlah rumah terbanyak terdapat di

Kelurahan Pekan Selesei.

Menurut Sastra (2005), salah satu kendala dalam pembangunan perumahan

dan permukiman yang terjadi di Indonesia antara lain berupa, kondisi sosial ekonomi

masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah. Kondisi ini diperparah lagi dengan

kurang pahamnya masyarakat akan pentingnya pemeliharaan lingkungan yang bersih

bagi kesehatan mereka. Penelitian Riana (2008) juga menunjukkan ada beberapa

faktor yang mempengaruhi kepemilikan rumah sehat di Kecamatan Peureulak Timur

Kabupaten Aceh Timur Tahun 2008, yaitu pendidikan, pekerjaan, pendapatan,

pengetahuan, sikap, dan peran petugas kesehatan. Dari beberapa faktor di atas, faktor

pengetahuan merupakan variabel yang paling dominan mempengarui kepemilikan

(13)

Berdasarkan latar belakang yang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk

meneliti Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, dan Sikap Kepala Keluarga dengan

Kepemilikan Rumah Sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten

Langkat Tahun 2010.

1.2 Perumusan Masalah

Persentase keluarga yang memiliki rumah sehat di Kecamatan Selesei masih

rendah yaitu 32,05%, Angka ini masih jauh dari target yang ingin dicapai dalam

Indonesia sehat 2010 sebesar 80%. Perumusan masalah yang dapat diajukan yaitu

belum diketahuinya hubungan karakteristik, pengetahuan, dan sikap kepala keluarga

dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei

Kabupaten Langkat.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan karakteristik, pengetahuan, dan sikap kepala keluarga

dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei

Kabupaten Langkat pada tahun 2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik kepala keluarga (status pekerjaan, pendapatan,

pendidikan) dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei.

2. Untuk mengetahui pengetahuan kepala keluarga mengenai kepemilikan rumah

(14)

3. Untuk mengetahui sikap kepala keluarga mengenai kepemilikan rumah sehat di

Kelurahan Pekan Selesei.

4. Untuk mengetahui persentase rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei.

5. Untuk mengetahui hubungan karakteristik kepala keluarga (status pekerjaan,

pendapatan, pendidikan) dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan

Selesei.

6. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan kepala keluarga dengan kepemilikan

rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei.

7. Untuk mengetahui hubungan sikap kepala keluarga dengan kepemilikan rumah

sehat di Kelurahan Pekan Selesei.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat dan

dinas-dinas serta lembaga yang terkait dalam meningkatkan keberadaan rumah sehat.

2. Sebagai bahan masukan bagi dinas terkait untuk membuat kebijakan penyehatan

rumah.

3. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi masyarakat Kecamatan Selesei untuk

meningkatkan pengetahuan tentang rumah sehat.

4. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya, khususnya mengenai

(15)

ABSTRAK

Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan juga merupakan determinan kesehatan masyarakat. Persentase rumah sehat di Kabupaten Langkat telah mencapai angka 75,33% tetapi penyebarannya di 23 kecamatan masih belum merata. Hal ini terlihat dari masih adanya kecamatan dengan persentase rumah sehat yang masih rendah, salah satunya adalah Kecamatan Selesei yaitu 32,5%.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain

cross-sectional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik, pengetahuan, dan sikap kepala keluarga dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat pada tahun 2010. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga di Kelurahan Pekan Selesai Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010. Dari populasi diambil sampel sebanyak 97 kepala keluarga. Pengumpulan data meliputi data primer melalui wawancara dan data sekunder dari Kelurahan Pekan Selesei. Data dianalisis dengan menggunakan uji chi square pada taraf kepercayaan 95%. Persentase responden yang mempunyai pengetahuan baik adalah sebesar 60,8%, dan kurang baik adalah sebesar 39,2%. Persentase responden yang mempunyai sikap yang baik adalah sebesar 79,4%, dan kurang baik sebesar 20,6%. Persentase responden yang memiliki rumah sehat adalah sebesar 15,5%, dan rumah tidak sehat sebesar 84,5%

Hasil uji bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel status pekerjaan (p = 0,002) dengan kepemilikan rumah sehat, adanya hubungan yang signifikan antara variabel pendapatan (p = 0,000) dengan kepemilikan rumah sehat, adanya hubungan yang signifikan antara variabel pendidikan (p = 0,003) dengan kepemilikan rumah sehat, adanya hubungan yang signifikan antara variabel pengetahuan (p = 0,001) dengan kepemilikan rumah sehat, dan adanya hubungan yang signifikan antara variabel sikap (p = 0,036) dengan kepemilikan rumah sehat.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor lain seperti letak geografis, suku, beban tanggungan yang mungkin berhubungan dan paling berpengaruh dalam kepemilikan rumah sehat.

(16)

ABSTRACT

House is a basic human need and also a public health determinants. The percentage of healthy house in Langkat already achieved 75.33% but the spread in

it’s 23 districts still not equitable. This can be seen from the persistence of districts with a percentage of healthy house that are still low, one of which is Selesei District and its percentage is 32.5%.

This research was an analytical study using cross-sectional design, which aims to determine the relationship of the householder’s characteristics, knowledges, and attitudes with the ownership of healthy house in Pekan Selesei Village, Selesei Sub-District, Langkat district in 2010. Populations of this research are all of the householder in Pekan Selesei, Selesei Sub-District, Langkat district in 2010. Samples were taken from the population as much as 97 peoples. Data in this research includes primary data collected by interviews and secondary data from Pekan Selesei Village. Data were analyzed using chi-square test at 95% confidence level.

Percentage of respondents who had a good knowledge was 60.8%, and less well was 39.2%. Percentage of respondents who had a good attitude was 79.4%, and less good was 20.6%. Percentage of respondents who have a healthy house was 15.5%, and unhealthy house was 84.5%

Bivariate test results indicate a significant relationship between the employment status variables (p = 0.002) with a healthy house ownership, there is a significant relationship between the income variables (p = 0.000) with a healthy house ownership, there is a significant relationship between the education variables (p = 0.003 ) with a healthy house ownership, there is a significant relationship between the knowledge variables (p = 0.001) with a healthy house ownership, and there is also a significant relationship between attitude variables (p= 0.036) with a healthy house ownership.

