• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

B. Penggalan Kisah Inspiratif

KETIKA SURYA TENGGELAM DAN TERBIT DI TEGAL WANGI Alizza Nurfida

Menyapa dengan Suara untuk Tegal Wangi yang Ceria

uliah Kerja Nyata (KKN) adalah bentuk kegiatan pengabdian kepada masyarakat oleh mahasiswa dengan pendekatan lintas keilmuan dan sektoral pada waktu dan daerah tertentu yang terdiri dari program-program pembangunan desa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi di Indonesia telah mewajibkan setiap perguruan tinggi untuk melaksanakan KKN sebagai kegiatan intrakurikuler yang memadukan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Aku, Alizza Nurfida seorang mahasiswi semester tujuh yang meniti kejuruan Linguistik dalam Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris yang dinaungi oleh Fakultas Adab dan Humaniora di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, telah selesai melakukan kegiatan KKN yang berlangsung selama 30 hari pada tanggal 25 Juli sampai 25 Agustus 2016 dan bertempat di Desa Tegal Wangi, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Kegiatan ini diresmikan oleh rektor, wakil rektor, panitia pusat pengabdian masyarakat, dan staf lainnya tepat pada tanggal 25 Juli 2016 di lapangan Student Center. Acara pelepasan peserta KKN diikuti oleh 2.812 mahasiswa dan mahasiswi yang akan disebar di daerah Bogor, Tangerang, dan Tangerang Selatan yang terdiri dari 250 kelompok dan setiap kelompok terdiri atas 11 mahasiswa. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A meresmikan pembukaan KKN ini dengan mengucap basmallah dan kami, para peserta, menerbangkan balon yang telah disiapkan oleh setiap kelompok. Singkatnya, acara pelepasan ini berlangsung dengan bahagia dan penuh harap yang tersimpan di benak kami, berharap agar kegiatan ini berjalan dengan baik dari awal sampai akhir. Setelah acara tersebut selesai, kami memulai keberangkatan sekitar pukul 12.00 WIB dengan mengendarai lima motor bagi mahasiswa dan

K

sebuah mobil bagi mahasiswi. Sepanjang perjalanan aku sangat menikmati pemandangan di jalan.

Adapun mahasiswa yang melaksanakan kegiatan KKN di Desa Tegal Wangi berjumlah 33 orang yang terdiri dari tiga kelompok yang beranggotakan 11 orang di tiap kelompok, yaitu kelompok dengan nomor urut 87, 88, dan 89. Kelompok 87 melakukan pengabdian kepada masyarakat yang singgah di Kampung Nanggung, kelompok 88 bertempat di Kampung Tegal, dan kelompokku, 89, memfokuskan program kegiatan KKN di Kampung Curug Nanggung. Ketiga kampung tersebut berada dalam kesatuan Desa Tegal Wangi. Ketiga kelompok tersebut memiliki nama tersendiri. Ceria untuk 87, D’Voice 88, dan Menyapa 89. Sehingga jika disatupadukan, nama tersebut menjadi satu tema yang seakan menjadi motivasi dan semangat kerja kami untuk memberdayakan masyarakat dalam pembangunan desa. “Menyapa dengan Suara untuk Tegal Wangi yang Ceria”. Mengingat bahwa aku dan anggota kelompokku telah melakukan survei lokasi pada tanggal 10 April 2016, terlintas di pikiranku tentang kendala yang akan aku hadapi selama melakukan kegiatan di sana. Kondisi sarana yang tidak memadai, seperti kesulitan dalam mencari desa karena tidak ada plang jalan atau petunjuk lainnya, jalur transportasi yang masih berlubang dan bebatuan, persediaan air bersih saat musim kemarau, tidak adanya lampu jalan, terhambatnya sinyal telekomunikasi, bahkan jarak jauh yang harus ditempuh untuk pergi ke pasar. Akan tetapi, semua kendala yang dibayangkan seketika lenyap dalam pikiran ketika aku dan teman-teman disambut dengan wajah bersinar dan senyuman hangat oleh masyarakat Desa Tegal Wangi. Hal itu semakin membuatku terpacu untuk membangun desa ini. Meskipun tidak banyak yang bisa kulakukan, namun aku tetap berusaha yang terbaik semampuku. Itulah alasan mengapa aku memberikan judul epilog ini “Ketika Surya Tenggelam dan Terbit di Tegal Wangi”. Artinya, kendala apapun yang akan dihadapi bagaikan gelapnya dunia ketika surya tenggelam, kami akan berusaha sebaik mungkin membangun Tegal Wangi sebagai desa yang semakin berkembang untuk menemui titik cerah sebuah kesuksesan bagaikan terangnya dunia ketika surya terbit membawa harapan baru.

