BAB III PEMBAHASAN
3.4. Pengertian Wajib Pungut
Wapu atau bias disebut wajib pungut merupakan perusahaan seharusnya dipungut biaya pajak pertambahan nilai (PPN) tetapi menjadi perusahaan yang memungut pajak, termasuk pajak pertambahan nilai. Artinya sebagai wapu justru tidak dipungut namun memungut PPN.
Wapu juga ditujukan kepada bendaharawan pemerintahan, instansi atau badan juga ditugaskan melakukan penyetoran, pelaporan dan juga pemungutan pajak pertambahan nilai terutang dari PKP (pengusaha kena pajak) pada saat menyerahkan BKP atau JKP pada badan atau instansi pemerintah.
Terdapat empat ketentuan pada badan atau instansi yang termasuk kategori Wapu yaitu :
1. Bendaharawan pemerintahan dan juga kantor pembendaharaan dan kas negara (KPKN).
2. KKKS (Kontraktor kontrak kerja sama).
3. (BUMN) badan usaha milik negara.
4. Badan usaha lainnya
1. Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Pembendaharaan dan Kas Negara (KPKN)
Landasan hukum penunjukan bendaharawan pemerintah dan KPKN sebagai Wapu ialah, KMK (Keputusan Menteri Keuangan) Nomor.563/KMK.03/2003 didalam KMK berikut, disebutkan bahwa yang dimaksud sebagai bendahara pemerintah ialah bendahara, pejabat yang membayar yang mendapatkan dananya berasal dari Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau APBD (Anggaran pendapatan dan belanja daerah). KMK Nomor 563 /KMK.03/2003 Pasal 2 secara jelas menyebutkan bahwa, Bendahara pemerintah dan kantor KPKN yang sudah melakukan kegiatan membayar pada penyerahan BKP atau JKP kepada rekanan pemerintah berdasarkan nama PKP dari pemerintah, wajib memungut, menyetor, dan juga melakukan pelaporan pada PPN dan juga PPnBM (Pajak penjualan atas barang mewah) terutang.
Bendaharawan pemerintah sebagai Wapu ini meliputi:
1. Direktorat Jenderal Perbendaharaan
2. Ditunjuk dari ketua lembaga atau menteri, pejabat sebagai bendahara 3. Bendahara untuk pemerintah pusat dan daerah.
Pengecualian terkait Wapu ini diterapkan pada:
1. Pembayaran yang sejumlah paling banyak Rp.1 juta dan tidak termasuk dalam pembayaran yang terpecah atau terpisah
2. Pembayaran untuk kegiatan pembebasan tanah.
3. Pembayaran terhadap penyerahan BKP atau JKP yang menurut dari ketentuan undang-undang yang telah berlaku, tidak dipungut PPN berdasarakan peraturan
4. Pembayaran pada penyerahan untuk bahan bakar bukan minyak dan bahan bakar minyak pada PT Pertamina (Persero).
5. Pembayaran untuk rekening lainya dan telepon
6. Pembayaran dan juga pembiayaan oleh perusahaan penerbangan untuk jasa angkutan udara
7. Pembayaran lainya untuk dilakukan seserahan jasa atau barang yang menurut dari ketentuan yang telah berlaku tidak dikenakan PPN
Terkait kegiatan dari pemungutan yang dilakukan oleh Wapu ini, terkadang bendaharawan tetap melakukan pemungutan PPN pada transaksi yang sifat PPN-nya dibebaskan.
Atas transaksi tersbeut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Direktur Peraturan Perpajakan I memberikan solusi berupa Surat Direktur Terkait S-630/PJ.02/2013, yang berisikan sebagai berikut:
1. PPnBM atau PPN yang sudah dipungut dari badan usaha milik negara atau bendaharawan pemeritah selaku pihak yang memungut PPN termasuk pajak keluaran terhadap PKP badan usaha milik negara atau rekanan pemerintah, maka dari itu kelebihan pajak berikut tidak diajukan untuk memohon pengembalian lebih pembayaran pajak yang tidak terutang seharusnya pada PKP.
2. Kelebihan saat pemungutan pajak yang dapat juga diajukan permohonan untuk pengembalian pajak yang tidak seharusnya terutang pada PKP badan usaha milik negara atau rekanan pemerintah pada saat melakukan pembelian barang dari pihak yang lainya
3. Dikarenakan saat ketika terjadi penyerahan barang atau jasa yang dari rekanan terhadap pemerintah atau juga pada badan usaha milik negara yang langsung dipungut dari bendaharawan maka dapat juga diajukan permohonan untuk pengambilan kelebihan pembayaran pajak yang tidak terutang seharusnya untuk badan usaha milik negara atau pemerintah yang juga selaku pihak yang termasuk dipungut ke KPP tempat PKP yang terdaftar.
