• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dikemukakan pada bagian sebelumya, bagian ini dibahas tentang tindak tutur direktif yang ditemukan dalam novel “Rumah Kaca”, yang meliputi : (1) perintah (2) permintaan; (3) ajakan; (4) nasihat; (5) kritikan; dan (6) menasihatkan.

Tindak tutur direktif yang menyatakan maksud perintah digunakan oleh penutur yang menginginkan sesuatu, sehingga menimbulkan efek pada mitra tuturnya berupa tindakan mengambilkan sesuatu tersebut. Dalam novel ”Rumah Kaca”

ditemukan beberapa bentuk tindak tutur yang termasuk dalam kategori ini.

Diantaranya menyatakan maksud penutur yang menginginkan membacakan surat, dan menimbulkan efek berupa tindakan yang dilakukan mitra tuturnya untuk mengambilkan apa yang telah dipesan oleh penutur.

Tindak tutur direktif yang menyatakan maksud perintah digunakan oleh penutur untuk menyuruh mitra tuturnya melakukan sesuatu, sehingga menimbulkan efek pada mitra tuturnya berupa tindakan sesuai dengan apa yang diinginkan penutur.

Tindak tutur direktif yang ditemukan dalam novel “Rumah Kaca” yang termasuk dalam kategori ini, diantaranya berupa pernyataan penutur yang menginginkan mitra tuturnya untuk memperlihatkan sesuatu, memerintahkan untuk segera membacakan surat, memerintahkan untuk mengejar seseorang, memerintahkan untuk menelpon seseorang, memerintahkan untuk keluar dari ruangan, memerintahkan untuk segera meninggalkan kantor, memerintahkan segera duduk di kursi, memerintahkan agar mobil segera stop, memerintahkan agar segera mengambilkan buku besar tebal dari dalam laci meja dan memerintahkan untuk mengambilkan pena dan tinta.

Tindak tutur direktif yang menyatakan maksud permintaan berarti tuturan itu terimplikasi suatu permintaan penutur yang amat sangat kepada mitra tuturnya.

Tindak tutur direktif yang ditemukan dalam novel “Rumah Kaca” yang termasuk dalam kategori ini, berupa keinginan penutur yang menginginkan mitra tuturnya untuk duduk di kursi, untuk tidak pergi dan meminta untuk segera pergi ke Betawi.

Tindak tutur direktif yang menyatakan maksud ajakan berarti tuturan itu terimplikasi suatu ajakan penutur yang amat sangat kepada mitra tuturnya. Tindak tutur direktif yang ditemukan dalam novel “Rumah Kaca” yang termasuk dalam kategori ini, berupa keinginan penutur yang menginginkan mitra tuturnya agar memberikan gambaran tentang bangun dan jiwa organisasi mitra.

Tindak tutur direktif yang menyatakan maksud nasihat digunakan oleh penutur yang menginginkan sesuatu, sehingga penutur meminta pada mitra tuturnya.

Tindak tutur yang ditemukan dalam novel ini, yang termasuk dalam kategori ini diantaranya penutur yang meminta mitra tuturnya untuk mengembalikn pasukan seperti dulu agar pangkatnya segera diturunkan, menasehatkan tentang mengabdi pada seorang yang mulia dan menasihatkan agar anaknya jangan menghalangi sekolahnya agar kelak jadi manusia yang berguna.

Tindak tutur direktif yang menyatakan maksud kritikan, berarti pernyataan penutur tersebut memberikan masukan pada mitra tuturnya untuk melakukan sesuatu.

Tindak tutur yang termasuk dalam kategori ini yang ditemukan dalam novel “Rumah Kaca” berupa pernyataan penutur dengan cara marah bahwa apa yang harus ia

dengarkan dengan hinaan pada seseorang, untuk menyarankan mitra tuturnya agar tidak mengikuti kerjaannya dan menyarankan untuk tidak membuat marah.

