BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA
B. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Undang-
Sebelum mengemukakan pengertian money laundering atau pencucian uang, terlebih dahulu, dikemukakan perkembangan kejahatan dan kaitannya dengan kejahatan pencucian uang sebagai salah satu jenis kejahatan yang
22
H. Muchammad Ichsan dan M. Endrio Susila. Hukum Pidana Islam Sebuah Alternatif, (Yogyakarta: LabHukum FHUMY, 2008) , h. 30
mendunia. Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang, baik dari segi intensitas maupun kecanggihannya. Demikian juga dengan ancamannya terhadap keamanan dunia. Akibatnya, kejahatan tersebut dapat menghambat kemajuan suatu negara, baik dari aspek sosial, ekonomi, maupun budaya. Mengingat, kejahatan itu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat, wajar ada satu ungkapan: kejahatan itu tua dalam usia, tapi muda dalam berita. Artinya, sejak dulu hingga kini, orang selalu membicarakan kejahatan, mulai dari yang sederhana (kejahatan biasa) sampai yang sulit pembuktiannya. Bahkan, dalam sejarahnya, kejahatan sudah ada sejak Nabi Adam AS.
Kejahatan merupakan sebuah istilah yang sudah lazim dan populer dikalangan masyarakat Indonesia atau crime bagi orang Inggris. Tetapi, jika ditanyakan; apakah sebenarnya yang dimaksud kejahatan? Orang mulai berpikir dan atau bahkan balik bertanya. Menurut Hoefnagels (1972: 72), kejahatan merupakan suatu pengertian yang relatif. Banyak pengertian yang digunakan dalam ilmu-ilmu sosial yang berasal dari bahasa sehari-hari tidak memberikan gambaran yang jelas tentang kejahatan, tetapi hanya merupakan suatu ekspresi dalam melihat perbuatan tertentu.23
Sampai saat ini, tidak atau belum ada definisi yang universal dan komprehensif mengenai apa yang di maksud dengan tindak pidana pencucian uang atau money laundering. Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini menggarisbawahi,
23
Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, (Jakarta: Sinar Grafika, November 2011), cetakan kedua, h. 17
dewasa ini istilah money laundering sudah lazim digunakan untuk menggambarkan usaha-usaha yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum
untung melegalisasi uang “kotor”, yang di peroleh dari hasil tindak pidana
(Sjahdeini: 2004).24
Ada beberapa pengertian dari money laundering dari berbagai sumber. Money laundering, menurut Sarah N. Welling (1992):
“Money laundering is the process by wich one conceals the existence, illegal source, or illegal application of income, and then disguises that
income to make it appear lagitimate”.
(Pencucian uang adalah proses di mana seseorang menyembunyikan keberadaan sumber (pendapatan) ilegal atau aplikasi pendapatan ilegal dan kemudian menyamarkan sumber (pendapatan) tersebut agar terlihat seperti sesuai dengan aturan atau hukum yang berlaku).
Dalam definisi David Fraser (1992):
“Money laundering is quite simply the process through which “dirty” money (proceeds of crime), is whased through “clean” or legitimate
sources and enterprises so that the “bad guys” may more safely enjoy their ill‟gotten gains”.
(Pencucian uang kurang lebih adalah proses dimana uang “kotor” (hasil tindak pidana) dicuci menjadi “bersih” atau uang kotor yang dibersihkan
24
Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, (Jakarta: Sinar Grafika, November 2011), cetakan kedua, h.18
melalui suatu sumber hukum dan perusahaan yang legal sehingga „para penjahat‟ dapat dengan aman menikmati hasil jerih payah tindak pidana
mereka).25
Apapun definisinya, pada hakikatnya pencucian uang menunjukan pada upaya pelaku untuk mengurangi ataupun menghilangkan risiko ditangkap ataupun uang yang dimilikinya disita sehingga tujuan akhir dari kegiatan ilegal itu yakni memperoleh keuntungan, mengeluarkan serta mengkonsumsi uang tersebut dapat terlaksana, tanpa terjerat oleh aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian menyimpan uang hasil kegiatan ilegal adalah sama dengan mencuci uang tersebut, walaupun si pelaku tindak pidana sendiri hanya menyimpan uang tersebut dan
tidak mengeluarkan uang tersebut karena belum “dicuci”. 26
Secara sederhana aktivitas pencucian uang dapat dilakukan melalui perbuatan memindahkan, menggunakan, atau melakukan perbuatan lainnya terhadap hasil dari suatu tindak pidana, baik itu pelakunya organized crime maupun individu yang melakukan tindak pidana korupsi, perdagangan obat narkotika dan tindak pidana lainnya dengan maksud menyembunyikan atau menaburkan asal-usul uang tersebut sehingga dapat digunakan seolah-olah sebagai uang yang halal.