Necessary further research to determine other factors such as geography, ethnicity, weight dependents that may be related and most influential in healthy house ownership.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah

2.1.1 Definisi Rumah Sehat

Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan

tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

lingkungan. Menurut Wicaksono, rumah adalah sebuah tempat tujuan akhir dari

manusia. Rumah menjadi tempat berlindung dari cuaca dan kondisi lingkungan

sekitar, menyatukan sebuah keluarga, meningkatkan tumbuh kembang kehidupan

setiap manusia, dan menjadi bagian dari gaya hidup manusia.

Rumah harus dapat mewadahi kegiatan penghuninya dan cukup luas bagi

seluruh pemakainya, sehingga kebutuhan ruang dan aktivitas setiap penghuninya

dapat berjalan dengan baik. Lingkungan rumah juga sebaiknya terhindar dari

faktor-faktor yang dapat merugikan kesehatan (Hindarto, 2007). Rumah sehat dapat

diartikan sebagai tempat berlindung, bernaung, dan tempat untuk beristirahat,

sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani, maupun sosial

(Sanropie dkk., 1989).

2.1.2 Kriteria Rumah Sehat

Kriteria rumah sehat yang diajukan oleh dalam Entjang (2000) dan

(18)

1. Harus dapat memenuhi kebutuhan fisiologis

2. Harus dapat memenuhi kebutuhan psikologis

3. Harus dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan

4. Harus dapat menghindarkan terjadinya penularan penyakit

Hal ini sejalan dengan kriteria rumah sehat menurut American Public Health

Asociation (APHA), yaitu:

1. Memenuhi kebutuhan dasar fisik

Sebuah rumah harus dapat memenuhi kebutuhan dasar fisik, seperti:

a. Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipelihara atau

dipertahankan temperatur lingkungan yang penting untuk mencegah

bertambahnya panas atau kehilangan panas secara berlebihan. Sebaiknya

temperatur udara dalam ruangan harus lebih rendah paling sedikit 4°C dari

temperatur udara luar untuk daerah tropis. Umumnya temperatur kamar 22°C -

30°C sudah cukup segar.

b. Rumah tersebut harus terjamin pencahayaannya yang dibedakan atas cahaya

matahari (penerangan alamiah) serta penerangan dari nyala api lainnya

(penerangan buatan). Semua penerangan ini harus diatur sedemikian rupa

sehingga tidak terlalu gelap atau tidak menimbulkan rasa silau.

c. Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna sehingga aliran udara

segar dapat terpelihara. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai

ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup)

(19)

ruangan. Ini diatur sedemikian rupa agar udara yang masuk tidak terlalu deras

dan tidak terlalu sedikit.

d. Rumah tersebut harus dapat melindungi penghuni dari gangguan bising yang

berlebihan karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan baik langsung

maupun dalam jangka waktu yang relatif lama. Gangguan yang dapat muncul

antara lain gangguan fisik seperti kerusakan alat pendengaran dan gangguan

mental seperti mudah marah dan apatis.

e. Rumah tersebut harus memiliki luas yang cukup untuk aktivitas dan untuk

anak-anak dapat bermain. Hal ini penting agar anak-anak mempunyai kesempatan bergerak,

bermain dengan leluasa di rumah agar pertumbuhan badannya akan lebih baik,

juga agar anak tidak bermain di rumah tetangganya, di jalan atau tempat lain

yang membahayakan.

2. Memenuhi kebutuhan dasar psikologis

Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan dasar

psikologis penghuninya, seperti:

a. Cukup aman dan nyaman bagi masing-masing penghuni

Adanya ruangan khusus untuk istirahat bagi masing-masing penghuni, seperti

kamar tidur untuk ayah dan ibu. Anak-anak berumur di bawah 2 tahun masih

diperbolehkan satu kamar tidur dengan ayah dan ibu. Anak-anak di atas 10 tahun

laki-laki dan perempuan tidak boleh dalam satu kamar tidur. Anak-anak di atas

17 tahun mempunyai kamar tidur sendiri.

b. Ruang duduk dapat dipakai sekaligus sebagai ruang makan keluarga, dimana

(20)

c. Dalam memilih letak tempat tinggal, sebaiknya di sekitar tetangga yang memiliki

tingkat ekonomi yang relatif sama, sebab bila bertetangga dengan orang yang

lebih kaya atau lebih miskin akan menimbulkan tekanan batin.

d. Dalam meletakkan kursi dan meja di ruangan jangan sampai menghalangi lalu

lintas dalam ruangan

e. W.C. (Water Closet) dan kamar mandi harus ada dalam suatu rumah dan

terpelihara kebersihannya. Biasanya orang tidak senang atau gelisah bila terasa

ingin buang air besar tapi tidak mempunyai W.C. sendiri karena harus antri di

W.C. orang lain atau harus buang air besar di tempat terbuka seperti sungai atau

kebun.

f. Untuk memperindah pemandangan, perlu ditanami tanaman hias, tanaman bunga

yang kesemuanya diatur, ditata, dan dipelihara secara rapi dan bersih, sehingga

menyenangkan bila dipandang.

3. Melindungi dari penyakit

Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi

penghuninya dari kemungkinan penularan penyakit atau zat-zat yang membahayakan

kesehatan. Dari segi ini, maka rumah yang sehat adalah rumah yang di dalamnya

tersedia air bersih yang cukup dengan sistem perpipaan seperti sambungan atau pipa

dijaga jangan sampai sampai bocor sehingga tidak tercemar oleh air dari tempat lain.

Rumah juga harus terbebas dari kehidupan serangga dan tikus, memiliki tempat

pembuangan sampah, pembuangan air limbah serta pembuangan tinja yang

(21)

4. Melindungi dari kemungkinan kecelakaan

Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni

dari kemungkinan terjadinya bahaya atau kecelakaan. Termasuk dalam persyaratan

ini antara lain bangunan yang kokoh, tangga yang tidak terlalu curam dan licin,

terhindar dari bahaya kebakaran, alat-alat listrik yang terlindung, tidak menyebabkan

keracunan gas bagi penghuni, terlindung dari kecelakaan lalu lintas, dan lain

sebagainya (Azwar, 1990; CDC, 2006; Sanropie, 1989).

