• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

6.3. Penggolongan Desa Berpenduduk Miskin Berdasarkan

Pada umumnya, Indeks Kemiskinan Manusia dihitung hanya sampai pada tingkat kabupaten dan penghitungan belum sampai pada tingkat kecamatan bahkan desa/kelurahan. Kajian ini menghitung dan menganalisis nilai-nilai dari Indeks Kemiskinan Manusia setiap desa.

Berdasarkan data yang diperoleh dari kelima desa di Kecamatan Cepu dan kemudian diolah, Desa Mernung dan Cabeyan merupakan desa yang memiliki IKM di atas IKM Kecamatan Cepu yang dapat dilihat pada Tabel 6. Hal tersebut

menandakan bahwa kedua desa tersebut memiliki penduduk yang belum terpenuhi sebagian kebutuhan dasarnya atau dapat dikatakan bahwa kedua desa tersebut masih di bawah rata-rata dalam memenuhi kebutuhan dasar penduduknya.

Penduduk Desa Mulyorejo tidak mengalami masalah aksesibilitas terhadap sarana kesehatan. Begitu juga dengan bidang pendidikan, aksesibilitas terhadap pendidikan di Desa Mulyorejo relatif mudah karena penyelenggaraan kejar paket B dan C berada di desa tersebut.

Tabel 6. Indeks Kemiskinan Manusia Kelima Desa dan Kecamatan Cepu Berdasarkan Indikatornya Tahun 2006

Sumber : Monografi Setiap Desa, Puskesmas Kecamatan Cepu (2006), diolah

Keterangan :

P1 : Persentase jumlah penduduk diperkirakan hidup tidak mencapai usia 40 tahun (%)

P2 : Persentase angka buta huruf penduduk dewasa usia 15 tahun (%) P3 : Persentase ketetapan ekonomi (%)

P3A : Persentase jumlah rumahtangga tanpa akses pada sarana kesehatan (%) P3B : Persentase jumlah rumahtangga tanpa akses pada air bersih (%)

P3C : Persentase jumlah balita bergizi kurang dan bergizi buruk (%)

Desa Mulyorejo memiliki IKM tahun 2006 sebesar 10,63 (Tabel 6). Persentase terbesar indikator IKM yang dibentuk oleh Desa Mulyorejo adalah 17,48 yaitu dari indikator air bersih (Gambar 9). Nilai tersebut mengindikasikan bahwa sebanyak 17,48 persen rumahtangga di desa Mulyorejo tidak menggunakan

Wilayah Indikator IKM IKM

P1 P2 P3A P3B P3C P3 Mulyorejo 2,02 6,93 9,76 17,48 17,26 14,83 10,63 Mernung 2,59 6,97 10,95 44,53 12,30 22,59 15,82 Cabeyan 2,29 8,03 12,96 27,80 27,94 22,90 16,11 Kentong 1,75 6,70 10,39 20,60 14,77 15,25 10,87 Kapuan 1,20 4,60 11,32 23,31 15,85 16,83 11,75 Kec. Cepu 1,67 2,31 2,71 44,48 12,81 20,00 13,88

air PDAM, air pompa atau air sumur yang letaknya lebih dari 10 meter dari

septic-tank.

Rumahtangga yang dimaksud tinggal di bantaran sungai dan mereka menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari. Namun, air sungai tersebut dipompa menuju ke bak penampungan untuk diendapkan. Walaupun sudah diendapkan air sungai tersebut diduga tidak layak untuk dikonsumsi. Mereka tidak berlangganan air PDAM karena instalasi pipa sulit untuk menuju ke daerah pemukiman mereka. Mereka juga tidak membuat sumur karena jaraknya tidak lebih dari 10 meter dari septic-tank. Akibatnya kelompok rumahtangga tersebut mengumpulkan dana pribadi untuk membuat bak penampungan dan membeli pompa air. 2,02 6,93 9,76 17,48 17,26 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 Persentase (%) P1 P2 P3A P3B P3C Indikator IKM

Sumber : Monografi Desa Mulyorejo, Puskesmas Kecamatan Cepu (2006), diolah

Posyandu di Desa Mulyorejo selama ini belum berjalan secara aktif. Hal ini menyebabkan pendistribusian makanan bergizi bagi balita bergizi buruk dan bergizi kurang menjadi terhambat. Hendaknya ibu-ibu rajin membawa balitanya untuk datang ke Posyandu maka balita akan selalu terkontrol kebutuhan gizinya. Jika balita tergolong bergizi buruk atau bergizi kurang maka akan diberikan makanan bergizi oleh negara.