Tindak tutur direktif yang menyatakan maksud larangan, berarti peryataan penutur tersebut untuk menyuruh mitra tuturnya melakukan sesuatu yang oleh penutur dianggapnya benar. Tindak tutur yang termasuk dalam kategori ini, yang ditemukan dalam novel “Rumah Kaca” di antaranya berupa anjuran untuk tidak melakukan sesuatu dan melarang agar tidak banyak minum alkohol.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulakan bahwa dalam novel “Rumah Kaca” Karya Pramoedya Ananta Toer terdapat enam jenis/kategori direktif, yakni: (1) menyatakan maksud perintah; (2) menyatakan maksud permintaan; (3) menyatakan maksud ajakan; (4) menyatakan maksud nasihat; (5) menyatakan maksud kritikan; dan (6) menyatakan maksud larangan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam berkomunikasi antarsesama manusia diharapkan dapat bertutur dengan bahasa yang jelas dan mudah dipahami, sehingga pesan atau keinginan penutur dapat dipahami oleh petutur atau pendengar.

2. Penelitian terhadap tindak tutur sebagai peristiwa tindak tutur berbahasa, khususnya tindak tutur direktif masih jarang dilakukan sehingga perlu dilanjutkan.

3. Pembaca / peneliti yang berminat dalam kajian tindak tutur diharapkan dapat meneliti jenis / kategori tindak tutur yang lain.

59

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, dkk. 2013. Tindak Tutur Direktif dalam Novel Pukat Karya Tere-liye.

Jurnal Skripsi. Jurusan Sastra Indonesia. Program Studi Sastra Indonesia.

FBS: Univesitas Negeri Padang.

Agustinus, 2012. Penerapan Pendekatan Pragmatik dalam Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa kelas X-3 SMA Negeri 1 Makale. Tesis. PPS Unismuh Makassar.

Ali, 2011. Tindak Tutur dalam Transaksi Jual Beli Di Pasar Lamasi. Proposal Penelitian. PPS Unismuh Makassar.

Alwasilah, C. 1993. Beberapa Madhab dan Dikotomi Teori Linguistik. Bandung:

Angkasa.

Alwi, Hasan dkk., 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka.

Aslinda, dan Leni Syafyahya. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: PT. Refika Aditama.

Austin, J.L. 1962. How to do things with words. Cambridge-Mass. Harvard University Press.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik (Perkenalan Awal). Jakarta:

Rineka Cipta.

Darna. 2014. Analisis Tindak Tutur Ekspresif dan Tindak Tutur Komisif dalam Wacana Novel Pelayaran Terselubung (BURN) Karya Linda Howard.

Lembaga Penerbit Unismuh Makassar.

Dola, Abdullah. 2006. Apresiasi Prosa Fiksi dan Drama. Diktat. Makassar: FBS UNM.

Ibrahim, Abdul Syukur. (1992). Kajian Tindak Tutur. Surabaya. Penerbit Usaha Nasional.

Kasher, A. 1998. Pragmatics. Volume II: Speech Act Theory and Particular Speech Act. New York: TJ International Ltd.

Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Lingustik. Edisi III. Jakarta: PT Gramedia.

Laelasari, dan Nurlaelah. 2006. Kamus Istilah Sastra. Bandung: Nuansa Aulia.

60

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Diterjemahkan oleh Indonesian University. Jakarta : Universitas Indonesia.

Leech, G. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia.

Mariana, dkk. 2014. Tindak Tutur Direktif dalam Novel “5 cm” Karya Donny Dhirgantoro. Jurnal Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

FKIP Untan, Pontianak.

Mustari, Erni. 2015. Tindak Tutur Ilokusi dalam Tuturan Antar Tokoh pada Novel Laura Sendiri Karya Mercy Sitanggang (Kajian Pragmatik) Lembaga Penerbit Unismuh Makassar

Najmah. 2003. “Tindak Tutur Ekspresif dalam Novel Salah Pilih Karya N.St.