25
Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, (Jakarta: Sinar Grafika, November 2011), cetakan kedua, h. 18
26
Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, (Jakarta: Sinar Grafika, November 2011), cetakan kedua, h.19
Instrumen yang paling dominan dalam tindak pidana pencucian uang biasanya menggunakan sistem keuangan. Perbankan merupakan alat utama yang paling menarik digunakan dalam pencucian uang mengingat perbankan merupakan lembaga keuangan yang paling banyak menawarkan instrumen keuangan.
Pemanfaatan bank dalam pencucian uang dapat berupa : 1. Menyimpan uang hasil tindak pidana dengan nama palsu;
2. Menyimpan uang di bank dalam bentuk deposito/tabungan/rekening/giro; 3. Menukar pecahan uang hasil kejahatan dengan pecahan lainnya yang lebih
besar atau lebih kecil;
4. Menggunakan fasilitas transfer;
5. Melakukan transaksi ekspor-impor fiktif dengan menggunakan L/C (Letter of Credit) dengan memalsukan dokumen bekerja sama dengan oknum terkait; 6. Pendirian/pemanfaatan bank gelap.27
Proses money laundering (The Money Laundering Process) biasanya dilakukan melalui tiga tahap, yaitu Placement, Layering, dan Integration.
Placement adalah perbuatan kriminal penempatan untuk pertama kalinya
atau tahap awal dari siklus pencucian uang haram. Uang/aset ditempatkan pada sistem finansial atau diselundupkan ke luar negeri, tujuannya untuk memindahkan uang/aset tersebut dari sumber asalnya. Untuk menghindari pengawasan pihak
27
http://0sprey.wordpress.com/2012/05/29/pengertian-dan-metode-tindak-pidana-pencucian-uang/ diakses 27 juli 2013
berwajib dan kemudian mengkonversinya ke dalam bentuk aset yang berbeda atau modus operandinya adalah dana ditempatkan jauh dari lokasi kejahatan. Umumnya dalam bentuk tunai, traveler cheque, giro pos, dan lain-lain. Biasanya dibawa ke luar negeri dan disetor ke bank dengan berbagai cara untuk mengelabui pelacakan. Atau kini dapat dilakukan dengan memasukkan dana langsung ke e-purse kalau perlu memecahnya ke dalam sejumlah transaksi di beberapa bank yang mempunyai layanan/product e-cash.
Placement merupakan fase menempatkan uang yang dihasilkan dari aktivitas kejahatan misalnya memecah uang tersebut dalam pecahan besar atau kecil untuk ditempatkan dalam sistem perbankan, atau placement dapat pula dilakukan dengan pergerakan fisik dari uang tunai, baik melalui penyelundupan uang tunai dari suatu negara ke negara lain, dan menggabungkan uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan uang yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah. Proses placement ini merupakan titik yang paling lemah dalam pencucian uang.
Layering adalah pengalihan dari suatu bentuk investasi ke bentuk
investasi lainnya yang dilakukan untuk memperpanjang jalur pelacakan atas suatu tindakan untuk menutupi sunber sebenarnya dari uang/aset dengan melakukan transaksi finansial yang berlapis-lapis yang dirancang untuk menghilangkan jejak dan menciptakan anonim.