Aku dan Keluarga Baruku

Ketika semua tidak lagi seperti biasanya, maka aku harus terbiasa tanpa semuanya. Bagaikan rapuh dan cepat sekali berlalu. Itulah yang aku

rasakan saat ini. Sungguh berkesan mengiringi waktu satu bulan penuh bersama orang-orang yang teramat mengagumkan yang entah bagaimana caranya Allah Subhanahu wa Ta’ala mempertemukanku dengan mereka. Aku dan keluarga baruku. Kami menyapa satu sama lain di satu kesempatan yang tidak akan terulang kembali. Tak kenal, maka tak sayang. Tak sayang, maka tak cinta. Kali ini aku akan menceritakan siapa dan bagaimana diri kami sebenarnya, agar saling mengenal dan menyayangi.

Muhammad Fikri Aly merupakan seorang yang piawai dalam hal berbicara dan mampu memimpin suatu struktur organisasi dengan baik. Maka itulah ia dipilih menjadi ketua kelompok kami. Seorang mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik ini berasal dari Subang dan selama perkuliahan, ia tinggal di asrama putra bagi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain gemar membaca dan menulis, ia memiliki wibawa yang cukup baik, tegas, dan rencana masa depan yang terarah. Ia juga sering mengikuti kompetisi menulis essay baik dalam Bahasa Indonesia maupun Inggris. Setiap malam, ia mengerjakan soal-soal tes kemampuan Bahasa Inggris, seperti IELTS, dan terkadang aku dan dia belajar bersama. Menurutku, ia mampu menyusun rencana hidupnya dengan baik dan aku yakin ia akan memiliki kesuksesan yang baik juga.

Octowihardi Muslim atau yang biasa disapa dengan sebutan Bie adalah seseorang yang rajin, cepat bertindak, dan pandai menjaga kebersihannya. Mahasiswa yang mengenyam pendidikan Jurusan Sistem Informasi di Fakultas Sains dan Teknologi ini juga pintar dan kreatif dalam hal pembuatan graphic design, maka ia terpilih sebagai sekretaris kelompok kami. Ia merupakan satu-satunya mahasiswa yang tidak merokok dan seringkali merasa terganggu jika menghirup asap rokok. Selain gemar mengajar, bermain dan bercanda bersama anak-anak kecil adalah salah satu hal yang sering ia lakukan. Sikapnya yang baik dalam pendekatan dan komunikasi kepada anak kecil, sedikit menarik perhatianku padanya. Aku merasa bahagia melihatnya bisa tersenyum dan tertawa. Menurutku, ia termasuk sosok yang pengertian, perhatian, dan peduli sesama. Akupun sering berbagi cerita hidup dengannya, mulai dari kebiasaan, keluarga, bahkan hal yang berbau seni seperti musik.

Sonhaji, seorang mahasiswa Jurusan Tafsir Hadits di Fakultas Ushuluddin, adalah salah satu anggota keluarga yang berasal dari Serang, Banten. Menurutku, selain pandai dalam mengaji dan melantunkan

shalawat, ia juga sering mengajarkan kepada masyarakat mengenai agama

Islam. Seseorang yang baik hati ini juga perhatian dan peduli terhadap orang yang membutuhkan. Merupakan suatu keberuntungan bagi dirinya ketika ia ditawarkan untuk masuk ke dalam tim sepak bola Kampung Curug Nanggung dan mengikuti pertandingan hingga babak final. Ia sangat berteman baik dengan temanku, Yuli Sopiyullah, yang menurut persepsinya, Sonhaji memiliki karakter yang keras dan terkesan jutek. Bagaimanapun, sejauh ini, kami semua tetap berteman baik dan saling bekerja sama.

