• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Tahuri dan Pemahaman Jemaat Terhadap Peran Tahuri Tahuri atau Tua Huri merupakan alat musik tiup tua yang dibuat dari kulit

III. Musik tradisional di GPM Hutumuri 3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

3.4 Pengertian Tahuri dan Pemahaman Jemaat Terhadap Peran Tahuri Tahuri atau Tua Huri merupakan alat musik tiup tua yang dibuat dari kulit

hewan/selangkang hewan laut atau kerang raksasa (moluska), dan lebih di kenal dengan nama kulit bia. Tahuri adalah hasil laut yang kaya dengan nutrisi, biota laut ini merupakan kerang laut yang memiliki jenis-jenis yang berbeda. Tidak semua kerang bisa di makan oleh manusia, begitu juga tidak semua kerang bisa digunakan untuk dibuat alat musik. Sesuai dengan hasil penelitian lapangan maka kerang raksasa (Tahuri ) yang digunakan hanya beberapa jenis, nama kerang ini menurut masyarakat Hutumuri diberi nama sesuai dengan bentuk Tahuri tersebut.

Jenis-jenis kerang yang digunakan:

Gambar 2

Gambar 3

Kerang Jangkar

19

Gambar 4

Gambar 5

Tahuri tergolong dalam alat musik tiup, ketika Tahuri ditiup pada lubang

yang dibuat pada satu sisi, maka udara tersebut akan melewati ruang-ruang atau ruas-ruas Tahuri dan bunyi keluar dari lubang Tahuri bagian depan. Semakin kecil ukuran

Tahuri semakin tinggi wilayah nada dan semakin besar ukuran Tahuri semakin

rendah wilayah nadanya. Filosofi Tahuri jika ditiup atau dibunyikan maka ada sesuatu yang ingin dibicarakan dari pihak yang meniup Tahuri. Untuk melestarikan musik tradisional di daerah Maluku, telah dikembangkan alat-alat musik tradisional, salah satunya alat musik yang dikembangkan berasal dari laut, yakni kerang raksasa atau kulit bia. Dari hasil wawancara dengan bapak Carolis Horhoruw mengenai Ide pembuatan Tahuri menjadi alat musik tradisonal Maluku dimunculkan lewat gagasan seorang wakil Gubernur Daerah tingkat I provinsi Maluku. Letkol. G Latumahina. Selain menjadi militer, beliau juga seorang pamong praja yang menjadi seorang budayawan didaerah ini.

Sebagai putra daerah, beliau tertarik dengan sejarah daerah ini. Dari berbagai macam bacaan yang tertulis dalam Bahasa Belanda tentang daerah ini, bapak

Kerang Tahuri

20

Latumahina menemukan cerita tentang sejarah pulau seram (Nusa Ina). Tahun 1985, beliau melakukan perjalanan ke salah satu negeri adat di Maluku yaitu Hutumuri, melalui pengalaman pribadinya ketika naik di Negeri Tua Hutumuri (Gunung Maot), salah satu alifuru meniup Tahuri di gunung Maot (Lounusa Besi) terdengar sahutan dari gunung yang lain yang ada di petuanan Negeri Hutumuri tetapi anehnya bunyi

Tahuri berbeda dengan bunyi Tahuri yang tadinya ditiup, bunyi yang terdengar ada

yang tinggi dan rendah, dan dari asal bunyi Tahuri itu tidak ada orang yang tinggal. Hal ini menjadi tanda tanya dalam benak beliau, dalam perjalnan ke negeri Hutumuri yang baru. Beliau langsung mencari seorang tua adat yang juga merupakan pemimpin musik di negeri Hutumuri.39

Menurut Pendeta J. Lopuhaa, Tahuri adalah biota laut yang oleh masyarakat Hutumuri disebut dengan Keong atau Kulitbia. Perannya bukan saja digereja sebagai pengganti bunyi lonceng tiga kali yaitu pertanda ibadah akan dimulai dan juga sebagai pemandu ibadah minggu tetapi juga mempunyai peran ganda. Tahuri atau kulitbia ini merupakan landasan panggil suara, panggilan baik untuk masyarakat dalam konteks sebagai anak adat tetapi juga sebagai tanda untuk ada dalam sebuah pertemuan masyarakat. Dalam konteks gereja dan jemaat sama hal dengan lambang suara Tuhan dari mempersiapkan umat untuk menghadap hadirat Tuhan atau untuk datang beribadah. Tahuri dalam jemaat bersifat memanggil dan mangundang tetapi juga sebagai tanda. Peringatan bunyi yang dikeluarkan oleh alat musik ini adalah bagian dari suara Tuhan seperti dalam kitab Mazmur 150:6 “Biarlah segala yang bernafas memuji Tuhan! Haleluyah!” termasuk di dalamnya adalah Tahuri yang dipakai sebagai sarana untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Dalam kehidupan berjemaat dan sebagai negeri adat, semua orang membuka diri untuk menerima keberadaan Tahuri sebagai pemanggil dan untuk merangkul keberadaan masyarakat dan jemaat. Jika dalam pelayanan digereja di haruskan menerima keberadan Tahuri maka pelayanan dari Tahuri tetap dibuka dalam proses pelayanan. Didalam jemaat diterima sebagai sarana untuk alat pendukung dalam menopang pelayanan, sebab