Iskandar (Suatu Tinjauan Pragmatik)”. Skripsi. Makassar: FBS UNM Nurgiantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Perss.

Nurung, Muhammad. 2007. Gaya Bahasa Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata. Tesis. Program Pascasarjana Unismuh Makassar

Putrayasa, Ida Bagus. 2014. Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Prayitno, Harun Joko. 2011. Kesantunan Sosiopragmatik. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Press.

Richard, J. C. 1995. Tentang Percakapan. Terjemahan Ismari. Surabaya: Airlangga Universitiy Press.

Rahim Abd. Rahman. 2008. Meretas Bahasa Mengkaji Pragmatik. Lembaga Penerbit Unismuh Makassar.

Rahardi, Kunjana. 2001. Sosiolinguistik Kode dan Alih Kode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rosdiana. 2002. Kajian Tindak Tutur Teks Percakapan Drama Sumur Tanpa Dasar.

Skripsi. Makassar: FBS: UNM

Rustono, 1999. Pokok-pokok pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang press.

Searle, John R. 1979. Taxonomy of Illocutionary Act. Dalam Martinich A.P. The Philosophy of Language. 2001. Fourth Edition. New York: Oxford University Press.

Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1994. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Suriasumantri, Jujun S. 1993. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan.

Sudiati dan Widyarmataya. 1996. Kreatif Berbahasa Menuju Keterampilan Pragmatik. Bandung: Sinar Baru.

Tarigan, Henry Guntur. 1990. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Heatherngton. 1990. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Toer, Pramoedya Ananta. 2006. Novel Rumah Kaca. Jakarta: Lentera Dipantara.

Wati, Ritna. 2014. Analisis Tindak Tutur Direktif dalam Novel Cantik itu Luka Karya Eka Kurniawan. Jurnal Skripsi.Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Daerah. FKIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Padangpanjang.

Wijana, Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.

Yule, George. 2006. Pragmatik. Diterjemahkan oleh Indah Fajar Wahyuni.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Yule, George. 1996. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

www.situsbahasa.info/2011/01/tindak-tutur-berdasarkan-tujuannya.html. (diakses 27 Januari 2016)

pantrivelyn.blogspot.com/2013/01/aspek-aspek-pragmatik-tindak-tutur.html (diakses 2 Februari 2013

http://www/perpuskita.com/pengertian tindak tutur direktif/121/ (diakses 3 Februari 2016

LAMPIRAN

Lampiran 1

KORPUS DATA Data :

(1) “Apa yang harus kudengar dari Tuan?” Tanya Suurhof, nadanya masih terdengar angkuh. (Hal 16)

(2) “Perlihatkan surat-suratmu penipu,” kataku, ”Tak ada yang membutuhkan kau”.(Hal 20)

(3) “Memang aku yang keliru, Tuan. Maafkan.” (Hal 20) (4) “Siapa bilang tidak ada? Kau di luar hokum.

Risikonya: kalau terjadi cidera atas dirimu, mungkin sampai mati, hokum tidak melindungi.

Hukum pura-pura tidak tahu. Mengerti.

Ia tertawa melecehkan. “Tak ada risiko apa-apa, Tuan,” katanya menjamin. (Hal 21)

(5) “Kalau begitu kau tak perlu mengikuti aku.

Persetan! Aku bias kerjakan sendiri.” (Hal 23) (6) “Kan kau berjanji membacakan surat untuk kami?”

“Kau bisa bacakan untuk mereka, sayang.”

“Tetapi surat itu bukan untukku.” Hanyasoal membacakan surat, pikirku, sudah jadi pembagian tugas resmi begini. Sungguh-sungguh bias bikin aku jadi gila.

“Baik, sayang, akau akan datang sebelum mereka tidur.” (Hal 40) (7) “Apakah Tuan tidak ada pikiran untuk mengembalikan aku ke pasukan

seperti dulu?” tanyaku menantang penurunan pangkat.

