• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Tinjauan Kepustakaan

4. Pengertian Tindak Pidana dan Sanksi Pidana

Stafbaar feit, adalah istilah Belanda yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan berbagai istilah, karena pemerintah tidak menetapkan terjemahan resmi atas istilah Belanda tersebut. Oleh karena itu, timbullah pandangan yang bervariasi dalam bahasa Indonesia sebagai pandanan dari istilah “stafbaar feit’”, seperti: “perbuatan pidana”, “peristiwa pidana”, “tindak pidana”, “perbuatan yang

27 AR. Sujono, Bony Daniel,”Komentar dan Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.”( Jakarta : Sinar Grafika, 2011), hal 257

dapat dihukum” dan lain sebagainya. Untuk menghindari perbedaan persepsi atas padanan dari istilah “strafbaar feit” yang sangat bervariasi dari penggunaan istilah yang berbeda tersebut, kiranya dimasa yang akan datang perlu menggunakan istilah yang baku, paling tidak dalam produk peraturan perundang-undangan.28

Muljanto mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang olehsuatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.29

Simons menerangkan bahwa strafbaar feit adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana,yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.30

Van Hamel merumuskan strafbaar feit sebagai kelakuan orang (menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (strafwaarding) dan dilakukan dengan kesalahan.31

Jika melihat pengertian-pengertian ini, maka di situ dalam pokoknya ternyata:32

28

I Made Widnyana.” Asas-Asas Hukum Pidana.” (Jakarta: Fikahati Aneska, 2010), hal

32-33 29 Ibid.,hal 34 30 Ibid., hal.34 31 Ibid., hal 35 32 Ibid., hal.35

1. Bahwa feit dalam strafbaar feit berarti handeling kelakuan atau tingkah laku 2. Bahwa pengertian strafbaar feit dihubungakn dengan kesalahan orang yang

mengadakan kelakuan tadi.

Terhadap perbuatan Tindak Pidana dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu kejahatan dan pelanggaran, sesuai menurut buku “Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana”/KUHP. Yaitu yang terdapat pada buku II dan buku III yang memuat perincian

berbagai jenis tindak pidana. Tujuannya adalah guna melindungi kepentingan hukum yang dilanggar, kepentingan hukum pada dasarnya dapat dirinci dalam tiga jenis, yaitu antara lain : (a) kepentingan hukum perorangan, (b) kepentingan hukum masyarakat, (c) kepentingan hukum negara.33

Dalam sistematika KUHP perlu diperjelas tentang perbedaan antara kejahatan

(misdrijiven) pasal 104 s.d. 488 dengan pelanggaran (overtredingen) pasal 498 s.d.

569. “kejahatan menunjuk pada suatu perbuatan, yang menurut nilai-nilai kemasyarakatan dianggap sebagai perbuatan tercela, meskipun tidak diatur secara tertulis dalam ketentuan undang-undang. Oleh karenannya disebut dengan

Rechtsdelicten. Sedangkan pelanggaran menunjukan pada perbuatan yang oleh

masyarakat bukan sebagai perbuatan tercela. Diangkatnya sebagai perbuatan pidana karena ditentukan oleh undang-undang. Oleh karenannya disebut sebagai

wetsdelicten”. 34

b. Pengertian Sanksi Pidana

Sanksi merupakan hal yang sentral dalam hukum pidana karena sering kali menggambarkan nilai-nilai sosial budaya bangsa. Artinya, pidana mengandung tata

33 Moh. Taufik makarao,Suhasril, H. Moh. Zakky, Op.cit., hal 41

34

nilai (value) dalam suatu masyarakat mengenai apa yang baik dan tidak baik, apa yang bermoral dan apa yang amoral serta apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang. Meskipun tata nilai itu sendiri ada yang bersifat universal dan abadi, tetapi dari zaman ke zaman ia juga dapat bersifat dinamis.35

Pada`mulanya sanksi pidana menganut single track system, yakni jenis sanksi pidana saja sebagai representasi melekatnya pengaruh aliran klasik dalam hukum pidana. Aliran ini berpaham indeterminisme mengenai kebebasan kehendak manusia yang menekankan kepada perbuatan pelaku kejahatan sehingga dikehendakilah hukum pidana perbuatan (daad-strafrecht). Karenanya, sistem pidana dan pemidanaan aliran klasik ini sangat membatasi kebebasan hakim dalam menetapkan jenis sanksi dengan berbagai bentuknya.36

Pengaruh perkembangan kesadaran hukum masyarakat memunculkan aliran neo-klasik yang menitikberatkankonsepsinya kepada kebebasan kehendak manusia. Pada sekitar tahun 1810 mulai mempertimbangkan kebutuhan adanya pembinaan individual terhadap pelaku tindak pidana. Aliran neo-klasik memberikan kekuasaan kepada hakim untuk menetapkan pidana penjara antara batas minimum dan maksimum yang ditentukan dalam undang-undang. Dengan demikian sistem the definite sentence ditinggalkan dan beralih kepada sistem the indefinite sentence.37

Bermuara dari konsepsi-konsepsi kedua aliran hukum tersebut, lahirlah ide individualisasi pidana. Sebagai konsekunsi ide dari individualisasi pidana, maka sistem pemidanaan dalam hukum pidana modern juga berorientasi kepada pelaku dan

35

Sholehuddin, “Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana.” (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal 55

36

Ibid,. hal 57 37Ibid.,hal.57

perbuatan (daad-dader straafrecht) sehingga jenis sanksi yang ditetapkan tidak hanya meliputi sanksi pidana, tetapi juga sanksi tindakan yang relatif lebih bermuatan pendidikan dari pada penderitaan.

Disamping keberadaannya telah menjadi kecenderungan internasional, sistem pemidanaan yang bertolak dari ide individualisasi pidana ini merupakan hal yang harus diperhatikan sehubung dengan pendekatan humanistik dalam penggunaan sanksi pidana untuk tujuan perlindungan masyarakat (sosial defence). Hal ini tersurat dalam tujuan umum kebijakan kriminal yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare).38

Sanksi pidana sesungguhnya bersifat reaktif terhadap suatu perbuatan. Fokus sanksi pidana tertuju pada perbuatan salah seseorang lewat pengenaan penderitaan (agar yang bersangkutan menjadi jera). Sanksi pidana lebih menekankan unsur pembalasan. Ia merupakan penderitaan yang sengaja dibebankan kepada seorang pelanggar. Sanksi pidana bertujuan memberi penderitaan istimewa (bijzonder leed) kepada pelanggar supaya ia merasakan akibat perbuatannya. Dengan demikian sanksi pidana berorientasi pada ide pengenaan sanksi terhadap pelaku suatu perbuatan.39

Ide dasar sanksi pidana yakni filsafat indeterminisme sebagai sumber ide sanksi pidana. Sebagaimana diketahui asumsi dasar filsafat indeterminisme adalah bahwa sejatinya manusia memiliki kehendak bebas, termasuk ketika ia melakukan kejahatan. Karena sebagai konsekuensi pilihan bebasnya, maka setiap pemidanaan harus diarahkan pada pencelaan moral dan pengenaan penderitaan bagi pelaku.40

38

Ibid., hal 58 39Ibid., hal 32 40Ibid., hal 33

F. Metode Penelitian

Dokumen terkait