2.1.3. Parameter dan Indikator Penilaian Rumah Sehat

Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2002), lingkup

penilaian rumah sehat dilakukan terhadap kelompok komponen rumah, sarana

sanitasi dan perilaku penghuni.

1. Kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar

tidur, jendela ruang keluarga dan ruang tamu, ventilasi, sarana pembuangan asap

dapur dan pencahayaan.

2. Kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran,

saluran pembuangan air limbah, sarana tempat pembuangan sampah.

3. Kelompok perilaku penghuni, meliputi membuka jendela kamar tidur, membuka

jendela ruang keluarga, membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja bayi

dan balita ke jamban, membuang sampah pada tempat sampah.

Parameter yang dipergunakan untuk menentukan rumah sehat adalah

sebagaimana yang tercantum dalam Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999

(22)

1. Bahan bangunan

Syarat bahan bangunan yang diperbolehkan antara lain:

a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepas zat-zat yang dapat membahayakan

kesehatan, seperti debu total tidak lebih dari 150 µg/m3, asbes bebas tidak

melebihi 0,5 fiber/m3/4 jam, dan timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg.

b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat memungkinkan tumbuh dan berkembangnya

mikroorganisme patogen.

2. Komponen dan penataan ruang rumah

Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis seperti berikut:

a. Lantai yang kedap air dan mudah dibersihkan. Menurut Sanropie (1989), lantai

dari tanah lebih baik tidak digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab

sehingga dapat menimbulkan gangguan/penyakit terhadap penghuninya. Oleh

karena itu perlu dilapisi dengan lapisan yang kedap air seperti disemen, dipasang

tegel, keramik, teraso dan lain-lain. Untuk mencegah masuknya air ke dalam

rumah, sebaiknya lantai dinaikkan kira-kira 20 cm dari permukaan tanah.

b. Dinding, dengan pembagian: (i) Untuk di ruang tidur dan ruang keluarga

dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara; (ii) Untuk di

kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan.

Berdasarkan Sanropie (1989), fungsi dinding selain sebagai pendukung atau

penyangga atap, dinding juga berfungsi untuk melindungi ruangan rumah dari

(23)

angin dari luar. Bahan dinding yang paling baik adalah bahan yang tahan api,

yaitu dinding dari batu.

c. Langit-langit

Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.

d. Bubungan rumah yang memiliki tinggi 10 m atau lebih harus dilengkapi dengan

penangkal petir

e. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang

keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi, dan ruang

bermain anak.

Menurut Sanropie (1989), banyaknya ruangan di dalam rumah biasanya

tergantung kepada jumlah penghuni. Banyaknya penghuni dalam suatu rumah akan

menuntut jumlah ruangan yang banyak terutama ruang tidur. Tetapi pada umumnya

jumlah ruangan dalam suatu rumah disesuaikan dengan fungsi ruangan tersebut,

seperti:

a. Ruang untuk istirahat/tidur (ruang tidur)

Rumah yang sehat harus mempunyai ruang khusus untuk tidur. Ruang tidur

ini biasanya digunakan sekaligus untuk ruang ganti pakaian, dan ditempatkan di

tempat yang cukup tenang, tidak gaduh, jauh dari tempat bermain anak-anak.

Diusahakan agar ruang tidur mendapat cukup sinar matahari.

Agar terhindar dari penyakit saluran pernafasan, maka luas ruang tidur

minimal 9 m2 untuk setiap orang yang berumur diatas 5 tahun atau untuk orang

(24)

minimal 3 ½ m2 untuk setiap orang, dengan tinggi langit-langit tidak kurang dari

2 ¾ m.

b. Ruang tamu

Ruang tamu yaitu suatu ruangan khusus untuk menerima tamu, biasanya

diletakkan di bagian depan rumah. Ruang tamu sebaiknya terpisah dengan ruang

duduk yang dapat dibuka/ditutup atau dengan gorden, sehingga tamu tidak dapat

melihat kegiatan orang-orang yang ada di ruang duduk.

c. Ruang duduk (ruang keluarga)

Ruang duduk harus dilengkapi jendela yang cukup, ventilasi yang memenuhi

syarat, dan cukup mendapat sinar matahari pagi. Ruang duduk ini sebaiknya

lebih luas dari ruang-ruang lainnya seperti ruang tidur atau ruang tamu karena

ruang duduk sering digunakan pula untuk berbagai kegiatan seperti tempat

berbincang-bincang anggota keluarga, tempat menonoton TV, kadang-kadang

digunakan untuk tempat membaca/belajar dan bermain anak-anak. Selain itu

ruangan ini juga sering digunakan sekaligus sebagai ruang makan keluarga.

d. Ruang makan

Ruang makan sebaiknya mempunyai ruangan yang khusus, ruangan tersendiri,

sehingga bila ada anggota keluarga sedang makan tidak akan terganggu oleh

kegiatan anggota keluarga lainnya. Tetapi untuk suatu rumah yang kecil/sempit,

ruang makan ini boleh jadi satu dengan ruang duduk.

e. Ruang dapur

Dapur harus mempunyai ruangan tersendiri, karena asap dari hasil

(25)

harus memiliki ventilasi yang baik agar udara/asap dari dapur dapat teralirkan

keluar (ke udara bebas). Luas dapur minimal 4 m2 dan lebar minimal 1,5 m.

Di dapur harus tersedia alat-alat pengolahan makanan, alat-alat memasak,

tempat cuci peralatan serta tempat penyimpanannya. Tersedia air bersih yang

memenuhi syarat kesehatan dan mempunyai sisitem pembuangan air kotor yang

baik, serta mempunyai tempat pembuangan sampah sementara yang

baik/tertutup. Selain itu dapur harus tersedia tempat penyimpanan bahan

makanan atau makanan yang siap disajikan. Tempat ini harus terhindar dari

gangguan serangga (lalat) dan tikus. Oleh karena itu ruangan harus bebas

serangga dan tikus.

f. Kamar mandi/W.C

Lantai kamar mandi dan jamban harus kedap air dan selalu terpelihara

kebersihannya agar tidak licin. Dinding minimal setinggi 1 ½ m dari lantai.

