BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
4. Pengertian Tindak Tutur
Ahli pertama yang memperkenalkan istilah dan teori tindak tutur adalah T.L.Austinpada 1065. Austin adalah seorang guru besar di Universitas Harvard. Teori itu berasal dari perkuliahan yang kemudian dibukukan oleh J.O.Urmson (1965) dengan judul “How to do things with words?”. Namun, teori ini baru berkembang dan dikenal dalam dunia linguistik setelah Searle (1969) menerbitkan buku dengan judul “Peect Act, and Essay in the philosophy of language (Aslinda, 2007:33). Searle mengemukakan bahwa, dalam semua interaksi lingual terdapat tindak tutur. Interaksi lingual tidak hanya lambang, kata, atau kalimat, melainkan lebih tepat bila disebut produk atau hasil dari lambang, kata, atau kalimat yang berujud perilaku tindak tutur (the performant of speech act). Secara ringkas dapat dikatakan, bahwa tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari interaksilingual.
Tindak tutur (istilah Kridalaksana) ‘pertuturan’ /speech act, speech event):
pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara diketahui pendengar (Kridalaksana, 1993). Tindak tutur adalah ujaran yang dibuat sebagai bagian dari interaksi social (Hudson dalam Alwasilah).
Richard (dalam Syamsuddin, 1992:46) mengartikan bahwa tindak tutur itu sebagai “the things we actually do when we speak” atau “the minimal unit of speaking which can be said to have function” yang artinya sesuatu yang kita lakukan dalam rangka berbicara atau suatu unit bahasa yang berfungsi di dalam sebuah percakapan.
Tindak tutur merupakan salah satu unsur Pragmatik yang melibatkan antara pembicara dan pendengar dengan hal yang dibicarakan. Atau dengan kata lain, salah satu hal yang penting (dalam interpretasi percakapan secara Pragmatik yaitu adanya suatu konsep yang menghubungkan antara makna percakapan dan makna tindak tutur (Rosdiana, 2002:12).
Tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu (Chaer dan Leonie, 2004:50). Tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan biasanya disebut tindak tutur. Dalam usaha untuk mengungkapkan diri mereka, orang-orang tidak hanya menghasilkan tuturan yang mengandung kata-kata dan struktur gramatikal saja, tetapi mereka juga memperlihatkan tindakan-tindakan melalui tuturan-tuturan itu (Yule, 2006:81).
Tindak tutur (speech acts) merupakan unsur Pragmatik yang melibatkan pembicara dan pendengar atau penutur dan petutur dengan hal yang dibicarakan.
Leech (1993:316-317) menyatakan bahwa secara pragmatis ada 3 jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yaitu tindak Lokusi (locutionary act), tindak Ilokusi (Illocutionary act), dan tindak perlokusi (perlocutionary act).
Konsep yang menghubungkan antara makna percakapan dengan konteks, adalah konsep tindak ujar/tindak tutur (speech act). Sebuah konsep yang
dikembangkan oleh Austin dan Searle (dalam Nurgiyantoro, 2007:316). Konsep tersebut berangkat dari adanya kenyataann bahwa, jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat dalam percakapan yang dilakukan umumnya disertai oleh adanya performa acts yang berbeda-beda. Bagaimana dan apa wujud penampilan tindak ujar/tindak tutur para pelaku percakapan ditentukan oleh konteks percakapan itu sendiri yang tentunya juga tergantung pada “keperluan”. Bentuk penampilan tindak ujar/tindak tutur dapat diketahui dari makna kalimat yang bersangkutan, namun sering juga pembicara menekannya dalam wujud kata kerja tertentu.
Apabila seseorang ingin mengemukakan sesuatu kepada orang lain, maka apa yang ingin dikomunikasikan itu adalah makna atau maksud kalimat. Namun, untuk menyampaikan makna atau maksud itu, orang tersebut harus menuangkannya dalam wujud tindak tutur. Tindak tutur mana yang akan dipilih sangat bergantung pada beberapa faktor, yaitu :
a. Dengan bahasa apa ia harus bertutur,
b. Kepada siapa ia harus menyampaikan tuturannya, c. Dalam situasi bagaimana tuturan itu disampaikan, dan
d. Kemungkinan-kemungkinan struktur manakah yang ada dalam bahasa yang digunakannya.