Lain halnya di Desa Mernung, aksesibilitas terhadap sarana kesehatan dan pendidikan sangat sulit dijangkau. Fasilitas pendidikan dan kesehatan di desa tersebut tidak memadai dan infrastruktur juga belum memadai. Tempat tinggal petugas kesehatan berada di luar Desa Mernung sehingga untuk menuju Desa Mernung harus melewati hutan jati dengan kondisi jalan bebatuan, terjal dan curam. Sarana pendidikan dan kesehatan memiliki kondisi fisik yang kurang baik dan kegiatan pelayanan sangat jauh dengan harapan bahkan tidak beroperasi.

Walaupun nilai indikator IKM dari buta huruf dan sarana kesehatan lebih kecil dibandingkan nilai indikator yang lainnya, masalah pendidikan dan aksesibilitas sarana kesehatan cukup menjadi masalah bagi penduduk. Kondisi tersebut menuntut rumahtangga untuk memperoleh akses pendidikan dan kesehatan yang memadai.

2,59 6,97 10,95 44,53 12,30 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 Persentase (%) P1 P2 P3A P3B P3C Indikator IKM

Sumber : Monografi Desa Mernung, Puskesmas Kecamatan Cepu (2006), diolah

Gambar 10. Indeks Kemiskinan Manusia Desa Mernung Tahun 2006 Keadaan tersebut diperparah oleh kondisi transportasi yang tidak memungkinkan untuk mencapai fasilitas tersebut. Transportasi (angkutan publik) hanya terdapat 5 armada dan beroperasi pada waktu-waktu tertentu yang dapat menghambat pencapaian aksesibilitas pendidikan dan kesehatan.

Salah satu masalah yang dihadapi penduduk Desa Mernung yakni aksesibilitas terhadap air bersih. Penduduk desa tersebut mengalami kendala perolehan air bersih di musim kemarau. Jika musim kemarau, penduduk Desa Mernung memang benar-benar mengalami kekeringan sehingga sumur-sumur mereka kering. Selama musim kemarau penduduk desa tersebut memperoleh air dari sendang (sumur) di tengah hutan jati yang jaraknya cukup jauh dari pemukiman. Hingga saat ini sumur-sumur mereka kering. Penduduk Desa Mernung tidak berlangganan air PDAM karena diperlukan biaya yang besar untuk pemasangan pipa menuju pemukiman. Hal tersebut tercermin dari persentase indikator IKM dari aksesibilitas air bersih sebesar 44,53 persen (Gambar 10).

Melihat kondisi tersebut, perlu adanya upaya untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi penduduk Desa Mernung.

Pemenuhan kebutuhan gizi balita di Desa Mernung juga masih belum terpenuhi. Hal tersebut dibuktikan oleh besarnya angka balita gizi buruk dan gizi kurang yang nilainya 12,30 persen (Gambar 9). Diduga pemenuhan gizi balita yang terbatas disebabkan oleh keadaan ekonomi rumahtangga yaitu rendahnya pendapatan rumahtangga. Rendahnya pendapatan rumahtangga menyebabkan pemenuhan gizi balita juga terbatas sehingga balita tergolong dalam kategori gizi kurang bahkan gizi buruk.

Kendala yang dihadapi oleh rumahtangga Desa Cabeyan dalam hal aksesibilitas pendidikan dan kesehatan adalah kondisi ekonomi (pendapatan rumahtangga) yang rendah. Saat ini memang sudah dibebaskan dari uang sekolah tetapi dalam memperoleh pendidikan juga dibutuhkan dana untuk membeli seragam, buku, alat tulis dan transportasi. Hal serupa juga dialami oleh rumahtangga di Desa Cabeyan dalam memperoleh fasilitas kesehatan. Jika rumahtangga ingin memperoleh fasilitas kesehatan, dibutuhkan biaya transportasi dan biaya pengobatan.