Setiap kamar mandi dan jamban yang letaknya di dalam rumah, diusahakan salah

satu dindingnya yang berlubang ventilasi harus berhubungan langsung dengan

bagian luar rumah. Bila tidak, ruang/kamar mandi dan jamban ini harus

dilengkapi dengan alat penyedot udara untuk mengeluarkan udara dari kamar

mandi dan jamban tersebut keluar, sehingga tidak mencemari ruangan lain (bau

dari kamar mandi dan W.C.) Jumlah kamar mandi harus cukup sesuai dengan

jumlah penghuni rumah. Selain itu kebersihannya harus selalu terjaga. Jamban

harus berleher angsa dan 1 jamban tidak boleh dipergunakan untuk lebih dari 7

(26)

g. Gudang

Gudang berfungsi sebagai tempat penyimpanan alat-alat atau bahan-bahan

lainnya yang tidak dapat ditampung di ruangan lain, seperti alat-alat untuk

memperbaiki rumah (tangga, dan lain–lain).

f. Ruang dapur harus dilengkapi sarana pembuangan asap.

3. Pencahayaan

Pencahayaan dalam ruangan dapat berupa pencahayaan alami dan atau buatan,

yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan.

Intensitas minimal pencahayaan dalam ruangan adalah 60 lux dan tidak menyilaukan.

4. Kualitas udara

Kualitas udara dalam ruangan tidak boleh melebihi ketentuan sebagai berikut:

a. Suhu udara nyaman berkisar 18° sampai 30° C

b. Kelembapan udara berkisar antara 40% sampai 70%

c. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam

d. Pertukaran udara (air exchange rate) = 5 kaki kubik per menit per penghuni

e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8 jam

f. Konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi 120 mg/m3

5. Ventilasi

Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari

luas lantai.

Menurut Sanropie (1989), ventilasi sangat penting untuk suatu rumah tinggal.

Hal ini karena ventilasi mempunyai fungsi ganda. Fungsi pertama sebagai lubang

(27)

kotor dari dalam keluar (cross ventilation). Dengan adanya ventilasi silang (cross

ventilation) akan terjamin adanya gerak udara yang lancar dalam ruangan.

Fungsi kedua dari ventilasi adalah sebagai lubang masuknya cahaya dari luar

seperti cahaya matahari, sehingga didalam rumah tidak gelap pada waktu pagi, siang

hari maupun sore hari. Oleh karena itu untuk suatu rumah yang memenuhi syarat

kesehatan, ventilasi mutlak harus ada.

Suatu ruangan yang tidak memiliki sistem ventilasi yang baik akan

menimbulkan keadaan yang merugikan kesehatan, antara lain:

a. Kadar oksigen akan berkurang, padahal manusia tidak mungkin dapat hidup tanpa

oksigen dalam udara.

b. Kadar karbon dioksida yang bersifat racun bagi manusia, akan meningkat.

c. Ruangan akan berbau, disebabkan oleh bau tubuh, pakaian, pernafasan, dan mulut.

d. Kelembapan udara dalam ruangan akan meningkat disebabkan oleh penguapan

cairan oleh kulit dan pernafasan (Azwar,1990).

Berdasarkan Azwar (1990), ada dua cara yang dapat dilakukan agar ruangan

mempunyai sistem aliran udara yang baik, yaitu (i) Ventilasi alamiah, yaitu ventilasi

yang terjadi secara alamiah dimana udara masuk melalui jendela, pintu, ataupun

lubang angin yang sengaja dibuat untuk itu. Proses terjadinya aliran udara ialah

karena terdapatnya perbedaan suhu, udara yang panas lebih ringan dari pada udara

yang dingin. (ii) Ventilasi buatan, ialah ventilasi berupa alat khusus untuk

mengalirkan udara, misalnya penghisap udara (exhaust ventilation) dan air condition.

6. Binatang penular penyakit

(28)

7. Air

a. Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/hari/orang.

b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan atau air

minum sesuai perundang-undangan yang berlaku.

8. Tersedianya sarana penyimpanan makanan yang aman.

9. Limbah

a. Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air, tidak

menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah.

b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, pencemaran

terhadap permukaan tanah, serta air tanah.

10. Kepadatan hunian ruang tidur

Luas ruang tidur minimal 9 meter, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari

dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah umur 5 tahun.

11. Atap

Fungsi atap adalah untuk melindungi isi ruangan rumah dari gangguan angin,

panas dan hujan, juga melindungi isi rumah dari pencemaran udara seperti: debu,

asap, dan lain-lain. Atap yang paling baik adalah atap dari genteng karena bersifat

isolator, sejuk dimusim panas dan hangat di musim hujan (Sanropie, 1989).

2.1.4. Sarana Sanitasi Rumah

Dilihat dari aspek sanitasi, maka beberapa sarana lingkungan yang berkaitan

(29)

1. Sarana air bersih dan air minum

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang

kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak

sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No.416/MENKES/PER/IX/1990 (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 1990). Air minum adalah air yang memenuhi syarat

kesehatan dan dapat langsung diminum dan berasal dari penyediaan air minum sesuai

Keputusan Menteri Kesehatan No. 907/MENKES/SK/VII/2002 (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2002).

Sarana air bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai sumber air bagi

penghuni rumah yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Hal yang perlu

diperhatikan dalam pembuatan sarana air bersih antara lain (a) jarak antara sumber air

dengan sumber pengotoran (seperti septik tank, tempat pembuangan sampah, air

limbah) minimal 10 meter, (b) pada sumur gali sedalam 10 meter dari permukaan

tanah dibuat kedap air dengan pembuatan cincin dan bibir sumur, (c) penampungan

air hujan pelindung air, sumur artesis atau terminal air atau perpipaan/kran atau

sumur gali terjaga kebersihannya dan dipelihara rutin.

Ada 3 syarat utama yang harus dipenuhi agar air layak dikonsumsi sebagai air

minum, antara lain:

a. Syarat fisik

Syarat fisik air minum yaitu air yang tidak berwarna, tidak berbau, jernih dengan

(30)

b. Syarat kimia

Air minum yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat

kimia ataupun mineral, terutama yang berbahaya bagi kesehatan.

c. Syarat bakteriologis

Air tidak boleh mengandung suatu mikroorganisme. Sebagai petunjuk bahwa air

telah dicemari oleh faeces manusia adalah adanya E.coli karena bakteri ini selalu

terdapat dalam faeces manusia baik yang sakit, maupun orang sehat serta relatif

lebih sukar dimatikan dengan pemanasan air (Entjang, 1997).