39

21

perpaduan suara antara Tahuri yang satu dengan yang lain dapat memberi warna tersedniri bagi umat yang beribadah. Tanggapan positif yang diambil dalam peran alat musik tradisional Tahuri dalam ibadah minggu adalah Tahuri hadir dalam mewarna dan menopang pelayanan yang berada di jemaat Hutumuri ini.40

Menurut Pendeta Christian Izaac Tamaela, Tahuri adalah sebuah alat musik yang berasal dari laut, atau sebuah biota laut yang oleh masyarakat Maluku disebut dengan Keong/ kerang, yang memiliki banyak peran, didalam gereja sendiri peran alat musik tradisional Tahuri adalah untuk memanggil jemaat untuk beribadah juga sebagai alat pengganti untuk tanda dimulainya sebuah ibadah dalam ibadah minggu atau ibadah etnik dalam sebuah jemaat. Namun bukan saja sebagai pengganti bunyi lonceng disini alat musik tradisional ini juga digunakan dalam membantu pelayanan yang berada di suatu jemaat. Alat musik ini sering dijumpai di jemaat Hutumuri, dalam ibadah minggu atau juga ibadah etnik yang dilakukan oleh jemaat Hutumuri. Alat musik Tahuri berperan penting dalam ibadah sebagai pengiring ibadah dan musik untuk jemaat dapat memuji Tuhan.41

Paduan Tahuri beserta dengan alat musik tradisional yang berkembang saat ini merupakan karya dari talenta yang dimiliki oleh keluarga Horhoruw, serta merupakan berkat dari Tuhan yang diturunkan untuk diteruskan kepada penerusnya.

Tahuri sendiri adalah sebuah bioata laut yang hidupnya dilaut. Masyarakat dan

jemaat Hutumuri sendiri menyebut dengan kulitbia atau dalam bahasa lain disebut dengan Tahuri. Tahuri mempunyai peran penting dalam masyarakat dan jemaat Hutumuri, sebagai pengganti bunyi lonceng tiga yang menandakan ibadah akan dimulia, dan sebagai pengiring dalam ibadah minggu dengan membawakan lagu-lagu pujian untuk dapat menghidupkan ibadah maupun proses pelayanan ibadah etnik.42

40

Hasil wawancara dengan Pendeta J. Lopuhaa (Ketua Majelis Jemaat Hutumuri) pada tanggal 23 Juli 2019 pukul 15.00 WIB.

41 Hasil wawancara dengan Bapak Pendeta Christian Izaac Tamaela pada tanggal 24 Juli 2019 Pukul 13.00 WIB.

42

22

Menjadi peniup Tahuri bukanlah hal yang mudah jika tidak belajar. Bila kita sudah mahir meniup tahuri, kita harus memiliki pernapasan yang baik, sehingga mampu meniup dalam bentuk lagu. Selain itu harus mampu menghafalkan not lagu yang akan dimainkan.43Tahuri adalah siput atau kerang yang bisa ditiup dan

membentuk sebuah nyanyian dengan menggunakan notasi angka atau balok. Tahuri dalam pandangan orang lain jarang digunakan atau ditampilkan, namun menurut pandangan saya sebagai anak negeri yang berdiri dan tinggal dengan alat musik ini adalah sebuah alat musik yang digunakan oleh masyarakat dan jemaat sebagai pengganti lonceng tiga kali yang digunakan pada ibadah minggu dan dalam ibadah etnik.44Sebagai generasi muda sekarang ini, mempelajari alat musik tradisional bukan hal yang kuno, dan sebaliknya menjadi satu terobosan yang baru, turut serta menjadi anggota Tahuri merupakan suatu kebanggan bagi saya. Menjadi bagian dari paduan ini patut saya bersyukur karena diberikan talenta untuk meniup alat musik yang langka ditemukan karena Tahuri untuk sekarang bisa ditemukan di negeri dan jemaat Hutumuri. Alat musik ini digunakan dalam melayani ibadah minggu ibadah etnik, dan sebagai pengiring nyanyian jemaat. Sebagai pemain dan peniup alat musik ini saya sangat bersyukur karena, saya bisa membawakan dan melayani dalam beribadahan dan melayani ibadah.45