2,29 8,03 12,96 27,80 27,94 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 Persentase (%) P1 P2 P3A P3B P3C Indikator IKM

Sumber : Monografi Desa Cabeyan, Puskesmas Kecamatan Cepu (2006), diolah

Gambar 11. Indeks Kemiskinan Manusia Desa Cabeyan Tahun 2006 Dalam kasus perolehan air bersih, penduduk Desa Cabeyan menempati urutan kedua dalam kesulitan memperoleh air bersih. Hal tersebut terlihat dari nilai persentase indikator IKM sisi aksesibilitas sarana air bersih sebesar 27,80 persen. Nilai tersebut memiliki arti bahwa sebanyak 27,80 persen rumahtangga di desa Cabeyan tidak menggunakan air PDAM dan tidak menggunakan air pompa atau sumur yang jaraknya lebih dari 10 meter dari septic-tank. Selama ini rumahtangga tersebut tidak berlangganan air PDAM karena keterbatasan kondisi ekonomi, mereka menggunakan air irigasi untuk pertanian. Air irigasi tersebut dipompa dari air sungai. Kualitas air tersebut diduga tidak layak untuk dikonsumsi.

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh penduduk Desa Cabeyan adalah sebanyak 27,94 persen balita mengalami kondisi gizi buruk dan gizi kurang. Hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan asupan gizi bagi balita. Diduga yang menyebabkan asupan gizi bagi balita terbatas adalah kondisi ekonomi (pendapatan rumahtangga) Desa Cabeyan yang rendah.

1,75 6,70 10,39 20,60 14,77 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 Persentase (%) P1 P2 P3A P3B P3C Indikator IKM

Sumber : Monografi Desa Kentong, Puskesmas Kecamatan Cepu (2006), diolah

Gambar 12. Indeks Kemiskinan Manusia Desa Kentong Tahun 2006 Hal serupa juga dialami oleh penduduk Desa Kentong dalam bidang perolehan air bersih. Rumahtangga di Desa Kentong sebanyak 20,60 persen menggunakan air irigasi pertanian untuk keperluan sehari-hari (Gambar 12). Walaupun rumahtangga yang lain sudah berlangganan air PDAM, mereka masih menggunakan air irigasi karena tidak pernah ada masalah dengan air irigasi. Namun, kualitas tersebut diduga tidak layak untuk dikonsumsi.

Aksesibilitas bidang pendidikan dan kesehatan menghadapi berbagai kendala, diantaranya kondisi jalan desa yang rusak karena longsor. Upaya untuk mengatasi kondisi tersebut belum dilakukan karena keterbatasan dana.

1,20 4,60 11,32 23,31 15,85 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 Persentase (%) P1 P2 P3A P3B P3C Indikator IKM

Sumber : Monografi Desa Kapuan, Puskesmas Kecamatan Cepu (2006), diolah

Gambar 13. Indeks Kemiskinan Manusia Desa Kapuan Tahun 2006 Dalam hal pemenuhan gizi balita, masih terdapat kendala. Kegiatan Posyandu yang terdapat di Desa Kentong belum berjalan aktif, hal tersebut menyebabkan terganggunya pendistribusian makanan bergizi bagi balita yang bergizi buruk dan bergizi kurang. Kegiatan Posyandu terlihat ramai dan aktif hanya di bulan Februari dan Agustus karena pada bulan tersebut ada kegiatan penimbangan balita secara massal dan pembagian vitamin A.

Penduduk Desa Kapuan menghadapi masalah dalam perolehan air bersih. Hal tersebut tercermin dari nilai indikator IKM P3B sebesar 23,31 persen yang artinya masih terdapat 23,31 persen rumahtangga yang tidak menggunakan air

PDAM dan air pompa atau sumur yang letaknya lebih dari 10 meter dari septic- tank. Kasusnya mirip dengan penduduk di Desa Cabeyan dan Kentong yaitu menggunakan air irigasi untuk keperluan sehari-hari, seperti mencuci, mandi, masak dan lain-lain. Namun, kualitas air tersebut diduga tidak layak untuk dikonsumsi.