Sugiarto, menurutku, adalah seseorang yang mampu menghibur orang lain di kala suka maupun duka. Ia duduk di bangku Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Humaniora. Oleh karena itu, ia pandai dalam berceramah atau berdakwah kepada masyarakat mengenai agama Islam. Suaranya pun merdu di telinga ketika ia melantunkan shalawat atau bernyanyi. Sikapnya yang mampu menghibur merupakan salah satu caranya melakukan pendekatan kepada anak-anak dan masyarakat di sana, sehingga banyak orang yang lebih mengenal dirinya daripada anggota kelompok yang lain.

Yuli Sopiyullah, seorang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, merupakan sosok yang rajin dalam beribadah dan pandai mengaji. Setiap Subuh, ia menjalankan shalat Subuh berjamaah di masjid. Ia juga seringkali dipersilahkan untuk adzan, bahkan menjadi khotib shalat Jumat. Selain berpengetahuan luas tentang agama, ia juga pandai memasak dan menghibur anak-anak kecil. Dengan candaannya yang khas, membuat anak-anak di sana memanggilnya dengan sebutan Kak Arab, karena ia selalu mengajar Bahasa Arab dan memberi contoh lagu anak-anak dalam versi Bahasa Arab.

Kemudian, Rizqy Badilla Akbar atau biasa disebut Bea, laki-laki terakhir yang aku ingin deskripsikan, merupakan seorang mahasiswa Jurusan Manajemen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang pandai bermain musik, salah satunya adalah gitar. Selain kecintaannya pada musik dan berkemampuan dalam bidang fotografi, ia juga peduli dengan sesama dan memiliki loyalitas yang baik. Menurutku, ia tidak pernah terlihat sedih ataupun marah. Selalu terlihat ceria walaupun terkadang aku memerhatikannya, cukup terlihat dari rambut ikalnya yang sedikit agak mengembang ketika ada sesuatu yang sedang dipikirkannya.

Nur Israfiani, atau yang biasa aku sapa dengan sebutan Mak Iis, adalah seorang mahasiswi Jurusan Hukum Keluarga di Fakultas Syariah dan Hukum yang tinggal di daerah Ciledug. Ia merupakan salah satu teman yang dekat denganku. Selain sering berbelanja ke pasar bersama, aku dan dia juga sering berbagi cerita hidup. Ia sangat pandai dalam mengatur keuangan sehingga ia terpilih menjadi bendahara kelompok kami. Memiliki karakter yang baik dan lembut ketika berbicara, membuat hatiku luluh dibuatnya. Dengan kata lain, kagum. Ia juga gemar menyanyi dengan suara yang ‘hampir lumayan agak’ merdu untuk didengar.

Fiqi Fatima adalah seorang yang pandai dalam menulis dan menyukai

anime serta hal yang berbau Korea. Berparas imut seperti orang Jepang,

mahasiswi yang berpendidikan di jurusan yang sama dengan Octo ini juga terpilih sebagai sekretaris. Ia mempunyai sifat yang baik, perhatian, dan teliti dalam mengerjakan sesuatu. Ia juga gemar menyanyi, banyak hafal lirik-lirik lagu, dan kami pun sering melantunkan lagu bersama. Selain menyanyi, ia sering mendengarkan musik ketika mengerjakan draft buku laporan dan menonton film anime ketika ia merasa jenuh.

Sintia Fajar yang biasa aku panggil dengan sebutan Mpok Sintia ini merupakan seorang mahasiswi Jurusan Manajemen di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang pandai dalam berbicara di depan khalayak ramai. Selain itu, ia juga memiliki kemampuan untuk menghibur orang lain dengan cara bicaranya yang terkesan ceplas-ceplos dan pintar dalam bidang pemotretan. Bagaimanapun, ia adalah seseorang yang baik, perhatian, dan pengertian. Perasaannya yang mudah tersentuh ketika melihat orang lain terluka adalah salah satu karakternya. Di kelompok kami, ia dipilih sebagai bendahara yang turut serta mengelola keuangan bersama Iis.

