SKRIPSI
Diajukan Oleh : ANGGA ADISTYA PATRA
1013015023/FEB/EA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana EKONOMI DAN BISNIS
Progdi Akuntansi
Oleh :
ANGGA ADISTYA PATRA 1013015023/FEB/EA
Kepada
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS
PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
PERUSAHAAN SEKTOR TRANSPORTASI YANG
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Progdi Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Assalamualaikum wr. wb
DenganmengucapkansyukurAlhamdulillah, kami panjatkankehadirat Allah SWT
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena atas rahmat, ridho dan hidayat-Nya
saya dapat meyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ANALISIS KEBANGKRUTAN
PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE Z SCORE ALTMAN
PADA PERUSAHAAN SEKTOR TRANSPORTASI YANG TERDAFTAR DI
BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2010-2012” ini dapat terselesaikan tepat
waktu.
Skripsi ini merupakan tugas akhir untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi pada
program Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” JawaTimur.
Selama proses penyusunan skripsi, penulis telah banyak mendapat bantuan dan
dorongan baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak demi
terselesaikannya skripsi ini.
Selanjutnya, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur;
3. Ibu Drs. Ec. Sari Andayani M.Aks. selaku dosen wali dan dosen pembimbing
yang memberi nasihat dan dorongan, serta memberi banyak masukan dan
bimbingan kepada penulis;
4. Ibu Drs. Ec. Endah Susilowati, M.Si. Yang telah memberi bimbingn dan membei
motivasi kepada penulis, terimakasih;
5. Bapak dan Ibu dosen Progdi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur;
6. Ayahanda Bambang Wuryanto dan Ibunda Heriaty yang tercinta, yang telah
sabar mendidik, membimbing, memberidoa, memotivasi dan member kasih
saying tanpa batas waktu;
7. Saudara-saudara saya kakak Wiwiek, Raka, Rega, dan Tuti yang telah memberi
semangat dan mendampingi penulis;
8. Teman-teman Mahasiswa Progdi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Pembangunan “Veteran” Jawa Timur Kelas H (Sore) Achmad
Chafidz, Bu Yuni Siswati, Debra (Bunda), Tito Brama, mbak Ayu Ashari, Tante
Shelly, Mbak reny, mbak Sila, Yunita, Satria dan semua teman-teman yang
belum saya sebutkan, terima kasih.
Semoga Kebaikan kalian dibalas oeh ALLAH SWT dengan kebaikan dan
kebahagiaan yang tak terhingga.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar laporan ini
menjadi lebih baik. Akhir kata, dengan segala kerendahan hati yang tulus, penulis
berharap laporan ini dapat membantu dan memberikan manfaat bagi siapapun
kedepannya.
Wassalamualaikum wr. wb
Sidoarjo, 25 Juni2014
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... x
ABSTRAKSI ... xi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Penelitian Terdahulu ... 10
2.2 Landasan Teori ... 16
2.2.1 Pengertian Laporan Keuangan ... 16
2.2.2 Tujuan Laporan Keuangan ... 17
2.2.7 Indikator Financial Distress ... 31
2.2.8 Diskriminan Altman (Z Score) ... 32
2.3 Kerangka Pemikiran ... 35
2.4 Hipotesis ... 37
BAB III. METODE PENELITIAN ... 38
3.1 Definisi Operasional Variabel ... 38
3.2 Teknik Penentuan Sampel ... 40
3.2.1 Populasi ... 40
3.2.2 Sampel ... 40
3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 43
3.3.1 Jenis Data ... 43
3.3.2 Sumber Data ... 43
3.3.3 Pengumpulan Data ... 43
3.4 Teknik Analisis Data ... 43
3.4.1 Teknik Analisis ... 43
4.1.1 PT. Arpeni Pratam Ocean Line Tbk ... 48
4.1.2 PT. Berlian Laju Tanker Tbk ... 48
4.1.3 PT. Centris Multipersada Pratama Tbk ... 49
4.1.4 PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk ... 50
4.1.5 PT. Humpus Internomoda Transportasi Tbk ... 51
4.1.6 PT. Indonesia Air Transport Tbk ... 51
4.1.7 PT. Tanah Laut Tbk ... 52
4.1.8 PT. Karwell Indonesia Tbk ... 52
4.1.9 PT. Mira Internasional Resources Tbk ... 53
4.1.10 PT. Rig Tenders Indonesia Tbk ... 53
4.1.11 PT. Steady Safe Tbk ... 54
4.1.12 PT. Samudra Indonesia Tbk ... 54
4.1.13 PT. Pelayaran Tempura Emas Tbk ... 55
4.1.14 PT. Trada Maritime Tbk ... 56
4.1.15 PT. Panorama Transportasi Tbk ... 56
4.3 Analisis Diskriminan ... 59
4.4 Pembahasan ... 69
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
5.1 Kesimpulan ... 72
5.2 Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA
Tabel 4.2 Uji Normalitas Setelah Transformasi Data ... 59
Tabel 4.3 Uji Descriptive Statistic ... 60
Tabel 4.4. Persamaan Estimasi Fungsi Diskriminan ... 62
Tabel 4.5. Wilk’s Lambda ... 64
Tabel 4.6. Uji Struktur Matrix ... 65
Tabel 4.7. Nilai Cut Off ... 67
(BEI) PERIODE 2010-2012
Angga Adistya Patra
Abstrak
Kesulitan keuangan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang
menyebabkan kebangkrutan perusahaan. Z–score pertama kali diperkenalkan oleh
Edward Altman pada tahun 1968 yang dikembangkan untuk menentukan kecenderungan kebangkrutan perusahaan dan dapat juga digunakan sebagai ukuran dari keseluruhan kinerja keuangan. Dalam penelitian tersebut, ia menemukan empat rasio yang dapat dikombinasikan dalam suatu rumus matematis yang akurat dalam mengestimasi kebangkrutan perusahaan. Tujuan dalam penelitian ini adalah memprediksi potensi kebangkrutan dengan menggunakan metode Altman Z-Score pada perusahaan sektor Transportasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2010-2012.
Populasi yang digunakan sebagai obyek penelitian adalah 28 perusahaan sektor transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam penelitian ini teknik sample yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dilakukan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan atas tujuan tersebut, maka sampel yang ditemukan sebanyak 17 perusahaan selama 3 periode (tahun 2010 sampai dengan 2012). Teknik analisis dengan menggunakan teknik analisis Diskriminan.
Dari hasil yang telah dilakukan terdapat 35 data perusahaan diprediksi bangkrut dan 16 perusahaan yang di prediksi sehat. Ketepatan prediksi pengelompokan potensi kebangkrutan sebesar 84,3%, sehingga dapat diperoleh kesimpulan metode Z Score Altman dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan.
1.1.Latar Belakang
Setiap negara berkembang yang ingin mencapai perekonomian agar terus
meningkat hingga menjadi negara maju membutuhkan perbaikan dan
pengembangan dari berbagai sektor ekonomi. Untuk mencapainya diperlukan
pembangunan dan pengendalian secara terintegritas atas subsektor dan sistem yang
saling bersinergi.
Di Indonesia salah satu sektor yang sangat penting dalam pembangunan
suatu negara adalah transportasi dan infrastruktur. Sektor ini sangat penting karena
negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat membutuhkan adanya
sarana transportasi dan infrastruktur yang memadai sebagai penghubung aktivitas
ekonomi, distribusi kebutuhan hidup masyarakat luas dan distribusi pemerataan
penduduk dengan adanya aktivitas transmigrasi dan urbanisasi.
