• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERDESAAN DI KECAMATAN CEPU KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh:

ERNA YUNITA SARI A14304088

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

ERNA YUNITA SARI. Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah. ADI HADIANTO.

Periode 1970-an fokus pembangunan ekonomi ditekankan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tidak kurang dari tujuh persen per tahun. Namun, pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut, belum mampu menciptakan pemerataan pendapatan dan disparitas yang ada. Kabupaten Blora sebagai daerah otonom berupaya meningkatkan kinerja pembangunan ekonomi melalui program pembangunan yang berorientasi tidak hanya pada wilayah perkotaan tetapi juga pada wilayah perdesaan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. Salah satu wilayah yang memiliki jumlah rumahtangga miskin (RTM) cukup besar di Kabupaten Blora adalah Kecamatan Cepu. Masalah kemiskinan merupakan masalah serius yang harus diminimalisasi atau bahkan bila memungkinkan dihilangkan. Karena itu, sangat dibutuhkan upaya dan strategi penanggulangan kemiskinan dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan masyarakat khususnya di wilayah perdesaan seperti di Kecamatan Cepu.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis distribusi pendapatan rumahtangga di wilayah perdesaan yang ada di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora, (2) mengidentifikasi desa berpenduduk miskin dan tidak miskin di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora berdasarkan Indeks Kemiskinan Manusia, (3) merumuskan strategi penanggulangan kemiskinan di wilayah perdesaan Kecamatan Cepu Kabupaten Blora ke depan.

Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora karena lokasi ini banyak terdapat penduduk miskin perdesaan. Pengumpulan data dan pengolahan data dilaksanakan selama bulan Februari 2008 sampai April 2008. Data yang digunakan terdiri data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara melalui pengisian kuisioner terhadap responden rumahtangga. Data sekunder bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Monografi Desa, Puskesmas serta informasi lainnya yang diperoleh dari buku-buku literatur, media cetak, perpustakaan dan internet.

Pemilihan sampel untuk keluarga sejahtera dan pra sejahtera di wilayah perdesaan Kecamatan Cepu menggunakan teknik stratified random sampling. Adapun jumlah responden yang dijadikan sampel berjumlah 100 responden yang tersebar di lima desa di Kecamatan Cepu (Desa Mulyorejo, Mernung, Cabeyan, Kentong dan Kapuan), masing-masing desa dipilih 20 responden yang dipilih secara acak. Dalam penelitian ini, metode dan analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif, Gini Ratio, dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM).

Karakteristik sebagian besar responden adalah pendidikan terakhir SMP, memiliki rumah sendiri, dan bekerja sebagai buruh tani. Sebagian besar responden juga memiliki jumlah anggota rumahtangga sebanyak 4 orang, memiliki pendapatan antara Rp 500.001 hingga Rp 1.000.000 dan tidak memiliki pekerjaan sampingan di luar sektor pertanian.

(3)

rumahtangga cukup merata tetapi kemerataan pendapatan rumahtangga yang terjadi berada pada golongan rumahtangga yang berpendapatan rendah.

Berdasarkan penilaian IKM, Desa Mulyorejo, Kentong dan Kapuan merupakan desa yang sebagian besar penduduknya dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Desa yang penduduknya masih belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya atau desa berpenduduk miskin adalah Desa Mernung dan Cabeyan. Belum terpenuhinya kebutuhan dasar sebagian penduduk disebabkan oleh kondisi ekonomi rumahtangga (pendapatan) yang rendah untuk menjangkau sarana pendidikan, kesehatan, air dan pemenuhan gizi untuk balita.

Strategi penanggulangan kemiskinan perdesaan di wilayah Kecamatan Cepu dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu : (1) pendekatan kewilayahan melalui revitalisasi perdesaan, pengembangan potensi lokal (padi, kedelai dan kacang tanah), partisipasi aktif dari masyarakat dan Pemda, perijinan, fleksibilitas birokrasi dan penataan pajak; (2) pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar melalui pengaturan saluran irigasi, perbaikan sarana pendidikan, peningkatan pelayanan kesehatan, perbaikan jalan desa dan peningkatan pendapatan melalui diversifikasi usaha rumahtangga yang didukung dengan kredit lunak, pemberian benih komoditas unggulan dan penyuluhan pertanian.

(4)

STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERDESAAN DI KECAMATAN CEPU KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh:

ERNA YUNITA SARI A14304088

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul Skripsi : Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah

Nama : Erna Yunita Sari NRP : A14304088

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Adi Hadianto, SP NIP. 132 311 723

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERDESAAN DI KECAMATAN CEPU KABUPATEN BLORA” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Juni 2008

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Erna Yunita Sari, dilahirkan pada 30 Juni 1987 di Blora sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan H. Agus Suyono, SE dan Hj. Eka Angga Sri Sulistiyani, S.Pd. Penulis dibesarkan di Blora, pada tahun 1993 penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Migas Cepu. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 14 Cepu. Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 3 Cepu dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 3 Semarang pada tahun 2004 melalui program akselerasi. Selama menempuh pendidikan menengah pertama dan menengah atas, penulis aktif di berbagai organisasi, seperti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) sebagai Ketua OSIS, Pramuka sebagai Dewan Galang, Pasukan Pengibar Bendera (Paskibraka) dan Ekstrakulikuler Paduan Suara.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya (EPS), Fakultas Pertanian.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta alam, pujian yang memenuhi seluruh nikmat-Nya bagi kemuliaan wajah-Nya dan keagungan kekuasaan-Nya. Atas anugerah, berkah dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi penelitian dengan judul “Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menyusun strategi dalam rangka menanggulangi kemiskinan perdesaan di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora. Dalam penulisan skripsi ini penulis ingin berterimakasih kepada Bapak Adi Hadianto, SP selaku pembimbing skripsi, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, karena itu penulis senantiasa menerima setiap saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dalam mengevaluasi program penanggulangan kemiskinan dan menyusun kebijakan baru untuk pelaksanaan pembangunan di era otonomi daerah.

Bogor, Juni 2008

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak, Ibu, Mbahkung, Mbahyi, Mbak Widya dan Dek Meyga yang selalu mendoakan, menyemangati serta membantu secara moral dan materiil, dari penulis mulai kuliah hingga penyelesaian skripsi ini.

2. Adi Hadianto, SP selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, saran dan kritik yang membangun baik selama proses perkuliahan maupun penyelesaian skripsi.

3. Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen penguji utama dan A. Faroby Faletehan, SP, ME selaku dosen penguji dari wakil departemen yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji penulis dan juga atas saran dan perbaikannya dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan kuliah selama ini.

5. Segenap dosen PS EPS yang telah memberikan ilmunya, semoga dapat diamalkan dan bermanfat bagi penulis.

6. Seluruh staf PS EPS yang telah banyak membantu penulis.

7. Seluruh staf BPS Pusat, staf BPS Kabupaten Blora, staf Kecamatan Cepu bagian Pemerintahan dan Linmas, dan staf Balai Desa yang telah membantu penulis dalam pencarian data skripsi.

8. Vidya, Santi, Mutiara, Nia, Ci’an, Rahma, Ismail, Rolas, Deli, Ghufron, Arif dan teman seperjuangan EPS 41 yang lain, penulis ucapkan terima kasih. 9. Adik-adikku ESL 42, terima kasih telah meluangkan waktunya untuk hadir

dalam seminar penulis.

10. Mbak Nani, Mbak Asti, Mbak Yus, Chika, Sabti, Rahmi, Lia dan PNS Crew

yang telah memberikan kenangan indah dan suasana kekeluargaan selama penulis tinggal di Bogor.