2. Saluran Pembuangan Air Limbah

Air limbah atau air kotor atau air bekas ialah air yang tidak bersih dan mengandung

pelbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia, hewan dan lazimnya

muncul karena hasil perbuatan manusia.

Pada dasarnya pengolahan air limbah bertujuan untuk:

a. Melindungi kesehatan anggota masyarakat dari ancaman berbagai penyakit. Ini

disebabkan karena limbah sering dipakai sebagai tempat berkembang-biaknya

berbagai macam bibit penyakit.

b. Melindungi timbulnya kerusakan tanaman, terutama jika air limbah tersebut

mengandung zat organik yang membahayakan kelangsungan hidup.

c. Menyediakan air bersih yang dapat dipakai untuk keperluan hidup sehari-hari,

terutama jika sulit ditemukan air bersih.

(31)

Kakus atau jamban adalah tempat yang dipakai manusia untuk melepaskan hajatnya.

Adapun syarat-syarat dalam mendirikan kakus atau jamban menurut Azwar (1990)

ialah:

a. Harus tertutup, dalam arti bangunan tersebut terlindung dari pandangan orang lain,

terlindung dari panas atau hujan, serta terjamin privacy-nya. Dalam kehidupan

sehari-hari, syarat ini dipenuhi dalam bentuk mengadakan ruangan sendiri untuk

kakus di rumah ataupun mendirikan rumah kakus di pekarangan.

b. Bangunan kakus ditempatkan pada lokasi yang tidak sampai mengganggu

pandangan, tidak menimbulkan bau, serta tidak menjadi tempat hidupnya perbagai

binatang.

c. Bangunan kakus memiliki lantai yang kuat, mempunyai tempat berpijak yang kuat,

syarat ini yang terutama harus dipenuhi jika mendirikan kakus model cemplung.

d. Mempunyai lobang kloset yang kemudian melalui saluran tertentu dialirkan pada

sumur penampungan atau sumur rembesan.

e. Menyediakan alat pembersih seperti air atau kertas yang cukup, sehingga dapat

segera dipakai setelah membuang kotoran.

Berdasarkan Azwar (1990) jenis-jenis kakus atau jamban dilihat dari

bangunan jamban yang didirikan, tempat penampungan, pemusnahan kotoran dan

penyaluran air kotor, seperti:

a. Kakus cubluk (pit privy), ialah kakus yang tempat penampungan tinjanya

dibangun dekat dibawah tempat injakan atau dibawah bangunan kakus.

Menurut Entjang (1997), kakus ini dibuat dengan menggali lubang ke dalam

(32)

antara 5-15 tahun. Pada kakus ini harus diperhatikan (i) jangan diberi

desinfektan karena mengganggu proses pembusukan sehingga cubluk cepat

penuh, (ii) untuk mencegah bertelurnya nyamuk, tiap minggu diberi minyak

tanah, (iii) agar tidak terlalu bau diberi kapur barus.

b. Kakus empang (overhung latrine), ialah kakus yang dibangun di atas empang,

sungai atau rawa. Kakus model ini kotorannya tersebar begitu saja, yang

biasanya kotoran tersebut langsung dimakan ikan, atau ada yang dikumpul

memakai saluran khusus yang kemudian diberi pembatas seperti bambu, kayu

dan lain sebagainya yang ditanam melingkar ditengah empang, sungai atau

rawa.

c. Kakus kimia (chemical toilet), kakus model ini biasanya dibangun pada tempat-

tempat rekreasi, pada alat transportasi dan lain sebagainya. Di tempat ini, tinja

didisenfeksi dengan zat-zat kimia seperti caustic soda, dan sebagai

pembersihnya dipakai kertas (toilet paper). Kakus kimia sifatnya sementara,

oleh karena itu kotoran yang telah terkumpul perlu dibuang lagi. Ada dua

macam kakus kimia, yaitu (i) tipe lemari (commode type) dan (ii) tipe tanki

(tank type).

d. Kakus dengan “angsa trine” ialah, kakus dimana leher lubang kloset berbentuk

lengkungan, dengan demikian akan selalu terisi air yang penting untuk

mencegah bau serta masuknya binatang-binatang kecil. Kakus model ini

biasanya dilengkapi dengan lubang atau sumur penampung/sumur resapan yang

disebut septi tank. Kakus model ini adalah yang terbaik dan dianjurkan dalam

(33)

4. Tempat Sampah

Usaha yang diperlukan agar sampah tidak membahayakan kesehatan manusia

adalah perlunya dilakukan pengelolaan terhadap sampah, seperti penyimpanan

(storage), pengumpulan (collection), dan pembuangan (disposal). Tempat sampah

tiap-tiap rumah, isinya cukup 1 meter kubik. Tempat sampah sebaiknya tidak

ditempatkan di dalam rumah atau di pojok dapur, karena akan menjadi gudang

makanan bagi tikus-tikus dan rumah menjadi banyak tikusnya.

Tempat sampah yang baik harus memenuhi kriteria, antara lain (a) terbuat dari

bahan yang mudah dibersihkan dan tidak mudah rusak, (b) harus mempunyai tutup

sehingga tidak menarik serangga atau binatang-binatang lainnya, dan sangat

dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan,

(c) ditempatkan di luar rumah. Bila pengumpulannya dilakukan oleh pemerintah,

tempat sampah harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga karyawan pengumpul

sampah mudah mencapainya (Entjang, 1997).

2.2. Pengertian Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku dipandang dari segi biologis adalah

suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia

pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Perilaku dan

gejala yang tampak pada organisme tersebut dipengaruhi baik okeh faktor genetik

(keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan faktor genetik dan

lingkungan merupakan penentu dari perilaku mahluk hidup termasuk dari manusia.

(34)

perkembangan perilaku mahluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan faktor

lingkungan adalah merupakan kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan

perilaku tersebut.

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,

sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respon atau reaksi individu terhadap stimulus

yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini bersifat pasif (tanpa

tindakan) maupun aktif (disertai tindakan) (Sarwono, 2004).

