• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II RETRET AUDIO VISUAL DAN

A. Kajian Pustaka

2. Pengertian Retret Audio Visual

a. Audio Visual sebagai Sarana Retret

Pengalaman Pierre Babin dalam bukunya “The New Era in Religious Communication” mengatakan bahwa di dalam biji yang tertanam di hati manusia, Pierre Babin telah menemukan suatu kekuatan yang luar biasa. Inspirasinya berasal dari situ untuk memperkembangkan teknologi pendidikan. Seakan-akan di dalam biji yang baru mau tumbuh itu, Pierre Babin melihat sesuatu mengenai masa depan. “Dunia baru” tidak dapat diwartakan dengan memuaskan suatu keinginan yang samar, melainkan dengan mempelajari kemungkinan nyata yang terdapat dalam teknologi baru untuk mengkomunikasikan iman (Babin 1991: 2).

Pengalaman ini menjadi suatu terobosan bagi Pierre Babin di mana dia menemukan suatu penemuan dunia audio visual yang dikenal dengan bahasa audio visual. Bahasa audio visual mempunyai hubungan dengan Injil: i) metode audio visual sebagai alat pembantu pengajaran. Melalui metode audio visual pelajaran agama menjadi lebih menarik. ii) sarana audio visual bukan saja alat pembantu melainkan sebagai bahasa tersendiri. Seseorang dapat mengerti bukan hanya melalui kata-kata saja, melainkan melalui perangsang gambar dan music atau suara. iii) media audio visual sebagai kebudayaan baru yang meliputi segala- galanya (Babin 1991: 3 – 4). Teknologi modern dan khusunya media audio visual dilukiskan sebagai kunci untuk menafsirkan kebudayaan kita. Pusat pemikirannya ialah teknologi komunikasi atau “media sendiri merupakan pesan” (the medium is

the message). Rumusan ini juga dapat diterapkan pada Kristus, bukan kata-kata yang diucapkan Kristus melainkan Kristus sendiri dan seluruh karya-Nya merupakan pesan. Oleh sebab itu dari pengamatan media audio visual menegaskan bahwa pesan sebuah program tidak terletak dalam kata-kata yang diucapkan tetapi dalam kesan yang ditimbulkan oleh orang yang berbicara. Inti bahasa audio visual adalah kesan (modulasi). Dalam bahasa teknis modulasi adalah kecepatan getaran gelombang yang berubah panjangnya, kekuatannya dan lain-lain yang dirasakan oleh indera dan menimbulkan emosi, khayalan dan bahkan ide (Babin 1991: 6 – 9).

Audio Visual adalah sarana elektronik yang dapat dilihat dan didengar untuk membantu mengungkapkan seluruh pangalaman manusia (Ernestine dkk., 1977: 8). Audio Visual bukan hanya gagasan yang diungkapkan dalam gambar dan musik. Audio visual tidak hanya memberikan kesempatan kepada kita untuk menyampaikan kata-kata dengan teliti, namun yang terpenting adalah menyampaikan pengalaman peserta retret secara utuh dan menyeluruh. Bahasa audio visual tidak banyak menyampaikan doktrin, tetapi justru memancing peserta untuk mengeluarkan ide-ide atau gagasan yang ada dalam pikiran peserta retret. Bahasa audio visual menuntut kreativitas, partisipasi, efektivitas dan kesadaran serta pikiran kritis. Meskipun demikian perlu diingat dan diketahui bahwa audio visual tidak hanya menyampaikan gambar atau suara, tetapi juga menyampaikan pengetahuan walaupun tidak selengkap dan seteliti pengetahuan yang tertulis dalam buku (Iswarahadi 2003: 29-33).

b. Ciri Retret Audio Visual

Audio Visual memiliki ciri yang sangat unik yaitu suatu bentuk penyampaian iman umat dengan menggunakan media seperti foto, film, CD dan lain-lain. Oleh sebab itu peranan media audio visual harus membuka jalan untuk suatu kebudayaan yang akan memberi bentuk baru. Dalam hal ini bukan hanya suara, gambar-gambar pun dapat mengungkapkan perasaan, isi hati, bahkan seluruh pribadi si pendengar. (Ernestine dkk., 1977: 7).