(10)

DAFTAR ISI

2.2. Indikator-Indikator Kemiskinan ... 10

2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 11

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Teori Kemiskinan ... 15

3.2. Kurva Lorenz... . 19

3.3. Kerangka Pemikiran Operasional... 21

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 23

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 23

4.3. Teknik Pengambilan Sampel... 24

4.4. Metode Analisis Data ... 24

4.4.1. Analisis Deskriptif... 24

4.4.2. Analisis Gini Ratio... 24

4.4.3. Indeks Kemiskinan Manusia ... 25

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Geografis ... 27

5.2. Sosial Budaya ... 28

5.2.1. Kependudukan dan Ketenagakerjaan ... 28

5.2.2. Pendidikan... 30

5.2.3. Kesehatan ... 30

(11)

STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERDESAAN DI KECAMATAN CEPU KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh:

ERNA YUNITA SARI A14304088

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(12)

RINGKASAN

ERNA YUNITA SARI. Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah. ADI HADIANTO.

Periode 1970-an fokus pembangunan ekonomi ditekankan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tidak kurang dari tujuh persen per tahun. Namun, pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut, belum mampu menciptakan pemerataan pendapatan dan disparitas yang ada. Kabupaten Blora sebagai daerah otonom berupaya meningkatkan kinerja pembangunan ekonomi melalui program pembangunan yang berorientasi tidak hanya pada wilayah perkotaan tetapi juga pada wilayah perdesaan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. Salah satu wilayah yang memiliki jumlah rumahtangga miskin (RTM) cukup besar di Kabupaten Blora adalah Kecamatan Cepu. Masalah kemiskinan merupakan masalah serius yang harus diminimalisasi atau bahkan bila memungkinkan dihilangkan. Karena itu, sangat dibutuhkan upaya dan strategi penanggulangan kemiskinan dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan masyarakat khususnya di wilayah perdesaan seperti di Kecamatan Cepu.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis distribusi pendapatan rumahtangga di wilayah perdesaan yang ada di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora, (2) mengidentifikasi desa berpenduduk miskin dan tidak miskin di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora berdasarkan Indeks Kemiskinan Manusia, (3) merumuskan strategi penanggulangan kemiskinan di wilayah perdesaan Kecamatan Cepu Kabupaten Blora ke depan.

Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora karena lokasi ini banyak terdapat penduduk miskin perdesaan. Pengumpulan data dan pengolahan data dilaksanakan selama bulan Februari 2008 sampai April 2008. Data yang digunakan terdiri data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara melalui pengisian kuisioner terhadap responden rumahtangga. Data sekunder bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Monografi Desa, Puskesmas serta informasi lainnya yang diperoleh dari buku-buku literatur, media cetak, perpustakaan dan internet.

Pemilihan sampel untuk keluarga sejahtera dan pra sejahtera di wilayah perdesaan Kecamatan Cepu menggunakan teknik stratified random sampling. Adapun jumlah responden yang dijadikan sampel berjumlah 100 responden yang tersebar di lima desa di Kecamatan Cepu (Desa Mulyorejo, Mernung, Cabeyan, Kentong dan Kapuan), masing-masing desa dipilih 20 responden yang dipilih secara acak. Dalam penelitian ini, metode dan analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif, Gini Ratio, dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM).

Karakteristik sebagian besar responden adalah pendidikan terakhir SMP, memiliki rumah sendiri, dan bekerja sebagai buruh tani. Sebagian besar responden juga memiliki jumlah anggota rumahtangga sebanyak 4 orang, memiliki pendapatan antara Rp 500.001 hingga Rp 1.000.000 dan tidak memiliki pekerjaan sampingan di luar sektor pertanian.

(13)

rumahtangga cukup merata tetapi kemerataan pendapatan rumahtangga yang terjadi berada pada golongan rumahtangga yang berpendapatan rendah.

Berdasarkan penilaian IKM, Desa Mulyorejo, Kentong dan Kapuan merupakan desa yang sebagian besar penduduknya dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Desa yang penduduknya masih belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya atau desa berpenduduk miskin adalah Desa Mernung dan Cabeyan. Belum terpenuhinya kebutuhan dasar sebagian penduduk disebabkan oleh kondisi ekonomi rumahtangga (pendapatan) yang rendah untuk menjangkau sarana pendidikan, kesehatan, air dan pemenuhan gizi untuk balita.

Strategi penanggulangan kemiskinan perdesaan di wilayah Kecamatan Cepu dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu : (1) pendekatan kewilayahan melalui revitalisasi perdesaan, pengembangan potensi lokal (padi, kedelai dan kacang tanah), partisipasi aktif dari masyarakat dan Pemda, perijinan, fleksibilitas birokrasi dan penataan pajak; (2) pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar melalui pengaturan saluran irigasi, perbaikan sarana pendidikan, peningkatan pelayanan kesehatan, perbaikan jalan desa dan peningkatan pendapatan melalui diversifikasi usaha rumahtangga yang didukung dengan kredit lunak, pemberian benih komoditas unggulan dan penyuluhan pertanian.

(14)

STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERDESAAN DI KECAMATAN CEPU KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh:

ERNA YUNITA SARI A14304088

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(15)

Judul Skripsi : Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah

Nama : Erna Yunita Sari NRP : A14304088

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Adi Hadianto, SP NIP. 132 311 723

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019

(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERDESAAN DI KECAMATAN CEPU KABUPATEN BLORA” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Juni 2008

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Erna Yunita Sari, dilahirkan pada 30 Juni 1987 di Blora sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan H. Agus Suyono, SE dan Hj. Eka Angga Sri Sulistiyani, S.Pd. Penulis dibesarkan di Blora, pada tahun 1993 penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Migas Cepu. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 14 Cepu. Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 3 Cepu dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 3 Semarang pada tahun 2004 melalui program akselerasi. Selama menempuh pendidikan menengah pertama dan menengah atas, penulis aktif di berbagai organisasi, seperti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) sebagai Ketua OSIS, Pramuka sebagai Dewan Galang, Pasukan Pengibar Bendera (Paskibraka) dan Ekstrakulikuler Paduan Suara.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya (EPS), Fakultas Pertanian.

(18)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta alam, pujian yang memenuhi seluruh nikmat-Nya bagi kemuliaan wajah-Nya dan keagungan kekuasaan-Nya. Atas anugerah, berkah dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi penelitian dengan judul “Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menyusun strategi dalam rangka menanggulangi kemiskinan perdesaan di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora. Dalam penulisan skripsi ini penulis ingin berterimakasih kepada Bapak Adi Hadianto, SP selaku pembimbing skripsi, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, karena itu penulis senantiasa menerima setiap saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dalam mengevaluasi program penanggulangan kemiskinan dan menyusun kebijakan baru untuk pelaksanaan pembangunan di era otonomi daerah.

Bogor, Juni 2008

(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak, Ibu, Mbahkung, Mbahyi, Mbak Widya dan Dek Meyga yang selalu mendoakan, menyemangati serta membantu secara moral dan materiil, dari penulis mulai kuliah hingga penyelesaian skripsi ini.

2. Adi Hadianto, SP selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, saran dan kritik yang membangun baik selama proses perkuliahan maupun penyelesaian skripsi.

3. Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen penguji utama dan A. Faroby Faletehan, SP, ME selaku dosen penguji dari wakil departemen yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji penulis dan juga atas saran dan perbaikannya dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan kuliah selama ini.