Dengan demikian, satu maksud tuturan perlu dipertimbangkan berbagai kemungkinan tindak tutur sesuai dengan posisi penutur, situasi tutur, dan kemugkinan tutur yang ada dalam bahasa itu.
5. Aspek-Aspek Situasi Tutur
Di dalam komunikasi, tidak ada tuturan tanpa situasi tutur. Memperhitungkan situasi tutur sangat penting dalam pragmatik. Menurut Rustono (1999:26), situasi tutur yang melahirkan tuturan. Pernyataan ini sejalan dengan pandangan bahwa tuturan merupakan akibat, sedangkan situasi tutur merupakan sebabnya. Maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat diidentifikasi melalui situasi tutur yang mendukungnya. Penentuan maksud tuturan tanpa mengalkulasi situasi tutur merupakan langkah yang tidak akan membawa hasil yang memadai. Komponen- komponen situasi tutur menjadi kriteria penting dalam menentukan maksud suatu tuturan.. Menurut Leech dalam Agustinus (2012:41-42), situasi tutur mencakupi lima komponen, yaitu penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal.
a. Penutur dan Mitra Tutur
Komponen situasi tutur yang pertama adalah penutur dan mitra tutur. Penutur adalah orang bertutur, yaitu orang yang menyatakan tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi. Sementara itu, mitra tutur adalah orang yang menjadi sasaran sekaligus kawan penutur di dalam peristiwa tutur. Dalam peristiwa komunikasi, peran penutur dan mitra tutur dilakukan secara silih berganti. Aspek-aspek terkait dengan penutur dan mitra tutur antaral lain usia, latar belakang sosial, ekonomi, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat kekerabatan.
b. Tuturan
Komponen situasi tutur yang kedua adalah konteks tuturan dalam tata bahasa, konteks tuturan mencakupi semua aspek fisik atau latar sosial yang relevan dengan
tuturan diekspresikan. Konteks yang bersifat fisik, yaitu fisik tuturan dengan tuturan lain yang biasa disebut ko-teks, sedangkan konteks latar sosial dinamakan konteks.
Di dalam pragmatik, konteks berarti semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama penutur dan mitra tuturnya. Konteks berperan membantu mitra tutur dalam menafsirkan maksud yang ingin ditanyakan oleh penutur.
c. Tujuan Tuturan
Komponen situasi tutur yang ke tiga adalah tujuan tuturan, yaitu apa yang ingin dicapai oleh penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Komponen ini menjadi hal yang melatarbelakangi tuturan yang tidak mengungkapkan suatu tujuan.
Dalam peristiwa tutur, berbagai tuturan dapat diekspresikan untuk mencapai suartu tujuan. Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan. Tujuan tuturan tidak lain adalah maksud penutur mengucapkan sesuatu atau makna yang dimaksud penutur dengan mengucapkan sesuatu (Leech, 1991). Dalam hubungan itu bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama. Di dalam pragmatik, berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan.
d. Tindak Tutur
Komponen situasi tutur yang keempat adalah tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktifitas. Komponen ini mengandung maksud bahwa tindak tutur merupakan tindakan juga tidak ubahnya sebagai tindakan meninju dan menendang yang berbeda adalah bagian tubuh yang berperan. Jika mencubit yang berperan adalah tangan dan menendang yang berperan adalah kaki, sedangkan pada tindakan bertutur, alat ucaplah yang berperan.
e. Tuturan
Komponen situasi tutur yang kelima adalah tuturan sebagai produk tindak verbal. Tuturan itu merupakan hasil suatu tindakan. Tindakan manusia dibedakan menjadi dua yaitu tindakan verbal dan tindakan non verbal. Meninju dan menendang adalah nonverbal sedangkan berbicara dan bertutur adalah tindakan verbal yang tidak mengekspresikan kata-kata atau bahasa. Karena tercipta melalui tindakan verbal, tuturan itu merupakan produk tindak verbal. Komponen lain yang dapat menjadi unsur situasi tutur antara lain waktu dan tempat pada saat tuturan itu terjadi. Tuturan yang sama dapat memiliki maksud yang berbeda akaibat perbedaan waktu dan tempat sebagai latar tutruran.
