• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.5 Antibodi monoklonal dalam targeting drug delivery system

2.5.4. Penggolongan antibodi monoklonal

Penggunaan antibodi monoklonal untuk terapi obat terutama untuk terapi kanker dibagi dalam 2 tipe, yaitu:

1. Antibodi monoklonal murni

Merupakan antibodi monoklonal yang penggunaannya tanpa dikombinasikan dengan senyawa lain. Antibodi monoklonal murni ini berikatan dengan antigen spesifik sehingga menghasilkan respon imun tubuh. Kemudian akan berikatan dengan reseptor

(tempat ikatan molekul pertumbuhan sel kanker) yang akan menghambat pertumbuhan sel kanker.

2. Conjugated monoclonal antibodies (Antibodi monoklonal yang dikombinasikan dengan beberapa senyawa lain)

Merupakan antibodi monoklonal yang dikombinasikan dengan beberapa senyawa lain (conjugated monoclonal antibodies) antara lain kemoterapi, toksin, dan senyawa radioaktif. Obat ini hanya berperan sebagai wahana yang akan mengantarkan substansi-substansi obat, racun, dan materi radioaktif, menuju langsung ke sasaran yakni sel-sel kanker. Antibodi monoklonal jenis ini akan beredar ke seluruh bagian tubuh sampai ia berhasil menemukan sel kanker yang mempunyai antigen spesifik yang dikenali oleh antibodi monoklonal

Gambar 10. Antibodi monoklonal [Teti Indrawati, 2009] Berikut adalah contoh-contoh antibodi monoklonal terkonjugasi :  Radioimuoterapi atau antibodi yang dilabel radioisotop

Radioimunoterapi adalah metode penanganan kanker dengan memanfaatkan reaksi spesifik antigen dan antibodi. Radioisotop dengan jenis radiasi yang mematikan sel ditumpangkan ke antibodi yang bereaksi secara spesifik dengan tumor-associated antigen. Setelah dimasukkan ke dalam tubuh, antibodi akan terikat ke dalam antigen yang ada di sel kanker dan sel tersebut akan dimatikan oleh radiasi yang dipancarkan radioisotop.

Gambar 11. Mekanisme radioimunoterapi Contoh :

Tostizumab merupakan antibodi monoklonal yang akan berikatan dengan antigen CD20 yang ditemukan pada sel mature limfosit B. antibodi berikatan dan menginduksi apoptosis, complement-dependent sitotoksik dan sel mati selama ionisasi radiasi.

 Antibodi monoklonal yang dikonjugasi dengan racun yaitu immunotoksin

Suatu protein yang terdiri dari fragmen Fv antibodi monoklonal (mAB) spesifik yang berikatan dengan toksin. Mekanisme aksi imunotoksin adalah

1. Berikatan dengan reseptor (antigen) komplimen dari mAB pembawa toksin pada permukaan tumor

2. Mengalami internalisasi ke dalam endosome 3. Mengalami serangkaian metabolisme di dalam RE.

3. Bertranslokasi ke dalam sitosol, mengalami ribosilasi untuk mengaktifkan toksin. 4. Menginhibisi sintesis protein pada sel tumeor sehinnga menyebabkan kematian sel.

Gambar 12. Mekanisme imunotoksin [Ada Funaro et all. 2000] Contoh :

Mylotarg (Gemtuzumab Ozogamicin) melawan langsung antigen CD33 yang dilekspresikan langsung oleh sel hematopoetik. Ikatan antibodi anti CD33 dalam mylotarg dengan antigen CD33 menghasilkan kompleks mengalami internalisasi. Selanjutnya calicheamicin dilepaskan masuk ke dalam lisosom dalam sel meiloid. Pelepasan calicheamin berikatan dengan DNA sehingga DNA double strand rusak dan sel mati.

Merupakan konjugasi antara antibodi dengan liposom. liposom membawa obat atau nukleotida terapeutik dan kemudian berkonjugasi dengan antibodi monoklonal, obat atau toksin dihantarkan ke sel target.

Gambar 13. Mekanisme liposom  Obat-antibodi terkonjugasi

Obat-antibodi terkonjugasi adalah antibodi monoklonal (mAbs) yang terikat pada obat dengan ikatan kimia. Menghasilkan efek terapi yang baik dan mengurangi efek samping. Doxorubicin, duanomicin, klorambucil, dan lainnya dapat dikonjugasi dengan antibodi monoklonal. Mekansime obat-antibodi terkonjugasi adalah

 Identifikasi antigen yang dihasilkan oleh sel tumor.  Produksi antibodi monoklonal melawan antigen.

