• Tidak ada hasil yang ditemukan

VWcX Terjemahnya :

C. Pengertian perkawinan Pattongko 'Siri '

Perkawinan Pattongko’ Siri’ adalah perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki yang berperan menutup aib dan rasa malu demi menjaga nama baik keluarga. Perkawinan ini dilaksanakan karena adanya hubungan seks yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan diluar nikah. Hubungan seks yang dipraktekkan itu sering mengakibatkan kehamilan perempuan tersebut, sehingga pada saat orang tua mereka mengetahui hal yang demikian maka keluarga pihak perempuan meminta kepada laki-laki yang telah menghamili anaknya itu agar segerah bertanggung jawab. Namun laki-laki itu biasanya tidak mau bertanggung jawab dengan cara meninggalkan tempat kediamnnya sehingga dia tidak diketahui oleh pihak perempuan yang telah hamil itu. Hal ini terjadi disebabkan karena laki-laki dan perempuan itu hanya ingin menyalurkan seks-nya tanpa diikat oleh perkawinan sehingga pada saat dituntut untuk menikah

laki-laki tersebut lepas tangan.Oleh karena itu untuk menjaga rasa malu dan nama baik keluarga perempuan maka jalan keluamya mereka menarik laki-laki lain untuk menikahi anaknya.

Disisi lain adakalanya juga laki yang menghamili si perempun bersedia menikahinya, namun kesediannya hanya sebatas seremonial perkawinannya sebab setelah seremonial perkawinan itu urusan selanjutnya yakni bercerai. Hal seperti ini dapat kita lihat bahwa ketika upacara aqad telah usai dilaksanakan laki-laki biasanya langsung meniggalkan rumah atau istrinya sehari atau tiga hari sesudah aqad dilaksanakan tanpa diketahui oleh istrinya dan keluarganya. Tindakan kepergian suami ini sebagai bentuk penolakannya untuk bersama membangun rumah tangga.

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan telah memiliki rasa saling mencintai tetapi terkadang rasa cinta tersebut harus mereka hapus sebab keluarga salah satu dari mereka ada yang tidak setuju di karenakan perbedaan status sosial dimana perempuan dari keturunan bangsawan tidak diperbolehkan menikah dengan seseorang yang bukan keturunan bangsawan atau karaeng (bahasa lokal masyarakat Gowa) yang begitu kental sampai detik ini. Tidak dibolehkannya mereka bersama membangun rumah tangga, maka mereka lebih memilih dengan jalan kawin lari.

Dengan kawin lari yang ditempuh oleh keduanya, maka mereka (keluarga) semakin terpukul dengan demikian mereka dipisahkan oleh keluarganya, namun peristiwa pemisahan terhadap pelaku kawin lari ini sering

dilakukan dari keluarga perempuan, dan pada akhirnya perempuan yang dipisahkan itu dicarikan penggantinya dari keluarganya yang sederajat dengannya.

Perkawinan Pattongko’ siri’ ini, jika dilihat secara pintas dari segi dampaknya hampir sama dengan kawin mut'ah atau kawin kontrak dimana kawin kontrak tersebut hanya di jalani beberapa hari, bulan atau tahun terganturig waktu kesepakatan yang telah di tentukan

Macam-macam perkawinan pattongko' Siri'

1. Perkawinan karena hamil diluar nikah 2. Perkawinan karena perbedaan status sosial 3. Poligami yang terselubung

4. Laki-laki yang menikahi bukan yang menghamilinya.

Namum sungguhpun demikian ketika di teliti dan di cermati secara mendalam. Perkawinan Pattongko' Siri' ternyata ada perbedaan sebab perkawinan Pattongko' Siri' sifatnya untuk menutupi rasa malu dan nama baik keluarga serta hubugan seks dilakukan sebelum adanya akad nikah.

Sementara kawin mut'ah niat dan tujuannya untuk memenuhi kebutuhan seks dan hubungan seks ini dilakukan setelah menikah dalam waktu yang telah disepakati. Apabila waktu yang disepakati tersebut telah habis secara otomatis hubungan mereka terputus atau cerai.

wanita hamil karena oleh karena perkawinan ini terjadi disaat perempuan sedang hamil sedangkan si laki-laki yang mengawini dia dijadikan tumbal (penutup aib) bagi keluarga perempuan.25

Masalah kawin hamil ini diatur dalam pasal 53 Kompilasi Hukum Islam yang terdiri dari tiga ayat yaitu:

(1) Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.

