• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.3 Pengertian Rasio Keuangan

Menurut Widjaja (2010:12), pengertian Rasio dapat didefinisikan sebagai berikut :

“Rasio adalah satu angka yang dinyatakan dalam hubungannya dengan

yang lain. Banyak rasio yang dihitung dari satu kumpulan laporan keuangan, tetapi biasanya hanya sedikit yang bermanfaat dalam situasi

tertentu.”

Definisi Rasio Keuangan menurut Sofyan (2009:297) dinyatakan sebagai berikut :

“Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan

dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (berarti). Rasio keuangan ini hanya menyederhanakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya. Dengan penyederhanaan ini kita

dapat membandingkannya dengan rasio lain sehingga dapat

memperoleh informasi dan memberikan penilaian.”

Subramanyam (2010:40), menyatakan bahwa :

Analisis rasio (rasio analysis) merupakan salah satu alat analisis

keuanagn yang paling populer dan banyak digunakan. Namun, perannya disalahpahami dan sebagai konsekuensinya, kepentingan sering dilebih-lebihkan. Sebuah rasio menyatakan hubungan matematis antara dua

kuantitas”.

Sedangkan Weygandt, Kieso dan Kimmel dalam Adhariani dan Diyanti (2008:395), menyatakan bahwa :

“Rasio menyatakan hubungan matematik antara satu kuantitas dengan lainnya. Hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk persentase, tingkat, atau proporsi sederhana. Dan Analisis rasio menyatakan

hubungan diantara pos-pos tertentu dari data laporan keuangan”

Manfaat Rasio menurut Subramanyam dan Wild (2010:43) adalah :

“ Rasio bermanfaat bila di interpretasikan dalam perbandingan dengan : (1) Rasio sebelumnya, (2) Standar yang ditentukan sebelumnya, dan (3)

Rasio Pesaing.”

Menurut Keown, dkk (2010:74), adalah :

“Rasio keuangan membantu kita untuk mengidentifikasi beberapa

kelemahan dan kekuatan keuangan perusahaan. Rasio tersebut memberikan dua cara bagaimana membuat perbandingan dan data keuangan yang

berarti: (1) kita dapat meneliti rasio antar-waktu (katakanlah untuk 5 tahun

terakhir) untuk meneliti arah pergerakannya; (2) kita dapat

membandingkan rasio perusahaan dengan rasio perusahaan lainnya.”

Menurut Keown, dkk (2010:91), beberapa kelemahan penting yang mungkin ditemukan dalam menghitung dan menginterprestasikan rasio keuangan:

1. Kadang-kadangsulit untuk mengindentifikasikan kategori industri,

jika perusahaan berusaha dalam beberapa bidang usaha. Jika kita harus memiliki sendiri kumpulan perusahaan pembanding dam membuat norma khusus yang sesuai.

2. Angka rata-rata industri yang diterbitkan hanya merupakan perkiraan

saja dan hanya memberikan petunjuk umum karena bukan merupakan hasil penelitian dari seluruh perusahaan dalam industri ataupun bahkan sekedar sampel yang diwakili dalam industri

3. Perbedaan praktik akuntansi antar-perusahaan dapat menghasilkan

perbedaan dalam perhitungan rasio.

4. Suatu industri kebanyakan tidak menyediakan suatu target atau nilai

rasio yang diinginkan.

5. Banyak perusahaan mengalami perubahan-perubahan dalam operasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi rasio menurut Subramanyam (2010:42) adalah :

“Diluar aktivitas operasi internal yang mempengaruhi rasio perusahaan, kita harus menyadari dampak peristiwa ekonomi, faktor industri,

kebijakan manajemen, dan metode akuntansi.”

2.2.4 Jenis-jenis Rasio Keuangan

Menurut Sofyan (2010:301) beberapa rasio yang sering digunakan adalah :

1. Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Rasio-rasio ini dapat dihitung melalui sumber informasi tentang modal kerja yaitu pos-pos aktiva lancar dan hutang lancar. Beberapa rasio likuiditas ini adalah rasio lancar, rasio cepat (quick ratio), rasio kas atas aktiva lancar, rasio kas atas utang lancar, rasio aktiva lancar dan total aktiva, aktiva lancar dan total utang.

2. Rasio Solvabilitas

Rasio solvabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Rasio ini dapat dihitung dari pos-pos yang sifatnya jangka panjang seperti aktiva tetap dan utang jangka

panjang. Rasio solvabilitas antara lain rasio utang atas modal, debt service ratio (rasio pelunasan utang), dan rasio utang atas aktiva.

3. Rasio Rentabilitas/Profitabilitas

Menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya. Rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba disebut juga Operating Ratio. Beberapa jenis rasio rentabilitas ini antara lain Marjin Laba (Profit Margin), Asset Turn Over (Return On Asset), Return on Investement (Return on Equity), Return on Total Asset, Basic Earning Power, Earning Per Share, Contribution Margin, dan kemampuan karyawan (rasio produktivitas).