 Pembentukan kompleks obat pada sel tumor dan pelepasan obat. 2.6 Nanopartikel dan Mikropartikel

Mikropartikel didefinisikan sebagai partikel padat berbentuk sferis dengan ukuran 1-1000 µm. Mikropartikel memiliki inti yang dikelilingi oleh suatu material yang berbeda komposisi dengan intinya. Bagian inti dapat berupa bentuk padat, cairan atau gas. Formula mikropartikel terdiri dari campuran homogen dari polimer dan bahan aktif, sedangkan mikrokapsul setidaknya memiliki satu atau lebih jenis bahan aktif.

Mikropartikel dapat dibagi menjadi dua macam yaitu mikrokapsul dan mikromatrik. Mikrokapsul adalah mikropartikel yang terbuat dari satu atau lebih bahan inti (padat atau cair) yang dilapisi oleh dengan bahan tertentu yang membentuk dinding kapsul. Sedangkan mikromatrik adalah matrik polimer yang di dalamnya terdapat senyawa yang terdispersi secara homogen. Karakteristik fisikokimia yang penting dan harus diperhatikan dalam pembuatan

mikropartikel antara lain adalah distribusi ukuran partikel, berat molekul dari polimer, perbandingan antara obat dan polimer, dan berat total obat-polimer.

Bahan pembuat mikropartikel dapat bermacam-macam bahan seperti polimer, wax, atau bahan protektif yang lainnya dimana adalah bahan sintesis polimer dan bahan alam yang dimodifikasi sehingga bersifat biodegradable seperti starch, gum, protein, lemak dan wax. Polimer alami terdiri dari albumin dan gelatin sedangkan polimer sintesis terdiri dari asam polilaktat dan asam poliglikolat.

Ukuran mikropartikel sangat kecil dan memiliki lapisan permukaan yang cukup besar. Dengan ukuran terkecil, mikropartikel masih dapat membentuk suatu koloidal. Bagian dari permukaan mikropartikel merupakan bagian terpenting untuk setiap aktivitasnya. Pembuatan mikropartikel dalam industri lebih mengutamakan modifikasi dari permukaan mikropartikel, dengan cara pembentukan bahan materi sebagai permukaan mikropartikel atau penggunaan sambung silang.

Pada industri farmasi potensi yang terdapat pada mikropartikel adalah : 1. Menutupi bau dan rasa tidak enak

2. Meningkatkan sifar alir dari serbuk

3. Melindungi bahan obat dari pengaruh lingkungan yang merugikan seperti kelembaban, oksigen, dan sinar ultraviolet

4. Mencegah penguapan

5. Penanganan yang lebih aman untuk bahan toksik

Mikropartikel dapat dibuat dengan berbagai metode seperti air suspension, coarsevation-phase separation, multiorifice-centrifugal prosess, pan coating, spray drying dan spray congealing, solvent evaporation, polymerization, precipitation, freeze drying, chemical and thermal cross-linking, wax coating and hot melt, spray coating.

a. Air suspension

Prinsip dari air suspension adalah pendispersian bahan inti ke dalam bentuk padat dalam suatu aliran udara dan penyemprotan penyalut dari partikel yang tersuspensi udara. Proses dapat dilakukan berulang kali, tergantung dari tujuan mikroenkapsulasi dan ketebalan penyalut dalam bentuk larutan pelarut, larutan air, emulsi, dispersi, atau leburan panas.

Beberapa variabel yang mempengaruhi proses ini adalah :

1. Berat jenis, luas area, titik leleh, kelarutan, sifat kristal, sifat alir, kemampuan mengembang dari bahan inti.

2. Konsentrasi bahan penyalut (atau titik lebur jika bukan cairan) 3. Laju pemakaian bahan penyalut

4. Volume untuk menahan dan mencairkan bahan inti 5. Jumlah bahan penyalut

6. Suhu inlet dan outlet saat pembuatan

b. Coacervation (Coacervation-phase separation)