“Akan ada masanya,” jawabnya. “Tugas Tuan sekarang jelas

menanggulangi agar persoalan Suurhof tidak melarut. Tuan sendiri yang menyarankanadanya tindakan di luar hukum.”(Hal 41)

(8) “Dapatkah Tuan memberikan padaku sekedar gambaran tentang bangun dan jiwa organisasiPribumi?” tanyaku.

“O, itu?” Ia melirik padaku, kemudian menjawab kontan, “Bangun dan jiwanya tak berubah sampai sekarang. Yang berubah mungkin tata-caranya.

Tetap, Tuan, tetap.” (Hal 49)

(9) “Kau cukup dengar kata-kataku?

“Tentu, Tuan.”

“Keluar!”

Ia keluar dengan muka masam. (Hal 150)

(10) “Mari, duduk di kursi sini, Frits. Mari kita bertigaminum untuk persahabatan kita!” (Hal163)

(11) “Sayang, Frits,” kata R. dalam Belanda.

“Tinggalkan kantor ini sekarang juga.

“Baik, Tuan. (Hal 184)

(12) “Jangan teruskan minum. Sayang. Makin lama kaumakin banyak minum.

Di rumah ini saja kau sudah lima kali mabok. Kasihanilah anak-anakmu.

Jangankau beri contoh seperti itu.” (Hal 307)

(13) Ketika bapakku hendak meninggal, ia berpesan dengan sangat:

“Mereka telah rampas semua dari kita. Jangan, Nak, jangan kau lebih lama jadi kulinya. Pergi kau ke Bandung. Mengabdilah pada seorang yang mulia hati. Orang itu bernama Raden Mas Minke. Carilah orang itu. Lakukan segala yang diperintahkan kepadamu dan contohlah perbuatannya yang baik”. (Hal 337)

(14) “Apa pesan beliau, Jeng?“Di hadapan ayahanda dan sahaya beliau berpesan begini: Mas, anak gadismu ini, kata beliau sambil menunjuk pada sahaya, jangan halang-halangi sekolahnya. Selama Mas kuat membiayai, biayailah terus. Ayahanda menjanjikan di depan sahaya. Kemudian Bendoro Raden Mas Minke berpesan lagi: Jangan dia kau paksa kawin. Jangan kau paksa dia mengalami apa yang dialami oleh si Gadis Jepara! Juga ayahanda menyanggupi, malahan mengatakan. Tak akan ada yang memaksanya melawan cita-citanya sendiri. Tragedi Gadis Jepara tak perlu berulang terhada dia. Sejak bayi dia tak mengenal ibu, maka dia harus mendapatkan segala-galanya. Percayalah, Dik, dia kuberi kebebasan untuk jadi apa saja, syukur kalau jadi manusia berguna.” (Hal 439)

(15) Aku hampiri dia dan menyambutnya, “Senang sekali bertemu dengan Tuan Sekretaris Oemoem Boedi Moeljo. Silahkan duduk Tuang Sewoyo.” Ia duduk di kursi sambil meletakkan tasnya di atas lantai. (Hal 464)

(16) Ada apa agen gila ini? Apakah dia mencoba memeriksa aku?

“Duduk Sarimin,” perintahku, dan dia duduk. “Nah, katakan sekarang dengan jelas siapa perintahkankau datang kemari.”

“Perkara, Tuan.” (Hal 480)

(17) Darahku mendidih.

“Jangan bikin marah aku.” (Hal 487)

(18) “Jangan. Jangan pergi, Jangaaan. Jangan bukakan pintu.

Ia pergi dan aku megap-megap…. (Hal 501) (19) “Kanan!” perintahku pada sopir.

Dengan demikian taksi menuju ke Wonokromo. (Hal 539) (20) “Stop!” katanya tiba-tiba.

Dan taksi berhenti. (Hal 545) (21) “Tidakkah Tuan ingin bersantap?”

“Aku ingin tinggal seorang diri di kamarku,”

Jawabnya benar-benar jadi kasar. (Hal 555) (22) “Dapatkan Tuan turun ke Betawi sekarang juga?