6. Jenis-jenis Tindak Tutur
Sesuai dengan perkembangan bahasa tindak tutur kemudian dibagi ke dalam beberapa jenis berikut adalah pendapat para ahli mengenai jenis-jenis tindak tutur.
Seorang Filsuf Austin (1911-1960) dalam bukunya yang berjudul How to do things with words (1962) mencetuskan teori tindak tutur (spech act theory).
Menurutnya, saat bertutur, orang tidak hanya bertutur namun juga melakukan suatu tindakan. Misalnya, pada tuturan I bet you ten pence she will come tomorrow, penutur tidak hanya bertutur, namun juga melakukan tindakan, yakni bertaruh. Tuturan seperti itu disebut tuturan performatif. Tuturan performatif adalah tuturan konstatif, yakni tuturan yang dapat dinyatakan benar atau tak benar. Menurut Austin, ada tiga jenis tindakan yang dapat dilakukan melalui tuturan, yaitu: (1) tindak lokusi yakni tuturan yang menyatakan sekaligus melakukan sesuatu; (2) tindak ilokusi yakni tuturan yang
melakukan suatu tindakan; dan 3) tindak perlokusi adalah tuturan yang mempunyai daya pengaruh terhadap penutur untuk melakukan sesuatu.
Berkenaan dengan tuturan, Austin membedakan tiga jenis tindakan:
a. Tindak Tutur Lokusi
Tindak tutur lokusi yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat sesuai dengan makna di dalam kamus dan menurut kaidah sintaksisnya.
Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini sering disebut sebagai The Act of Saying Something. Sebagai contoh tindak lokusi adalah kalimat berikut:
1) Anto belajar membaca 2) Ari bermain catur
Kedua kalimat di atas diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa ada tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untu mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak lokusi merupakan tindakan yang paling mudah diidentifikasi, karena dalam pengidentifikasian tindak lokusi tidak meperhitungkan konteks tuturannya.
b. Tindak Tutur Ilokusi
Tindak tutur ilokusi yaitu tindak tutur yang mengandung maksud; berkaitan dengan siapa bertutur kepada siapa, kapan, dan di mana tindak tutur itu dilakukan.
Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau mnginformasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak ilokusi disebut sebagai The Act of Doing Something. Sebagai contoh pada kalimat berikut:
1) Alam sudah ujian hasil kemarin 2) Hamsah sedang sakit.
Kalimat (a) jika diucapkan kepada seorang mahasiswa semester XII, bukan hanya sekadar memberikan informasi saja akan tetapi juga melakukan sesuatu, yaitu memberikan dorongan agar mahasiswa tadi segera mengerjakan skripsinya.
Sedangkan kalimat (b) jika diucapkan kepada temanya yang menghidupkan radio dengan volume tinggi, berarti bukan saja sebagai informasi tetapi juga untuk menyuruh agar mengecilkan volume atau mematikan radionya. Tindak ilokusi sangat sulit diidentifikasi karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tuturnya.
c. Tindak Tutur Perlokusi
Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak perlokusi disebut sebagai The Act of Affecting Someone. Sebuah tuturan yang diutarakan sesorang sering kali mempunyai daya pengaruh atau efek bagi yang mendengarnya. Efek yang timbul ini bias sengaja maupun tidak sengaja. Sebagai contoh dapat dilihat pada kalimat berikut:
1) Kemarin ayahku sakit 2) Samin bebas SPP
Kalimat (a) jika diucapkan oleh seseorang yang tidak dapat menghadiri undangan temannya, maka ilokusinya adalah untuk meminta maaf, dan perlokusinya adalah agar orang yang mengundangnya haraf maklum. Sedangkan kalimat (b) jika
diucapkan seorang guru kepada murid-muridnya, maka ilokusinya adalah meminta agar teman-temannya memaklumi keadaan ekonomi orang tua Samin.