Tahuri merupakan sebuah alat musik yang langka di dunia, dan alat musik

ini ada dikembangkan di Hutumuri, masyarakat dan jemaat harus tetap menjaga, mengembangkan dan terus melestarikan dengan cara turut terlibat dalam paduan

Tahuri dan melayani dalam ibadah minggu. Sekarang ini paduan Tahuri

dikembangkaan oleh anak-anak muda di jemaat Hutumuri. Yang bergabung didalam paduan Tahuri ini adalah anak-anak yang berada pada jenjang sekolah dasar sampai pada pemuda pemudi dan yang sudah berkuliah. Disini mereka menjadi satu membentuk sebuah paduan dan mereka berlatih untuk memuji Tuhan . Bukan saja sebagai pemandu ibadah tetapi juga paduan Tahuri ini pernah mengisi pelayanan di

43

Hasil wawancara dengan Afry Pessy pada tanggal 24 Juli 2019 Pukul 15.35 WIB.

44

Hasil wawancara dengan bapak Yosvid Paays pada tanggal 24 juli 2019 pukul 18.35 WIB.

45

23

jemaat-jemaat yang berada di kota Ambon. Tahuri didalam pelayanan di jemaat Hutumuri merupakan sesuatu yang jarang ditemui di jemaat yang lain. Tahuri membantu pelayanan di jemaat Hutumuri itu merupakan sebuah keharusan karena

Tahuri merupakan alat musik yang berdiri dan berkembang di jemaat Hutumuri. Tahuri menjadi alat pengganti bunyi lonceng tiga kali sudah terjadi dari zaman para

leluhur dan akhirnya kami sebagai penerusnya juga melakukan sebagai bukti bahwa kita menghormati para leluluhur, bukan saja sebagai alat pengganti bunyi lonceng, tetapi Tahuri menjadi paduan pengiring untuk melayani jalannya ibadah minggu dan ibadah etnik di jemaat Hutumuri. Menurut bapak Charolis, Tahuri sekarang ini sudah sampaii pada jenjang manca negara, misalnya saja terjadi kolaborasi musik tradisional dengan para pemain musik dari luar negeri. Dalam kolaborasi ini bukan saja musik rohani yang dibawakan tetapi juga musik lain juga dibawakan dalam kolaborasi ini.

Perjalanan paduan Tahuri dalam jemaat didukung sepenuhnya oleh pendeta dan mejelis bahkan jemaat. Respon baik dari jemaat ini membuat paduan Tahuri semakin terkenal untuk melayani juga dalam ibadah-ibadah etnik atau ibadah minggu di jemaat yang lain. Didalam perjalanan pelayanan paduan Tahuri dalam peran didalam ibadah minggu ini paduan Tahuri pernah melayani dalam ibadah minggu di jemaat Hokimtong, jemaat Gidion wayari, melayani dalam ibadah di gereja Maranatha, dan dalam ibadah-ibadah di jemaat yang lain. Tahuri melakukan kolaborasi dengan alat musik tradisional yang lain. Didalam paduan Tahuri terdapat alat musik suling, tifa, dan kleper. Paduan Tahuri yang melayani dalam ibadah minggu berjumlah kurang lebih enam puluh orang yang terdiri dari pemain alat musik Tahuri, alat musik suling, tifa dan kleper. Kolaborasi dalam ibadah minggu pernah dilakukan bersama dengan paduan trompet dan alat musik kibor itu dilakukan pada saat ibadah etnik berlangsung.46

46

24

Dalam acara-acara gereja Tahuri dilibatkan dalam acara tersebut. Tanggapan umat dalam pelayanan Tahuri ini secara umum terharu karena alat musik ini menjadi sebuah alat musik yang diterima oleh masyarakat dan jemaat. Tahuri juga mendidik anak-anak dan pemuda untuk mengenal budaya. Pelayanan Tahuri juga sudah sampai di kota Kupang, Bali, Jayapura itu melayani dalam ibadah minggu di jemaat tersebut.

IV. Analisa Peran Alat Musik Tradisional Tahuri dalam Ibadah Minggu di

Dokumen terkait