5. Segenap dosen PS EPS yang telah memberikan ilmunya, semoga dapat diamalkan dan bermanfat bagi penulis.

6. Seluruh staf PS EPS yang telah banyak membantu penulis.

7. Seluruh staf BPS Pusat, staf BPS Kabupaten Blora, staf Kecamatan Cepu bagian Pemerintahan dan Linmas, dan staf Balai Desa yang telah membantu penulis dalam pencarian data skripsi.

8. Vidya, Santi, Mutiara, Nia, Ci’an, Rahma, Ismail, Rolas, Deli, Ghufron, Arif dan teman seperjuangan EPS 41 yang lain, penulis ucapkan terima kasih. 9. Adik-adikku ESL 42, terima kasih telah meluangkan waktunya untuk hadir

dalam seminar penulis.

10. Mbak Nani, Mbak Asti, Mbak Yus, Chika, Sabti, Rahmi, Lia dan PNS Crew

yang telah memberikan kenangan indah dan suasana kekeluargaan selama penulis tinggal di Bogor.

(20)

DAFTAR ISI

2.2. Indikator-Indikator Kemiskinan ... 10

2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 11

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Teori Kemiskinan ... 15

3.2. Kurva Lorenz... . 19

3.3. Kerangka Pemikiran Operasional... 21

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 23

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 23

4.3. Teknik Pengambilan Sampel... 24

4.4. Metode Analisis Data ... 24

4.4.1. Analisis Deskriptif... 24

4.4.2. Analisis Gini Ratio... 24

4.4.3. Indeks Kemiskinan Manusia ... 25

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Geografis ... 27

5.2. Sosial Budaya ... 28

5.2.1. Kependudukan dan Ketenagakerjaan ... 28

5.2.2. Pendidikan... 30

5.2.3. Kesehatan ... 30

(21)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Karakteristik Responden ... 34

6.2. Distribusi Pendapatan Rumahtangga di Kecamatan Cepu ... 36

6.3. Penggolongan Desa Berpenduduk Miskin Berdasarkan Indikator Indeks Kemiskinan Manusia ... 43

6.4. Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan di Kecamatan Cepu 51 6.4.1. Pendekatan Kewilayahan ... 53

6.4.2. Pendekatan Pemenuhan Kebutuhan Dasar ... 54

VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan... 56

7.2. Saran... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Jumlah Penduduk Kecamatan Cepu Tahun 2006 Berdasarkan

Jenis Pekerjaan dalam Jiwa... 29 2. PDRB Kecamatan Cepu per Sektor Tahun 2003-2005 Atas

Dasar Harga Konstan Tahun 2000 dalam Juta Rupiah ... 31 3. Distribusi PDRB Kecamatan Cepu per Sektor Tahun 2003-2005

Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 dalam Persen ... 32 4. Karakteristik Responden Rumahtangga Perdesaan di

Kecamatan Cepu ... 35 5. Distribusi Pendapatan Rumahtangga Perdesaan Kecamatan

Cepu ... 36 6. Indeks Kemiskinan Manusia Kelima Desa dan Kecamatan Cepu

Berdasarkan Indikatornya Tahun 2006 ... 44 7. Analisis Permasalahan dari Hasil Gini Ratio dan Indeks

(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Blora Tahun

1997-2006... 3 2. Kurva Lorenz ... 20

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Pendapatan Rumahtangga Desa Mulyorejo ... 64

2. Pendapatan Rumahtangga Desa Mernung ... 65 3. Pendapatan Rumahtangga Desa Cabeyan ... 66 4. Pendapatan Rumahtangga Desa Kentong ... 67 5. Pendapatan Rumahtangga Desa Kapuan ... 68 6. Jumlah Penduduk Diperkirakan Hidup Tidak Mencapai Usia 40

Tahun ... 69 7. Angka Buta Huruf Penduduk Dewasa Usia di atas 15 Tahun ... 69 8. Jumlah Penduduk Tanpa Akses pada Sarana Kesehatan ... 69 9. Jumlah Penduduk Tanpa Akses pada Air Bersih... 69 10. Jumlah Balita Bergizi Kurang dan Bergizi Buruk ... 70

(25)

1.1.Latar Belakang

Sejak periode 1970-an fokus pembangunan ekonomi lebih ditekankan pada upaya pencapaian pertumbuhan ekonomi yang telah berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi yaitu tidak kurang dari tujuh persen per tahun hingga krisis ekonomi menerpa pada pertengahan tahun 1998. Namun, pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut, belum mampu menciptakan pemerataan pendapatan dan disparitas yang ada.

Melihat kondisi tersebut, pemerintah melakukan reformasi kebijakan pembangunan, khususnya reformasi di bidang ekonomi yang tertuang dalam TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang pengembangan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar. Tentunya mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan sehat dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup, pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Hal tersebut dimaksudkan agar terjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja.

(26)

kemudahan hanya diberikan pada sebagian kecil orang untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

Kegiatan pembangunan yang terpusat di wilayah kota dan hanya sebagian kecil yang menyentuh perdesaan terkesan tidak adanya suatu pemerataan pembangunan. Ketimpangan pembangunan antar wilayah kota-desa dan terpusatnya sarana dan prasarana ekonomi di kota akibat pola pembangunan yang terpusat ini mendorong timbulnya tuntutan otonomi yang dianggap lebih adil dan sesuai kondisi pembangunan saat ini.

Merespon keinginan tersebut, pemerintah mengeluarkan UU No. 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 yang direvisi dengan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Berdasarkan undang-undang pemerintahan daerah yang memiliki prinsip otonomi, daerah diberikan wewenang yang luas dalam penyelenggaraan pemerintahan. Penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah telah terjadi implikasi terhadap perkembangan daerah, terutama dalam kewenangan luas untuk mengelola potensi sumberdaya yang tersedia seoptimal mungkin sebagai upaya dalam memprioritaskan pembangunan daerah yang berbasiskan pada pengembangan masyarakat.

(27)

perdesaan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan.

0

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Periode (Tahun)

Sumber : BPS Kabupaten Blora (1997-2006)

Gambar 1. Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Blora Tahun 1997-2006

Program pengentasan kemiskinan menjadi salah satu fokus pembangunan di Kabupaten Blora. Berbagai upaya melalui program pengentasan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Blora. Hasilnya adalah persentase penduduk miskin cenderung menurun (Gambar 1) tetapi dilihat dari sisi jumlah penduduk miskin masih tetap besar yaitu sekitar 198.742 jiwa. Kemiskinan dan ketidakmerataan merupakan permasalahan pembangunan serius yang dihadapi oleh Kabupaten Blora karena kemiskinan merupakan faktor penyebab timbulnya kesenjangan antar wilayah.

(28)

sangat kaya, merupakan modal utama untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat. Saat ini potensi besar tersebut belum dapat secara penuh meningkatkan kemakmuran bagi masyarakatnya.

Total penduduk miskin yang masih cukup banyak di Kabupaten Blora, ditunjukkan dengan adanya kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi. Kondisi ini terjadi khususnya di wilayah perdesaan yang memiliki keterbatasan infrastruktur, rendahnya sumberdaya manusia dan penduduknya berpendapatan rendah. Kondisi tersebut mengakibatkan tingginya beban sosial ekonomi masyarakat, rendahnya kualitas dan produktivitas sumberdaya manusia dan rendahnya partisipasi aktif masyarakat.

Salah satu wilayah yang memiliki jumlah rumahtangga miskin (RTM) cukup besar di Kabupaten Blora adalah Kecamatan Cepu. Jumlah RTM di wilayah Kecamatan Cepu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 sekitar 6.986 RTM, tahun 2005 sekitar 7.104 RTM dan tahun 2006 sekitar 7.137 RTM.