Temanku yang ingin aku ceritakan lagi adalah Riska Novaliani, seorang mahasiswi yang sedang melanjutkan pendidikannya di Jurusan yang sama dengan Rizqy atau Bea. Menurutku, ia termasuk orang yang pendiam dan tak banyak bicara. Kegemarannya dalam mendengarkan musik membuat dirinya merasa terhibur dan hilang dari kesunyian. Ia pandai dalam bidang fotografi sehingga ia ditunjuk sebagai salah satu pihak yang mendokumentasikan kegiatan KKN kami, selain Bea dan Sonhaji. Selain itu, ia juga pintar memasak dan peduli dengan sesama.

Demikian satu per satu anggota kelompok telah aku jabarkan. Aku tidak ingin menceritakan kekurangan diri kami sedetail mungkin karena

setiap manusia pasti tidak ada yang sempurna. Jagalah lidahmu dari membicarakan kekurangan orang lain. Karena orang lain pun punya lidah dan kau juga memiliki kekurangan.

Namun, dari kekurangan yang kami miliki, ada satu dari ribuan hal yang bisa dipetik untuk sebuah pelajaran besar dalam hidup ini bahwa dari sebuah ayunan, kita akan mengenal kehidupan manusia dengan lembut dan aman. Dan mungkin juga mendapat pelajaran yang terpenting dari segalanya: Tak peduli betapa hebat kau menendang, tak peduli betapa tinggi yang kau capai, kau tetap tidak bisa memutar satu lingkaran penuh. Dengan kata lain, sehebat apapun seseorang, ia tidak akan mampu menjadi seseorang yang benar-benar hebat, karena ‘di atas langit masih ada langit yang terbentang jauh lebih luas’. Maka dari itu, hidup mengajarkan kita untuk selalu bersyukur atas segala yang kita terima dan miliki, seperti aku yang tentunya sangat bersyukur atas nikmat dan fitrah cinta yang Allah berikan pada jalinan persahabatan ini. Sehebat apapun, diri kami akan semakin memiliki kekurangan. Tetapi, dengan cara bersyukur, kami tetap berusaha saling melengkapi segala kekurangan, saling tolong menolong dalam kesulitan, dan saling bersuka cita dalam kebahagiaan. Itulah makna yang bisa kuambil dari sepatah kata ini, “Sebaik-baik manusia ialah dia yang bermanfaat bagi manusia (orang lain)”. Aku dan teman-temanku tiada maksud dan tujuan lain berdiri di Tegal Wangi selain untuk mengabdi dengan loyalitas yang nyata, sehingga apa yang telah kami lakukan teriring harapan masa depan yang pasti bagi masyarakat desa dan bangsa negara ini.

Aku sungguh bahagia menikmati sebulan penuh bersama keluarga “Menyapa” ini dan masyarakat Desa Tegal Wangi. Bulan ketika aku benar-benar merasakan hidup yang bermakna. Terima kasih, keluarga baruku. Ayo, Majukan Desaku!

Seiring berjalannya waktu, aku bersama teman-temanku menyusuri hari demi hari, kegiatan demi kegiatan, langkah demi langkah, kehidupan demi kehidupan di Desa Tegal Wangi. Berawal dengan bersilaturahmi dengan kepala sekolah dan staf pengajar lainnya di SDN Koleang 02 pada hari Selasa 26 Juli 2016. Kemudian kami dipersilahkan untuk memperkenalkan diri kepada seluruh siswa kelas 4, 5 dan 6, disambut dengan senyuman hangat dan keceriaan para siswa. Para guru dan siswa sangat mengapresiasi kedatangan kami dan menyimpan harap dan kepercayaan kepada kami untuk mampu membimbing siswa dalam

kegiatan belajar mengajar. Ketika kami tiba di sekolah tersebut, hatiku luluh dan terharu melihat kondisi lingkungan sekolah yang ternyata sudah memasuki standar sekolah yang layak. Walaupun tidak sebaik sekolah di perkotaan, namun itu tidak menghentikan semangat belajar anak-anak. Setiap harinya, salah satu perbedaan disiplin sekolah ini dengan yang lainnya adalah kebiasaan membuka alas kaki ketika memasuki ruang kelas. Semua siswa diwajibkan untuk melepas sepatunya jika berada di dalam kelas. Hal ini dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan kelas dan kenyamanan belajar. Kami, secara formal, tidak mengadakan program mengajar di sekolah. Akan tetapi, kami siap membantu siswa-siswi yang membutuhkan bimbingan belajar, seperti mengerjakan pekerjaan rumah ataupun mengenai pelajaran yang lain.