Penduduk Desa Kapuan tidak mengalami masalah dalam hal aksesibilitas pendidikan dan kesehatan, begitu juga dalam hal pemenuhan gizi bagi balita. Desa Kapuan memiliki satu unit Puskesmas sehingga kegiatan Posyandu selalu berjalan aktif setiap bulannya. Kader-kader Posyandu di Desa Kapuan juga aktif menggerakkan ibu-ibu untuk membawa balitanya ke Posyandu setiap bulannya sehingga makanan bergizi bagi balita bergizi buruk dan bergizi kurang, dapat didistribusikan secara rutin.

6.4. Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan di Kecamatan Cepu Berdasarkan hasil analisis dari Gini Ratio, distribusi pendapatan rumahtangga di Kecamatan Cepu merata pada kelompok rumahtangga yang berpendapatan rendah. Hal tersebut mencerminkan bahwa sebagian besar rumahtangga di Kecamatan Cepu yang tinggal di wilayah perdesaan memiliki pendapatan yang rendah. Pendapatan rumahtangga yang rendah disebabkan oleh sumber pendapatan yang diperoleh rumahtangga perdesaan sebagian besar dari sektor pertanian khususnya pertanian tanaman pangan. Kegiatan usaha bergantung pada usaha pertanian skala kecil yang tidak produktif dan tidak komersial.

Berdasarkan hasil dari Indeks Kemiskinan Manusia di Kecamatan Cepu, terdapat beberapa permasalahan yang terjadi. Infrastruktur perdesaan seperti jalan desa yang menghubungkan sarana pendidikan dengan rumah penduduk memiliki

kondisi jalan berupa bebatuan yang curam, dan terjal. Sarana pendidikan yang terdapat di Kecamatan Cepu masih kurang memadai dan keadaan fisik bangunan yang kurang layak.

Penduduk mengalami keterbatasan dalam mengakses air bersih sehingga menggunakan air sungai dan air irigasi untuk keperluan sehari-hari karena instalasi PDAM sulit menuju pemukiman. Pelayanan kesehatan seperti Posyandu masih kurang aktif sehingga masih terdapat balita yang tergolong bergizi kurang dan bergizi buruk.

Tabel 7. Analisis Permasalahan dari Hasil Gini Ratio dan Indeks Kemiskinan

Manusia Wilayah Perdesaan di Kecamatan Cepu

Analisis Permasalahan

Gini Ratio •Sumber pendapatan rumahtangga sebagian besar dari sektor pertanian dan kegiatan usaha bergantung pada usaha

pertanian skala kecil yang tidak produktif dan tidak komersial

Indeks Kemiskinan

Manusia

•Infrastruktur perdesaan seperti jalan desa masih berupa susunan bebatuan sehingga menghambat kegiatan ekonomi

•Sarana pendidikan dan kesehatan kurang memadai

•Masih terhambatnya aksesibilitas terhadap air bersih

•Pelayanan kesehatan yang masih rendah menyebabkan masih terdapatnya balita bergizi kurang dan bergizi buruk

Berdasarkan hasil analisis Gini Ratio dan analisis permasalahan dari Indeks Kemiskinan Manusia di Kecamatan Cepu yang secara ringkas ditunjukkan pada Tabel 7 maka dapat dirumuskan strategi penanggulangan kemiskinan perdesaan Kecamatan Cepu. Strategi penanggulangan kemiskinan perdesaan di

wilayah Kecamatan Cepu dilakukan dengan dua pendekatan, diantaranya pendekatan kewilayahan dan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar.

6.4.1. Pendekatan Kewilayahan

Strategi penanggulangan kemiskinan dengan pendekatan kewilayahan dapat dilakukan melalui percepatan pembangunan perdesaan (revitalisasi perdesaan). Program revitalisasi perdesaan meliputi juga revitalisasi pertanian yang dicanangkan pada masa pemerintahan SBY. Penguatan kembali sektor pertanian wilayah Cepu yaitu dengan pengaturan saluran irigasi yang baik. Saluran irigasi tersebut diperlukan untuk mengairi sawah pertanian tanaman pangan khususnya tanaman padi.