Adanya globalisasi, kondisi perekonomian dunia yang tidak menentu serta krisis pangan dan energi semakin memberikan tekanan terhadap perekonomian saat ini. Kondisi tersebut berdampak terhadap penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan termasuk meningkatnya angka kemiskinan di berbagai wilayah khususnya di wilayah perdesaan seperti di Kecamatan Cepu yang memiliki jumlah RTM cukup besar.

(29)

setempat sampai saat ini belum mampu menurunkan jumlah penduduk miskin secara nyata. Akibatnya, timbul beberapa kelemahan dari penanggulangan kemiskinan pada masa lalu yang perlu diperbaiki secara mendasar. Hal tersebut menuntut adanya langkah perbaikan yang terpadu karena tantangan ke depan sangatlah berat dan membutuhkan kerja keras dari semua pihak.

Masalah kemiskinan merupakan masalah serius yang harus diminimalisasi atau bahkan bila memungkinkan dihilangkan. Upaya dan strategi penanggulangan kemiskinan yang lebih komprehensif ke depan sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan masyarakat khususnya di wilayah perdesaan seperti di Kecamatan Cepu.

1.2.Perumusan Masalah

Kemiskinan bersifat multidimensi dan multisektoral dengan beragam karakteristik sesuai dengan kondisi spesifik wilayah. Hingga saat ini, kemiskinan masih merupakan masalah utama yang dihadapi di Kabupaten Blora, khususnya Kecamatan Cepu yang memiliki jumlah RTM yang cukup besar sehingga harus segera diatasi karena menyangkut harkat dan martabat bangsa.

(30)

Upaya penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Blora selama ini, belum dilakukan secara terpadu. Hal ini menunjukkan beberapa kelemahan dari penanggulangan kemiskinan pada masa lalu yang perlu dikoreksi secara mendasar. Kelemahan tersebut antara lain masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi makro, kebijakan yang terpusat, cara pandang tentang kemiskinan yang diorientasikan pada ekonomi. Bahkan, dalam orientasi tersebut juga menempatkan masyarakat miskin sebagai obyek pembangunan bukan sebagai subyek pembangunan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini dirumuskan pokok-pokok permasalahan yang akan dijawab, yaitu :

1. Bagaimana distribusi pendapatan rumahtangga di wilayah perdesaan yang ada di Kecamatan Cepu?

2. Daerah perdesaan mana yang tergolong berpenduduk miskin dan tidak miskin berdasarkan Indeks Kemiskinan Manusia di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora?

3. Bagaimana strategi penanggulangan kemiskinan di wilayah perdesaan di Kecamatan Cepu?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah :

(31)

2. Mengidentifikasi desa berpenduduk miskin dan tidak miskin di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora berdasarkan Indeks Kemiskinan Manusia.

3. Merumuskan strategi penanggulangan kemiskinan di wilayah perdesaan Kecamatan Cepu Kabupaten Blora ke depan.

1.4.Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Bagi pemerintah daerah, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan kebijakan penanggulangan kemiskinan perdesaan di Kabupaten Blora khususnya di Kecamatan Cepu.

2. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya terutama mengenai strategi penanggulangan kemiskinan di wilayah perdesaan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Kemiskinan

Sebelum berbicara mengenai kemiskinan ada baiknya untuk memahami kesejahteraan. Ada banyak definisi dan konsep yang berbeda tentang kesejahteraan atau “well being” (World Bank, 2002). Kesejahteraan seseorang dapat dikatakan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan komoditas secara umum. Seseorang dikatakan mampu (memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik) jika memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menggunakan sumberdaya yang dimiliki (kekayaan) atau dapat dikatakan sebagai kemampuan untuk memperoleh jenis barang-barang tertentu (misalnya makanan dan perumahan). Seseorang yang kurang mampu untuk andil dalam masyarakat mungkin memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah atau lebih rentan terhadap krisis atau gejolak ekonomi dan cuaca. Jadi, dalam konteks ini kemiskinan dapat berarti juga kurangnya kemampuan untuk andil atau berfungsi dalam masyarakat.

Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang bersifat multidimensi sehingga dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. Dimensi kemiskinan mencakup empat hal pokok, diantaranya kurangnya kesempatan (lack of opportunity), rendahnya kemampuan (low of capability), kurangnya jaminan ( low-level of security) dan ketidakberdayaan (low of capacity or empowerment). Kemiskinan juga dikaitkan dengan keterbatasan hak-hak sosial, ekonomi dan politik sehingga menyebabkan kerentanan, keterpurukan dan ketidakberdayaan.

(33)

antara lain akibat sumberdaya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan struktural terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin.

Selanjutnya Nurkse juga mengemukakan bahwa berbagai persoalan kemiskinan penduduk dapat disimak dari berbagai aspek : sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan faktor produksi, upah rendah, daya tawar petani rendah, rendahnya tingkat tabungan dan lemah mengantisipasi peluang-peluang kesempatan berusaha yang ada. Aspek psikologi, kemiskinan terjadi terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas dan rasa terisolir. Aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, diskriminasi, posisi lemah dalam proses pengambilan keputusan.

(34)

sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.

Sajogyo (1987), mengungkapkan bahwa kemiskinan merupakan suatu tingkat kehidupan yang berada di bawah standar kebutuhan hidup minimum. Standar kebutuhan hidup minimum tersebut ditetapkan berdasarkan atas kebutuhan pokok pangan yang membuat orang cukup bekerja dan hidup sehat didasarkan pada kebutuhan beras dan kebutuhan gizi.

2.2. Indikator-Indikator Kemiskinan

Kunci perumusan strategi penanggulangan kemiskinan adalah pemahaman yang akurat terhadap konsep kemiskinan dan indikator yang digunakan untuk mengukur kemiskinan. Indikator kemiskinan menjadi dasar penentuan kelompok sasaran (targetting), pemantauan kemajuan dan kinerja (performance indikator).

Sajogyo (1987) dalam menentukan garis kemiskinan menggunakan ekuivalen konsumsi beras per kapita. Konsumsi beras untuk perkotaan dan perdesaan masing-masing ditentukan sebesar 360 kg dan 240 kg per kapita per tahun.

(35)

Bappenas dalam Strategi Nasional Pengentasan Kemiskinan (SNPK) menerjemahkan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasar untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Tidak terpenuhi hak-hak dasar diartikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi pangan, sandang, kesehatan, pendidikan, akses terhadap sumberdaya sosial dan ekonomi, kegiatan usaha produktif, perumahan, air bersih dan rasa aman.

United Nation Development Program (UNDP) dalam mengukur kemiskinan menggunakan Human Poverty Index (HPI) yang lebih dikenal sebagai Indeks Kemiskinan Manusia (IKM). Pengukuran kemiskinan didasarkan pada tiga indikator utama, yaitu : (1) angka daya hidup kurang dari 40 tahun, (2) tingkat pendidikan dasar, diukur berdasarkan persentase penduduk dewasa yang buta huruf dan hilangnya hak pendidikan, (3) kriteria ekonomi.

2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Strategi utama penanggulangan kemiskinan yang dirancang oleh Papilaya (2006) dalam penelitiannya, yaitu pelembagaan Good Governance, peningkatan kapabilitas, revitalisasi modal sosial, advokasi kebijakan publik, keterjaminan sosial, pemberdayaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat dan redistribusi aset produksi.

(36)

tangga berjenis kelamin wanita maka peluang rumah tangga menjadi miskin menjadi lebih berkurang.

Alkatiri (2005) dengan penelitiannya yang berjudul demokratisasi pemerintahan dan penanggulangan kemiskinan menyimpulkan bahwa pengelolaan pemerintahan berkorelasi negatif dengan kemiskinan. Apabila tata kelola pemerintah yang diukur dengan keefektifan, tingkat korupsi dan penegakan hukum semakin baik, maka tingkat buta huruf dan tingkat kematian bayi akan semakin rendah.

