• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui alat indera (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam, seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia, serta keadaan sosial budaya (KBBI, 2005 dalam Budiman, 2013).

Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun pengalaman orang lain. Pengetahuan adalah hasil tahu

dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan “what” misalnya apa air,

apa manusia, apa alam dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Menurut Bloom (Bloom, 1956 dikutip oleh Notoatmodjo, 2010) pengetahuan mencakup enam tingkat

domain kognitif tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi, yaitu:

a. Tahu (know), merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.

b. Memahami (comprehension), artinya kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh dan menyimpulkan.

c. Aplikasi (application), yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.

d. Analisis (analysis), artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses.

e. Sintesis (synthetic), yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan atau menggunakan kriteria yang telah ada.

Jadi, pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penghidu, perasa dan peraba (Efendi, 2009).

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pendidikan, informasi, budaya, lingkungan dan pengalaman (Notoatmodjo, 2007 dikutip oleh Budiman, 2013), yaitu:

a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah (baik formal maupun non formal). Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media masa. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah.

b. Informasi

Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisis dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu. Informasi tersebut dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan pengamatan terhadap dunia sekitar, serta diteruskan melalui komunikasi. Informasi mencangkup data, teks, gambar, suara, kode, program computer dan basis data.

c. Sosial, budaya dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan bertambah pengetahuanya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

d. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

e. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional.

f. Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikiranya sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik.

4. Pengukuran tingkat pengetahuan

Menurut Arikunto (2010), pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau menggunakan angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin di ukur atau di ketahui dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatanya (Arikunto, 2010).

Pengetahuan tentang IMS dalam penelitian ini dapat diukur dengan menggunakanan pertanyaan obyektif, seperti pertanyaan pilihan ganda, betul salah dan pertanyaan menjodohkan disebut pertanyaan obyektif karena pertanyaan itu dapat dinilai secara pasti oleh penilai. Pertanyaan

pilihan betul salah digunakan untuk dijadikan sebagai alat ukur dalam pengetahuan karena lebih mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan penilaianya akan lebih cepat (Arikunto, 2010).

Menurut Riwidikdo (2013) mendeskripsikan gambaran tingkat pengetahuan dengan perhitungan sebagai berikut dengan membagi skor menjadi 3 kategori yaitu baik, cukup, kurang.

a. Baik : Bila nilai responden yang diperoleh (x) > mean + 1 SD

b. Cukup : Bila nilai responden mean - 1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD

c. Kurang : Bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean -1 SD

Sedangkan menurut Riwidikdo (2013) apabila dikategorikan dalam 5 kategori menjadi sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang maka ketentuan parameter yang digunakan:

a. Sangat Baik : Bila x > mean + 1,5 SD

b. Baik : Bila mean + 0,5 SD < x< mean+ 1,5 SD

c. Cukup : Bila mean – 0.5 SD < x< mean + 0,5 SD

d. Kurang : Bila mean – 1.5 SD <x<mean - 0,5 SD

e. Kurang Sekali : Bila x < mean – 1.5 SD

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 3 kategori untuk tingkat pengetahuan, yaitu baik, cukup dan kurang (Riwidikdo, 2013).

5. Pengetahuan remaja tentang IMS

Hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI, 2007) pengetahuan remaja tentang IMS salah satunya yaitu HIV/AIDS, pengetahuan remaja tentang cara paling penting untuk menghindari infeksi HIV masih terbatas, hanya 14% remaja perempuan dan 95% remaja laki-laki menyebutkan pantang berhubungan seks, 18% remaja perempuan dan 25% remaja laki-laki menyebutkan menggunakan kondom serta 11% remaja perempuan dan 8% remaja laki-laki menyebutkan membatasi jumlah pasangan sebagai cara menghindari HIV dan AIDS (SKRRI, 2007 dalam BKKBN, 2012).

Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tentang pengetahuan remaja usia 10 sampai 19 tahun mengenai HIV/AIDS dan cara untuk mengurangi resiko tertular penyakit tersebut. Secara keseluruhan 67% perempuan dan 63% laki-laki mengatakan bahwa HIV/AIDS dapat dicegah dengan menggunakan kondom setiap kali melakukan hubungan seksual. Cara lain untuk mencegah HIV/AIDS adalah membatasi hubungan seksual dengan satu pasangan, metode ini diketahui oleh 46% perempuan dan 59% laki-laki (SDKI, 2012).

Berdasarkan penelitian Rofiq (2009) di Sekolah Menengah Kejuruan Bogor, dari 103 responden didapatkan hasil tingkat pengetahuan hasil terbanyak diperoleh kategori tinggi variable pengertian IMS (52.4%), jenis-jenis IMS (55.3%), cara penularan IMS (73.8%), faktor resiko terkena IMS (68.0%). Sedangkan tingkat pengetahuan sedang diperoleh

pada akibat yang ditimbulkan oleh IMS (56.3%) dan cara pencegahan IMS (48.5%) dan tidak ada responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah (Rofiq, 2009).

6. Penelitian terkait

a. Siti Wahyuni 2012, hubungan antara pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual (PMS) dengan jenis kelamin dan sumber informasi di SMAN 3 Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja di SMU Negeri 3 Banda Aceh. Penelitian ini dilaksanakan di SMU Negeri 3 Banda Aceh. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja yang mengikuti studi di SMU Negeri 3 Banda Aceh dengan jumlah 747 dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 290 remaja. Hasil distribusi frekuensi pengetahuan remaja tentang IMS tinggi (67.6%) dan rendah (32.4%). Dan distribusi frekuensi sumber informasi yang diperoleh remaja yaitu orangtua (23.5%), teman (31.0%) dan media masa (45.5%) (Wahyuni, 2012).

b. Mariza Yolanda 2013, hubungan pengetahuan remaja usia 15-17 tahun tentang penyakit menular seksual (PMS) dengan perilaku remaja di SMA Bukittinggi. Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan desain cross sectional. Penelitian ini dlaksanakan di SMAS PSM Bukittinggi dengan subjek dalam penelitian ini adalah seluruh remaja dan siswi SMAS PSM Bukittinggi yang berusia 15-17

tahun. Hasil dari distribusi frekuensi pengetahuan remaja usia 15-17 tahun tentang IMS rendah (63.6%) dan tinggi (36,4%). Jadi tingkat pengetahuan remaja tentang IMS terbanyak pada tingkat pengetahuan rendah yaitu sebanyak (63.6%) (Yolanda, 2013).

c. Dwiputra Taesan Panenga 2014, tingkat pengetahuan tentang penyakit menular seksual pada remaja SMA Negeri di Banjarmasin. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional, yang dilaksanakan di SMA Negeri di Banjarmasin. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random sampling.

SMA Negeri di Banjarmasin dikelompokan, masing-masing dari tiap kecamatan dipilih satu sekolah sebagai sampel yaitu SMAN 2, 7, 4, 8, dan 10. Jumlah populasi seluruh remaja SMAN di Banjarmasin adalah 7.607 orang. Setelah dilakukan kalkulasi jumlah sampel yang dibutuhkan sebanyak 380 orang. Hasil distribusi frekuensi tingkat pengetahuan yaitu baik (6.05%), cukup (56,05%) dan kurang (37,89%). Jadi tingkat pengetahuan remaja tentang IMS terbanyak pada tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak (56.06%) (Panenga, 2014).

Dokumen terkait