Tindak perlokusi juga sulit dideteksi, karena harus melibatkan konteks tuturnya. Dapat ditegaskan bahwa setiap tuturnya dari seorang penutur memungkingkan sekali mengandung lokusi saja, dan perlokusi saja. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa satu tuturan mengandung kedua atau ketiganya sekaligus. Teori Austin kemudian mendapat kritik dari muridnya sendiri yaitu Searle (dalam Ali 2011). Menurut Searle teori yang diajukan Austin terdapat hal yang membingungkan antara verbal dan tindakan, terlalu banyak tumpang tindih dalam teori, terlalu banyak heterogenitas dalam kategori dan yang paling penting adalah tidak adanya prinsip klasifikasi yang konsisten.
Selanjutnya sama halnya dengan pendapat Yule yang mengklasifikasikan tindak tutur dalam lima kelompok yaitu deklarasi, representative, ekspresif, komisif, dan direktif. Yule (1996: 92-94) menyatakan bahwa tindak tutur merupakan tindakan yang dilakukan melalui ujaran yang terdiri atas lima jenis, yaitu deklarasi, representative, ekspresif, komisif, dan direktif. Penjelasan dari kelima tindak tutur tersebut adalah sebagai berikut.
a. Deklarasi
Deklarasi ialah jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan.
Dalam menggambarkan penutur harus mempunyai peran institusional khusus, dalam konteks khusus, untuk menampilkan deklarasi secara tepat. Tuturan berikut ini termasuk ke dalam jenis tindak tutur deklaratif:
1) Sekarang saya menyebut anda berdua suami istri 2) Kami nyatakan anda bersalah
Dalam tuturan di atas, penutur menciptakan keadaan atau status baru karena apa yang dituturkannya. Dengan mengatakan (sekarang saya menyebut anda suami istri, kami nyatakan anda bersalah). Penutur mengubah status kedua insan menjadi sepasang suami istri adanya perubahan status atau keadaan merupakan ciri dari tindak tutur isbati atau deklarasi ini. Oleh karena itu, kedua tuturan di atas termasuk tindak tutur deklarasi karena tuturan tersebut dimaksudkan oleh penutur untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Tuturan dengan maksud mengesahkan, memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, mengabulkan, mengangkat, menggolongkan, mengampuni, memaafkan termasuk ke dalam tindak tutur deklarasi.
b. Representatif
Representatif merupakan tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kasusu atau bukan, benar atau salah. Pernyataan suatu fakta penegasan, kesimpulan dan pendeskripsian. Tindak tutur yang mengikat penutur atas kebenaran tuturan yang diujarkan, jenis tindak tutur ini kadang-kadang disebut juga tindak tutur asertif. Berikut adalah tuturan refresentatif.
1) Bumi itu datar
2) Saya yakin rumah ini milik seorang perempuan
Pada kedua tuturan di atas, penutur memberikan pernyataan bahwa (1) bumi itu datar, dan (2) saya yakin rumah ini milik seorang perempuan. Pernyataan tersebut
termasuk ke dalam tuturan representatif karena penutur menyesuaikan kata-kata dengan kenyakinan dan kepercayaannya. Termasuk ke dalam tindak tutur representatif adalah tuturan menyatakan, menyebutkan, memberikan kesaksian, berspekulasi dan sebagainya. Dalam tuturan tersebut penutur bertanggung jawab atas kebenaran isi tuturannya.
c. Ekspresif
Ekspresif merupakan jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan atau kesengsaraan. Tuturan berikut merupakan tuturan representatif.
1) Sungguh, saya minta maaf 2) Selamat
3) Terimakasih atas kedatangannya
Dalam tuturan-tuturan di atas penutur memberikan evaluasi atas apa yang terjadi sesuai dengan pengalaman penutur yaitu menyatakan permohonan maaf, memberikan ucapan selamat, dan mengucapkan terima kasih atas kedatangan mitra tuturnya. Memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik, mengeluh, menyalahkan, mengucapkan selamat, menyanjung termasuk ke dalam jenis tindak tutur ekspresif atau evaluatif.
d. Direktif
Tindak tutur direktif (TTD) adalah yang berfungsi mempengaruhi petutur atau mitra tutur agar melakukan tindakan seperti yang diungkapkan oleh si penutur.