Koarsevasi merupakan proses dimana polimer yang dilarutkan kemudian ditambahkan suatu zat tertentu sehingga menjadi tidak larut dan mengendap. Metode terbagi menjadi dua yaitu koarsevasi sederhana dan koarsevasi kompleks. Pada koarsevasi sederhana proses pembentukan mikropartikel dipengaruhi hanya satu jenis polimer. Sedangkan pada koarsevasi kompleks dibutuhkan dua polimer hidrofilik yang memiliki muatan yang berlawanan, misalnya pembuatan mikropartikel dengan menggunakan sodium alginat, sodium CMC, K-carregeenan, dan asam sodium poliakrilik yang digunakan untuk koarsevasi komplek dengan chitosan. Formula koarsevasi pada chitosan-alginat dan chitosan-k-carrageenan dikeraskan dengan pengeras masing-masing adalah KCl dan CaCl2 sebelum dicuci dan dikeringkan. Untuk obat yang lebih larut air dan dicuci dengan larutan air, kemungkinan konsentrasi obat akan menurun, karena bahan polimer yang hidrofil akan mudah larut dengan pelarut yang hidrofil, sehingga akan mempengaruhi konsistensi kandungan bahan obat didalam polimer, sesuai dengan dengan teori like dissolve like. Metode ini dapat dilakukan pada pH yang spesifik yang dapat distabilisasi dengan penambahan cross linking agent atau panas dan retensi dari enkapsulasi yang bergantung pada lamanya proses crosslinking. Metode coarsevation-phase merupakan metode yang paling sederhana dalam pembuatan mikropartikel. Metode ini dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Aqueos Phase Separation Methods

Metode ini dapat digunakan untuk enkapsulasi bahan yang tidak larut air baik itu padat atau cair. Pada proses pemisahan, bahan polimer didipersikan pada larutan air sedangkan bahan hidrofobik yang akan dienkapsulasi, didispersikan pada fase cair.

Enkapsulasi terjadi pada saat penjenuhan dan terjadi pengendapan (salted out) dan menyelubungi bagian inti setelah direduksi pada suhu, pH yang berbeda atau penambahan precipitating agent. Metode ini dibagi menjadi koaservasi sederhana dan koaservasi komplek.

1. Koarsevasi Sederhana

Koaservasi sederhana adalah sistem yang mengandung satu colloidal solute(polimer). Dapat dilakukan dengan cara penambahan bahan kimia yang memiliki kelarutan tinggi dalam air seperti garam dan alkohol. Proses koaservasi ini dipengaruhi oleh derajat hidrasi yang dihasilkan. Penambahan bahan akan menyebabkan terbentuknya dua fase. Salah satu fase mengandung banyak droplet sedangkan yang lainnya sedikit mengandung droplet. Proses mikroenkapsulasi dapat dijelaskan dengan tiga tahap dibawah ini :

1) Didispersi material inti ke dalam larutan polimer.

2) Membuat fase hidrofilik kekurangan air dan deposisi lapisan koaservasi disekeliling inti 3) Pengerasan mikrokapsul

2. Koaservasi Komplek

Koarsevasi kompleks melibatkan proses netralisasi muatan dari polimer dan tergantung oleh pH. Metode ini dilakukan dengan mencampurkan dua jenis polimer yang berbeda secara bersamaan.

Proses enkapsulasi ini dapat dijelaskan dengan 4 tahap dibawah ini: 1) Menyiapkan larutan polimer hidrofilik

2) Penambahan polimer hidrofilik kedua yang memiliki muatan yang berbeda untuk menyebabkan terjadi koaservasi

3) Deposisi disekeliling inti 4) Pengerasan mikrokapsul

2. Organic Phase Separation Methods

Metode ini dilakukan dengan penambahan polimer kedua ke dalam campuran larutan polimer pertama dan bahan yang larut air dalam fase organik, penambahan ini dapat menyebabkan terjadinya pemisahan fase (Wise, 2000).

Coacervation-phase separation bisa dilakukan dengan metodeemulsification-ionic gelation dan orifice-ionic gelation. Metodeemulsification-ionic gelation dilakukan dengan

mengemulsikan campuran polimer dan bahan aktif. Emulsi dimasukkan ke dalam larutan pengeras kemudian diaduk dengan kecepatan tertentu untuk menghasilkan ukuran partikel yang diinginkan. Pembuatan dengan metode ini menghasilkan mikropartikel dengan ukuran yang berbeda (tidak seragam) dan memberikan pelepasan obat yang lebih cepat dibandingkan dengan mikropartikel yang dibuat dengan metode orifice-ionic gelation (Chowdary and Rao, 2003).

Metode orifice-ionic gelation dilakukan dengan cara meneteskan campuran polimer dengan bahan aktif ke dalam larutan pengeras sehingga terbentuk mikropartikel dengan ukuran tertentu. Metode ini menghasilkan mikropartikel dengan ukuran seragam dan pelepasan obat yang lebih lambat sehingga memberikan efek yang lebih baik (Chowdary and Rao, 2003).