2. Kontraktor Kontrak Kerja Sama
Landasan hukum kontraktor kontrak kerja sama yang ditetapkan sebagi Wapu berdasarkan peraturan PMK Nomor.73/PMK.03/2010. Dalam Peraturan ini, yang dimaksud sebagai kontraktor kontrak kerja sama adalah
1. Kontraktror membuat kontrak untuk bekerja sama pengusaha MIGAS.
2. Pemegang izin atau kontraktor pengusaha sumber daya panas bumi yang meliputi kantor cabang, unit dan juga pusat.
PMK yang Nomor 73/PMK.03/2010 menyatakan bahwa PPN atau PPnBM yang tertanggung utang dari penyerahan BKP atau JKP dari partner atau rekanan terhadap kontraktor dan terhadap pemegang izin, dipungut, dilaporkan, dan disetor dari pemegang izin atau kontraktor. Yang dimaksud dengan partner atau rekanan dalam PMK ini adalah melakukan penyerahan dari PKP kepada BKP atau JKP kepada
kontraktor dan pemegang izin. Atas transaksi penyerahan BKP/JKP, dengan kontraktor atau pemegang izin, rekanan wajib membuat faktur pajak, yang harus disertakan ketika diserahkan BKP atau JKP , penerimaan dan pemberian pembayaran (jika sudah diterima pembayaran lebih dulu sebelum BKP atau JKP diserahkan) dan termin (jika penyerahan baru sebagian tahap pekerjaan).
Adapun faktur pajak yang diterbitkan oleh rekanan ini menggunakan kode faktur 030, yang merupakan kode faktur pajak yang dikhususkan bagi transaksi penyerahan BKP/JKP kepada Wapu.
3. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Landasan hukum penetapan BUMN sebagai Wapu adalah, PMK tersebut yaitu Nomor 85/PMK.03/2012 dimana dalam PMK ini disebutkan bahwa, Pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) terutang kepada penyerahan BKP atau JKP dari pemerintah dan rekanan pada badan usaha milik negara (BUMN) wajib dan harus dipungut,dilaporkan dan diserahkan atau disetor oleh Badan usaha milik negara.
Yang masuk dalam kategori BUMN sebagai Wapu adalah, BUMN yang telah memenuhi syarat dan kriteria yaitu, paling sedikit 51% sahamnya dimiliki pemerintah dari badan usaha, tidak termasuk anak usaha atau usaha patungan.
Terkait transaksi antara rekanan BUMN dengan BUMN ini, rekanan tersebut wajib menerbitkan faktur pajak dengan kode faktur 030.
BUMN bisa kehilangan status sebagai Wapu apabila mengalami perubahan kepemilikan saham, sehingga tidak lagi memenuhi syarat sebagai BUMN. Sehingga,
sudah tehitung mulai dari tanggal pernyataan untuk perubahan dari kepemilikannya tersebut, status Wapu tidak lagi disematkan pada BUMN tersebut. tetap wajib menyetor dan membayar PPN dan PPnBM yang telah dipungut pada saat masa pajak saat perubahan kepemilikan terjadi. Artinya, kewajiban sebagai Wapu tidak dijalankan terhitung pada masa pajak berikutnya.
4. Badan Usaha Tertentu
Menurut PMK Nomor 37/PMK.03.2015, yang dimaksud sebagai badan usaha yang memiliki hak sebagai wajib pungut (WAPU) adalah:
1. Pengalihan saham milik negara pada BUMN yang telah dilakukan restrukturisasi oleh pemerintah sesudah berlakunya PMK
2. Badan usaha tertentu yang bergerak pada bidang pupuk yang sudah dilakukan restrukturisasi pemerintah
3. Badan usaha milik negara yang memiliki badan usaha tertentu
PKP yang menjadi rekanan badan usaha tertentu ini dalam transaksi dari penyerahan BKP/JKP, wajib memakai faktur pajak dengan kode faktur 030.
Pengecualian diberikan atas beberapa transaksi kepada kontraktor kontrak kerja sama, BUMN dan badan usaha tertentu ini. Berikut ini pengecualian tersebut :
1. Jumlah pembayaran sebanyak Rp. 10 juta tidak termasuk pembayar yang terpisah
2. Pembayaran pada penyerahan BKP/JKP yang menurut ketentuan undang-undang yang berlaku, mendapat hak tidak dipungut pengenaan
PPN
3. Pembiayaan atau pembayaran rekening telepon
4. Pembiayaan jasa angkutan udara yang diserahkan pada perusahaan penerbangan
5. Untuk penyerahan barang dan jasa yang menurut ketentuan pembayaran yang berlaku tidak kena PPN