Sektor transportasi dan infrastruktur menjadi sangat penting karena
pembangunan negara didukung sepenuhnya oleh infrastruktur yang terkelola secara
baik, tertata secara sistematis dan terpelihara secara berkelanjutan sehingga terdapat
Sektor transportasi masih memiliki peluang investasi yang besar dengan
permintaan akan transportasi darat, udara dan laut, disamping itu pasar domestik
masih memiliki peluang yang cukup kuat. Walaupun sektor transportasi mengalami
pertumbuhan pada tahun 2012, namun berdasarkan laporan keuangan yang
dipublikasikan di BEI (www.idx.co.id) beberapa perusahaan jasa transportasi
mengalami kerugian tidak hanya satu tahun tetapi juga beberapa tahun. Beberapa
perusahaan jasa transportasi yang mengalami kerugian atau laba negatif selama 2
tahun berturut-turut adalah sebagai berikut :
Tabel 1.1
Daftar Perusahaan Jasa Transportasi Yang Memiliki Laba Negatif 2 Tahun atau Lebih Pada Tahun 2010-2012
No
Nama Perusahaaan Tahun
Dalam Jutaan Rupiah
Kode Nama 2010 2011 2012
1 APOL Arpeni Pratama Ocean Line Tbk.
2 HITS Humpuss Intermoda Transportasi Tbk
3 IATA Indonesia Air Transport Tbk.
Berdasarkan Investasi Kontan Abdul Wahid Fauzie
(www.investasi.kontan.co.id/2010), Kinerja perusahaan perkapalan ini rupanya
masih belum juga membaik. Buktinya, rapor PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk
(APOL) di sepanjang kuartal I 2010 makin buruk. Berdasarkan laporan keuangan
rugi bersih APOL pada Maret 2010 Rp 190,6 miliar naik 16,88% dibandingkan
periode yang sama 2009. Dari laporan keuangan bisa dilihat beberapa penyebab
utama rugi bersih ini yaitu adanya selisih kurs dengan terus menguatnya rupiah.
Tahun ini, APOL menanggung rugi kurs sebanyak Rp 59,16 miliar. Sementara
tahun lalu, APOL menangguk untung kurs Rp 38,8 miliar. Selain karena kurs,
pendapatan APOL juga turun 15,82% dari Rp 446,2 miliar menjadi Rp 375,6
miliar.
Menurut informasi BEI dalam media Kabar Bisnis ET
(www.kabarbisnis.com/2011), kinerja keuangan PT Humpuss Intermoda
Transportasi Tbk (HITS), perusahaan perkapalan internasional bagian dari Grup
Humpuss, kurang menggembirakan. Pada kuartal I/2011, HITS mencatat
mengalami kerugian sebesar Rp5,7 miliar, atau 142% jika dibandingkan dengan
periode yang sama tahun 2010 mencapai Rp13,4 miliar. Kerugian ini disebabkan
rugi usaha mencapai Rp1,57 miliar.
Menurut informasi dari Britama.com (www.britama.com/index.php/2012)
PT Steady Safe Tbk (SAFE) membukukan Rugi bersih sebesar Rp 2,26 miliar atau
Rp (5,79) per saham pada kuartal I 2012. Rugi bersih kuartal I 2012 menunjukan
tahun lalu sebesar Rp 302,45 juta atau Rp (0,77) per saham. Hal ini disebabkan oleh
Pendapatan perseroan mengalami penurunan dari Rp 10,45 miliar menjadi Rp 7,18
miliar. PT Steady Safe Tbk (SAFE) membukukan Rugi bersih sebesar Rp 3,33
miliar atau Rp (8,38) per saham pada Kuartal III 2012. Rugi bersih Kuartal III 2012
menunjukan peningkatan 26,14% bila dibandingkan dengan Rugi bersih pada
Kuartal III tahun lalu sebesar Rp 2,64 miliar atau Rp (0,96) persaham. Hal ini
disebabkan Pendapatan Pokok perseroan mengalami penurunan dari Rp 29,18
miliar pada Kuartal III tahun lalu menjadi Rp 22,44 miliar pada Kuartal III tahun
ini. Beban Pokok perseroan mengalami penurunan dari Rp 15,83 miliar pada
Kuartal III 2011 menjadi Rp 9,34 miliar pada kuartal III 2012, dan Beban Usaha
menurun dari Rp 4,14 miliar menjadi Rp 5,28 miliar.
Berdasarkan Financeroll Sugeng Riyadi (http://financeroll.co.id/2013),
Emiten maskapai penerbangan, PT Indonesia Air Transport Tbk (IATA) pada 2012
mencatat rugi bersih sebesar Rp 32,82 miliar, padahal pada 2011 meraih laba bersih
hingga Rp 33,55 miliar. Merujuk laporan keuangan IATA yang disampaikan
kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI), disebutkan pada 2012 pendapatan usaha
perseroan mencapai Rp 269,28 miliar, naik hingga 21,39% dibanding 2011 yang
sebesar Rp 221,83 miliar. Selain itu, EBITDA tahun lalu sebesar Rp 24,03 miliar,
turun 3,73% dibanding 2011 yang sebesar Rp 24,96 miliar. Jumlat total aset tercatat
sebesar Rp 730,93 miliar, naik 22,03% dibanding 2011 yang sebesar Rp 598,98
miliar. Sementara jumlah kewajiban perseroan pada 2012 mencapai Rp 557,08
ekuitasnya turun 15,88% dari Rp 200,67 miliar tahun 2011 menjadi Rp 173,85
miliar pada 2012.
Menurut informasi dari Britama.com (www.britama.com/2012)
PT Zebra Nusantara Tbk (ZBRA) membukukan Rugi bersih sebesar Rp 5,04 miliar
atau Rp 8,02 per sahampada Kuartal III 2012. Rugi bersih Kuartal III 2012
menunjukan penurunan 30,77% bila dibandingkan dengan Rugi bersih pada Kuartal
III tahun lalu sebesar Rp 7,28 miliar atau Rp 11,58 persaham. Hal ini disebabkan
oleh meningkatnya Pendapatan Lain-lain dari Rugi sebesar Rp 1,91 miliar pada
kuartal III 2011 menjadi Untung Rp 529,1 juta pada kuartal III 2012. Pendapatan
perseroan mengalami penurunan dari Rp 15,06 miliar pada Kuartal III tahun lalu
menjadi Rp 14,38 miliar pada Kuartal III tahun ini, sedangkan Beban perseroan
mengalami penurunan sedikit dari Rp 13,90 miliar menjadi Rp 13,74 miliar.
Ditahun 2012 perusahaan jasa transportasi memiliki kemungkinan
mengalami kenaikan laba atau penurunan laba. Kenaikan laba di tahun 2012
mengindikasikan adanya pemulihan perusahaan untuk dapat tumbuh lebih baik,
dimana laba tersebut dapat menutupi kewajiban dan biaya operasional perusahaan
tahun sebelumnya. Namun jika ditahun 2012 beberapa perusahaan tersebut
mengalami penurunana laba maka dapat diindikasikan kinerja perusahaan menurun.
Penurunan kinerja dengan kerugian yang terus menerus dapat mempersulit
perusahaan dalam memenuhi beban operasional, beban kewajiban hutang,
menyeluruh sehingga ada kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan keuangan
(financial distress) atau kebangkrutan.
Kesulitan keuangan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan
untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan
kebangkrutan perusahaan. Menurut Foster, 1986, kesulitan keuangan menunjukkan
adanya masalah likuiditas yang parah yang tidak dapat dipecahkan tanpa melalui
penjadwalan kembali secara besar-besaran terhadap operasi dan struktur
perusahaan. (Darsono dan Ashari, 2004:101)
Z–score pertama kali diperkenalkan oleh Edward Altman pada tahun 1968
yang dikembangkan untuk menentukan kecenderungan kebangkrutan perusahaan
dan dapat juga digunakan sebagai ukuran dari keseluruhan kinerja keuangan. Dalam
penelitian tersebut, ia menemukan lima rasio yang dapat dikombinasikan dalam
suatu rumus matematis yang akurat dalam mengestimasi kebangkrutan perusahaan.
Adapun rasio-rasio yang digunakan adalah rasio likuiditas, rasio solvabilitas, dan
rasio profitabilitas.