Pada pembuatan mikropartikel dengan chitosan dan alginat dengan metodeorifice-ionic gelation dapat digunakan beberapa cara. Larutan Na alginat dicampurkan dengan larutan obat, lalu campuran homogen tersebut diteteskan ke dalam larutan CaCl2 untuk membentuk kompleks, lalu dikeringkan. Mikropartikel yang dihasilkan kemudian didispersikan dalam larutan kitosan yang telah dilarutkan dalam asam asetat sambil diaduk untuk membentuk kompleks alginat-kitosan. Ada juga dengan melarutkan chitosan dalam asam asetat diteteskan dalam larutan tripoliphospate (TPP) kemudian difiltrasi, dicuci, dan dikeringkan.

Metode orifice ionic gelation merupakan metode yang sederhana, sesuai untuk scale up, menggunakan peralatan yang sederhana dan mudah dalam proses pembuatannya sehingga dapat digunakan dalam penelitian di laboratorium.

c. Multiorifice-centrifugal process

Multiorifice-centrifugal process menghasilkan mikropartikel cairan dan padatan (jika padatan didispersikan dalam cairan) dari berbagai kisaran ukuran, dari berbagai polimer. Bahan obat dapat disiapkan sebagai larutan kental dalam media yang mengeras atau sebagai serbuk kering. Variabel proses meliputi kecepatan rotasi dari silinder, laju aliran obat dan polimer, konsentrasi dan viskositas polimer, serta viskositas dan tegangan permukaan dari bahan obat. d. Pan coating

Pada metode ini, polimer digunakan sebagai larutan atau sebagai semprotan halus, pada suatu bahan obat padat yang diharapkan pada pan penyalut. Untuk memindahakan polimer

biasanya air hangat digunakan pada bahan-bahan bersalut saat bersalut ada di dalam pan penyalut. Dalam beberapa hal, penghilangan penyalut terakhir dilakukan dalam oven pengering. e. Spray drying and spray congealing

Dilakukan dengan mendispersikan bahan obat dalam polimer yang dicairkan, dan menyemprotkan campuran bahan obat-polimer ke dalam suatu kondisi lingkungan pemadat yang relatif cepat. Perbedaan utama antara kedua metode adalah cara dilaksanakannya pemadatan polimer. Pemadat polimer pada metode spray drying dipengaruhi oleh penguapan cepat dari pelarut yang melarutkan polimer. Pemadatan polimer pada metode pembekuan semprot dilakukan membekukan secara thermal suatu polimer yang dilarutkan dengan memasukkan campuran bahan obat-polimer ke dalam suatu bahan bukan pelarut. Penghilangan bahan pelarut atau pelarut dari produk kemudian dilaksanakan dengan teknik peresapan, ekstraksi, atau penguapan.

Kontrol variabel proses meliputi sifat bahan seperti viskositas, homogenitas, dan konsentrasi bahan obat dan polimer, laju pengisian, metode atomisasi, dan laju pengeringan yang dikontrol oleh temperatur pemasukan dan pengeluaran.

f. Solvent evaporation

Pada metode ini, polimer dilarutkan dalam suatu pelarut yang mudah menguap, yang tidak bercampur dengan fase cairan pembawa. Bahan obat dilarutkan dan didispersikan dalam larutan polimer. Dengan pengocokan, campuran ini didispersikan dalam larutan polimer. Dengan pengocokan, campuran ini didispersikan dalam cairan pembawa untuk mendapatkan ukuran mikropartikel yang diinginkan. Campuran ini kemudian dipanaskan jika perlu untuk menguapkan pelarut dari polimer. Bila obat terdispersi dalam larutan polimer, maka polimer akan berkumpul dan mengelilingi bahan obat. Namun bila bahan obat terlarut dalam polimer, akan terbentuk mikropartikel dengan tipe matrik.

Variabel proses meliputi metode pembentukan dispersi, laju penguapan dari pelarut polimer, siklus suhu, dan laju pengocokan. Faktor penting yang perlu diperhatikan meliputi pemilihan cairan pembawa untuk pelarut maupun polimer sangat mempengaruhi sifat mikropartikel.

g. Polymerization

Polimerasi merupakan reaksi antar unit monomer pada permukaan antara bahan inti dan fase kontinyu pada bahan inti tersebut. Fase kontinyu bahan inti bisa berupa cairan atau gas. Reaksi polimerasi ini dapat terjadi pada permukaan cair-cair,cair-gas, atau padat gas.

h. Precipitation

Merupakan variasi dari solvent evaporation. Pertama dibuat emulsi dengan droplet polar terdispessi pada media non polar. Pelarut dipisahkan dari droplet dengan kosolven, sehingga terbentuk mikropartikel karena adanya endapan terbentuk dari suspensi.