(2) perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.

(3) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.26

Ketentuan lain mengenai perkawinan wanita hamil juga dijelaskan dalam Firman Allah dalam surah An-Nur ayat 3:

•H~

Z>

⌧q

“>H

3 U / ִ:

 ]

⌧DH@„” *

^ Q /

Z>

# ִ8$q

“>H

•K ִ:

 ]

–—H@„” *

J

N`’A M

ִe 3$Ž

•%

mn

*$☺-V`X

Terjemahnya :

Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.27

25Ibid, h. 90

26Lihat pasal 53 Kompilasi Hukum Islam dalam, bukuya Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Cet. I; Jakarta Akademika Pressindo, 1995), h. 125.

Maksud ayat ini ialah tidak pantas orang yang beriman kawin dengan yang berzina, demikian pula sebaliknya perempuan tidak pantas menikahi laki-laki yang penzinah. Dari pemaparan mengenai perkawinan Pattongko' Siri' di atas maka dapat dipahami bahwa meningkatnya perceraian karna maraknya pelaku yang melangsungkan perkawinan Pattongko' Siri'.

41

A.Populasi dan Sampel

1. Populasi

Di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian populasi seperti yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli, sebagai berikut:

Suharsimi Arikunto mengatakan, populasi adalah keseluruhan obyek

penelitian.1 Sementara itu Hadari Nawawi, sebagaimana yang dikutip Margono

menjelaskan, populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes ataupun

peristiwa-peristiwa.2

Pengertian lain juga dikemukakan oleh Sugiyono, yakni populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulan.3

1

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekotan Praktek, (Ed. Revisi, Cet. XII; Jakarta: Rineka Cipta, 2002). h. 108

2

Mukhtar, Kamal. Drs. Suggono, Bandang. Wahana, Metode Penelitian Hukum, (Cet. I; Raja Grafindo Persada, 1997)., h. 42

3

Berdasarkan pengertian diatas dapat dipahami bahwa populasi merupakan keseluhan obyek yang akan diteliti apabila seluruh obyek ini bersifat homogen, maka pada akhir penelitian nanti akan mudah menarik kesimpulan secara generalisasi, meskipun pada penelitian, peneliti mengambil kesimpulan setelah mengidentifikasi sebagian objek.

Kaitannya dengan penelitian dalam skripsi ini, maka yang menjadi obyek

adalah populasi, pasangan (suami istri) yang melakukan perkawinan Pattongko’

Siri' secara nominal jumlah keseluruhan pasangan kawin Pattongko’ Siri' sangat sukar untuk di infentarisir, sebab sifatnya kasuistik dan juga instansi terkait dalam hal ini kantor urusan Agama (KUA) diseluruh wilayah kecamatan di Kabupaten

Jeneponto belum mengklasifikasikan perkawinan Pattongko' Siri'

1. Sampel

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa jika keseluruhan obyek (populasi) itu sifatnya homogen, dapat ditempuh cara yang paling efektif untuk meneliti obyek, yakni cukup meneliti sebagian dari keseluruhan obyek yang nantinya akan disimpulkan dengan cara generalisasi.

Lebih jelasnya sampel adalah merupakan himpunan sebagian dari populasi.4

Pengrtian sampel yang sederhana ini, paling tidak sudah dipahami bahwa, jika terlalu besar jumlah dari populasi dan tidak mungkin di identifikasi satu persatu

4

padahal sifatnya homogen, maka cukuplah sebagian dari populasi yang diteliti.

Untuk obyek penelitian pada skripsi ini penulis mengambil sampel khusus

perkawinan Pattongko’ Siri' yang mengakibatkan perceraian pada pengadilan

Agama kabupaten Gowa khususnya perkara yang di terima pada tahun 2011-2012, dengan perincian dapat dilihat dalam tabel pada bab-bab selanjutnya.