4. Rasio Laverage

Menggambarkan hubungan antara utang perusahaan terhadap modal maupun aset. Rasio ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh utang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal (equity). Rasio ini bisa juga dianggap bagian dari rasio Solvabilitas dan terdiri atas Leverage, Capital Adequency Ratio (CAR) (Rasio Kecukupan Modal), dan Capital Formation.

5. Rasio Aktivitas

Menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam

kegiatan lainnya. Rasio in terdiri atas Inventory Turn Over, Receivable Turn Over, Fixed Asset Turn Over, Total Asset Turn Over, dan Periode Penagihan Piutang.

6. Rasio Pertumbuhan (Growth)

Menggambarkan persentase pertumbuhan pos-pos perusahaan dari tahun ke tahun. Rasio ini terdiri atas Kenaikan Penjualan, Kenaikan Laba Bersih, Earning per Share (EPS), dan Kenaikan Deviden per Share.

7. Penilalian Pasar (Market Based Ratio)

Rasio ini merupakan rasio yang lazim dan yang khusus dipergunakan di pasar modal yang menggambarkan situasi/keadaan prestasi perusahaan di pasar modal. Tidak berarti rasio lainnya tidak terpakai. Rasio ini terdiri atas Price Earning Ratio (PER), dan Market to Book Value Ratio.

8. Rasio Produktivitas

Rasio ini menunjukkan tingkat produktivitas dari unit atau kegiatan yang dinilai, misalnya rasio karyawan atas penjualan, rasio biaya per karyawan, rasio penjualan terhadap space ruangan, rasio laba terhadap

karyawan, rasio laba terhadap cabang, dan rasio lainnya.”

Menurut Kieso dkk (2008:222) jenis-jenis utama rasio yaitu:

1. Rasio likuiditas (likuidity ratios). Mengukur kemampuan jangka pendek

2. Rasio aktivitas (activity ratios). Mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan aktiva yang dimiliki.

3. Rasio profitabilitas (profitability ratios). Mengukur tingkat keberhasilan

atau kegagalan perusahaan atau divisi tertentu sepanjang suatu periode.

4. Rasio cakupan (coverage ratios). Mengukur tingkat perlindungan bagi

kreditor dan investor jangka panjang.

2.2.5 Pengertian Kebangkrutan

Istilah “pailit” dijumpai dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris. Dalam bahasa Perancis, istilah “failite” artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Orang yang mogok atau macet

atau berhenti membayar hutangnya disebut dengan Le falli. Di dalam bahasa

Belanda dipergunakan istilah faillit yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai

kata benda dan kata sifat. Sedangkan dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah

to fail, dan di dalam bahasa Latin dipergunakan istilah failire. Di Negara-negara

yang berbahasa Inggris, untuk pengertian pailit dan kepailitan dipergunakan

istilah “bankrupt” dan “bankruptcy”.

Menurut Toto (2011:332), kebangkrutan (bankcruptcy) merupakan kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya. Kondisi ini biasanya tidak muncul begitu saja di perusahaan, ada indikasi awal dari perusahaan tersebut yang biasanya dapat dikenali lebih dini kalau laporan

keuangan dianalisis secara lebih cermat dengan suatu cara tertentu. Rasio keuangan dapat digunakan sebagai indikasi adanya kebangkrutan di perusahaan.

Definisi kebangkrutan lainnya dikemukakan oleh Weston & Copeland (1997:510), bahwa kebangkrutan adalah sebagai suatu kegagalan yang terjadi dalam perusahaan tersebut dapat dibedakan sebagai berikut :

a) Kegagalan Ekonomi (Economic Distressed)

Kegagalan dalam arti ekonomis bahwa pendapatan perusahaan tidak mampu lagi menutup biayanya, yang berarti bahwa tingkat labanya lebih kecil daripada biaya modalnya. Definisi yang berkaitan adalah bahwa nilai sekarang dari arus kas perusahaan itu lebih kecil dari kewajibannya.

b) Kegagalan Keuangan (Financial Distressed)

Insolvensi memiliki dua bentuk yakni Default teknis yang terjadi bila suatu perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi didalam ketentuan hutangnya, seperti rasio aktiva lancar dengan hutang lancar yang ditetapkan, serta kegagalan keuangan atau ketidakmampuan teknik (technical insolvency) yang terjadi apabila perusahaan tidak mampu memenuhi kewajibannya pada waktu yang telah ditentukan walaupun

Definisi mengenai financial distress diungkapkan Fahmi (2012:158) sebagai berikut:

“Plat dan Plat mendefinisikan financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan atau

likuidasi.”