Dalam penelitian Janheri (2005) menghasilkan beberapa informasi penting. Pola PIR Trans di Kabupaten Indragiri Hilir mengalami kegagalan dalam hal peningkatan pendapatan petani kelapa. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani kelapa pola PIR Trans secara eksternal adalah peranan perusahaan inti, kelembagaan, infrastruktur dan teknologi sedangkan faktor internal antara lain terbatasnya jumlah jam kerja usahatani dan teknologi budidaya. Strategi untuk penanggulangan kemiskinan petani kelapa pola PIR Trans di Kecamatan Pulau Burung Kabupaten Indragiri Hilir, yaitu 1) memberdayakan lembaga perkelapaan yang mampu untuk meningkatkan pendapatan petani, 2) memperkuat KUD yang ada melalui pembenahan kepengurusan, usaha dan modal.

(37)

variabel tersebut menurut data tahun 2002 memiliki kemampuan untuk mengurangi angka kemiskinan. Angka kemiskinan kabupaten atau kota di Jawa lebih tinggi dari kabupaten atau kota di luar Jawa dan persentase penduduk melek huruf kabupaten atau kota di Jawa lebih rendah dari kabupaten atau kota di luar Jawa. Kabupaten atau kota di Jawa lebih unggul dalam persentase rumah tangga yang terjangkau listrik.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan efektivitas komunikasi dalam kelompok Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) menurut Nur (2004) adalah faktor internal, faktor eksternal, dukungan pemimpin formal, pendidikan formal, pengalaman berusaha dan motivasi anggota kelompok dengan tingkat pemecahan masalah yang dihadapinya. Namun, yang berhubungan nyata dengan pola komunikasi dalam kelompok P2KP adalah dukungan pemimpin formal.

(38)

diversifikasi usaha rumah tangga tani bertujuan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga tani.

Hasil penelitiaan Intania (2002) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan adalah umur, tingkat pendapatan, jumlah beban keluarga, pendapatan, pengalaman dan pelayanan pengelolaan kegiatan. Pada rentan umur sampai dengan 60 tahun, semakin bertambah umur maka partisipasi masyarakat juga semakin tinggi.

Kajian Widiyanti (2001) menunjukkan bahwa telaah terhadap partisipasi, pendapatan dan tingkat kemiskinan peserta program perhutanan sosial dapat disusun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan pesanggem (orang yang menggarap lahan). Adapun faktor-faktor tersebut adalah jenis mata pencaharian pesanggem, luas penguasaan lahan pesanggem, pola usahatani pesanggem dan pendapatan rumah tangga pesanggem.

(39)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Teori Kemiskinan

Teori ekonomi mengatakan bahwa untuk memutus mata rantai lingkaran kemiskinan dapat dilakukan peningkatan keterampilan sumberdaya manusia, penambahan modal investasi dan mengembangkan teknologi. Melalui berbagai macam dorongan dan dukungan diharapkan produktivitas akan meningkat. Namun, dalam praktek persoalannya tidak semudah itu.

Menurut Suharto (2003), dalam upaya mengatasi kemiskinan diperlukan sebuah kajian yang lengkap sebagai acuan perancangan kebijakan dan program anti kemiskinan. Hampir semua pendekatan dalam mengkaji kemiskinan masih berporos pada paradigma modernisasi (modernization paradigm) yang dimotori oleh Bank Dunia. Paradigma ini bersandar pada teori-teori pertumbuhan ekonomi Neoklasik (orthodox neoclassical economics) dan model yang berpusat pada produksi (production-centered model). Sejak pendapatan nasional (GNP) mulai dijadikan indikator pembangunan tahun 1950-an, misalnya para ahli ilmu sosial selalu merujuk pada pendekatan tersebut manakala berbicara masalah kemiskinan di suatu negara. Pengukuran kemiskinan kemudian sangat dipengaruhi oleh perspektif income poverty yang menggunakan pendapatan sebagai satu-satunya indikator ‘garis kemiskinan’.

(40)

pendekatan yang dipakai Bank Dunia, pendekatan UNDP relatif lebih komprehensif karena mencakup bukan saja dimensi ekonomi (pendapatan, melainkan pula pendidikan (angka melek huruf), dan kesehatan (angka harapan hidup). Pendekatan kemiskinan versi UNDP berporos pada paradigma pembangunan kerakyatan (popular development paradigm) yang memadukan konsep pemenuhan kebutuhan dasar dari Paul Streeten dan teori kapabilitas yang dikembangkan peraih Nobel Ekonomi 1998, Amartya Sen.

(41)

Pembangunan perdesaan menurut rumusan Bank Dunia, merupakan strategi untuk memperbaiki kehidupan sosial ekonomi lapisan masyarakat tertentu, masyarakat perdesaan yang miskin dan melibatkan secara luas manfaat dari pola pembangunan untuk kelompok termiskin diantara mereka yang mencari nafkah di perdesaan (Alala, 1992). Khususnya dalam kaitannya dengan pembangunan masyarakat. PBB lebih menekankan pada proses dimana semua usaha swadaya masyarakat digabungkan dengan usaha pemerintah setempat guna meningkatkan kondisi masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan kultural serta untuk mengintegrasikan masyarakat yang ada ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan memberikan kesempatan secara penuh pada kemajuan dan kemakmuran bangsa (Conyers, 1987).

Pembangunan perdesaan merupakan suatu strategi yang dirancang guna memperbaiki kehidupan sosial dan ekonomi golongan miskin maka usaha untuk memeratakan pendapatan golongan miskin dituntut adanya perbaikan kelembagaan (Juoro, 1985). Menurut Soekartawi (1990), aspek kelembagaan sangat penting bukan saja dilihat dari segi ekonomi pertanian secara keseluruhan, tetapi juga segi ekonomi perdesaan. Dikatakan, bahkan aspek kelembagaan merupakan syarat pokok yang diperlukan agar struktur pembangunan di perdesaan dikatakan maju sebagaimana yang dikemukakan Mosher (1974).

(42)

sesungguhnya mendesak, seperti ketertinggalan desa dari kota, tidak terakomodasinya keinginan dan kebutuhan masyarakat dalam program-program pemerintah dan kualitas pendidikan dan kesejahteraan masih rendah (Hernowo, 2003).

Dalam hubungannya dengan model pembangunan perdesaan, basis strategi pembangunan perdesaan adalah peningkatan kapasitas dan komitmen masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi dalam proses pembangunan. Partisipasi masyarakat desa secara langsung dalam setiap tahap proses pembangunan adalah merupakan ciri utama pembangunan desa yang ideal, yang membedakannya dari pembangunan lainnya (Ndraha, 1987).

Terdapat paradigma baru dalam pembangunan perdesaan dimana pertanian diposisikan sebagai sumber pendapatan yang menjanjikan hasil memadai. Pertanian dapat menjadi sumber pendapatan yang memadai apabila setiap program melibatkan partisipasi aktif masyarakat yang ada di wilayah perdesaan (sekitar 75 persen) dari total penduduk dan tentunya disesuaikan dengan potensi yang dimiliki dalam hal ini potensi sumberdaya manusia dan potensi sumberdaya alamnya. Paradigma pembangunan tersebut akan dapat dicapai apabila potensi sumberdaya manusia di wilayah perdesaan yang sebelumnya menjadi obyek diposisikan menjadi subyek pada setiap kegiatan yang akan dilaksanakan (Saharia, 2003).