B.Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis.5

1. Metode pendekatan

Dalam penelitian untuk menyelasikan skripsi ini penulis menggunakan beberapa pendekatan diantaranya :

a. Syar'i yakni mendekati masalah yang dibahas dengan berdasarkan pada

sumber syriat Islam yaitu al-Quran dan sunnah nabi

b. Pendekatan sosiologi yakni mendekati masalah yang dibahas dengan

melihat gejala atau interaksi sosial yang terjadi dikalangan masyarakat.

5

2. Metode pengumpulan data

a. Library recarch yaitu penulis menggunakan penelitian lewat kepustakaan

yakni dengan membaca buku atau kitab yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dan bahan tertulis yang dihasilkan pengadilan

agama Sungguminasa, menyangkut perkawinan Pattongko’ Siri' serta

akibatnya dari hasil bacaan tersebut kemudian dikutip hal-hal yang dianggap penting baik melalui kutipan lansung ataupun kutipan tak langsung,.

b. Fieled research yaitu penulisan dengan mengamati masalah yang terjadi

menyangkut dengan perkawinan Pattongko’ Siri' dan usaha pengadilan

agama Sungguminasa dalam menangani kasus perceraian akibat dari

perkawinan pattongko’ siri'

Tekhnik-tehknik yang dilakukan antara lain:

1. Observasi yaitu berusaha untuk memahami situasi masyarakat tersebut

sehingga dapat digambarkan beberapa latar belakang perkawinan

Pattongko’ Siri'

2. Interview melakukan wawancara, langsung dengan masyarakat sekitar

dan pelaku perkawinan Pattongko’ Siri' yang berakhir dengan perceraian

a. Hakim Pengadilan Agama Sungguminasa

b. KUA

c. Pelaku kawin Pattongko’ Siri'

3. Dokumentasi meneliti langsung beberapa tulisan atau putusan majelis .

hakim untuk perkara perceraian akibat alasan perkawinan Pattongko' Siri’

C.Prosedur pengumpulan data

Untuk kelengkapan data suatu karya penelitian perlu melakukan rancangan atau prosedur penelitian secara sistematis dan terencana. Hal ini sangat membantu seorang peneliti menentukan permasalahan yang hendak dibahas.

Dalam penelitian, skripsi ini penulis menggunakan prosedur penelitian yaitu

A.Tahap persiapan

Pada tahap ini penulis melakukan study pustaka dengan cara mengumpulkan tulisan tua, pernyataan-pemvataan yang terdapat dalam literatur yang berkaitan dengan judul penelitian dan nantinya teori-teori atau pernyataan tersebut akan dilihat dan dibuktikan dilapangan. Sebagai wujud nyatanya. Sebelum terjun kelapangan, penulis telah membuat format pertanyaan–pertanyaan yang akan disampaikan kepada informan ,

dimana pertanyaan–pertanyaan dimaksud disesuaikan dengan

B.Tahap pengumpulan data

Untuk data kepustakaan penulis mengumplakan data melalui karya-karya ilmiah, himpunan perundang- undangan yang berkaitan dengtan judul skripsi yang selanjutnya dikutip secara langsung maupun tidak langsung, sementara untuk data lapangan pengumpulannya dilakukan dengan tehnik yang disebutkan sebelumnya yakni melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.

Tahap pengololaan data

Sebelum melAkukan anaiisis data maka telah dilakukan pemeriksaan kembali data data dari hasil penelitian yang dilakukan di lapangan

D.tehnik analisis data

Tehnik anaiisis data yang di pakai dalam penulisan skripsi ini adalah analisis yang hersifat deskriptif kualitatif, maksudnya penelitian dilakukan berdasarkan fakta yang ada atau gejala yang ditemui dilapangan, kemudian di deskripsikan.

Dalam analisis data ini penulis menggunakan metode sebagai berikut:

a. Deduktif yaitu analisis yang digunakan dengan cara umum lalu diuji atau

disimpulkan dengan melihat fakta fakta yang khusus.

b. Induktif yaiu analisis data yang bertitik tolak dari data-data (fakta yang

ada) lalu mengambil kesimpulan dengan cara menggenaralisasikan secara umum.

47

A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Sungguminasa

Peradilan Islam di Indonesia yang selanjutnya di sebut juga dengan peradilan Agama, telah ada di berbagai tempat di nusantara, jauh sejak zaman penjajahan belanda bahkan menurut pakar sejarah peradilan-peradilan Agama sudah ada sejak abad 16. peradilan Agama secara nyata telah eksis diberbagai daerah dengan sebutan beraneka ragam.