Sedangkan menurut Foster (1986:535), financial distress didefinisikan sebagai berikut :

Financial distress is used to mean servere liquidity problems that cannot bes

resolved without a sizable rescaling of the entity’s operations or structure

Dari kedua pengertian financial distress menurut Plat dan Plat (2002) dan Foster (1986), maka Ramadhani dan Lukviarman (2009:17) dalam jurnal penelitiannya menyimpulkan bahwa financial distress (Kesulitan keuangan) adalah :

“Situasi dimana arus kas operasi perusahaan tidak memadai untuk melunasi

kewajiban-kewajiban lancar (seperti hutang dagang atau beban bunga) dan perusahaan terpaksa melakukan tindakan perbaikan. Dan kesulitan keuangan adalah masalah likuidasi yang sangat parah yang tidak bisa dipecahkan tanpa perubahan ukuran dari operasi atau struktur perusahaan. Informasi Financial Distress ini dapat dijadikan sebagai peringatan dini atas kebangkrutan sehingga manajemen dapat melakukan tindakan secara cepat untuk mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan, dimana kebangkrutan suatu perusahaan ditandai dengan financial distress yaitu keadaan dimana

perusahaan lemah dalam menghasilkan laba atau perusahaan cenderung

mengalami defisit.”

2.2.6 Faktor Penyebab Kebangkrutan

Menurut S.Munawir (2002:289) secara garis besar penyebab kebangkrutan biasa dibagi menjadi dua yaitu faktor internal perusahaan maupun eksternal baik yang bersifat khusus yang berkaitan langsung dengan perusahaan maupun yang bersifat umum.

Menurut Darsono dan Ashari (2005:12) dalam Gabriella (2011), faktor internal yang bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaan meliputi: Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus-menerus yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak mampu membayar kewajibannya. Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh pemborosan dalam biaya, kurangnya keterampilan, dan keahlian manajemen.

Menurut Darsono dan Ashari (2005:103-104) dalam Gabriella (2011), faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan yaitu:

Perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan. Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk produksi. Terlalu banyak piutang yang diberikan kepada debitur dalam jangka waktu pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva yang

menganggur yang tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi perusahaan. Hubungan yang tidak harmonis dengan kreditur juga bisa berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Kondisi perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi oleh perusahaan. Ada beberapa indikator untuk melihat tanda-tanda kesulitan keuangan dapat diamati dari pihak eksternal, misalnya:

a) Penurunan jumlah deviden yang dibagikan kepada pemegang saham

selama beberapa periode berturut-turut.

b) Penurunan laba secara terus-menerus bahkan perusahaan mengalami

kerugian.

c) Ditutup atau dijualnya satu atau lebih unit usaha.

d) Pemecatan pegawai secara besar-besaran.

e) Harga di pasar mulai menurun terus - menerus.

Penyebab terjadinya kesulitan keuangan (financial distress), dinyatakan Sudana (2011:249) sebagai berikut :

“Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan perusahaan mengalami kegagalan, diantaranya adalah faktor ekonomi, kesalahan manajemen, dan bencana alam. Perusahaan yang mengalami kegagalan dalam operasinya akan berdampak pada kesulitan keuangan. Tapi kebanyakan penyebabnya,

baik langsung maupun tidak langsung adalah karena kesalahan manajemen

yang terjadi berulang-ulang.”

Sedangkan menurut Fahmi (2012:105) penyebab terjadinya financial distress adalah :

“Dimulai dari ketidakmampuan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya, terutama kewajiban yang bersifat jangka pendek termasuk kewajiban likuiditas dan juga termasuk kewajiban dalam kategori solvabilitas. Permasalahan terjadinya insolvency bisa timbul karena faktor berawal dari kesulitan likuiditas. Ketidakmampuan tersebut dapat ditunjukan dengan 2 (dua) metode, yaitu Stock-based insolvency dan Flow-Stock-based insolvency. Stock-Stock-based insolvency adalah kondisi yang menunjukkan suatu kondisi ekuitas negatif dari neraca perusahaan (negative net wort), sedangkan Flow-based insolvency ditunjukkan oleh kondisi arus kas operasi (operating cash flow) yang tidak dapat memenuhi

kewajiban-kewajiban lancar perusahaan.”

Menurut Darsono dan Ashari (2005:104), permasalahan keuangan bisa digolongkan ke dalam empat kategori, yaitu :

1. Perusahaan yang mengalami masalah keuangan baik dalam jangka

pendek maupun jangka panjang sehingga mengalami kebangkrutan.

2. Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan jangka pendek namun

3. Perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan jangka pendek tetapi mengalami kesulitan keuangan jangka panjang, sehingga ada kemungkinan mengalami kebangkrutan.

4. Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dalam jangka pendek

yang berupa kesulitan likuidasi ataupun kesulitan jangka panjang.”

Dokumen terkait