Kelebihan yang lainnya adalah bahwa model perhitungan diskriminan
(Altman) ini juga bisa diterapkan untuk perusahaan-perusahaan yang go
public atau tidak go public seperti yang telah dijelaskan oleh Hanafi (2005)
dimana perusahaan di Indonesia lebih sedikit yang go public jika dibandingkan
dengan di Amerika. Selain itu kelebihan dari analisis z-score ini adalah
karena model diskriminan kebangkrutan ini termasuk kedalam analisis
dari neraca dan laporan laba/rugi perusahaan. Artinya bahwa adanya keterkaitan
antara variabel-variabel dari z-score dengan analisis rasio keuangan.
Altman kembali memodifikasi formula Z score-nya pada tahun 1995 dengan
mengubah beberapa indikator baru. Indikator tersebut antara lain Net Working Capital
to Total Assets, Retained Earnings to Total Assets, Earnings Before Interest and Taxes to total Assets, dan Book Value of Equity to Total Liability. Beberapa penambahan tersebut dimaksudkan untuk menutupi kekurangan dan juga untuk menambah tingkat
akurasi yang lebih baik. Akan tetapi disisi lain masih sering ditemukan masih
relevannya metode Altman z-score 1968 pada masa modern walaupun Altman sendiri
telah melakukan penyempurnaan pada tahun 1995.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka peneliti
ingin membahas lebih lanjut tentang analisis kebangkrutan dengan metode Z score.
Penelitian ini meneliti tentang perusahaan Transportasi dari tahun 2010-2012. Maka
dari permasalahan diatas penulis ingin melakukan penelitian dengan judul :
“ANALISIS KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN DENGAN
1.2. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan pokok permasalahan yang berkaitan dengan pembahasan sebelumnya
yaitu: Bagaimana memprediksi potensi kebangkrutan dengan menggunakan Metode
Z score Altman pada perusahaan sektor Tranportasi yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia dari tahun 2010-2012?
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
Memprediksi potensi kebangkrutan dengan menggunakan metode Altman Z-Score
pada perusahaan sektor Transportasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari
tahun 2010-2012.
1.4.Manfaat Penelitian
Penilitian yang dilakukan dapat bermanfaat bagi :
1. Manfaat Operasional (Praktis)
1) Sebagai kajian awal bagi pihak manajemen yang bisa dijadikan landasan
dalam melakukan perbaikan bagi kemajuan perusahaan.
2) Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak kreditur dan pemegang saham
untuk melakukan persiapan dalam mengatasi kegagalan bisnis yang akan
2. Manfaat dalam Pengembangan Ilmu (akademis)
1) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperoleh
informasi dalam rangka memecahkan masalah prediksi kebangkrutan
perusahaan.
2) Sebagai bahan referensi dan perbandingan untuk menambah wawasan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Berikut ini beberapa penelitian tentang kinerja bank diukur dengan
menggunakan rasio keuangan yang telah dilakukan oleh beberapa orang peneliti,
antara lain:
ST. Ibrah Mustafa Kamal (2012) melakukan penelitian mengenai “Analisis Prediksi Kebangkrutan Pada Perusahaan Perbankan Go Public Di Bursa Efek
Indonesia (dengan menggunakan model Altman Z-score)”. Dalam penelitian ini
terdiri dari lima variabel, meliputi : (X1) Net Working Capital to Total Assets, (X2 )
Retained Earning to Total Assets, (X3) Earning Before Interest and Taxes (EBIT)
to Total Assets, (X4 ) Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities,
(X5 ) Sales to Total Assets. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui prediksi
kebangkrutan pada perusahaan perbankan Go Public yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Hipotesis Penelitiannya adalah Dengan menggunakan model Z-score
dapat memprediksi kebangkrutan pada perusahaan perbankan go public di Bursa
Efek Indonesia. Metode Analisis menggunakan Model prediksi kebangkrutan
Altman Z-score. Hasil penelitian adalah Model Altman’s Z-score dapat
memprediksi keadaan perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia. Pada tahun
2008 ada satu perusahaan perbankan yang berada pada grey area atau sekitar 5%
Z-score yang di bawah 2,99. Hanya Bank Rakyat Indonesia Tbk. yang hasilnya
2,611 mendekati nilai 2,99 berada di grey area. Dilihat bahwa perbankan ada
beberapa yang mulai memperbaiki kondisi keuangan dengan melihat bahwa pada
tahun 2009 sebanyak 40% berada dalam keadaan sehat, 45% diprediksi akan
mengalami kebangkrutan yang berkurang dibanding dengan tahun sebelumnya, dan
15% berada pada grey area.
Evi Wardhani (2007) Meneliti tentang “Analisis Tingkat Kebangkrutan Model Altman dan Foster pada Perusahaan Textile dan Garment Go-Public di Bursa Efek
Jakarta”. Tujuan penelitian untuk mengetahui bahwa laporan keuangan sebelum
terjadi kebangkrutan dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kebangkrutan
dengan Model Altman dan Foster, dan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
tingkat kebangkrutan Model Altman dan Foster pada perusahaan textile dan garment.
Hipotesis Penelitian adalah Terdapat perbedaan tingkat kebangkrutan Model
Altman dan Foster pada perusahaan textile dan garment. Metode analisis data
menggunakan analisis Z score Altman dan Z-Score Foster. Hasil Penelitian bahwa
laporan keuangan sebelum terjadi kebangkrutan dapat digunakan untuk mengukur
tingkat kebangkrutan menggunakan Model Altman dan Foster. Terdapat perbedaan
secara statistik hasil analisis Model Altman dan Foster tahun 2002, dan tidak terdapat
perbedaan secara statistik hasil analisis Model Altman dan Foster tahun 2003 dan 2004.
Sarannya manajemen perlu berhati-hati dalam mengelola dan menjalankan operasi
perusahaan dengan melakukan tindakan perbaikan kinerja perusahaan guna
berhati-hati dalam membeli saham perusahaan textile dan garment yang masuk kategori
bangkrut.
Syamsul Hadi dan Atika Anggraeni (2008) judul penelitian “Pemilihan Prediktor Delisting Terbaik (Perbandingan Antara The Zmijewski Model, The
Altman Model, Dan The Springate Model)”. Tujuan penelian adalah untuk
mengetahui prediktor delisting terbaik dengan menggunakan model-model prediksi
kebangkrutan yang ada. Metode Analisis yang digunakan adalah Analisis Regresi
Linear. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model Zmijewski tidak bisa
memprediksi delisting. Sedangkan Model Altman dan Model Springate cukup
mampu memprediksi delisting secara moderat. Penelitian ini menemukan bahwa
model Altman merupakan prediktor delisting terbaik.
Ayu Suci Ramadhani dan Niki Lukviarman (2009) judul penelitian “Perbandingan Analisis Prediksi Kebangkrutan Menggunakan Model Altman
Pertama, Altman Revisi, Dan Altman Modifikasi Dengan Ukuran Dan Umur
Perusahaan Sebagai Variabel Penjelas (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)”. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
perbandingan antara model-model Altman dalam memprediksi kebangkrutan serta
bagaimana ukuran dan umur perusahaan menjelaskan prediksi kebangkrutan pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Metode analisis
yang digunakan adalah Model prediksi yang digunakan adalah model Altman yaitu
model Altman pertama, Altman revisi dan Altman modifikasi. Hasil Penelitaian
Altman, untuk kelompok perusahaan berumur dibawah 30 tahun memiliki
persentase prediksi kebangkrutan yang paling tinggi dari pada kelompok
perusahaan manufaktur berumur diatas 30 tahun. Dimana model Altman pertama
memprediksi kebangkrutan paling tinggi untuk perusahaan manufaktur kelompok
umur dibawah 30 tahun ini. Walaupun demikian perusahaan manufaktur yang
diprediksi mengalami kebangkrutan dapat dialami perusahan yang telah lama
berdiri maupun perusahaan baru.