Tindak tutur direktif merupakan satu di antara jenis tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan sesuai apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Tindak tutur direktif disebut juga dengan tindak tutur impositif. Direktif ialah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Ibrahim (1993:27) menjelaskan bahwa tindak tutur direktif tidak hanya pengekspresian sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh petutur, tetapi direktif juga bisa merupakan pengekspresian maksud penutur (keinginan dan harapan) sehingga tuturan atau sikap yang diekspresikan dijadikan sebagai alasan untuk bertindak oleh petutur. Senada dengan itu,
Searle (dalam Gunarwan, 1994:85-86) mengatakan tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar si pendengar (petutur) melakukan tindakan yang disebutkan di dalam uturan itu, misalnya:
menyuruh, memohon, dan menantang. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi, perintah, pemesanan, pemohonan, pemberian saran, dan dalam bentuknya dapat berupa kalimat positif dan kalimat negatif. Tindak tutur ini biasa juga disebut tindak tutur impositif.
Berikut adalah contoh tindak tutur direktif:
1) Jangan menyentuh itu!
2) Buatkan aku secangkir kopi pahit!
3) Tolong buka pintu!
Dalam tuturan-tuturan di atas penutur meminta mitra tuturannya melakukan tindakan sesuai dengan apa yang ada dalam tuturannya, dalam hal ini adalah larangan menyentuh pintu, membuat kopi pahit, dan membuka pintu. Tuturan yang meminta
mitra tutur untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dituturkan oleh penuturnya dinamakan tindak tutur direktif. Tuturan memaksa, mengajak, meminta, menyuruh, menagih, mendesak, memohon, menyarankan, memerintah, memberikan aba-aba, dan menantang termasuk ke dalam tindak tutur direktif.
Ibrahim (1992:27) mengkategorikan direktif ke dalam enam kategori utama yaitu: 1) Requestives (meminta, mengemis, memohon, menekan, mengundang, mendoa, mengajak, mendorong), 2) Questions (bertanya, menyelidiki, menginterogasi, 3) Requirements (memerintah, menghendaki, mengkomando, menuntut, mendikte, mengarahkan, menginstruksikan, mengatur, mensyaratkan), 4) Prohibitives (melarang, membatasi), 5) Permissives (menyetujui, membolehkan, memberi wewenang, menganugerahi, mengabulkan, membiarkan, mengijinkan, melepaskan, memaafkan, memperkenankan), dan 6) Advisories (menasehatkan, memperingatkan, mengkonseling, mengusulkan, menyarankan, mendorong).
Lebih lanjut Searle (1979) mengungkapkan bahwa direktif itu dapat langsung (yaitu dengan menggunakan kalimat bermodus imperatif) dan dapat pula tidak langsung (yaitu dengan menggunakan kalimat bermodus bukan imperatif). Menurut Searle pula, realisasi direktif tidak langsung itu ada enam kategori seperti: Can you pass the salt? Are you going to pass the salt? I would like you to pass the salt dan sebagainya. http://www.perpuskita.com/pengertian tindak tutur direktif/121/ (diakses 2 Februari 2016).
Prayitno (2011:42) menyatakan bahwa wujud tindak tutur direktif ada enam kategori, yaitu perintah, permintaan, nasihat, kritikan, dan larangan. Tindak tutur direktif menurut Prayitno (2011:42) memiliki fungsi yang bermacam-macam.