Modus operandinya adalah dana ditransfer ke luar negeri misalnya sebagai bagian dari pembayaran impor melalui L/C yang dibayarkan ke perusahaan yang sah, setelah 2-3 kali ditransaksikan dan sudah sukar untuk dilacak karena tahap
pencucian uang sudah dilakukan dengan melapis dana tidak sah dengan dana lain yang sah.
Dengan demikian layering dapat disimpulkan sebagai proses memisahkan hasil kejahatan dari sumbernya melalui beberapa tahapan transaksi keuangan. Layering dapat pula dilakukan melalui pembukaan sebanyak mungkin rekening-rekening perusahaan fiktif dengan memanfaatkan ketentuan rahasia bank.28
Integration adalah perbuatan kriminal yang sudah melalui tahap
placement dan layering untuk menjadi investasi yang terlihat benar-benar legal. Pada tahap ini uang/aset diintegrasikan ke dalam sistem finansial yang legal dan diasimilasikan dengan semua aset yang ada dalam sistem finansial. Jadi pelaku berusaha menetapkan landasan sebagai suatu legitimate explanation bagi hasil kejahatan.29
Modus operandinya adalah dilakukan transaksi yang bersih. Dana yang telah terlapis tadi digunakan untuk pembayaran, kemudian transaksi itu dapat dilakukan melalui lembaga keuangan biasa sebagai bagian dari transaksi yang sahih. Misalnya pembayaran hutang atau tagihan lainnya.
Dari tahapan proses ini maka ada empat faktor yang dilakukan dalam proses money laundering, pertama merahasiakan siapa pemilik uang hasil kejahatan tersebut, kedua bentuk sehingga mudah dibawa kemana-mana, ketiga
28
M. Arief, Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundering, (Malang: Bayumedia Publishing), Cet-kedua, h. 6
29
M. Arief, Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundering, (Malang: Bayumedia Publishing), Cet-kedua, h. 7
merahasiakan proses pemutihan sehingga menyulitkan pelacakan, dan keempat mudah diawasi oleh pemilik sebenarnya dari uang hasil kejahatan ini.
Perlu diketahui bahwa kegiatan money laundering berbeda dengan kegiatan pemalsuan uang. Tujuan pemalsuan uang adalah bagaimana memasukkan uang palsu ke dalam sirkulasi sistem pembayaran yang sah, sebaliknya pihak yang memutihkan uang haram menggunakan sistem pembayaran yang sah untuk merubah status uangnya dari ilegal menjadi legal.
Money laundering makin mudah dilakukan di Indonesia antara lain karena Traveller Cheque pun dapat dijual tanpa memerlukan tanda tangan maupun identitas pembeli maupun penjualnya dan pelaku money laundering ini bisa institusi keuangan dan kalangan profesional. Institusi keuangan bisa berupa Fund Manager, Reksadana, Banker dan Asuransi, sedangkan kalangan profesional bisa meliputi akuntan, lawyer, dan bankir.
Menurut pemerintah Kanada yang dikeluarkan oleh Department of Justice yang berjudul Electronic Money Laundering: An Environmental Scan, Oktober 1988, mengemukakan beberapa dampak negatif terhadap masyarakat yang ditimbulkan oleh money laundering :
1. Money laundering memungkinkan para penjahat memperluas operasinya sehingga meningkatkan biaya penegakan hukum dalam pemberantasannya dan biaya perawatan bagi korban.
2. Money laundering merongrong masyarakat keuangan. Potensi korupsi semakin besar karena banyaknya uang haram yang beredar.
3. Pencucian mengurangi pendapatan pemerintah dari sektor pajak dan secara tidak langsung merugikan pembayar pajak yang jujur dan mengurangi kesempatan kerja yang sah.
4. Mengganggu keamanan dalam negeri suatu negara.30
Pencucian uang menurut para pelakunya, hal itu wajar dan tidak ada yang menyimpang karena semuanya dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh perbankan (sebagai salah satu lembaga keuangan). Di samping itu, perbuatan tersebut hanya merupakan hubungan keperdataan antara nasabah (penyimpan dana) dengan pihak bank. Tetapi, menurut pandangan para pemerhati, perbuatan menyimpan uang di bank itu tidak lagi dapat dilihat atau berlindung dibalik hubungan keperdataan, sebagaimana lazimnya dalam dunia perbankan. Hal itu disebabkan apa yang dilakukan oleh si penyimpan dana merupakan upaya untuk mengaburkan asal-usul uang yang disimpan. Oleh sebab itu, perbuatan tersebut merupakan kejahatan yang perlu ditindak dan diberantas.