(43)

perdesaan secara umum dapat dilihat dalam tiga kelompok (Hernowo, 2003), yaitu :

1. Kebijakan secara tidak langsung diarahkan pada penciptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya pembangunan perdesaan yang mendukung kegiatan sosial ekonomi, seperti penyediaan sarana dan prasarana pendukung (pasar, pendidikan, kesehatan, jalan dan lain sebagainya).

2. Kebijakan yang langsung diarahkan pada peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat perdesaan.

3. Kebijakan khusus menjangkau masyarakat melalui upaya khusus, seperti penjaminan hukum melalui perundang-undangan dan penjaminan terhadap keamanan dan kenyamanan masyarakat.

3.2. Kurva Lorenz

Kurva Lorenz digunakan untuk menganalisis statistik pendapatan baik pendapatan perorangan maupun pendapatan rumahtangga. Jumlah penerima pendapatan dinyatakan pada sumbu horizontal, tidak dalam arti absolut melainkan dalam persentase kumulatif. Sumbu vertikal menyatakan bagian dari pendapatan total yang diterima oleh masing-masing persentase kelompok penduduk tersebut. Sumbu tersebut berakhir pada titik 100 persen sehingga kedua sumbu (vertikal dan horizontal ) sama panjangnya.

(44)

menggunakan data desil (populasi terbagi menjadi 10 kelompok), sumbu horizontal dan sumbu vertikal dibagi menjadi 10 bagian yang sama (Gambar 2).

0

Persentase Kumulatif Penerima Pendapatan (%)

P

Gambar 2. Kurva Lorenz

Semakin jauh jarak kurva Lorenz dari garis diagonal (yang merupakan garis pemerataan sempurna), maka semakin timpang atau tidak merata distribusi pendapatannya. Semakin parah tingkat ketidakmerataan pendapatan di suatu wilayah, maka bentuk kurva Lorenz akan semakin melengkung mendekati sumbu horizontal bagian bawah.

(45)

merata. Ketika dua kurva Lorenz saling berpotongan, sangat dibutuhkan informasi yang lebih banyak atau asumsi tambahan.

3.3. Kerangka Pemikiran Operasional

Paradigma baru pembangunan perdesaan dan pengentasan kemiskinan di perdesaan, bertumpu pada pemberdayaan masyarakat desa. Potensi desa dan potensi masyarakat desa harus diberdayakan. Demikian pula dalam memahami masalah kemiskinan di Kecamatan Cepu. Diperlukan kajian mengenai distribusi pendapatan penduduk rumahtangga di Kecamatan Cepu dan indeks kemiskinan manusia dari masing-masing desa untuk dapat menyusun strategi penanggulangan kemiskinan yang tepat dan terpadu.

Penelitian ini melihat dari dua sisi dalam menanggulangi kemiskinan perdesaan. Sisi pertama adalah mencari penyebab kemiskinan di perdesaan. Kemiskinan di perdesaan terkait dengan masalah ketidakmerataan pendapatan rumahtangga. Sisi kedua adalah perlunya menemukan desa mana yang tergolong berpenduduk miskin dan tidak miskin berdasarkan indeks kemiskinan manusia yang berupa tingkat kehidupan, tingkat pendidikan dan tingkat ketetapan ekonomi. Hasil perhitungan dari indeks kemiskinan manusia diharapkan mampu mengkategorikan desa mana yang tergolong berpenduduk miskin dan tidak miskin.

(46)

kemiskinan dan bukan semata-mata lebih mengutamakan orang kota. Tidak hanya hal tersebut di atas, strategi pembangunan yang dirumuskan adalah bukan pembangunan perdesaan yang lebih mengutamakan perbaikan fisik semata dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun, pembangunan perdesaan yang mampu memberdayakan potensi desa dan masyarakat desa.

Strategi pembangunan tersebut dituangkan dalam rumusan alternatif strategis pembangunan perdesaan dalam mengentaskan kemiskinan. Tujuan utama dari rumusan tersebut adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan berkurangnya kemiskinan di Kecamatan Cepu.

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional

IV. METODE PENELITIAN Kemiskinan di Perdesaan

Kecamatan Cepu

Analisis Disparitas Pendapatan Rumahtangga

Indeks Kemiskinan

Manusia Kategori Desa Berpenduduk

Miskin atau Tidak Miskin

Gini Ratio

Alternatif Strategi Pengentasan Kemiskinan Perdesaan Kecamatan Cepu

(47)

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Cepu Kabupaten Blora. Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Cepu dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Cepu banyak terdapat penduduk miskin perdesaan. Jumlah penduduk miskin di Kecamatan Cepu sebesar 7.137 rumahtangga (BPS, 2006). Pengumpulan data dan pengolahan data dilaksanakan selama bulan Februari 2008 sampai April 2008.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara melalui pengisian kuisioner terhadap responden rumahtangga. Kuisioner disusun untuk mengidentifikasi dan menganalisis distribusi pendapatan. Kuisioner ini disajikan dalam dua format, yaitu :

1. Pertanyaan terbuka (Open Ended Question), merupakan format pertanyaan yang tidak mengiring ke satu jawaban yang sudah ditentukan sehingga responden bebas menjawab sesuai pikirannya.

2. Pertanyaan tertutup (Close Ended Question), yaitu berupa pertanyaan yang alternatif jawabannya telah disediakan sehingga responden hanya memilih salah satu jawaban yang menurutnya paling sesuai.

(48)

berkaitan dengan penelitian yang diperoleh dari buku-buku literatur, media cetak, perpustakaan dan internet.

4.3. Teknik Pengambilan Sampel

Pemilihan sampel untuk keluarga sejahtera dan pra sejahtera di wilayah perdesaan Kecamatan Cepu menggunakan teknik stratified random sampling

artinya responden dipilih berdasarkan pada penggolongan keluarga sejahtera dan pra sejahtera yang diperoleh dari BPS Kabupaten Blora. Adapun jumlah responden yang dijadikan sampel berjumlah 100 responden yang tersebar di lima desa di Kecamatan Cepu (Desa Mulyorejo, Mernung, Cabeyan, Kentong dan Kapuan), masing-masing desa dipilih 20 responden yang dipilih secara acak.

4.4. Metode Analisis Data 4.4.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk melakukan analisis terhadap data yang bersifat kualitatif dan interpretasi terhadap data-data kuantitatif seperti hasil analisis Gini Ratio dan Indeks Kemiskinan Manusia.

4.4.2. Analisis Gini Ratio

(49)

Dalam membentuk Gini Ratio dapat menggambarkan grafik persentase kumulatif penduduk (dari termiskin hingga terkaya) pada sumbu horizontal dan persentase kumulatif pengeluaran (pendapatan) pada sumbu vertikal. Hal tersebut menghasilkan kurva Lorenz. Misalkan titik (xi,yi) suatu titik yang membentuk kurva Lorenz, maka :

Koefisien Gini =

(

)

(

)

Pengertian nilai : 0 berarti pemerataan sempurna 1 berarti ketimpangan sempurna

4.4.3. Indeks Kemiskinan Manusia

Indeks Kemiskinan Manusia adalah indeks komposit yang mengukur deprivasi (keterbelakangan) dalam tiga dimensi : lamanya hidup, pengetahuan dan standar hidup layak. Indeks tersebut disusun dari tiga indikator : penduduk yang diperkirakan tidak berumur panjang, ketertinggalan dalam pendidikan dan keterbatasan akses terhadap pelayanan dasar (BPS, 2004).

Indikator pertama diukur dengan peluang suatu populasi untuk tidak bertahan hidup sampai umur 40 tahun (P1), maka :

100

1 x

N M P = ∑

(50)

Adapun keterbatasan akses pelayanan dasar (P3) terdiri dari :

A. Persentase penduduk yang tidak memiliki akses ke sarana kesehatan (P3A) didefinisikan sebagai persentase rumahtangga yang tinggal di tempat yang jaraknya 5 km atau lebih dari sarana kesehatan.