Sinta Kartikawati (2012) dengan judul penelitian adalah “Analisis Z-Score Dalam Mengukur Kinerja Keuangan Untuk Memprediksi Kebangkrutan Pada
Tujuh Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui prediksi kebangkrutan serta kinerja keuangan perusahaan
berdasarkan hasil analisis diskriminan dengan menggunakan model Altman
berdasarkan rasio lima variable. Hipotesis Penelitian adalah dengan menggunakan
model Altman berdasarkan rasio lima variabel dapat memprediksi kebangkrutan
serta kinerja keuangan perusahaan berdasarkan hasil analisis diskriminan. Metode
Analisis adalah analisis diskriminan Altman Z-Score. Hasil penelitian adalah PT.
Gudang Garam Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk berada pada kondisi sehat, PT.
Kalbe Farma Tbk berada pada kondisi sehat namun sempat berada pada kondisi
bangkrut dan gray area. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk berada pada kondisi
gray area. PT. Ultrajaya Milk Tbk berada pada kondisi gray area dan sempat
dikatakan bangkrut. PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk berada pada kondisi
kondisi keuangan yang naik turun. Secara metodologi penggunaan metode Altman
Z-Score dapat mengidentifikasi keadaan suatu perusahaan, namun secara faktual
terkadang tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi saat ini.
Wijaya Adi Cahyono (2013) dengan judul penelitian “Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Pertambangan Batubara Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia Periode
2011-2012 Dengan Menggunakan Analisis Model Z-Score Altman”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan
analisis model Altman z-score pada perusahaan pertambangan batubara yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel yang digunakan adalah lima rasio model
Altman z-score. Metode analisis yang digunakan adalah analisis diskriminan
(z-score). Hasil penelitian Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model z-score
Altman tersebut dapat diimplementasikan dalam mendeteksi kemungkinan
terjadinya kebangkrutan pada perusahaan pertambangan batubara yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Model z-score Altman dan analisis diskriminan mempunyai
hasil tidak sama dalam memprediksi kebangkrutan pada 10 perusahaan
pertambangan batubara karena terdapat miss classification sebanyak 3 perusahaan.
Hasil z-score dari analisis diskriminan mampu mengelompokkan perusahaan
pertambangan batubara pada dua kategori, yaitu sehat dan financial distress.
Firda Mastuti, Muhammad Saifi, Devi Farah Azizah (2013) judul
penelitian adalah Altman Z-Score Sebagai Salah Satu Metode Dalam Menganalisis
Estimasi Kebangkrutan Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Plastik dan Kemasan
2012). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui klasifikasi perusahaan Plastik
dan Kemasan yang terdaftar (listing) di BEI pada tahun 2010 sampai dengan tahun
2012 berdasarkan kriteria kebangkrutan apabila dalam mengestimasi dianalisis
menggunakan metode Altman (Z-Score) dan mengetahui gambaran secara utuh
kondisi kinerja keuangan perusahaan Plastik dan Kemasan yang terdaftar (listing) di
BEI selama tahun 2010 sampai dengan 2012 berdasarkan metode Altman (Z-Score).
Metod analisis adalah model Altman Z-score dengan lima rasio. Hasil penelitian
dari 5 sampel perusahaan plastik dan kemasan ini, adalah 1 perusahaan dinyatakan
dalam estimasi kebangkrutan yaitu PT. Titan Kimia Nusantara Tbk., 2 perusahaan
diantaranya dalam kondisi rawan yaitu PT. Sekawan Intipratama Tbk. dan PT. Trias
Sentosa Tbk., dan 2 perusahaan lainnya yaitu PT. Yanaprima Hastapersada Tbk.
dan PT. Champion Pacific Indonesia Tbk. dalam kondisi sehat.
Dari telaah pustaka diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian tersebut
memiliki kesamaan dengan penelitian yang penulis lakukan, yaitu bahwa
sama-sama menggunakan Descriminant Analysis (Analisis Diskriminan) sebagai alat
analisis data untuk menilai kebangkrutan atau financial distress perusahaan.
Perbedaan penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian sebelumnya adalah
menggunakan model Altman modifikasi 1996 yang menggunakan empat rasio.
Peneliti menggunakan perusahaan sektor transportasi sebagai objek penelitian dan
dengan periode pengamatan yaitu 3 periode (tahun 2010 sampai dengan tahun
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Laporan Keuangan
Sofyan (2009:1) mendefinisikan Laporan Keuangan sebagai berikut :
“Laporan keuangan adalah media informasi yang merangkum semua
aktivitas perusahaan”
Menurut SAK dalam Sofyan (2009:4), laporan keuangan utama terdiri atas :
“1). Daftar Neraca yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan pada
tanggal tertentu, 2). Perhitungan laba/rugi yang menggambarkan jumlah hasil,
biaya dan laba/rugi perusahaan pada suatu periode tertentu, 3). Laporan
sumber dan penggunaan dana, 4) Laporan arus kas.”
Subramanyam dkk (2010:79) mendefinisikan Laporan Keuangan merupakan
produk proses pelaporan keungan yang diatur oleh standar dan aturan akuntansi,
insentif manajer, serta mekanisme pelaksanaan dan pengawasan perusahaan.
Menurut Kieso, et.al (2008:2) laporan keuangan merupakan sarana
pengkomunikasian informasi keuangan utama kepada pihak-pihak diluar
korporasi. Laporan keuangan (financial statement) yang sering disajikan adalah
neraca, laba rugi, laporan arus kas, laporan ekuitas pemilik atau pemegang
saham dan catatan atas laporan keuangan atau pengungkapan juga merupakan
bagian intergral dari setiap laporan keuangan.
Laporan keungan menurut PSAK no. 1 revisi 2009 (2009:9) adalah Laporan
yang diklasifikasikan dalam beberapa kelompok besar menurut karakteristik
ekonomi. Kelompok besar ini merupakan laporan keuangan .
2.2.2 Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan Laporan Keuangan menurut Sofyan (2010:134) adalah :
“Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah
besar pemakaidalam pengambilan keputusan ekonomi”
Dalam PSAK no. 1 Revisi 2009 paragraf 07 menyatakan:
“Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi
keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan
adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar
kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi.
Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban
manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada
mereka.”
Menurut Sofyan,dkk (2009:105) laporan keuangan menggambarkan kondisi
keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu
tertentu. Laporan keuangan yang akan menjadi bahan sarana informasi (screen)
bagi analisis dalam proses pengambilan keputusan. Laporan keuangan dapat
periode, dan arus dana (kas) perusahaan dalam periode tertentu. Dari laporan
keuangan, akan tergambar kondisi keuangan suatu perusahaan khususnya untuk
mengantisipasi sinyal financial distress.
Menurut Suwardjono (2005:157) tujuan utama pelaporan keuangan dalam
rerangka konseptual FASB antara lain :
1. Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi yang bermanfaat
bagi para investor dan kreditor dan pemakai lain, baik berjalan
maupun potensial, dalam membuat keputusan-keputusan investasi,
kredit dan semacamnya yang rasional. Informasi harus terpahami
bagi mereka yang mempunyai pengetahuan yang memadai tentang
berbagai kegiatan bisnis dan ekonomik dan bersedia untuk
mempelajari informasi dengan tekun.
2. Pelaporan keuangan harus menyediakan infromasi untuk membantu
para investor dan kreditor dan pemakai lain, baik berjalan maupun
potensial, dalam menilai (assessing) jumlah, saat terjadi dan
ketidakpastian penerimaan kas mendatang (prospective cash
receipts) dari dividen atau bunga dan pemerolehan kas (proceeds)
mendatang dari penjualan, penebusan, atau jatuh temponya sekuritas
atau pinjaman. Dengan cara lain, pelaporan keuangan harus
menyediakan infromasi untuk membantu para investor dan kreditor
dan pemakai lain dalam menilai (assessing) jumlah, saat terjadi dan
3. Pelaporan keuangan harus menyediakan infromasi tentang sumber
daya ekonomika suatu badan usaha, klaim terhadap simber-sumber
tersebut (kewajiban badan usaha untuk mentransfer sumber daya
ekonomik ke entitas lain dan ekuitas pemilik) dan akibat-akibat dari
transaksi, kejadian dan keadaan yang mengubah sumber daya badan
usaha dan klaim terhadap sumber daya tersebut.”