Ketika aku membimbing anak-anak belajar, dimulai dengan membaca

basmallah, mereka sangat antusias dan semangat mengikuti pelajaran Bahasa

Inggris yang aku ajarkan. Sebelum mengajar, aku bertanya pada mereka mengenai buku cetak Bahasa Inggris yang dipelajari di sekolah. Mereka menjawab bahwa mereka tidak diberikan buku cetak untuk dibawa pulang, tetapi tetap disimpan di sekolah. Aku sedikit terkejut mendengarnya, karena bagaimana mereka bisa belajar di rumah tanpa buku yang dijadikan sebagai referensi tuntutan ilmu.

Aku sedih dan tersentuh. Sedih karena mungkin faktor penyebab hal tersebut adalah kurangnya biaya operasional sekolah dari pemerintah yang tidak merata. Di samping kurangnya sarana buku, staf pengajar di SDN Koleang 02 ini merupakan pegawai honorer, bukan tenaga pendidik tetap. Dan aku tersentuh karena semangat anak-anak yang tak kunjung lenyap dalam belajar dan berjuang untuk masa depan mereka. Tingkat kualitas menyerap pelajaran setiap anak memang berbeda-beda. Ada yang cepat menghafal, ada yang lambat, dan ada pula yang cepat merasa bosan dalam belajar. Akan tetapi kami terus berusaha untuk membantu mereka memahami pelajaran dengan baik.

Kemudian, aku juga melihat adanya pengangguran yang didominasi oleh pemuda di kampung ini. Mereka melanjutkan pendidikan hanya sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) dan bahkan ada yang sebatas Sekolah Menengah Pertama (SMP). Setelah diselidiki, alasan mereka memutuskan pendidikannya adalah dikarenakan mahalnya biaya sekolah, jauhnya jarak yang ditempuh, dan keadaan ekonomi keluarga yang tidak kondusif sehingga mereka diharuskan mencari pekerjaan atau setidaknya

membantu pekerjaan orang tuanya. Akan tetapi pada kenyataannya, lowongan pekerjaan sama sekali tidak tersedia. Banyak masyarakat yang hanya berprofesi sebagai petani, berkebun, pemilik toko kelontong, dan tukang sayur. Lalu, apa yang seharusnya anak pemuda lakukan? Belajar. Namun, biaya sekolah mahal, lantas bagaimana? Memang sangatlah benar, mengenyam pendidikan di lembaga pendidikan formal diwajibkan untuk menghasilkan potensi yang akademis yang secara umum menjadi syarat diterima atau tidaknya seseorang ketika sedang melamar pekerjaan, selain itu juga diwajibkan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan kurikulum pendidikan guna memperluas wawasan secara sistematis. Lagi-lagi, menurutku, hal ini tidaklah menjadi perhatian utama seseorang jika ia ingin menjadi orang yang sukses. Tidak perlu mengikuti pembelajaran secara akademis jika ia bertekad untuk melakukan usaha sendiri. Belajar dapat dilakukan di mana dan kapan saja. Dari siapa saja pun, ia bisa mempelajari banyak hal. Jika apa yang telah ia pelajari mampu diimplementasikan dengan baik, maka ia akan menjadi orang yang sukses dengan caranya sendiri. Bagaimanapun juga, aku tetap merasa sedih mendengar banyak anak pemuda yang memutuskan sekolahnya. Entah itu paksaan dari suatu pihak atau mungkin tidak ada pilihan lain. Jadi, kuharap pemerintah memantau dengan detail mengenai perkembangan pendidikan di pedesaan dan bertindak dengan sigap atas mirisnya kemiskinan ilmu pengetahuan yang dialami oleh pemuda.

