• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan responden tentang kebersihan diri

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2 Pembahasan

5.2.1 Pengetahuan responden tentang kebersihan diri

Menurut Bloom 1908 dalam Notoadmodjo 2012, pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, sebagian besar tingkat pengetahuan responden baik yaitu 58,6% dan responden dengan tingkat pengetahuan cukup 38,6%. Dari 75 responden kelas V sebanyak 22,6% dan kelas VI sebanyak 25,3% memiliki tingkat pengetahuan baik, sedangkan tingkat pengetahuan cukup pada kelas IV sebanyak 28%. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoadmodjo (2012) yang mengatakan bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh banyak faktor yang diantaranya adalah tingkat pendidikan, pengalaman, umur, minat, dan informasi. Lingkungan juga memberikan pengaruh bagi seseorang, di mana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi, dan pada akhirnya

makin banyak pengetahuan yang mereka miliki. Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun responden masih Sekolah Dasar tetapi jika ia mendapakant informasi yang baik tentang kebersihan diri dari berbagai media misalnya TV maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.

Dilihat dari jenis kelamin responden, mayoritas responden adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 56% dan perempuan sebanyak 44%. Tingkat pengetahuan perempuan lebih baik dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dipengaruhi oleh siswa perempuan lebih rajin belajar, membaca buku dan bertanya tentang hal-hal atau sesuatu yang belum diketahuinya (lebih aktif). Sedangkan siswa laki-laki lebih fokus pada aktivitas di luar (bermain). Hasil penelitian berdasarkan suku responden, mayoritas responden berasal dari suku batak yaitu 73 orang (97,3%). Tingkat pengetahuan responden suku batak baik sebanyak 43 orang (57,3%) dan tingkat pengetahuan cukup hanya 28 orang (37,3%). Hasil penelitian Sihombing (2008) bahwa peran ibu didalam keluarga dari ibu bersuku batak dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan menunjukkan bahwa 83,9% responden selalu mengingatkan anak belajar, 51,6% responden selalu membantu anak mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah dan 35,5% responden selalu memberi hadiah bila anak berprestasi di sekolah. Dilihat dari peran orang tua responden, orang tua berperan terhadap kebersihan anaknya sebanyak 38 orang (50,6%) dengan tingkat pengetahuan baik dan yang berada pada tingkat pengetahuan cukup sebanyak 22 orang (29,3%). Hal ini sesuai dengan pernyataan Gunarsa (2000) yang mengatakan bahwa seorang ibu

36

diharapkan mencoba menciptakan suasana agar anak merasa senang untuk belajar dan sebisa mungkin menjadi pendampingan saat anak belajar.

5.2.2 Sikap Responden tentang Kebersihan Diri

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoadmodjo, 2012).

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa 98,6% atau 74 orang responden menunjukkan sikap yang positif dalam kebersihan diri dan hanya 1,3% atau 1 orang responden yang menunjukkan sikap yang negatif. Sikap positif adalah sikap yang sesuai dengan yang diharapkan berupa menerima, bersahabat, ingin membantu, penuh inisiatif dan ingin bertindak sesuai dengan yang diharapkan (Juanda, 2005). Sikap responden yang positif dapat dimungkinkan karena tingkat pendidikan dan mendapat informasi yang diperoleh dari media elektronik. Sikap yang positif dari siswa dalam kebersihan diri sejalan dengan tingkat pengetahuan siswa yang baik (58,6%). Sesuai dengan pendapat Puwanto (2002) bahwa pengetahuan seseorang baik maka sikapnya juga positif. Hal ini didukung oleh Notoadmodjo (2003) sikap yang positif terhadap suatu objek baru akan muncul ketika seseorang memiliki pengetahuan yang baik tentang objek tersebut.

Dari hasil penelitian Shari (2006) di SDN 060895 Padang Bulan Medan, menunjukkan tidak terjadi perubahan sikap siswa Sd terhadap personal hygiene pada kelompok kontrol. Sikap siswa pada saat pretest sama dengan sikap siswa

pada saat pstest. Perubahan sikap tidak terjadi pada kelompok kontrol karena pada kelompok ini responden tidak diberikan penyuluhan sehingga responden tidak mendapat informasi yang dapat menambah pengetahuannya tentang personal hygiene. Hal ini sesuai dengan Notoadmodjo (2003) yang mengatakan pengetahuan seseorang tentang suatu objek akan mempengaruhi sikap seseorang terhadap objek tersebut.