2.2.3 Pengertian Rasio Keuangan
Menurut Widjaja (2010:12), pengertian Rasio dapat didefinisikan sebagai
berikut :
“Rasio adalah satu angka yang dinyatakan dalam hubungannya dengan
yang lain. Banyak rasio yang dihitung dari satu kumpulan laporan
keuangan, tetapi biasanya hanya sedikit yang bermanfaat dalam situasi
tertentu.”
Definisi Rasio Keuangan menurut Sofyan (2009:297) dinyatakan sebagai
berikut :
“Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan
dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai
hubungan yang relevan dan signifikan (berarti). Rasio keuangan ini
hanya menyederhanakan informasi yang menggambarkan hubungan
dapat membandingkannya dengan rasio lain sehingga dapat
memperoleh informasi dan memberikan penilaian.”
Subramanyam (2010:40), menyatakan bahwa :
“Analisis rasio (rasio analysis) merupakan salah satu alat analisis
keuanagn yang paling populer dan banyak digunakan. Namun, perannya
disalahpahami dan sebagai konsekuensinya, kepentingan sering
dilebih-lebihkan. Sebuah rasio menyatakan hubungan matematis antara dua
kuantitas”.
Sedangkan Weygandt, Kieso dan Kimmel dalam Adhariani dan Diyanti
(2008:395), menyatakan bahwa :
“Rasio menyatakan hubungan matematik antara satu kuantitas dengan
lainnya. Hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk persentase,
tingkat, atau proporsi sederhana. Dan Analisis rasio menyatakan
hubungan diantara pos-pos tertentu dari data laporan keuangan”
Manfaat Rasio menurut Subramanyam dan Wild (2010:43) adalah :
“ Rasio bermanfaat bila di interpretasikan dalam perbandingan dengan :
(1) Rasio sebelumnya, (2) Standar yang ditentukan sebelumnya, dan (3)
Rasio Pesaing.”
Menurut Keown, dkk (2010:74), adalah :
“Rasio keuangan membantu kita untuk mengidentifikasi beberapa
kelemahan dan kekuatan keuangan perusahaan. Rasio tersebut memberikan
berarti: (1) kita dapat meneliti rasio antar-waktu (katakanlah untuk 5 tahun
terakhir) untuk meneliti arah pergerakannya; (2) kita dapat
membandingkan rasio perusahaan dengan rasio perusahaan lainnya.”
Menurut Keown, dkk (2010:91), beberapa kelemahan penting yang mungkin
ditemukan dalam menghitung dan menginterprestasikan rasio keuangan:
1. Kadang-kadangsulit untuk mengindentifikasikan kategori industri,
jika perusahaan berusaha dalam beberapa bidang usaha. Jika kita
harus memiliki sendiri kumpulan perusahaan pembanding dam
membuat norma khusus yang sesuai.
2. Angka rata-rata industri yang diterbitkan hanya merupakan perkiraan
saja dan hanya memberikan petunjuk umum karena bukan
merupakan hasil penelitian dari seluruh perusahaan dalam industri
ataupun bahkan sekedar sampel yang diwakili dalam industri
3. Perbedaan praktik akuntansi antar-perusahaan dapat menghasilkan
perbedaan dalam perhitungan rasio.
4. Suatu industri kebanyakan tidak menyediakan suatu target atau nilai
rasio yang diinginkan.
5. Banyak perusahaan mengalami perubahan-perubahan dalam operasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi rasio menurut Subramanyam (2010:42)
adalah :
“Diluar aktivitas operasi internal yang mempengaruhi rasio perusahaan,
kita harus menyadari dampak peristiwa ekonomi, faktor industri,
kebijakan manajemen, dan metode akuntansi.”
2.2.4 Jenis-jenis Rasio Keuangan
Menurut Sofyan (2010:301) beberapa rasio yang sering digunakan adalah :
1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk
menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Rasio-rasio ini dapat
dihitung melalui sumber informasi tentang modal kerja yaitu pos-pos
aktiva lancar dan hutang lancar. Beberapa rasio likuiditas ini adalah
rasio lancar, rasio cepat (quick ratio), rasio kas atas aktiva lancar, rasio
kas atas utang lancar, rasio aktiva lancar dan total aktiva, aktiva lancar
dan total utang.
2. Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajibannya
apabila perusahaan dilikuidasi. Rasio ini dapat dihitung dari pos-pos
panjang. Rasio solvabilitas antara lain rasio utang atas modal, debt
service ratio (rasio pelunasan utang), dan rasio utang atas aktiva.
3. Rasio Rentabilitas/Profitabilitas
Menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui
semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan,
kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya. Rasio
yang menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba
disebut juga Operating Ratio. Beberapa jenis rasio rentabilitas ini antara
lain Marjin Laba (Profit Margin), Asset Turn Over (Return On Asset),
Return on Investement (Return on Equity), Return on Total Asset, Basic
Earning Power, Earning Per Share, Contribution Margin, dan
kemampuan karyawan (rasio produktivitas).
4. Rasio Laverage
Menggambarkan hubungan antara utang perusahaan terhadap modal
maupun aset. Rasio ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai
oleh utang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang
digambarkan oleh modal (equity). Rasio ini bisa juga dianggap bagian
dari rasio Solvabilitas dan terdiri atas Leverage, Capital Adequency
Ratio (CAR) (Rasio Kecukupan Modal), dan Capital Formation.
5. Rasio Aktivitas
Menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam
kegiatan lainnya. Rasio in terdiri atas Inventory Turn Over, Receivable
Turn Over, Fixed Asset Turn Over, Total Asset Turn Over, dan Periode
Penagihan Piutang.
6. Rasio Pertumbuhan (Growth)
Menggambarkan persentase pertumbuhan pos-pos perusahaan dari
tahun ke tahun. Rasio ini terdiri atas Kenaikan Penjualan, Kenaikan
Laba Bersih, Earning per Share (EPS), dan Kenaikan Deviden per
Share.
7. Penilalian Pasar (Market Based Ratio)
Rasio ini merupakan rasio yang lazim dan yang khusus dipergunakan di
pasar modal yang menggambarkan situasi/keadaan prestasi perusahaan
di pasar modal. Tidak berarti rasio lainnya tidak terpakai. Rasio ini
terdiri atas Price Earning Ratio (PER), dan Market to Book Value
Ratio.
8. Rasio Produktivitas
Rasio ini menunjukkan tingkat produktivitas dari unit atau kegiatan
yang dinilai, misalnya rasio karyawan atas penjualan, rasio biaya per
karyawan, rasio penjualan terhadap space ruangan, rasio laba terhadap
karyawan, rasio laba terhadap cabang, dan rasio lainnya.”
Menurut Kieso dkk (2008:222) jenis-jenis utama rasio yaitu:
1. Rasio likuiditas (likuidity ratios). Mengukur kemampuan jangka pendek
2. Rasio aktivitas (activity ratios). Mengukur seberapa efektif perusahaan
menggunakan aktiva yang dimiliki.
3. Rasio profitabilitas (profitability ratios). Mengukur tingkat keberhasilan
atau kegagalan perusahaan atau divisi tertentu sepanjang suatu periode.
4. Rasio cakupan (coverage ratios). Mengukur tingkat perlindungan bagi
kreditor dan investor jangka panjang.