B. Persentase penduduk tanpa akses terhadap air bersih (P3B) didefinisikan sebagai persentase rumahtangga yang tidak menggunakan air PAM, air pompa air sumur yang letaknya lebih dari 10 meter dari septic-tank.

C. Persentase anak berumur lima tahun ke bawah (balita) dengan status gizi kurang (P3C) didefinisikan sebagai persentase balita yang tergolong status gizi buruk dan kurang.

Nilai komposit dari keterbatasan akses pelayanan dasar dirumuskan sebagai berikut :

Metode penghitungan IKM mengikuti metode yang digunakan dalam Human Development Report Tahun 1997 yang diterbitkan oleh UNDP sebagai berikut :

[

]

3

∑ M : jumlah penduduk diperkirakan hidup tidak mencapai usia 40 tahun (jiwa)

∑ I : jumlah penduduk dewasa usia di atas 15 tahun yang buta huruf (jiwa) N : jumlah penduduk total (jiwa)

(51)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Kondisi Geografis

Kabupaten Blora merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis Kabupaten Blora berbatasan dengan Kabupaten Rembang dan Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah di sebelah utara; Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur di sebelah timur; Kabupaten Ngawi Provinsi Jawa Timur di sebelah selatan; Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah di sebelah barat.

Kabupaten Blora terbagi dalam 16 kecamatan (Kecamatan Jati, Randublatung, Kradenan, Kedungtuban, Cepu, Sambong, Jiken, Bogorejo, Jepon, Blora, Banjarejo, Tunjungan, Japah, Ngawen, Kunduran dan Todanan) yang terdiri dari 271 desa dan 24 kelurahan, mencakup 1.274 Rukun Warga (RW) dan 5.701 Rukun Tetangga (RT). Ibukota Kabupaten Blora terletak di Kecamatan Blora. Kabupaten Blora terletak di wilayah paling ujung (bersama Kabupaten Rembang) di sisi timur Provinsi Jawa Tengah. Jarak terjauh Kabupaten Blora dari barat ke timur adalah 87 km dan jarak terjauh dari utara ke selatan adalah 58 km.

Luas wilayah Kabupaten Blora adalah 1.820,59 km2. Sebagian besar luas wilayah Kabupaten Blora terdiri atas hutan yang mencapai 49,66 persen sedangkan tanah sawah seluas 25,37 persen dari keseluruhan luas Kabupaten Blora. Luas penggunaan tanah sawah terbesar adalah Kecamatan Kunduran dan Kedungtuban yang selama ini merupakan lumbung padinya Kabupaten Blora.

(52)

Tengah dan berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Timur tepatnya dengan Kabupaten Bojonegoro. Kecamatan Cepu berbatasan langsung dengan Kecamatan Sambong di sebelah utara, Kabupaten Bojonegoro di sebelah selatan; Kecamatan Kedungtuban di sebelah barat.

Kecamatan Cepu terdiri dari 6 kelurahan dan 11 desa, 107 RW dan 411 RT. Seluruh desa di Kecamatan Cepu merupakan desa swasembada. Tercatat perangkat desa di Kecamatan Cepu sebanyak 155 orang yang terdiri dari 16 orang Kepala Desa (Kades)/Kepala Kelurahan (Kalur) dengan satu orang pejabat Kades, 14 orang Sekretaris Desa (Sekdes)/Sekretaris Lurah (Seklur) dan 125 orang perangkat lainnya. Perlindungan masyarakat berjumlah 683 orang.

Kecamatan Cepu memiliki luas wilayah sebesar 49,15 km2 atau sekitar 2,7 persen dari keseluruhan luas wilayah Kabupaten Blora. Jenis lahan terluas merupakan lahan sawah sekitar 42,17 persen dari total luas lahan kecamatan. Kemudian disusul dengan lahan pekarangan atau perkampungan, tegalan, hutan dan lain-lain masing-masing sebesar 20,64 persen; 19,15 persen ; 9,72 persen dan 8,32 persen. Luas lahan sawah yang panen satu kali dalam setahun sebesar 66,77 persen dari total luas lahan sawah yang ada.

5.2. Sosial Budaya

5.2.1. Kependudukan dan Ketenagakerjaan

(53)

registrasi, penduduk Kecamatan Cepu meningkat pada akhir tahun 2006 menjadi 76.972 jiwa.

Jumlah rumahtangga di Kecamatan Cepu pada tahun 2006 tercatat sebanyak 19.624 rumahtangga. Rata-rata jumlah anggota rumahtangga sebanyak 4 orang. Namun, seiring dengan kemajuan perekonomian yang dirasakan belum merata, masih tercatat sebanyak 7.137 rumahtangga atau 36,37 persen dari jumlah rumahtangga yang masuk dalam kategori miskin berdasarkan BPS Kabupaten Blora pada tahun 2006.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kecamatan Cepu Tahun 2006 Berdasarkan Jenis Pekerjaan dalam Jiwa

Jenis Pekerjaan Jumlah (Jiwa)

Persentase (%)

Petani 9.559 15,53

Buruh Tani 3.244 5,27

Buruh Industri 7.368 11,97

Buruh Bangunan 7.540 12,25

Pengusaha 1.116 1,81

Pedagang 6.868 11,16

Sopir Angkutan 3.516 5,71

Nelayan 51 0,08

PNS/Polri/Tentara 4.712 7,66

Pensiunan 2.830 4,60

Lain-lain 14.731 23,94

Jumlah 61.535 100,00

Sumber : Kecamatan Cepu dalam Angka Tahun 2006

(54)

Sebagian besar penduduk Kecamatan Cepu bermata pencaharian sebagai petani (Tabel 1) dengan luas garapan mencapai 2.068,72 hektar. Selain petani, penduduk Kecamatan Cepu juga bekerja sebagai buruh bangunan (7.540 jiwa atau 12,25 persen). Jenis pekerjaan yang banyak ditekuni oleh penduduk Kecamatan Cepu dan menempati urutan ketiga adalah buruh industri (7.368 jiwa atau 11,97 persen). Banyak terdapat industri sedang dan industri kecil di wilayah Kecamatan Cepu, seperti industri penggergajian kayu, pembubutan kayu, industri furniture, dan industri kapur tulis.

5.2.2. Pendidikan

Jumlah sekolah Taman Kanak-kanak (TK) di Kecamatan Cepu adalah 42 buah sekolah dengan jumlah siswa dan guru masing-masing sebanyak 2.113 orang dan 137 orang. Jumlah Sekolah Dasar (SD) adalah 53 buah dengan jumlah siswa sebanyak 7.945 orang dan jumlah guru sebanyak 456 orang. Pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) ada 15 buah sekolah dengan 4.006 orang siswa dan 358 guru. Pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) ada 15 buah sekolah dengan 6.413 orang siswa dan 492 orang guru. Selain itu, terdapat beberapa perguruan tinggi swasta di Kecamatan Cepu. Dinas Pendidikan mencatat jumlah peserta ujian tahun 2006 di Kecamatan Cepu pada tingkat SD sebanyak 1.152 peserta dengan tingkat kelulusan 100 persen, pada tingkat SLTP sebanyak 817 peserta dengan 814 yang lulus.

5.2.3. Kesehatan

(55)

berdomisili di Kecamatan Cepu meliputi dokter tercatat sekitar 15 orang, mantri kesehatan 18 orang, bidan 28 orang dan dukun bayi terlatih sebanyak 39 orang.