Apabila hendak dilihat dari sudut yuridis, maka pertanyaan, “apakah
kejahatan berupa pencucian uang tersebut merupakan kejahatan menurut hukum
pidana positif?” Jika demikian halnya, tentu tidak ada pilihan lain, kecuali
membuka Undang-Undang. Sebaliknya, apabila hendak melihat dari sudut kriminologis, jawabannya pun tergantung pada siapa yang melihatnya. Selain itu, juga tergantung pada subjektivitas dan yang terancam kepentingannya.
30
http://0sprey.wordpress.com/2012/05/29/pengertian-dan-metode-tindak-pidana-pencucian-uang/ diakses 27 juli 2013
Berdasarkan uraian di atas, timbul pertanyaan: “apakah yang dimaksud
dengan money laundering tersebut?” Terdapat bermacam-macam pengertian tentang money laundering, namun semua tetap dalam satu tujuan untuk menyatakan bahwa money laundering merupakan salah satu jenis kejahatan yang potensial dalam mengancam berbagai kepentingan baik dalam skala nasional maupun internasional.31 Pencucian uang (Money Laundering) adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang atau dana atau harta kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau harta kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah atau legal.32
Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, yang dimaksud dengan pencucian uang ada pada Pasal 1 ayat 1 yaitu:
“Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini”.
Dari pasal diatas sudh sangat jelas bahwa pencucian uang itu sendiri masuk kedalam kategori tindak pidana, dimana tindak pidana pencucian uang itu memiliki beberapa unsur yang dijelaskan didalam undang-undang tersebut.
Unsur-unsur tindak pidana pencucian uang.
Berdasarkan ketentuan pasal-pasal 3,4,5,6,7,8,9, dan 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, yang termasuk ke dalam unsur-unsur tindak pidana
31
M. Arief, Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundering, (Malang: Bayumedia Publishing), cetakan kedua, h. 8-9.
32
pencucian uang adalah: pertama, setiap orang baik orang perseorangan maupun korporatif dan personil pengendali korporasi.
Kedua, menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak-tindak pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.
Ketiga, menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak-tindak pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.
Keempat, bertujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak-tindak pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.33
33
C. Tindak Pidana Pencucian Uang menurut Hukum Pidana Islam
Menurut Ulama, pencucian uang merupakan salah satu kejahatan yang sangat merugikan masyarakat, juga negara, karena dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional khususnya keuangan negara. Hal ini sangat bertentangan dengan tujuan tasyri' yaitu mencegah mafsadah dan menciptakan mashlahah.
Selain itu, pencucian uang menimbulkan kerusakan, kerugian, mudharat, sekaligus menjauhkan kemaslahatan dari kehidupan manusia, tercela, dan terlarang sehingga dapat disebut sebagai tindak pidana dan dalam konteks hukum Islam, dapat dikenai hukuman ta'zir bagi pelakunya.
Dalam kajian fiqih jinayah (hukum pidana Islam) klasik belum dikenal secara jelas mengenai tindak pidana pencucian uang. Secara umum, ajaran Islam mengharamkan mencari rejeki dengan cara-cara yang bathil dan penguasaan yang bukan hak miliknya, seperti perampokan, pencurian, atau pembunuhan yang ada korbannya dan menimbulkan kerugian bagi orang lain atau korban itu sendiri.
Hukum pidana Islam secara eksplisit tidak menyebutkan mengenai pencucian uang. Secara umum, ajaran Islam mengharamkan mencari rejeki dengan cara-cara yang batil, seperti merampok, mencuri, atau membunuh.