2.2.1. Bentuk Perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau

seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek. Respon ini dibedakan

menjadi 2 (dua):

1. Perilaku tertutup (covert bahavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup

(covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,

persepsi, pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang memerima

stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam tindakan atau praktek,

(35)

overt behavior, tindakan nyata atau praktek (practice) misal, seorang ibu memeriksa

kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi.

Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner tersebut, maka perilaku kesehatan

adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan

sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta

lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3

kelompok.

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga

kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab

itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek.

a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta

pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu

dijelaskan disini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu

orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang

seoptimal mungkin.

c. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat memelihara

dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman

dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang bahkan dapat

mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap

(36)

2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan

atau disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior).

3. Perilaku kesehatan lingkungan.

Adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik

maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak

mempengaruhi kesehatannya. Misalnya: bagaimana mengelola pembuangan tinja, air

minum, tempat sampah, pembuangan limbah, dan sebagainya.

2.2.2. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan terjadi melalui pancaindera

manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang

tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan mempunyai enam tingkatan,

antara lain:

1.Tahu (know)

Tahu berarti mengingat materi yang telah dipelajari atau rangsangan yang

telah diterima. Tingkatan ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

Yang termasuk pada pengetahuan tingkat ini adalah menyebutkan, menguraikan,

mendefenisikan, dan sebagainya. Misalnya seseorang yang telah mendapatkan

(37)

2.Memahami (comprehension)

Memahami berarti mampu menjelaskan dan menginterpretasikan dengan

benar apa yang diketahui. Orang yang telah paham harus dapat menjelaskan,

memberikan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya. Misalnya dapat

menjelaskan pentingnya kepemilikan jamban.

3.Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari

dalam situasi dan kondisi yang sebenarnya. Misalnya dapat menggunakan rumus

statistik dalam penghitungan hasil penelitian.

4.Analisis (analysis)

Analisis merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi menjadi

komponen-komponen yang masih berkaitan satu sama lain. Misalnya membuat bagan,

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5.Sintesis (synthesis)

Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk membentuk formulasi baru dari

formulasi yang telah ada.

6.Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian-penilaian terhadap

sesuatu, baik dengan menggunakan kriteria sendiri, maupun kriteria yang telah ada.

Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara langsung ataupun memberikan

angket berisi pertanyaan mengenai materi yang ingin diukur dari responden

(38)

2.2.3. Sikap (Attitude)

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecendrungan untuk berespon

(secara positif atau negatif) terhadap orang, obyek atau situasi tertentu. Sikap

mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dsb),

disamping itu komponen kognitif (pengetahuan tentang obyek itu) serta aspek konatif

(kecenderungan bertindak). Dalam hal ini pengertian sikap adalah merupakan reaksi

atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek

(Notoatmodjo, 2003).

Menurut Allport (1954) yang dikutip Notoatmodjo (2003), sikap mempunyai tiga

komponen pokok, yaitu:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional unutk evaluasi terhdap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama akan membentuk sikap yang utuh.

Dalam pembentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi

memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2003). Misalnya, seorang ibu telah

mendapat informasi mengenai komplikasi diare dan cara mencegahnya. Pengetahuan

ini akan membuatnya berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak sampai mengalami

dehidrasi ketika terkena diare. Ketika berpikir, komponen emosi dan keyakinan ibu

tersebut turut berperan sehingga ibu tersebut berniat memberikan terapi cairan apabila

anaknya mengalami diare.

(39)

1. Menerima (receiving), yang berarti subjek mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan (Notoatmodjo, 2003). Misalnya sikap orang terhadap pemberian terapi

cairan sebagai penanganan diare dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang

tersebut terhadap penyuluhan tentang diare.

2. Merespon (responding), yang dapat dilihat dari kemauan subjek untuk menjawab

pertanyaan ketika ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

Hal-hal tersebut merupakan indikasi dari sikap bahwa subjek menerima ide

tersebut (Notoatmodjo, 2003).

3. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya, seorang

ibu yang mengajak tetangganya untuk menimbang anaknya ke posyandu

(Notoatmodjo, 2003).

4. Bertanggung jawab (responsible), yang merupakan tingkatan sikap paling tinggi.

Pada tingkatan ini, subjek mampu mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang

telah dipilihnya. Misalnya, ibu yang mau menjadi akseptor KB meskipun ditentang

mertuanya (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo. pengukuran sikap dapat dilakukan dengan

menanyakan pendapat responden. Misalnya, bagaimana pendapat Anda tentang

pelayanan di Puskesmas Medan Denai? Atau pertanyaan dapat pula berupa

menyatakan hipotesis-hipotesis, kemudian menanyakan pendapat responden.

Misalnya, anak yang mengalami diare harus diberikan cairan untuk mencegah

(40)

2.3 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori di atas, maka peneliti dalam hal ini merumuskan

yang menjadi kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesa penelitian

sebagai berikut:

Ha : Ada hubungan antara karakteristik (status pekerjaan, pendapatan, pendidikan)

kepala keluarga dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei

Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat.

Ho : Tidak ada hubungan antara karakteristik (status pekerjaan, pendapatan,

pendidikan) kepala keluarga dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan

Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat.

Ha : Ada hubungan antara pengetahuan kepala keluarga dengan kepemilikan rumah

sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat. Karakteristik Kepala Keluarga:

 Status Pekerjaan

 Pendapatan

 Tingkat Pendidikan

1. Pengetahuan 2. Sikap

Kepemilikan rumah:

 Sehat

 Tidak Sehat

(41)

Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan kepala keluarga dengan kepemilikan

rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten

Langkat.

Ha : Ada hubungan antara sikap kepala keluarga dengan kepemilikan rumah sehat di

Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat.

Ho : Tidak ada hubungan antara sikap kepala keluarga dengan kepemilikan rumah

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan desain

cross-sectional, yaitu untuk mengetahui hubungan karakteristik, pengetahuan, dan

sikap kepala keluarga dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesai

Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat tahun 2010.