Wujud tindak tutur direktif perintah meliputi, memerintah, menyuruh, mengharuskan, memaksa, meminjam, dan meyilakan. Wujud tindak tutur direktif permintaan meliputi, meminta, mengharap, memohon, dan menawarkan. Wujud tindak tutur
direktif ajakan, meliputi mengajak, membujuk, merayu, mendorong, mendukung, mendesak, menuntut, menantang, menagih, dan menargetkan. Wujud tindak tutur direktif nasihat, meliputi menasehati, menganjurkan, menyarankan, mengarahkan, mengimbau, menyerukan, dan mengingatkan. Wujud tindak tutur direktif kritikan meliputi, menegur, menyindir, mengumpat, mengecam, mengancam, dan marah.
Wujud tindak tutur direktif larangan meliputi, melarang dan mencegah.
e. Komisif
Komisif adalah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Tindak tutur ini dapat berupa; janji, ancaman, penolakan, ikrar, dan dapat ditampilkan sendiri oleh penutur atau penutur sebagai anggota kelompok. Tuturan berikut ini termasuk ke dalam tuturan komisif.
1) Saya akan kembali besok
2) Saya akan membetulkannya lain kali
Dalam tuturan, saya akan kembali besok dan tuturan ke dua yang menyatakan bahwa saya akan membetulkannya lain kali, penutur terikat untuk memenuhi janji yang diucapkan dalam tuturannya itu. Tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang dituturkan termasuk ke dalam jenis tindak tutur komisif.
Dengan demikian kedua tuturan di atas termasuk tindak tutur komisif yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur komisif adalah tuturan berjanji, bersumpah, mengancam, menyatakan kesanggupan dan bergaul.
Wijana menjelaskan bahwa tindak tutur dapat dibedakan menjadi btindak tutur langsung dan tindak tutur tindak langsung, tindak tutur literal dan tidak literal.
1. Tindak Tutur Langsung dan Tak Langsung
Secara formal berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interrogative) dan kalimat perintah (imperative).
Secara konvensional kalimat berita (deklaratif) digunakan untuk memberitahukan sesuatu (informasi), kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan atau permohonan. Apabila kalimat berita difungsikan secara konvensional untuk mengadakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak memohon dan sebagainya, maka akan terbentuk tindak tutur langsung.
Sebagai contoh: Yuli merawat ayahnya. Siapa orang itu? Ambilkan buku saya! Ketiga kalimat tersebut merupakan tindak tutur langsung berupa kalimat berita, tanya, dan perintah. Tindak tutur tak langsung ialah tindak tutur untuk memerintah seseorang melakukan sesuatu secara tidak langsung. Tindakan ini dilakukan dengan memanfaatkan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Misalnya seorang ibu menyuruh anaknya mengambil sapu, diungkapkan dengan Upik, sapunya di mana?” Kalimat tersebut selain untuk bertanya sekaligus memerintah anaknya untuk mengambilkan sapu.
2. Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Literal
Tindak tutur literal adalah tindak tutur yang dimaksudkan sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Sedangkan tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur
yang dimaksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan kata-kata yang menyusunnya. Sebagai contoh dapat dilihat kalimat berikut.
a) Penyanyi itu suaranya bagus
b) Suaramu bagus (tapi kamu tidak usah menyanyi)
Kalimat (a) jika diutarakan dengan maksud untuk memuji atau mengagumi suara penyanyi yang dibicarakan, maka kalimat itu merupakan tindak tutur literal, sedangkan kalimat (b) penutur bermaksud mengatakan bahwa suara lawan tuturnya jelek, yaitu dengan mengatakan “Tak usah menyanyi”. Tindak tutur pada kalimat (b) merupakan tindak tutur tak literal.
Apabila tindak tutur langsung dan tak langsung diinteraksikan dengan tindak tutur literal dan tak literal, maka akan tercipta tindak tutur sebagai berikut:
1) Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act), ialah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat perintah, memberitakan dengan kalimat berita, dan menanyakan sesuatu dengan kalimat tanya. Misalnya: Ambilkan buku itu! Kusuma gadis yang cantik”, Berapa saudaramu, Mad?
2) Tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act) adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh penutur. Misalnya: “Lantainya kotor”. Kalimat itu jika diucapkan seorang ayah kepada anaknya bukan saja menginformasikan, tetapi sekaligus menyuruh untuk membersihkannya.