Pencucian uang merupakan perbuatan tercela dan dapat merugikan kepentingan umum. Hal ini sangatlah bertentangan dengan hukum Islam. Money Laundering termasuk kedalam jarimah ta‟zir karena tidak secara eksplisit
disebutkan dalam al-Qur‟an dan hadis, namun jelas sangat merugikan umat
manusia dan beberapa efek negatif lain, yaitu a. Membahayakan kehidupan manusia. b. Menghambat terwujudnya kemaslahatan. c. Merugikan kepentingan umum.
d. Mengganggu ketertiban umum. e. Merupakan maksiat.
f. Mengganggu kehidupan sekaligus harta orang lain.
Di samping itu, money laundering juga mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonomi, menimbulkan distorsi dan ketidakstabilan ekonomi, hilangnya pendapatan negara, menimbulkan rusaknya reputasi negara, dan menimbulkan biaya sosial yang tinggi.34
Namun, melihat dari kompleksitas masalah terkait dengan modus operasi tindak pidana kejahatan yang kemudian disembunyikan seolah-olah menjadi aktivitas yang legal, yang dampaknya bisa meresahkan, membahayakan, dan merusak tatananan masyarakat, maka hukum pidana Islam perlu membahasnya, bahwa kejahatan ini bisa dikategorikan sebagai jarimah ta‟zir.
Dijelaskan dalam Ijitima Ulama Komisis Fatwa di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, pencucian uang merupakan jarimah (tindak pidana), karena merupakan bentuk penggelapan (ghulul) dengan tujuan menyembunyikan dan menyamarkan aset yang diperoleh secara tidak sah.
34
M, Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, Maret 2013), cetakan pertama, h. 171
Pengertian Ta‟zir ialah memberi pengajaran (at-ta‟dib). Tetapi untuk hukum pidana Islam istilah tersebut mempunyai pengertian tersendiri. Syara‟
tidak menentukan macam-macamnya hukuman untuk tiap-tiap jarimah ta‟zir,
tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang seringan-ringannya sampai kepada yang seberat-beratnya. Dalam hal ini hakim di beri kebebasan untuk memilih hukuman-hukuman mana yang sesuai dengan macam jarimah
ta‟zir serta keadaan si pembuatnya juga. Jadi hukuman-hukuman jarimah ta‟zir
tidak mempunyai batas tertentu.
Menurut Abu Bakr Jabir Al Jazairi, ta‟zir adalah sanksi disiplin dengan
pemukulan, atau penghinaan, atau embargo, atau pengasingan.35 Maka tindak
pidana ta‟zir adalah tindak pidana yang apabila dilakukan diancam dengan sanksi disiplin berupa pemukulan, penghinaan, embargo, atau pengasingan. Hanya saja, sebagian ulama memasukkan hukuman mati bagi kasus tertentu dalam tindak
pidana ta‟zir. Semua yang belum ditetapkan kadar sanksinya oleh syar‟i, maka
sanksinya diserahkan kepada penguasa untuk menetapkan jenis sanksinya.36
Dengan kata lain, ta‟zir adalah pengajaran atas dosa-dosa yang tidak disyariatkan hukuman hudud atasnya, atau hukuman atas jarimah-jarimah yang belum ditentukan oleh syariat hukumannya.
35
Abu Bakr Jabir Al- Jazairi. Ensiklopedi Muslim: Minhajul Muslim, (Jakarata: Daarul Falah, 2003), cetakan ke-empat, h. 708
36
Asadulloh Al Faruq. Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Pidana Islam, (Bogor: Ghalia Indonesia, Oktober 2009),cetakan pertama, h. 54
Tindak pidana ta‟zir ini tidak ditentukan oleh syariat sebagaimana dalam
hudud dan qisas wa diyat. Syariat hanya menetapkan sebagian saja, yaitu seperti riba, mengkhianati amanah, mencel orang lain dan korupsi. Ini karena jarimah-jarimah tersebut mempunyai sifat berbahaya yang terus menerus bagi masyarakat dan tata tertib umum.