“Tentu saja, Tuan.”

“Bagus, Tuan Konsul Perancis menunggu Tuan pada jam sepuluh pagi ini.

“Baik aku akan berangkat, Tuan.” (Hal 627)

(23) “Ambilkan buku besar tebal dari dalam laci mejatulis,” perintahku lagi.

Ia pergi dan datang lagi membawa yang kuminta. Inilah Rumah Kaca yang hendak kututup dengan pengalamanku hari ini. (Hal 645)

(24) “Ambilkan pena dan tinta,” pintaku lagii.

Ia ambilkan barang-barang itu, menyerahkan sambil memprotes, “Tuan sedang sakit, janganbekerja.” (Hal 645)

Lampiran 2

SINOPSIS

Novel Rumah Kaca karya dari Pramoedya Ananta Toer ini merupakan buku keempat sekaligus merupakan buku terakhir dari Tetralogi Buru. Roman Tetralogi Buru ini masih tetap mengambil latar belakang dan cikal bakal nation Indonesia di awal abad ke-20. Tokoh utama dalam novel ini bukan lagi Minke melainkan Jacques Pangemanann. Pada awal cerita ini dimulai dengan penjelasan mengenai penyerangan yang menimpa Minke yang terdapat di dalam novel ketiga Jejak Langkah. Dalam penyerangan itu, Prinses van Kasiruta yang merupakan isteri dari Minke melakukan penembakan terhadap gerombolan Robert Suurhof. Jacques Pangemanann yang saat itu merupakan seorang inspektur polisi pribumi ikut mempunyai andil dalam terjadinya penyerangan itu. Jacques Pangemanann merancang sebuah kecelakaan terhadap Minke, pimpinan redaksi Medan. Karena menurutnya apabila Minke telah tiada maka orgaisasinya pun akan buyar, karena organisasi menurut Eropa belum ada di Hindia. Menurut Jacques Pangemanann Minke harus segera disingkirkan. Selain itu, Robert Suurhof pun harus dimusnahkan demi nama baik Pangemanann sendiri.

Namun, disisi lain nurani Pangemanann terusik sehingga dibuatnya surat kaleng kepada Prinses yang menyatakan bahwa Minke dalam bahaya.

Maka terjadilah peristiwa penembakan itu. Setelah Jacques Pangemanann berhasil mengasingkan Minke ke Ambon, Pangemanann mendapatkan promosi dari Gubermen. Pangemanann dipindahkan ke kantor Algemeene Secretarie di Buitenzorg dan menempati rumah yang telah disediakan. Pangemanann mendapatkan gaji

sebesar dua ratus gulden. Algemeene Secretarie merupakan tempat yang termasuk kategori mendekati posisi Gubernur Jenderal. Rumah tempat tinggal yang disediakan ternyata bekas kediaman Minke. Tugas Jacques Pangemanann mengamati situasi sosial politik dan membuat laporan terutama mengenai gerakan politik pribumi. Hasil kerjanya akan jadi bahan pertimbangan gubernur jendral dalam membuat kebijakan.

Pada saat bekerja, Jacques Pangemanann membaca sebuah fakta yang mengejutkan.

Isi dari kertas-kertas yang dibaca oleh Pangemanann adalah mengenai catatan pembekuan semua harta benda milik SDI, perumahan penerbitan Medan di bandung, benda bergerak maupun tak bergerak; benda tak bergerak termasuk rumah untuk para pekerja penerbitan; benda bergerak termasuk uang di dalam dan di luar bank, kios- kios Medan di bandung, Buitenzorg, Betawi, dan kota-kota besar di Jawa; perusahaan impor kertas, barang tukis-menulis dan alat-alat kantor di Betawi, Hotel Medan di Jalan Kramat, Betawi: seluruh isi rumah Minke, serta pembekuan perusahaan impor bahan baku batik dari Jerman dan Inggris yang diusahakan oleh SDI cabang Sala.