3.2 Lokasi dan Waktu 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei

Kabupaten Langkat. Kecamatan Selesei dipilih dengan pertimbangan berdasarkan

data Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, masih rendahnya persentase kepemilikan

rumah sehat di Kecamatan Selesai. Di kecamatan ini, wilayah yang memiliki jumlah

kepala keluarga paling banyak adalah Kelurahan Pekan Selesei sehingga diharapkan

lebih representatif dibandingkan desa- desa lainnya.

3.2.2 Waktu Penelitian

(43)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang ada di

Kelurahan Pekan Selesai Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010

berjumlah 3107 kepala keluarga.

3.3.2 Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus

penentuan sampel untuk penelitian survei (Taro Yamane yang dikutip oleh

Notoatmodjo, 2005).

n =

n =

n =

n = 97,06

n = 97 kepala keluarga

Keterangan :

N = Besar Populasi

n = Besar Sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

Berdasarkan perhitungan di atas, maka didapatkan jumlah sampel adalah

(44)

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan cara stratified random sampling

yaitu mengambil sampel dengan metode acak untuk tiap strata kemudian hasilnya

digabungkan menjadi sampel yang terbebas dari variasi untuk tiap strata

(Sastroasmoro, 2008). Dalam penelitian ini, yang menjadi strata adalah lingkungan di

Kelurahan Pekan Selesei. Kelurahan Pekan Selesei terdiri dari 12 lingkungan yang

belum tentu memiliki karakteristik yang sama, sehingga untuk mengurangi bias, dari

tiap lingkungan sebagai strata, akan diambil sampel dengan perhitungan sebagai

berikut:

Maka, sampel dari 12 lingkungan yang terdapat di Kelurahan Pekan Selesei

Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Distribusi Sampel Tiap Lingkungan Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat

No Lingkungan Jumlah Kepala Keluarga Perhitungan Jumlah sampel

1. Sei Sekala 430 430/3107 x 97 14

2. Ara Tunggal 263 263/3107 x 97 8

3. Pekan Selesei 383 383/3107 x 97 12

4. Muka Stasiun 286 286/3107 x 97 9

5. Pasar Rodi 202 202/3107 x 97 6

6. Pamah 291 291/3107 x 97 9

7. Ladang Kapas 139 139/3107 x 97 4

8. Pasar II 267 267/3107 x 97 8

9. Pasar III 302 302/3107 x 97 10

10. Paya Jambu 173 173/3107 x 97 5

11. Rambung Putih 304 304/3107 x 97 10

12. Pasar Padi 67 67/3107 x 97 2

Total 3107 97

Sumber: Kantor Kelurahan Pekan Selesai Tahun 2008.

(45)

1. Kriteria inklusi,terdiri dari:

a. Satu rumah ditempati oleh satu kepala keluarga;

b. Rumah milik sendiri (bukan rumah sewaan);

c. Rumah tidak digunakan sebagai tempat usaha.

2. Kriteria eksklusi yaitu apabila kepala keluarga tidak bersedia diwawancarai.

3.4 Teknik Pengambilan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada responden

berpedoman pada kuesioner dan checklist untuk observasi terhadap kondisi rumah

responden.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari catatan dan dokumen kepala kelurahan, camat

dan Puskesmas Selesei.

3.5 Definisi Operasional

Sesuai dengan kerangka penelitian, maka definisi operasional sebagai berikut:

1. Kepala keluarga, yaitu orang yang bertanggung jawab terhadap suatu keluarga.

2. Rumah adalah bangunan untuk tempat tinggal.

3. Status pekerjaan yaitu kegiatan sehari-hari yang dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan keluarga.

a. Pekerjaan tetap, yaitu pekerjaan yang memungkinkan diperolehnya gaji tetap

(46)

b. Pekerjaan tidak tetap, yaitu pekerjaan yang tidak memungkinkan diperolehnya

gaji yang tetap setiap bulannya.

4. Pendapatan, yaitu penghasilan kepala keluarga setiap bulan dari hasil pekerjaan

utama maupun tambahan (dalam rupiah) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

yang dikategorikan sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Langkat

Tahun 2009.

5. Tingkat pendidikan, yaitu jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh

responden.

6. Pengetahuan responden, yaitu tingkat pemahaman kepala keluarga terhadap

konsep rumah sehat, pentingnya rumah sehat, dan efek kesehatan bila tidak

memanfaatkan rumah sehat.

7. Sikap responden, yaitu respon yang melibatkan faktor pendapat kepala keluarga

terhadap pernyataan tentang rumah sehat.

8. Rumah sehat, yaitu suatu tempat tinggal dimana masing-masing dari komponen

rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni memenuhi syarat kesehatan yang

telah direkomendasikan Depkes RI, yaitu memperoleh skor 1068-1200.

3.6 Aspek Pengukuran 3.6.1. Variabel Independen

1. Status Pekerjaan

Untuk mengetahui pekerjaan responden dilakukan dengan cara wawancara

(47)

1) Pekerjaan tetap, seperti TNI/POLRI, pegawai negeri sipil/BUMN, pegawai

swasta tetap, pensiunan pegawai negeri sipil/BUMN.

2) Pekerjaan tidak tetap, seperti wiraswasta, petani, pensiunan pegawai swasta,

2. Pendapatan

Untuk mengetahui pendapatan penghasilan dilakukan wawancara

menggunakan kuesioner, hasil ukur dapat dikelompokkan dalam kategori :

1) Rendah : < Rp. 975.000,- per bulan (< UMK Langkat 2009)

2) Tinggi : > Rp. 975.000,- per bulan ( > UMK Langkat 2009)

3. Tingkat Pendidikan

Untuk mengetahui pendidikan responden dilakukan dengan cara wawancara

menggunakan kuesioner, hasil ukur dapat dikelompokkan dalam kategori :

1) rendah, jika tidak sekolah/tidak tamat SD/tamat SD/tamat SMP;

2) sedang, jika tamat SLTA;

3) tinggi, jika tamat Akademi/Perguruan Tinggi.

4. Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan tertutup

pada responden dengan jumlah pertanyaan sebanyak 15 buah.