Pengadilan Agama (PA) Sungguminasa dibentuk pada bulan desember 1966. Peresmian Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah Sungguminasa adalah pada tanggal 29 Mei 1967. Pembentukan Pengadilan Sungguminasa berdasarkan peraturan pemerintah (PP) No 45 tahun 1957 tentang pembentukan pengadilan

Syri'ah diluar jawa dan madura (lembar Negara tahun 1957 No- 99).1

Dalam peraturan pemerintah (PP) tersebut sekaligus disebutkan daerah-daerah mana yang akan didirikan pengadilan Agama secara berurut, termasuk pengadilan Agama Sungguminasa terdapat dalam nomor urut 87. Penetapan

tersebut mulai berlaku sejak tanggal 3 Desember 1966.2

Namur demikian, pada awal berdirinya Pengadilan Agama

Sungguminasa waktu itu hanya memiliki 2 orang pegawai, yaitu K.H.M.Saleh Thaha sebagai ketua dan Muh. Syahid sebagai pesuruh. Dengan kondisi seperti

1 Rasyid, A, Raihan, H., Hukum Acara peradilan Agama, (Cet. IV; Jakarta: Raja Garfindo Persada, 1995)., h. 17

2 Hadi Daeng Mapuna, Problematika pelaksanaan Hukum acara Peradilan Agama,

diatas praktis Pengadilan Agama Sungguminasa belum dapat berbuat apa-apa. Sidang-sidang, belum diadakan mengingat kelengkapan sebuah lembaga peradilan belum tersedia. Hakim hanya seorang dan panitera belum ada. Pada hal sebuah persidangan hanya dapat dilaksanakan bila unsur-unsur tersebut ada.

Bukan hanya dari segi sumber daya manusianya yang menyebabkan Pengadilan Agama Sungguminasa belum dapat memenuhi fungsinya sebagai lembaga peradilan, tetapi juga dari segi sarana fisik (perkantoran). alat-alat administrasi dan pendukung lainnya sangat minim, sehingga kadang-kadang digunakan uang pribadi ketua.

sebagai tempat pelaksana segala aktivitas peradilan, Pengadilan Agama Sungguminasa untuk sementara waktu menggunakan sebuah rumah sakit yang berhadapan dengan Pengadilan Negeri Sungguminasa waktu itu. Dirumah sakit itulah Pengadilan Agama Sungguminasa melayani masyarakat pencari keadilan.

Dalam kurung waktu tahun 1967 sampai dengan tahun 1976, pengadilan Agama Sungguminasa dapat dikatakan sebagai tahap-tahap pembenahan mendasar. Dengan demikian, tugas-tugas yang seharusnya diembang sebagai sebuah lembaga peradilan belum berjalan sebagaiman wajarnya. Hal ini dapat dimaklumi, sebab dengan kondisi yang sangat minim, baik dari segi tenaga (personil) maupun sarana pendukung (administrasi dan perkatoran).

Akan tetapi setiap orang akan berperkara, tidak mengajukan permohonan atau surat gugatan, melainkan diproses secara verbal, tatapi sebelumya diselesaikan secara musyawarah di desa masing-masing oleh tokoh masyarakat. nanti, setelah tokoh masyarakat tidak bisa menyelesaikannya, baru dibawah

kepengadilan untuk diproses lebih lanjut.3

Pada awal 1962, pengadilan Agama Sungguminasa yang pada awal berdirinya menggunakan rumah sakit umum atas perintah pemerintah setempat. Keadaan ini berlangsung sampai akhir 1972. kemudian dipindahkan ke kantor departemen Agama sebab pada waktu itu kepala kantor departemen Agama meminta supaya bertempat di kantor departemen agama, maka disediakanlah sebuah ruangan untuk pegawai pengadilan agama Sungguminasa. Akan tetapi pada waktu itu antara kepala departemen agama dan ketua pengadilan Agama (PA) Sungguminasa terjadi persaingan, maka kantor pengadilan Agama (PA) Sungguminasa di pindahkan ke Islamic centre, yang dijadikan sebagai tempat pencari keadilan.

Dokumen terkait