2.2.5 Pengertian Kebangkrutan
Istilah “pailit” dijumpai dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis,
Latin dan Inggris. Dalam bahasa Perancis, istilah “failite” artinya pemogokan
atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Orang yang mogok atau macet
atau berhenti membayar hutangnya disebut dengan Le falli. Di dalam bahasa
Belanda dipergunakan istilah faillit yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai
kata benda dan kata sifat. Sedangkan dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah
to fail, dan di dalam bahasa Latin dipergunakan istilah failire. Di Negara-negara
yang berbahasa Inggris, untuk pengertian pailit dan kepailitan dipergunakan
istilah “bankrupt” dan “bankruptcy”.
Menurut Toto (2011:332), kebangkrutan (bankcruptcy) merupakan kondisi
dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya. Kondisi ini
biasanya tidak muncul begitu saja di perusahaan, ada indikasi awal dari
keuangan dianalisis secara lebih cermat dengan suatu cara tertentu. Rasio
keuangan dapat digunakan sebagai indikasi adanya kebangkrutan di perusahaan.
Definisi kebangkrutan lainnya dikemukakan oleh Weston & Copeland
(1997:510), bahwa kebangkrutan adalah sebagai suatu kegagalan yang terjadi
dalam perusahaan tersebut dapat dibedakan sebagai berikut :
a) Kegagalan Ekonomi (Economic Distressed)
Kegagalan dalam arti ekonomis bahwa pendapatan perusahaan tidak
mampu lagi menutup biayanya, yang berarti bahwa tingkat labanya
lebih kecil daripada biaya modalnya. Definisi yang berkaitan adalah
bahwa nilai sekarang dari arus kas perusahaan itu lebih kecil dari
kewajibannya.
b) Kegagalan Keuangan (Financial Distressed)
Insolvensi memiliki dua bentuk yakni Default teknis yang terjadi bila
suatu perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi didalam
ketentuan hutangnya, seperti rasio aktiva lancar dengan hutang lancar
yang ditetapkan, serta kegagalan keuangan atau ketidakmampuan teknik
(technical insolvency) yang terjadi apabila perusahaan tidak mampu
memenuhi kewajibannya pada waktu yang telah ditentukan walaupun
Definisi mengenai financial distress diungkapkan Fahmi (2012:158) sebagai
berikut:
“Plat dan Plat mendefinisikan financial distress sebagai tahap penurunan
kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan atau
likuidasi.”
Sedangkan menurut Foster (1986:535), financial distress didefinisikan sebagai
berikut :
“Financial distress is used to mean servere liquidity problems that cannot bes
resolved without a sizable rescaling of the entity’s operations or structure”
Dari kedua pengertian financial distress menurut Plat dan Plat (2002) dan Foster
(1986), maka Ramadhani dan Lukviarman (2009:17) dalam jurnal penelitiannya
menyimpulkan bahwa financial distress (Kesulitan keuangan) adalah :
“Situasi dimana arus kas operasi perusahaan tidak memadai untuk melunasi
kewajiban-kewajiban lancar (seperti hutang dagang atau beban bunga) dan
perusahaan terpaksa melakukan tindakan perbaikan. Dan kesulitan keuangan
adalah masalah likuidasi yang sangat parah yang tidak bisa dipecahkan tanpa
perubahan ukuran dari operasi atau struktur perusahaan. Informasi Financial
Distress ini dapat dijadikan sebagai peringatan dini atas kebangkrutan
sehingga manajemen dapat melakukan tindakan secara cepat untuk mencegah
masalah sebelum terjadinya kebangkrutan, dimana kebangkrutan suatu
perusahaan lemah dalam menghasilkan laba atau perusahaan cenderung
mengalami defisit.”
2.2.6 Faktor Penyebab Kebangkrutan
Menurut S.Munawir (2002:289) secara garis besar penyebab kebangkrutan
biasa dibagi menjadi dua yaitu faktor internal perusahaan maupun eksternal baik
yang bersifat khusus yang berkaitan langsung dengan perusahaan maupun yang
bersifat umum.
Menurut Darsono dan Ashari (2005:12) dalam Gabriella (2011), faktor
internal yang bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaan meliputi: Manajemen
yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus-menerus yang pada
akhirnya menyebabkan perusahaan tidak mampu membayar kewajibannya.
Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh pemborosan dalam biaya, kurangnya
keterampilan, dan keahlian manajemen.
Menurut Darsono dan Ashari (2005:103-104) dalam Gabriella (2011),
faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan yaitu:
Perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh
perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari sehingga terjadi penurunan
dalam pendapatan. Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat
memasok lagi kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk produksi. Terlalu
banyak piutang yang diberikan kepada debitur dalam jangka waktu
menganggur yang tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan
kerugian yang besar bagi perusahaan. Hubungan yang tidak harmonis dengan
kreditur juga bisa berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup perusahaan.
Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu
memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam
memenuhi kebutuhan pelanggan. Kondisi perekonomian secara global juga
harus selalu diantisipasi oleh perusahaan. Ada beberapa indikator untuk
melihat tanda-tanda kesulitan keuangan dapat diamati dari pihak eksternal,
misalnya:
a) Penurunan jumlah deviden yang dibagikan kepada pemegang saham
selama beberapa periode berturut-turut.
b) Penurunan laba secara terus-menerus bahkan perusahaan mengalami
kerugian.
c) Ditutup atau dijualnya satu atau lebih unit usaha.
d) Pemecatan pegawai secara besar-besaran.
e) Harga di pasar mulai menurun terus - menerus.
Penyebab terjadinya kesulitan keuangan (financial distress), dinyatakan
Sudana (2011:249) sebagai berikut :
“Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan perusahaan mengalami
kegagalan, diantaranya adalah faktor ekonomi, kesalahan manajemen, dan
bencana alam. Perusahaan yang mengalami kegagalan dalam operasinya
baik langsung maupun tidak langsung adalah karena kesalahan manajemen
yang terjadi berulang-ulang.”
Sedangkan menurut Fahmi (2012:105) penyebab terjadinya financial
distress adalah :
“Dimulai dari ketidakmampuan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya,
terutama kewajiban yang bersifat jangka pendek termasuk kewajiban likuiditas
dan juga termasuk kewajiban dalam kategori solvabilitas. Permasalahan
terjadinya insolvency bisa timbul karena faktor berawal dari kesulitan likuiditas.
Ketidakmampuan tersebut dapat ditunjukan dengan 2 (dua) metode, yaitu
Stock-based insolvency dan Flow-Stock-based insolvency. Stock-Stock-based insolvency adalah
kondisi yang menunjukkan suatu kondisi ekuitas negatif dari neraca perusahaan
(negative net wort), sedangkan Flow-based insolvency ditunjukkan oleh kondisi
arus kas operasi (operating cash flow) yang tidak dapat memenuhi
kewajiban-kewajiban lancar perusahaan.”
Menurut Darsono dan Ashari (2005:104), permasalahan keuangan bisa
digolongkan ke dalam empat kategori, yaitu :
1. Perusahaan yang mengalami masalah keuangan baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang sehingga mengalami kebangkrutan.
2. Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan jangka pendek namun
3. Perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan jangka pendek
tetapi mengalami kesulitan keuangan jangka panjang, sehingga ada
kemungkinan mengalami kebangkrutan.
4. Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dalam jangka pendek
yang berupa kesulitan likuidasi ataupun kesulitan jangka panjang.”
2.2.7 Indikator Financial Distress
Darsono dan Ashari (2005:105) menjelaskan bahwa terdapat beberapa
indikator yang dijadikan panduan untuk menilai kesulitan keuangan (financial
distress) yang akan diderita perusahaan, indikator tersebut antara lain:
1. Informasi arus kas sekarang dan arus kas untuk periode mendatang.
Arus kas memberikan gambaran sumber-sumber dan penggunaan kas
perusahaan.
2. Analisis posisi dan strategi perusahaan dibandingkan dengan
pesaing. Informasi ini memberikan gambaran posisi perusahaan
dalam persaingan bisnis yang merujuk pada kemampuan perusahaan
dalam menjual produk atau jasanya untuk menghasilkan kas.