5.2.3 Tindakan Responden tentang Kebersihan Diri

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas (Notoadmodjo, 2012). Walaupun hasil pengetahuan siswa baik dan sikap siswa positif dalam kebersihan diri belum tentu pengetahuan dan sikap tersebut konsisten dengan tindakannya. Menurut Juanda (2005) sikap dan tindakan merupakan dua dimensi dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda. Mengetahuai sikap tidak berarti dapat memprediksi tindakan yang dilakukan, ketika sikap seseorang positif, bisa saja tindakan yang diambil negatif atau sebaliknya.

Tidak selamanya pengetahuan yang baik dan sikap positif menunjukkan tindakan yang baik, hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan dari 44 orang responden yang mempunyai tingkat pengetahuan baik dan 74 orang responden yang bersikap positif hanya 29 orang responden yang menunjukkan tindakan baik dan sisanya 46 orang responden menunjukkan tindakan tidak baik. Dilihat dari jenis kelamin siswa, tindakan siswa tentang kebersihan diri laki-laki dan perempuan tidak baik yaitu laki-laki 26 orang (34,6%) dan perempuan 20

38

orang (26,6%). Siswa laki-laki lebih sering bermain di halaman sekolah dibandingkan siswa perempuan yang menghabiskan waktu istirahatnya di kelas. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Totih (2007) diperoleh hasil bahwa dalam kejadian skabies ternyata anak laki-laki lebih banyak yang menderita skabies sebanyak 53 responden laki-laki (80,3%) dari 66 responden laki-laki, dibandingkan responden perempuan sebanyak 4 responden perempuan (9,1%) dari 44 orang responden perempuan.

Dari 46 orang responden kelas IV 18 orang (24%), kelas V 15 orang (20%), kelas VI 13 orang (17,3%) menunjukkan tindakan tidak baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Luthfianti (2008) bahwa ada perbedaan yang signifikan perilaku mencuci tangan anak diantara ketiga jenjang kelas responden. Dari 75 orang responden orang tua yang berperan dalam kebersihan diri 37 orang responden (49,3%) tetapi tindakan kebersihan diri responden tidak baik. Walaupun orang tua berperan dalam kebersihan diri responden, tindakan kebersihan diri responden juga dipengaruhi oleh lingkungan, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua, menurut Notoatmodjo (2003), lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh untuk mengubah sifat dan perilaku individu karena lingkungan itu dapat merupakan lawan atau tantangan bagi individu untuk mengatasinya. Dilihat dari pekerjaan orang tua responden, mayoritas orang tua responden bekerja sebagai petani sebanyak 32 orang (42,6%). Hal ini karena orang tua responden yang bekerja sebagai petani seharian berada di sawah, dan kurang memperhatikan anaknya. Menurut penelitian oleh Tonny

Sadjimin bahwa ada perbedaan kebersihan anak yang ibunya bekerja dengan anak yang ibunya tidak bekerja dan penelitian Fauziah (2004) bahwa pekerjaan ayah tidak berpengaruh terhadap perilaku hidup bersih dan sehat anak (Luthfianti, 2008). Menurut penelitian tersebut, ibu sangat berperan dalam kebersihan anak. Penghasilan orang tua sebanyak Rp 850.000-1.700.000 dengan mayoritas menunjukkan tindakan tidak baik tentang perilaku kebersihan diri (41,3%). Hal ini dimungkinkan karena keterbatasan fasilitas dan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan kebersihan diri. Hal ini di dukung Notoatmodjo (2003), status sosial ekonomi seseorang akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang akan diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi perilaku atau tindakan seseorang. Hal ini juga didukung Potter & Perry (2005), status ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat praktik kebersihan perorangan. Sosila ekonomi yang rendah memungkinkan kebersihan perorangan yang rendah pula. Perawat dalam hal ini harus bisa menentukan apakah klien dapat menyediakan bahan-bahan yang penting dalam praktik hygiene seperti, sabun, sampo, sikat gigi, pasta gigi. Tingkat pengetahuan responden baik dan sikap responden me menunjukkan positif tetapi tindakan responden tidak baik hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan, fasilitas untuk melakukan tindakan kebersihan diri, dan praktek sosial seseorang tersebut.

   

40 BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Setelah peneliti melakukan penelitian dengan judul gambaran perilaku kebersihan diri siswa SD Desa Siamporik Dolok Tapanuli Selatan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Tingkat pengetahuan responden baik tentang kebersihan diri. 2. Sikap responden positif tentang kebersihan diri.

3. Tindakan responden mayoritas tidak baik.

Dokumen terkait