Ternyata, semua pembekuan itu dilakukan di luar hukum, tidak ada tanda- tanda pembekuan itu dilaksanakan berdasarkan keputusan pengadilan.

Pembuangan Minke meski telah berhasil dilakukan, namun di beberapa tempat jumlah anggota SDI justru semakin meningkat. Perintah telah dikeluarkan oleh Gubermen, Mr. Hendrik Frischboten yang merupakan ahli hukum Medan harus keluar dari Hindia. Selain mengurusi masalah Minke, Pangemanann juga mengamati Syarikat Islam, Boedi Moelyo dan Indische Partij. Setelah Minke dibuang ketua SI dipegang oleh Mas Tjokro yang tinggal di Surabaya. Pusat SI juga dipindahkan dari Sala ke Surabaya. Bahkan, Untuk mendiskreditkan SI dia merancang huru hara anti

Cina dengan memakai tokoh preman Cor Oosterhof. Huru hara adu domba Islam versus Cina terjadi di Sukabumi, Gresik, Kuningan, Madiun, Caruban, Weleri, Grobogan. Namun, hal itu tidak mempengaruhi perkembangan SI di daerah Sala. SI mengeluarkan koran Peroetoesan yang menggunakan bahasa Melayu.

Koran ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Selain itu, banyak pula Koran-koran yang mulai bermunculan seperti De Expres yang dikeluarkan oleh Indische Partij menggunakan bahasa Belanda, serta ada pula Sin Po bagi orang Cina.

Organisasi-organisasi yang berdiri ini pada dasarnya sama, mereka anti terhadap Gubermen. Namun, hal itu tidak ditunjukkan secara terang-terangan. Indische Partij bersikap anti orang Eropa asli dan memihak kepada orang Indo. Hal ini menimbulkan kecurigaan atasan Pangemanann, Tuan R. Semakin lama banyak tumbuh organisasi pribumi.

Tumbuhnya rasa nasionalisme inilah yang membuat Pangemanan harus menjaga agar Boedi Moelyo, SI, Kuo Min Tang, dan Indische partij tetap jauh, jangan sampai bersatu. Banyaknya pekerjaan yang diterima oleh Pangemanann, maka rencana liburan ke Eropa yang telah lama dinantikan keluarganya gagal dilaksanakan.

Pengemanann tidak dapat mengambil cuti ke Eropa. Padahal, isterinya sudah sangat ingin pulang ke Prancis dan bertemu dengan para kerabatnya di sana. Gagalnya rencana ini menyebabkan retaknya keharmonisan rumah tangga yang selama ini dibina oleh Pangemanann. Hal ini menyebabkan Pangemanann terjerumus dalam prostitusi dan gemar menkonsumsi alcohol. Karena sudah tidak sanggup lagi, maka isteri dan anaknya pun pergi meninggalkannya untuk pulang ke Eropa.

Suatu ketika keluar perinyah untuk melakukan penangkapan terhadap tiga serangkai

pendiri Indische Partij, Wardi, Douwager dan Tjipto. Pangemanann mendapat tugas mengawasi penangkapan tersebut. Alasan dilakukan penangkapan itu ternyata berkaitan dengan kegiatan jurnalistik mereka, buka karena politisi. Ketiga pendiri Indische Partij itu diasingkan ke Belanda. Minke akhirnya mendapatkan kebebasannya kembali. Meskipun Gubernur Jenderal telah membebaskannya, namun tekanan yang ditunjukkan kepadanya tak kunjung reda.

Minke bahkan tak sempat bertemu dengan isterinya. Sebelum Minke tiba di Jawa, Prinses dipaksa kembali ke Ambon. Rumah dan asset yang dimiliki oleh Minke semuanya disita. Bahkan, semua teman-teman Minke mendapat tekanan untuk tidak menerima kembali kehadiran Minke. Akhirnya Minke meninggal karena penyakit yang dideritanya. Minke tidak mendapatkan penanganan yang baik ari para dokter yang ada di rumah sakit.