Sektor pertanian merupakan sektor yang menjadi tulang punggung sebagian besar penduduk perdesaan di Kecamatan Cepu. Pengembangan potensi lokal seperti pengembangan komoditas unggulan pertanian sangat diperlukan. Komoditas unggulan wilayah Kecamatan Cepu meliputi padi, kedelai dan kacang tanah.

Padi menjadi komoditas unggulan karena luas areal tanaman padi cukup banyak, penduduk masih mengusahakan padi dan merupakan kebutuhan pangan. Begitu juga dengan kedelai, selain memiliki harga pasar yang baik (tinggi), permintaan akan kedelai juga sangat tinggi. Permintaan kedelai yang sangat tinggi masih didominasi oleh industri tahu dan tempe. Hal tersebut mendorong sebagian besar kedelai masih didatangkan dari luar negeri (impor). Komoditas unggulan selain padi dan kedelai adalah kacang tanah. Kacang tanah selain memiliki harga

pasar yang cukup baik juga memiliki kesesuaian lahan yang baik dan luas areal yang tersedia masih cukup banyak.

Adanya komoditas unggulan tersebut perlu dikembangkan menjadi sentra produksi pangan di wilayah perdesaan Kecamatan Cepu. Pengembangan sentra produksi pangan tentunya membutuhkan pasar yang baik sehingga memerlukan

urban-rural linkage yang terintegrasi dengan baik. Pencapaian integrasi urban- rural linkage yang baik diperlukan berbagai macam infrastruktur seperti jalan dan terminal agribisnis.

Percepatan pembangunan perdesaan melalui pengembangan potensi lokal tersebut juga perlu partisipasi aktif dari masyarakat dan Pemda khususnya dalam menarik investor. Peningkatan investasi di sektor pertanian juga sangat dibutuhkan untuk pengembangan potensi lokal tersebut. Pencapaian dalam pengembangan potensi lokal dibutuhkan perijinan, fleksibilitas birokrasi yang tidak berbelit dan juga penataan pajak yang sesuai merupakan insentif bagi para investor untuk berinvestasi di sektor pertanian.

6.4.2. Pendekatan Pemenuhan Kebutuhan Dasar

Strategi penanggulangan kemiskinan dengan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar meliputi pengaturan saluran irigasi, perbaikan sarana pendidikan, peningkatan pelayanan kesehatan, perbaikan jalan desa, dan peningkatan pendapatan. Pengaturan saluran irigasi sangat diperlukan guna meningkatkan aksesibilitas air baik di sektor pertanian maupun di kalangan rumahtangga. Perbaikan sarana pendidikan meliputi renovasi gedung sekolah juga diperlukan khususnya tingkat Sekolah Dasar.

Peningkatan pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan Posyandu juga sangat diperlukan agar masyarakat dapat mengakses kesehatan dan dapat mengurangi jumlah balita bergizi kurang dan bergizi buruk. Perbaikan jalan desa juga diperlukan untuk meningkatkan aksesibilitas perdesaan dalam rangka mendukung aktivitas kegiatan perekonomian yang lebih baik.

Selain perbaikan infrastruktur, aspek pendapatan juga menjadi fokus perhatian. Peningkatan pendapatan rumahtangga dapat dilakukan dengan cara melakukan diversifikasi usaha rumahtangga. Tentunya masyarakat desa tidak akan pernah lepas dengan sektor pertanian maka diversifikasi usaha rumahtangga juga tidak lepas dari sektor pertanian.

Kredit lunak, pemberian benih komoditas unggulan, penyuluhan pertanian sangat diperlukan untuk mendukung sektor pertanian. Kredit lunak tersebut diadakan untuk membantu kegiatan usaha produktif di sektor pertanian yang ditanggung oleh pemerintah daerah. Satu hal yang sangat penting dan dibutuhkan oleh petani adalah pemberian benih komoditas unggulan dan penyuluhan pertanian yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Blora. Penyuluhan pertanian merupakan media dalam memberikan informasi program-program pertanian dari pemerintah daerah.

Dokumen terkait