i. Freeze Drying

Metode ini pembekuan emulsi. Pelarut pada fase kontinyu biasanya merupakan pelarut organik dan menghilangkan pelarutnya adalah dengan menyublimasinya pada suhu dan tekanan rendah. Akhirnya, pelarut pada fase dispersi akan berpindah dari sublimasi, meningkatkan partikel obat polimer.

j. Chemical and thermal cross linking

Mikropartikel dibuat dari polimer alam dengan proses cross-linking(sambung silang). Polimernya antara lain gelatin, albumin, amilum (starch) dan dextran. Dibuat emulsi dalam minyak dimana fase air adalah larutan polimer yang mengandung bahan obat untuk diinkorporasi. Fase minyak merupakan campuran pelarut organik-minyak yang berperan juga sebagai emulsifier. Kedua fase dicampur pada suhu tinggi kemudian ditambahkan glutaraldehid untuk membentuk mikropartikel stabil.

Nanopartikel

Nanopartikel adalah partikel koloid dengan ukuran lebih kecil dari 1 mm (10 nm -1000 nm). Senyawa aktif tersebut dapat di hadapkan dalam bermacam-macam keadaan keadaan fisik. Dapat dilarutkan dalam matrik polimer, dapat dienkapsulasi, atau dapat diabsorbsi atau dilekatkan pada permukaan permbawa koloid. Ada dua definisi dalam persyaratan ikatan obat. Nanokapsul mempunyai struktur kulit-inti (sebuah sistem penyimpanan), sementara nanosfer mewakili sebuah matrix-sistem. Sebagian besar didesain untuk pembawa parenteral.

Manfaat nanoprikel dalam bidang farmasi adalah sebagai berikut:

1. Memungkinkan pengendalian pelepasan obat dan targetting obat.

2. Meningkatkan stabilitas obat.

3. Kemungkinan untuk memasukkan obat lipofilik dan hidrofilik.

4. Pembawa tidak biotoksis.

5. Menghindarkan pelarut organik.

6. Tidak bermasalah mengenai produksi dan sterilisasi skala besar.

Teknik yang digunakan untuk pembuatan nanopartikel pada umumnya diklasifikasikan dalam dua kelompok. Di dalam kelompok pertama, nanopartikel dibentuk dari pembentukan polimer awal. Polimer tersebut melingkupi kedua polimer sintetik tidak larut-air dan larut-air, semisintetik, atau alami. Alternatif lainnya, nanopartikel dibuat melalui bermacam-macam reaksi polimerisasi monomer lipofilik atau hidrofilik.

Terdapat dua metode dasar dalam pembuatan nanopartikel, yaitu metode emulsifikasi dan metode desolvasi. Pada metode emulsifikasi, larutan aqueous dari albumin dibuat menjadi bentuk emulsi dengan minyak nabati (cotton seed oil) pada suhu kamar. Kemudian dengan menggunakan homogenizer pada kecepatan tinggi, akan diperoleh emulsi yang homogen. Emulsi yang diperoleh kemudian ditambahkan ke dalam pre-heated oil (lebih dari 120 oC) setetes demi setetes. Kemudian suspensi yang diperoleh diletakkan dalam penangas es. Pada metode desolvasi, partikel di dalam cairan aqueous akan dibentuk melalui proses koaservasi lalu distabilkan dengan cross linking agent seperti glutaraldehid. Dasar metode ini adalah penggunaan faktor desolvasi seperti garam atau alkohol yang ditambahkan secara perlahan-lahan pada larutan protein. Dengan penambahan faktor tersebut, struktur tersier protein akan berubah. Apabila telah tercapai tingkat desolvasi tertentu, akan terbentuk gumpalan protein. Pada tahap selanjutnya akan terbentuk nanopartikel melalui proses polimerisasi sambung silang (cross lingkage) dengan faktor glutaraldehid.

BAB 2 PENUTUP 3.1 Kesimpulan

a) Sistem penghantaran obat tertarget merupakan suatu upaya untuk meningkatkan efektivitas obat dalam tubuh.

b) Ada dua mekasime utama dalam sistem penghantaran obat tertarget, yaitu passive dan active targeting.

c) Komponen tubuh yang dijadikan sebagai target yatiu: protein, reseptor, kanal, gen, enzim, dan transporter.

d) Karier yang dapat digunakan dalan sistem penghantaran obat tertarget adalah liposom, antibody monoklonal, mikropartikel dan nanopartikel.

Dokumen terkait