Retret audio visual lebih menonjolkan simbol-simbol yang

menggambarkan suatu pengalaman peserta hasil dari refleksinya. Apa itu simbol? Simbol adalah bentuk/tanda. Simbol itu sekaligus merupakan definite focus of interest, sebuah sarana berkomunikasi, sekaligus dasar-dasar umum untuk memahami. Simbol itu membuka pintu kepada dunia yang lebih luas, penuh misteri dan mengatasi kemampuan manusia untuk menggambarkannya (Trimulyono 2008: 1). Pendekatan simbolis ini bersandar bukan pada pengajaran, melainkan pada komunikasi pengalaman. Tujuannya bukan pertama-tama pemahaman intelektual, melainkan keikutsertaan hati dan pertobatan (Iswarahadi 2003: 31).

c. Proses Retret Audio Visual “Symbolic Way

Bahasa simbol adalah bahasa yang menggoda, menggetarkan emosi sebelum akhirnya berfungsi menerangkan. Bahasa simbol menggerakkan bukan hanya roh tetapi juga hati dan tubuh manusia. Bahasa simbolis adalah bahasa penuh resonansi, ritme, cerita, imaginasi, sugesti dan koneksi (Iswarahadi 2010: 23). Bahasa simbol mempunyai pendekatan yang penuh gambar, imajinasi dan

cerita yang berdampak mendalam pada emosi orang. Tujuan utama bukan pemahaman intelektual, tetapi keterlibatan hati dan pertobatan. Proses menemukan simbol melalui beberapa tahapan (Trimulyono, 2008: 2–3), yakni: a) Exodus

- Dalam kesendirian dan keheningan mengadakan perjalanan keluar dari

kamar, rumah atau ruangan.

- Mengaktifkan semua panca indera dan melatih kepekaannya untuk

menangkap segala peristiwa.

- Melepaskan segala konsep atau pikiran, dan berkonsentrasi untuk masuk ke dalam pengalaman diri di tengah alam.

- Setelah batas waktu yang ditentukan, mengadakan refleksi pribadi. b) Refleksi Pribadi

- Mengumpulkan insight dan pengalaman rasa, memberi fokus pada

pengalaman yang paling kuat.

- Merumuskan pengalaman dengan kata kunci.

- Menemukan simbol atas pengalaman itu.

c) Sharing dalam Kelompok Kecil

- Kata-kata kunci tadi disharingkan termasuk simbol dan penjelasan

seperlunya.

- Semua saling mendengarkan.

- Kelompok mencoba memaknai pengalaman bersharing dengan membuat

refleksi lebih lanjut.

d) Sharing dalam Kelompok Besar/Pleno

- Apa yang diperoleh dalam sharing kelompok disampaikan kepada

kelompok yang lebih besar.

- Pada kesempatan ini simbol-simbol bisa ditampilkan juga.

e) Kembali ke Kelompok Kecil

- Berdasarkan apa yang sudah disharingkan dan masukan dari kelompok lain, peserta merancang sebuah presentasi secara audio visual.

- Menyusun naskah, menyiapkan adegan-adegan, casting pemain,

menyiapkan properti, dan lain-lain. - Berlatih pementasan.

f) Selebrasi

- Kelompok sebagai kesatuan merayakan pengalaman yang diperoleh dalam

bentuk ekspresi audio visual di depan kelompok lain.

- Mendengarkan evaluasi

- Mengambil inti sari dari pengalaman “simbolic way”

Prinsip dasar retret audio visual adalah menyampaikan ide melalui perasaan orang. Pengalaman peserta itulah yang menjadi titik tolaknya. Hasil refleksi peserta atau tema-tema permasalahan yang muncul kemudian direfleksikan dengan bantuan Kitab Suci. Dalam proses lebih lanjut dipilih program audio visual yang kira-kira bisa membantu untuk memperdalam refleksi. Kekuatan audio visual dapat dideteksi dari refleksi yang mereka ungkapkan dalam reaksi spontan sesudah penayangan, saat doa-doa spontan, maupun kesan-kesan pada akhir retret audio visual (Iswarahadi 2010: 34).

Simbolic way adalah cara yang paling cocok untuk meletakkan suasana yang nyaman bagi sabda Tuhan pada zaman modern, generasi TV dan generasi digital (Rukiyanto; 2012: 263). Dalam konteks mengembangkan iman, hal yang utama adalah bagaimana memanfaatkan keadaan mereka sesuai kebutuhan remaja, mencari cara yang praktis untuk segala apa yang mereka inginkan agar langsung merasakan maknanya. Makna ini diciptakan melalui dan dipertahankan oleh interaksi pribadi di mana setiap individu memperoleh makna untuk dirinya dan tindakan orang lain dengan menggunakan simbol. Dengan demikian proses tersebut merupakan suatu kegiatan mengelola pesan (keselamatan) dengan tujuan menciptakan makna (imani) (Iswarahadi 2010: 20).

Dokumen terkait