3. Penilaian kebangkrutan perusahaan adalah suatu formula yang
dicetuskan oleh Edward Altman yang disebut sebagai rumus Altman
2.2.8 Diskriminan Altman (Z Score)
Altman (1968) adalah orang yang pertama yang menerapkan Multiple
Discriminant Analysis. Analisa diskriminan ini merupakan suatu teknik statistik
yang mengidentifikasikan beberapa macam rasio keuangan yang dianggap
memiliki nilai paling penting dalam mempengaruhi suatu kejadian, lalu
mengembangkannya dalam suatu model dengan maksud untuk memudahkan
menarik kesimpulan dari suatu kejadian. Analisa diskriminan ini kemudian
menghasilkan suatu dari beberapa pengelompokan yang bersifat apriori atau
mendasarkan teori dari kenyataan yang sebenarnya. Dasar pemikiran Altman
menggunakan analisa diskriminan bermula dari keterbatasan analisa rasio yaitu
metodologinya pada dasarnya bersifat suatu penyimpangan yang artinya setiap
rasio diuji secara terpisah sehingga pengaruh kombinasi dari beberapa rasio
hanya didasarkan pada pertimbangan para analis keuangan. Oleh karena itu
untuk mengatasi kekurangan dari analisa rasio maka perlu kombinasikan
berbagai rasio agar menjadi suatu model prediksi yang berarti (Ramadhani dan
Lukviarman : 2009).
Dengan berdasarkan penelitian analisis diskriminan, Altman melakukan
penelitian untuk mengembangkan model baru untuk memprediksikan
kebangkrutan perusahaan. Model yang dinamakan z-score dalam bentuk aslinya
adalah model linier dengan rasio keuangan yang diberi bobot untuk
memaksimalkan kemampuan model tersebut dalam memprediksi. Model ini pada
perusahaan, apakah dalam keadaan sehat atau tidak dan menunjukkan kinerja
perusahaan yang sekaligus merefleksikan prospek perusahaan dimasa mendatang
(Ramadhani dan Lukviarman : 2009).
Dalam menyusun model Z Altman mengambil sampel 33 perusahaan
manufaktur yang bangkrut pada periode 1960 sampai 1965 dan 33 perusahaan
yang tidak bangkrut dengan lini industri dan ukuran yang sama. Dengan
menggunakan data laporan keuangan dari 1 sampai 5 tahun sebelum
kebangkrutan, Altman menyusun 22 rasio keuangan yang paling memungkinkan
dan mengelompokkannya dalam 5 kategori: likuiditas, profitabilitas, leverage,
solvabilitas dan kinerja. Lima macam rasio dari lima variabel yang terseleksi
akan di kombinasikan bersama untuk memperoleh prediksi yang paling akurat
tentang kebangkrutan.
Penggunaan model Altman sebagai salah satu pengukuran kinerja
kebangkrutan tidak bersifat tetap atau stagnan melainkan berkembang dari waktu
kewaktu, dimana pengujian dan penemuan model terus diperluas oleh Altman
hingga penerapannya tidak hanya pada perusahaan manufaktur publik saja tapi
sudah mencakup perusahaan manufaktur non publik, perusahaan non
manufaktur, dan perusahaan obligasi korporasi.
Menurut (Ramadhani dan Lukviarman : 2009) seiring dengan berjalannnya
waktu dan penyesuaian terhadap berbagai jenis perusahaan, Altman kemudian
merevisi modelnya supaya dapat diterapkan pada semua perusahaan, seperti
berkembang (emerging market). Dalam Z-score modifikasi ini Altman
mengeliminasi variable X5 sales/total asset) karena rasio ini sangat bervariatif
pada industri dengan ukuran asset yang berbeda-beda. Berikut persamaan
Z-Score yang di modifikasi Altman dkk (1995) :
Z’ = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4
Keterangan:
Z = Bankruptcy Index
X1 = Net Working Capital/Total Asset
X2 = Retained Earnings / Total Asset
X3 = Earning Before Interest And Taxes/Total Asset
X4 = Book Value Of Equity/Total Liabilities
Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada nilai Z-score
model Altman Modifikasi yaitu:
a. Jika nilai Z” < 1,1 maka termasuk perusahaan yang bangkrut.
b. Jika nilai 1,1 < Z” < 2,6 maka termasuk grey area (tidak dapat
ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan).
Rasio-rasio yang digunakan dalam model Altman original (1968) adalah
sebagai berikut
2.3 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu yang telah dikemukakan diatas,
maka dapat disusun premis-premis yang kemudian dari premis tersebut dapat
disimpulkan sehingga dapat dijadikan dasar dalam mengemukakan hipotesis
Adapun premis-premis tersebut adalah sebagai berikut :
Premis 1: Analisis rasio dapat membantu investor dan kreditur dalam pengambilan keputusan investasi dan kredit (Fahmi:2006).
Premis 2: Rasio Metode Z Score Altman (Net Working Capital to Total Assets(X1), Retained Earnings to Total Assets(X2), Earnings Before
Total Liability(X4))dapat memprediksi kebangkrutan perusahaan.
Analisis diskriminan adalah analisis multivariant yang diterapkan untuk
memodelkan hubungan antara suatu variabel tergantung yang bersifat kategori dengan
satu atau lebih variabel bebas yang bersifat kuantitatif (Hair dkk, 1998 : 244)
Dari premis-premis diatas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat
digambarkan dengan kerangka pemikiran sebagai berikut :
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir
Analisis Diskriminan
METODE Z SCORE ALTMAN:
(X1 ) = Net Working Capital to Total assets
(X2) = Retained Earnings to Total Asset
(X3) = Earning BeforeInterest
and Tax toTotal Assets
(X4) = Book Value ofEquity to
TotalLiability
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah
H1 : Metode Z-Score Altman dapat digunakan untuk memprediksi potensi
3.1.Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel adalah pembahasan yang digunakan
untuk mengatur hubungan dua variabel atau lebih yang ditetapkan secara
kualitatif. Dalam definisi operasional ini, variabel-variabel yang digunakan di
bagi dalam 2 variabel, yaitu:
a. Variabel Independen/variabel bebas (X)
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio
keuangan model Altman modifikasi 1995, yaitu :
1. Rasio Likuiditas (Net Working Capital Ratio)
Berkaitan dengan penyediaan modal sendiri yang diperlukan untuk
pengembangan usaha dan menutup resiko yang mungkin timbul.
2. Rasio Profitabilitas (Retained Earnings Ratio)
Variabel ini merupakan alat analisis untuk mengukur profitabilitas
Pengungkapan dan pelaporan keuangan yang berbeda antara
perusahaan satu dengan yang lain dengan menggunakan laba bersih
sebelum pajak. Merupakan rasio untuk mengukur produktivitas
yang sebenarnya dari aktiva perusahaan.
4. Rasio Laverage (Ratio of Capital Market)
Mengukur kapitalisasi pasar dari saham, semakin tinggi nilai rasio
ini maka semakin sehat kondisi keuangan perusahaan, karena tidak
lagi bergantung pada hutang-hutang kepada pihak lain.
b. Variabel Dependen/variabel terikat (Y)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kebangkrutan
perusahaan. Rasio model Altman Z score adalah suatu alat yang
digunakan untuk mengetahui apakah kondisi kesehatan suatu
perusahaan dalam keadaan sehat, rawan bangkrut, atau bahkan dalam
a) Apabila nilai Z-score > daripada nilai cut off maka perusahaan
tersebut diprediksi tidak bangkrut.
b) Apabila nilai Z-score < daripada nilai cut off maka perusahaan
tersebut diprediksi bangkrut.
3.2.Teknik Penetuan Sampel. 3.2.1. Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan
dari 28 perusahaan jasa sektor transportasi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
3.2.2. Sampel
Sampel di definisikan Sugiyono (2007:91) sebagai berikut : “Sampel
adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut.”