Lampiran 3

BIOGRAFI SINGKAT PRAMOEDYA ANANTA TOER

Pramoedya Ananta Toer, lahir pada 6 Februari 1925 di Blora, Jawa Tengah. Ia anak sulung dari sembilan bersaudara, ayahnya adalah nasionalis tulen yang sebelum perang ikut dalam berbagai kegiatan, tetapi secara politik tergolong sayap kiri.

Hampir separuh hidup Pramoedya dihabiskan dalam pahitnya penjara sebagai tahanan politik, sebuah wajah semesta yang paling purba bagi manusia bermartabat. 3 tahun dalam penjara kolonial Belanda, 1 tahun dalam penjara orde lama, dan 14 tahun yang melelahkan dalam penjara orde baru. 13 Oktober 1965-Juli 1969, di tanah di pulau Nusakambangan Juli 1969–Agustus 1969, di pindahkan di pulau buru Agustus 1969 – 12 November 1979, Magelang/ Bayuwangi November – Desember 1079 tanpa proses pengadilan. Pada tanggal 21 Desember 1979, Pramoedya mendapat surat pembebasan dan secara hukum tidak berslah dan tidak terlibat dalam gerakan separatis 30 September Partai Komunis Indonesia (G 30 /PKI), walaupun udah bebas ia masih dikenakan tahanan rumah, tahanan kota, tahanan negara sampai tahun 1999 dan wajib lapor ke Kodim Jakarta Timur satu kali seminggu selama kurang lebih 2 tahun. Beberapa karyanya lahir dari tempat purba ini, terbagi pulau buru diantaranya, (Bumi manusia, anak semua bangsa, jejak langkah dan rumah kaca).

Latar belakang pendidikan Pramoedya Ananta Toer adalah selepas sekolah dasar, Pramoedya masuk sekolah mulo, karena kemiskinan keluarga, ia tidak lebih dari sampai kelas 2 memang ia menamatkan pendidikan sekolah teknik di Surabaya sesudah Jepang menduduki Jawa dan ibunya meninggal, ia membiayai keluarganya

dengan berjualan rokok dan tembakau untuk beberapa waktu lamanya. Ia selalu meninggalkan Belora ke Jakarta, bergabung dengan pamannya Mudiklau di kamoung Kebayoran. Disana ia belajar mengetik di kantor berita Jepang lomei dijalan pos, dapat mengikuti pendidikan stenograf, di samping untuk orang dewasa beberapa waktu lamanya.

Sesudah proklamasi republik, Pramoedya ambil bagian aktif dalam perjuangan kemerdekaan, dalam dinas penerangan tentara yang memberinya pangkat letnan 2 pada pertengahan tahun 1946 namun pada akhir tahun itu juga, ia memutuskan keluar dari tentara akibat konflik internal yang hebat.

Mulai awal 1947, Pramoedya bekerja sebagai redaktur dan penerjemah seksi publik Indonesi dari de voice of free Indonesia. Pada kemerdekaan tepatnya tahun 1960 masa pemerintah orde lama Pramoedya mempublikasikan penelitiannya tentang posisi orang Tionghoa di Indonesia yang sangat kritis sekitar diskriminasi terhadap mereka. Penelitian ini kemudian mencobloskannya di dalam orde lama, pada tahun yang sama Pramodya menjadi ketua konferensi pengarang Afro – Asia dan ia memberikan kuliah sastra di Universitas Respublican di Jakarta. Semenjak tahun 1959, ia menjadi anggota lekra yang merupakan lembaga seni bentukan Partai Komunis penjara, sebagai tahanan politik ia tetap menulis. Penjara tak membuatnya berhenti untuk menulis. Baginya, menulis adalah tugas nasional dan ia konsisten terhadap semua akibat yang ia peroleh. Tak henti-hentinya karyanya dilarang dan di bakar.

Lampiran 4

DOKUMENTASI

Dokumen terkait