Adapun sistem pemberian skor pengetahuan untuk pertanyaan nomor 1 adalah

sebagai berikut:

(i) Skor 0 : jika responden memilih jawaban tidak

(ii)Skor 2 : jika menjawab ya

Sistem pemberian skor pengetahuan untuk pertanyaan nomor 2, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11,

(48)

(i) Skor 0 : jika responden memilih jawaban yang tidak tepat atau memilih

menjawab tidak tahu

(ii) Skor 1 : jika responden memilih jawaban yang kurang tepat

(iii)Skor 2 : jika responden memilih jawaban yang tepat

Sistem pemberian skor pengetahuan untuk pertanyaan nomor 3 dan 4 adalah sebagai

berikut:

(i) Skor 0 : jika responden memilih jawaban tidak tahu

(ii) Skor 1 : jika responden memilih 1 atau 2 dari pilihan jawaban

(iii)Skor 2 : jika responden memilih 3 atau 4 dari pilihan jawaban

Berdasarkan total nilai yang diperoleh dari 15 pertanyaan, maka total nilai

maksimal adalah 30. Berdasarkan skala Likert (Notoatmodjo,2003) pengetahuan

responden dikategorikan sebagai berikut:

 Kategori baik : apabila total nilai yang diperoleh responden > 65%

dengan rentang (20-30).

 Kategori kurang baik : apabila total nilai yang diperoleh responden < 65%

dengan rentang (1-19).

5. Sikap

Pengukuran sikap dilakukan dengan mengajukan pertanyaan tertutup pada

responden dengan jumlah pertanyaan sebanyak 10 buah, dengan alternatif jawaban

sebanyak 3 pilihan (setuju, kurang setuju, atau tidak setuju). Adapun sistem

pemberian skor sikap untuk ke limabelas pernyataan adalah sebagai berikut:

(49)

(ii) Skor 1 : jika responden memilih jawaban kurang setuju.

(iii)Skor 2 : jika responden memilih jawaban setuju.

Berdasarkan total nilai yang diperoleh dari 15 pertanyaan, maka total nilai

maksimal adalah 30. Berdasarkan skala Likert (Notoatmodjo,2003) sikap responden

dikategorikan sebagai berikut:

 Kategori baik : apabila total nilai yang diperoleh responden > 65%

dengan rentang (20-30).

 Kategori kurang baik : apabila total nilai yang diperoleh responden < 65%

dengan rentang (1-19).

3.6.2. Variabel Dependen

1. Rumah sehat

Untuk menentukan suatu rumah sehat atau tidak dilakukan dengan cara

penilaian terhadap komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni dengan

menggunakan alat ukur kuesioner. Dalam hal ini, penilaian terhadap sarana sanitasi

air bersih dilakukan dengan cara menilai kriteria fisik air tersebut.

Hasil ukur dikategorikan dengan cara :

a. Apabila jumlah nilai kali bobot kumulatif : komponen rumah, sarana sanitasi dan

perilaku penghuni < 1.068 dikategorikan sebagai rumah tidak sehat.

b. Apabila jumlah nilai kali bobot kumulatif : komponen rumah, sarana sanitasi dan

perilaku penghuni > 1.068 dikategorikan sebagai rumah sehat.

Dalam hal ini penilaian rumah sehat dapat dijelaskan dengan pemberian bobot

(50)

i. Bobot komponen rumah : ( = 31%

ii. Bobot sarana sanitasi : ( = 25 %

iii. Bobot perilaku penghuni : ( = 44 %

Cara menghitung hasil penilaian: Nilai observasi rumah Bobot (Depkes, 2002).

3.7. Teknik Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan tahapan sebagai

berikut: (i) Editing (pemeriksaan data) bertujuan untuk memeriksa ketepatan dan

kelengkapan jawaban atas pertanyaan. Apabila terdapat jawaban yang belum lengkap

atau terdapat kesalahan maka data harus dilengkapi dengan wawancara kembali

terhadap responden. (ii) Coding (pemberian kode) yaitu data yang telah terkumpul

dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti

secara manual. (iii) Tabulating yaitu memindahkan data dari daftar pertanyaan

kedalam tabel-tabel yang telah dipersiapkan.

3.8. Analisa Data 3.8.1 Analisa Univariat

Variabel pendapatan, tingkat pendidikan, pengetahuan, dan sikap berupa data

numerik (skor hasil pengisian kuesioner) akan diubah menjadi data kategorik (baik,

dan kurang baik). Data yang telah dianalisis akan disajikan dalam bentuk narasi dan

tabel distribusi frekuensi. Pengolahan data akan dilakukan dengan bantuan program

(51)

3.8.2 Analisa Bivariat

Variabel pendapatan, tingkat pendidikan, pengetahuan, dan sikap berupa data

kualitatif akan dianalisa dengan analisis bivariat menggunakan uji chi-square pada

Gambar

tabel distribusi frekuensi. Pengolahan data akan dilakukan dengan bantuan program
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Kelurahan Pekan Selesei  Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan tentang Rumah Sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Rumah Sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sikap masyarakat yang rendah tersebut diindikasikan dari sikap yang tidak setuju jika menerapkan rumah sehat merupakan kebutuhan penting untuk kesehatan keluarga dan anggota

7 Rumah yang sehat harus mempunyai sarana air bersih (SGL/SPT) sendiri dan memenuhi syarat kesehatan, bagaimana menurut bapak/ibu. 8 Rumah yang sehat harus ada jamban yang

Hasil penelitian ini menyimpulkan (1) terdapat hubungan positif antara jenjang pendidikan dengan sikap kepala keluarga terhadap pengelolaan sampah rumah tangga

Lampiran 4 : Distribusi Frekuensi Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Ibu Rumah Tangga RW04 Kelurahan Manggarai Tahun 2008 (Entry Data). Lampiran 5 :

kredibilitas komunikator, ternyata ada variabel lain yang turut mempengaruhi sikap Ibu-ibu rumah tangga mengenai sikap hidup sehat dalam keluarga, seperti terpaan

Hubungan Sikap Kepala Keluarga dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam Tatanan Rumah Tangga di Desa Aek Korsik Kecamatan Aek Kuo Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2013 ... Hasil

a) Kepala keluarga yang menetap di Desa Duwet. b) Kepala keluarga yang berada di rumah saat penelitian. c) Kepala keluarga yang bisa membaca dan menulis. d) Kepala keluarga yang

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP KEPALA KELUARGA DENGAN TINDAKAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN PANIKI BAWAH KECAMATAN MAPANGET KOTA MANADO