Sampel yang diambil dari objek penelitian haruslah representatif,
artinya bahwa segala karakteristik populasi hendaknya tercermin pada
sampel yang dipilih.
Pengertian teknik sampling menurut Sugiyono (2007:91) adalah :
“Teknik pengambilan sampel.”
Teknik sampling yang digunakan penulis dalam penelitian ini
termasuk kedalam nonprobability sampling, dimana tidak memberikan
sampling, penelitian ini menggunakan purposive sampling dengan kriteria
yang ditentukan dalam ini. Adapun kriteria penentuan sampel tersebut
adalah :
1. Perusahaan jasa transportasi yang terdaftar di BEI yang masih
beroperasi selama periode pengamatan (tahun 2010 sampai dengan
2012).
2. Perusahaan jasa transportasi yang terdaftar di BEI yang mempunyai
laporan keuangan yang telah di audit dan telah dipublikasikan dari
tahun 2010–2012.
3. Perusahaan jasa transportasi yang menyajikan data-data yang
lengkap terutama yang menjadi variabel-variabel dalam penelitian
ini (Rasio Likuiditas, Rasio Profitabilitas, Rasio Rentabilitas
Ekonomi, dan Rasio Laverage) periode 2010-2012.
Berdasarkan kriteria di atas, dari sejumlah 28 Perusahaan jasa
transportasi yang terdaftar di BEI yang beroperasi di Indonesia pada tahun
2010-2012, Perusahaan sektor jasa yang memenuhi persyaratan sebagai
sampel penelitian yaitu berjumlah 17 perusahaan, diantaranya yaitu :
1) PT. Arpeni Pratam Ocean Line Tbk.
2) PT. Berlian Laju Tanker Tbk.
3) PT. Centris Multipersada Pratama Tbk.
4) PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
7) PT. Tanah Laut Tbk.
8) PT. Karwell Indonesia Tbk.
9) PT. Mira Internasional Resources Tbk.
10)PT. Rig Tenders Indonesia Tbk.
11)PT. Steady Safe Tbk.
12)PT. Samudra Indonesia Tbk.
13)PT. Pelayaran Tempura Emas Tbk.
14)PT. Trada Maritime Tbk.
15)PT. Panorama Transportasi Tbk.
16)PT. Wintermar Offshore Marine Tbk.
17)PT. Zebra Nusantara Tbk.
Jumlah data pengamatan yang akan diolah dalam penelitian ini
adalah hasil perkalian antara jumlah Perusahaan dengan jumlah periode
pengamatan, yaitu selama 3 periode (tahun 2010 sampai dengan 2012).
Jadi jumlah pengamatan dalam penelitian ini untuk kelompok perusahaan
sektor jasa transportasi go publik menjadi 51 data observasi. Sehingga,
jumlah sampel dalam penelitian ini telah memenuhi ketentuan jumlah data
3.3.1 Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,
yaitu data yang diperoleh dari dokumentasi dan informasi pihak lain yang
mempunyai keterkaitan dengan masalah penelitian ini.
3.3.2 Sumber Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini menggunakan data
sekunder, sumber data penelitian diperoleh dari Website Bursa Efek
Indonesia (www.idx.co.id).
3.3.3 Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data ini peneliti menggunakan teknik
dokumentasi yang merupakan teknik pengumpulan data dengan jalan
mengadakan pencatatan baik yang disediakan maupun yang diminta
sendiri dari dokumen-dokumen BEI yang berhubungan dengan penelitian.
3.4.Teknik Analisis Data 3.4.1 Teknik Analisis
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kuantitatif yaitu dengan menganalisis data yang telah dikumpulkan dengan
cara menghitung, menganalisis, membandingkan, serta mengklasifikasikan
data berupa angka yang akan digunakan sebagai dasar pengambilan
Descriminant Analysis (Analisis Diskriminan) karena teknik analisis data
tersebut adalah teknik analisis yang paling sesuai apabila variabel
dependennya berbentuk non metrik atau kategori, bangkrut dan tidak
bangkrut.
Menurut Ghozali (2002: 118), analisis diskriminan mempunyai asumsi
bahwa data berasal dari multivariate normal distribution dan matrik kovarian
kedua kelmpok perusahaan adalah sama. Asumsi multivariate normal
distribution penting untuk menguji signifikansi dari variabel diskriminator
dan fungsi diskriminan. Jika data tidak berdistribusi normal, maka secara
teori uji signifikansi menjadi tidak valid.
3.4.2 Uji Normalitas
Uji normalitas terhadap sebuah model regresi dilakukan untuk
mengetahui apakah variabel dependen dan variabel independent memiliki
distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model regresi
yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal (Ghozali,:
2002:74).
Deteksi kenormalan suatu data dapat dilakukan dengan uji One-Sampel
Komogorov-Smirnov Test. Model diskriminan yang baik adalah memiliki
distribusi data normal atau mendekati normal. Jika Asymp. Sig (2-tailed) >
0,05 maka data berdistribusi normal. Sebaliknya, jika < 0,05, maka data tidak
Analisis diskriminan merupakan analisi bentuk regresi dengan variabel
terikat berbentuk non-metrik atau kategori (Ghozali, 2002: 108), Analisis ini
bertujuan untuk mengklasifikasikan observasi ke dalam salah satu dari dua
kelompok berdasarkan variabel yang telah ditentukan. Tahap-tahap analisis
diskriminan adalah:
a. Menghitung seluruh rasio keuangan perusahaan yang terdapat
dalam sample penelitian.
b. Uji Deskriptive Statistic
Uji ini dilakukan untuk menggambarkan rata-rata dari variable
rasio modal kerja bersih terhadap total aktiva (X1), rasio laba
ditahan terhadap total aktiva (X2), rasio laba sebelum bunga dan
pajak terhadap total aktiva (X3), rasio nilai pasar modal saham
terhadap nilai buku hutang (X4) perusahaan sektor transportasi di
Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2010 sampai tahun
2012.
c. Uji Persamaan Estimasi Fungsi Diskriminan
Uji ini dilakukan untuk mengestimasi hubungan antara variabel
rasio modal kerja bersih terhadap total aktiva (X1), rasio laba
ditahan terhadap total aktiva (X2), rasio laba sebelum bunga dan
pajak terhadap total aktiva (X3), rasio nilai pasar modal saham
terhadap nilai buku hutang (X4) terhadap nilai diskriminan
Dimana:
Z = Canonical Discriminant
W1-4 = Koefisien Regresi
X1 = Rasio modal kerja terhadap total aktiva
X2 = Rasio laba ditahan terhadap total aktiva
X3 = Rasio laba sebelum pajak dan bunga terhadap total aktiva
X4 = Rasio nilai pasar modal saham terhadapnilai buku hutang
d. Wilk’s Lamda
Uji ini digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi rasio
modal kerja bersih terhadap total aktiva (X1) rasio laba ditahan
kerja bersih terhadap total aktiva (X1), rasio laba ditahan terhadap
total aktiva (X2), rasio laba sebelum bunga dan pajak terhadap total
aktiva (X3), rasio nilai pasar modal saham terhadap nilai buku
hutang (X4) terhadap potensi kebangrutan.
f. Nilai Cut Off
Nilai cut off adalah perhitungan untuk melakukan pengelompokan
kategori perusahaan yang diprediksikan tidak mengalami
kebangkrutan dengan menghitung score diskriminan untuk setiap
perusahaan berdasarkan fungsi yang telah dibuat.
(Hair, dkk, 2006:117)
Keterangan :
Zcu : Nilai Z kritis
NA : Jumlah obyek di dalam A
NB : Jumlah obyek di dalam B
ZA : centroid untuk A
ZB : centroid untuk B
Indikator pengukuran kesehatan keuangan perusahaan yang go
public berdasarkan titik cut off adalah sebagai berikut:
1) Apabila nilai Z-score > daripada nilai cut off maka
perusahaan tersebut diprediksi sehat.
2) Apabila nilai Z-score < daripada nilai cut off maka