Di samping semangat belajar anak-anak di tengah keterbatasan dalam bidang pendidikan, warga Kampung Curug Nanggung pun turut antusias dengan adanya sosialisasi program kerja kami. Beramah tamah dengan warga setempat, saling sapa kasih dan hormat, semua itu sudah menjadi tradisi masyarakat yang patut dilestarikan. Kepala Desa Tegal Wangi, Bapak Jamaludin, membuka kegiatan KKN ini dengan sambutan hangat penuh harapan, inspirasi dan motivasi yang semakin membuat semangatku untuk mengabdi dengan nyata dan pasti kepada masyarakat. Sesuai dengan nama timku, Menyapa: Mengabdi, Nyata, Pasti. Kemudian dilanjut dengan berfoto bersama dosen pembimbing, kepala desa, dan anggota kelompok yang lain degan memegang banner kelompok masing-masing.

Keadaan sungai di sini tidak terlalu bersih dan tidak terlalu kotor. Aku sedikit berpikir, apakah mencuci baju dan mandi di sungai ini baik untuk kebersihan badan kita? Sedangkan aku perhatikan masih ada kotoran, seperti sampah kecil bahkan kotoran manusia yang mengalir di

sungai tersebut. Ya, mungkin mandi dan mencuci di sungai dikarenakan keringnya sumur di musim panas ini atau tidak adanya persediaan air bersih, atau memang sudah menjadi kebiasaan masyarakat desa. Namun, dari peristiwa di atas, aku dapat menyimpulkan fakta bahwa di desa ini ternyata persediaan air bersih masih kurang memadai. Menurut kepala desa, hal tersebut disebabkan tidak adanya program dan kebijakan penyediaan air bersih dan sanitasi yang diluncurkan oleh pemerintah. Program sanitasi memang harus disosialisasikan dan diimplementasikan, serta dilakukan pendampingan yang terus menerus, agar pemerintah dan masyarakat dapat bergerak secara seiring dan searah, dikarenakan program dan kebijakan tersebut secara holistik mampu mempengaruhi sehatnya kehidupan masyarakat dan lestarinya lingkungan masyarakat. Jadi, masyarakat tidak perlu bergantung pada air sungai lagi.

Selain kondisi sungai yang kurang bersih dan tidak adanya sanitasi air bersih, fakta lain yang menggugah hatiku untuk memberdayakan masyarakat adalah mengenai sampah yang masih berserakan. Dapat dikatakan bahwa lingkungan Kampung Curug Nanggung dilingkupi oleh sampah seperti halnya di perkotaan. Maka dari itu, kami mengadakan program pembuatan 80 tempat sampah dengan menggunakan ember bekas yang telah dibersihkan dan dicat kembali. Selama kegiatan pengecatan, banyak anak muda kampung ini yang ikut berpartisipasi mengecat. Mereka dengan senang hati melakukannya, diiringi canda tawa di antara satu dengan yang lainnya. Meski lelah, mereka telah menyelesaikannya dengan baik. Jadi dengan kata lain, mereka tetap berjuang akan sesuatu yang nantinya akan mereka perjuangkan, yaitu membiasakan membuang sampah pada tempat yang yang disediakan. Sebagai penerus generasi, mereka lah yang patut memelihara tempat sampah itu dan melestarikan budaya membuang sampah pada tempatnya. Ingatlah bahwa semua kesuksesan besar dimulai dari hal kecil.

Banyak kisah inspiratif yang dapat kupetik dari kondisi masyarakat di desa ini. Salah satu di antaranya adalah mengenai Ibu Jumsinah atau biasa disapa dengan sebutan nenek, sang pemilik rumah yang kami singgahi juga (bagi laki-laki). Beliau hidup seorang diri seperti halnya Ibu Iyum. Namun, salah satu anak nenek, Ibu Umi, tinggal di desa yang sama, namun berbeda kampung dan tentunya rumah yang berbeda juga. Nenek ditemani oleh salah satu cucu perempuannya yang bernama Siti Nur Azijah, seorang siswi kelas 6 SDN Koleang 02 dan merupakan anak dari Ibu Umi.

Sedangkan Ibu Umi bertahan hidup bersama kedua anak laki-lakinya yang bernama Umar dan Usman. Dalam kehidupan sehari-hari, Ibu Umi bekerja

Dokumen terkait