Sedang sebagian besar lainnya diserahkan kepada yang berwenang untuk menetapkannya sendiri dengan syarat harus diperlukan oleh masyarakat, demi memelihara kemaslahatan dan peraturan umumnya dan dengan syarat tidak menyalahi nash-nash syariat dan prinsip-prinsipnya. Perbedaannya adalah, yang ditetapkan oleh syariat itu keharamannya terus menerus, sedangkan yang ditetapkan oleh pemerintah itu tidak demikian.
Menurut hukum Islam hukuman ta‟zir adalah hukuman yang tidak tercantum nash atau ketentuannya dalam Al Qur‟an dan As-Sunnah, dengan ketentuan yang pasti dan terperinci. Sedangkan menurut hukum positif dalam pengertian di atas, hukuman itu harus tercantum dalam Undang-Undang. Akan tetapi, apabila dipelajari dengan teliti maka dapat juga kita temui persesuaiannya
terutama pada garis besarnya. Hukuman ta‟zir dimaksudkan untuk mencegah kerusakan dan menolak timbulnya bahaya. Apabila tujuan diadakannya ta‟zir itu
demikian maka jelas sekali hal itu ada dalam Al-Qur;an dan As-Sunnah, karena setiap perbuatan yang merusak dan merugikan orang lain hukumnya tetap dilarang. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur‟an. (QS. Al-Qashash: 77)
Artinya: dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashash: 77)
Juga dalam sebuah hadis Rasulullah SAW, bersabda:
Dari Abi Sa‟id Sa‟ad ibn Malik ibn Sinan ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda: Janganlah membahayakan orang lain dan jangan membahayakan diri sendiri. (HR. Ibnu Majah dan Ad-Duruquthni)37
Abdul Qadir Audah membagi hukam ta‟zir kepada tiga bagian:
- Hukuman ta‟zir atas perbuatan maksiat.
- Hukuman ta‟zir dalam rangka mewujudkan kemaslahatan umum. - Hukuman ta‟zir atas perbuatan-perbuatan pelanggaran (mukhalafah).38
37
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Sinar Grafika: Jakarta, September 2004), cetakan pertama, h. 11.
38
Abdul Qadir Audah, At Tasyri‟ Al-Jinaiy Al-Islamiy,(Dar Al-Kitab Al‟Araby, Beirut, tanpa
Perbedaan mendasar antara macam-macam ta‟zir diatas adalah bahwa
suatu perbuatan itu, dalam kategori pertama hukumnya adalah haram selama-lamanya dan merupakan maksiat. Jadi zatnya itu haram. Sedangkan perbuatan itu pada kategori kedua tidak dianggap haram melainkan memenuhi kriteria tertentu. Dengan demikian yang haram bukan zatnya, tapi sifatnya. Adapun perbuatan pada kategori ketiga itu memang diperintahkan atau dilarang akan tetapi melakukannya dianggap sebagai pelanggaran, bukan maksiat. Jadi yang ketiga ini merupakan perbuatan yang diharamkan syariat zatnya, namun jika dilakukan dianggap sebagai pelanggaran, bukan sebagai maksiat.
Dengan melihat penjelasan diatas maka seorang pelaku tindak pidana pencucian uang dapat dihukum dengan hukuman ta‟zir (sanksi pidana yang ditetapkan oleh negara).39
39
http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2012/07/04/19758/menerima-uang-dari-tindak-pidana-pencucian-hukumnya-haram artikel diambil pada 10 juli 2013
38
UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 DAN HUKUM PIDANA ISLAM A. Pencucian Uang Pasif menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.
Pasal yang mendukung tentang pencucian uang pasif dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 terdapat di Pasal 5 ayat 1 yaitu:
“Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan,
pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah)”.
Penulis memiliki pandangan yang sama dengan apa yang di maksud dalam Pasal 5 ayat 1 ini, bahwa seseorang yang menerima aatau memanfaatkan uang yang patut diduganya merupakan hasil dari tindak pidana pencucian uang, maka orang tersebut bisa diberikan sanksi sesuai dengan isi pasal 5 ayat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tersebut.
Yang dimaksud dengan “patut diduganya” adalah suatu kondisi yang