5.3. Perekonomian

Kecamatan Cepu mengandalkan perekonomiannya berasal dari kegiatan non pertanian. Potensi perdagangan yang tinggi dan potensi pertambangan menjadi primadona tersendiri. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari sektor perdagangan dan sektor pertambangan (Tabel 2). Kegiatan pertanian tetap menjadi primadona di daerah perdesaan sehingga sumbangan dari sektor pertanian untuk pembentukan PDRB menempati urutan ketiga pada tahun 2003-2005.

Tabel 2. PDRB Kecamatan Cepu per Sektor Tahun 2003-2005 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 dalam Juta Rupiah

Lapangan Usaha/Sektor 2003 2004 2005

1. Pertanian 42.157 39.929 41.189

2. Pertambangan dan Penggalian 44.717 47.618 53.855 3. Industri Pengolahan 15.822 15.563 17.147 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 1.354 1.309 1.340

5. Bangunan 5.624 5.524 5.749

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 61.810 61.364 64.521 7. Angkutan dan Komunikasi 10.517 10.231 10.666 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan 13.032 12.329 12.686

9. Jasa-jasa 9.649 8.981 9.403

Total PDRB 204.682 202.847 216.556 Sumber : Kecamatan Cepu dalam Angka Tahun 2006

(56)

mengalami kenaikan yang disebabkan adanya pengoperasian tambahan dari sektor pertambangan.

Sektor perdagangan yang menjadi primadona perekonomian Kecamatan Cepu, memberikan kontribusi terbesar sepanjang tahun 2003-2005 terhadap pembentukan total PDRB (Tabel 3). Hal tersebut didukung oleh letak geografis Kecamatan Cepu yang menjadi jalur lintas antar provinsi. Sepanjang tahun tersebut, sektor pertambangan menjadi andalan perekonomian Kecamatan Cepu karena kondisi geologi yang menyebabkan banyak terdapat minyak dan gas bumi. Sektor pertanian juga tidak kalah dalam memberikan kontribusi terhadap total PDRB karena sebagian besar penduduk Kecamatan Cepu bekerja sebagai petani (Tabel 1).

Tabel 3. Distribusi PDRB Kecamatan Cepu per Sektor Tahun 2003-2005 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 dalam Persen

Lapangan Usaha/Sektor 2003 2004 2005

1. Pertanian 20,60 19,68 19,02

2. Pertambangan dan Penggalian 21,85 23,47 24,87 3. Industri Pengolahan 7,73 7,67 7,92 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,66 0,65 0,62

5. Bangunan 2,75 2,72 2,65

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran

30,20 30,25 29,79

7. Angkutan dan Komunikasi 5,14 5,04 4,93 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan

6,37 6,08 5,86

9. Jasa-jasa 4,71 4,43 4,34

Total PDRB 100,00 100,00 100,00 Sumber : Kecamatan Cepu dalam Angka Tahun 2006

(57)

kapita ; Rp 2,86 juta per kapita. PDRB per kapita yang dihasilkan oleh Kecamatan Cepu secara keseluruhan belum dinikmati oleh penduduk khususnya penduduk di daerah perdesaan.

(58)

6.1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi tingkat pendidikan kepala keluarga, status tempat tinggal, jenis pekerjaan kepala keluarga, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendapatan rumahtangga, pekerjaan sampingan (Tabel 4). Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir kepala keluarga, responden yang tamat SMP mendominasi dalam penelitian ini. Pada awalnya sebagian besar responden hanya tamat SD kemudian melanjutkan pendidikannya dengan mengikuti kejar paket B yang diadakan oleh Pemda Blora.

Berdasarkan status tempat tinggal, sebagian besar responden sudah menempati rumah sendiri karena sebagian besar responden merupakan penduduk asli Kecamatan Cepu. Responden juga ada yang tinggal di rumah orang tua karena masih termasuk rumahtangga yang baru. Responden yang tinggal di rumah kontrakan sebesar 8 persen karena termasuk sebagai pendatang baru di Kecamatan Cepu.

Jenis pekerjaan kepala keluarga yang dominan adalah buruh tani sebesar 41 persen dan petani pemilik lahan sebesar 37 persen. Kenyataannya responden tinggal di wilayah perdesaan sehingga sebagian besar bermata pencaharian di sektor pertanian. Responden yang mempunyai pekerjaan sebagai buruh bangunan sebanyak 2 persen, pegawai negeri 12 persen, pegawai swasta 8 persen.

(59)

Tabel 4. Karakteristik Responden Rumahtangga Perdesaan di Kecamatan

Sampingan Tidak Memiliki 58 58

Sumber : Data Primer

(60)

Hasil survei menunjukkan bahwa sebanyak 58 persen dari total responden tidak memiliki pekerjaan sampingan. Responden yang tidak memiliki pekerjaan sampingan sangat rentan terhadap perolehan pendapatan setiap bulannya, khususnya bagi rumahtangga tani. Perolehan pendapatan rumahtangga tani sangat tergantung oleh musim. Responden yang memiliki pekerjaan sampingan sebesar 42 persen. Responden dapat meningkatkan pendapatan setiap bulannya dengan mencari pekerjaan sampingan seperti tukang ojek dan penjual daun jati.

6.2. Distribusi Pendapatan Rumahtangga di Kecamatan Cepu

Survei terhadap rumahtangga di Kecamatan Cepu dilakukan untuk memperoleh gambaran kondisi rumahtangga secara lebih lengkap. Berdasarkan hasil survei dari 100 responden rumahtangga di Kecamatan Cepu tepatnya di Desa Mulyorejo, Mernung, Cabeyan, Kentong dan Kapuan memperoleh gambaran mengenai tingkat pemerataan pendapatan rumahtangga yang ditunjukkan oleh Kurva Lorenz dengan nilai Gini Ratio dari setiap desa.

Tabel 5. Distribusi Pendapatan Rumahtangga Perdesaan Kecamatan Cepu Desa Mulyorejo Mernung Cabeyan Kentong Kapuan

Nilai Gini Ratio 0,3 0,2 0,3 0,2 0,3

Sumber : Data primer, diolah

(61)

penduduk yang bekerja sebagai buruh tani. Perolehan pendapatan rumahtangga buruh tani tidak menentu setiap bulannya dan tergantung pada musim, seperti musim tanam dan musim panen. Bahkan, penduduk yang bekerja sebagai buruh tani tidak memiliki pekerjaan sampingan di luar sektor pertanian.

0

Persentase Kumulatif Penerima Pendapatan (%)

P

Sumber : Data primer, diolah

Gambar 4. Distribusi Pendapatan Desa Mulyorejo Tahun 2007

(62)

dan banyak mengeluarkan biaya transportasi. Mereka merasa lebih senang kumpul bersama keluarga di rumah daripada harus bekerja di luar perdesaan.

Melihat kondisi tersebut, sebagian besar rumahtangga buruh tani di Desa Mulyorejo tergolong rumahtangga yang berpendapatan rendah sehingga pemerataan pendapatan yang terjadi berada pada kelompok rumahtangga yang berpendapatan rendah. Secara grafis, tingkat pemerataan pendapatan rumahtangga dapat ditunjukkan oleh Kurva Lorenz (Gambar 4).

Tingkat pemerataan pendapatan rumahtangga di Desa Mernung sebesar 0,2. Berdasarkan analisis Gini Ratio, nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat pemerataan pendapatan rumahtangga mendekati pemerataan sempurna. Bahkan, kemerataan pendapatan rumahtangga yang terjadi berada pada kelompok rumahtangga berpendapatan rendah (Lampiran 2).

0

Persentase Kumulatif Penerima Pendapatan (%)

P

Sumber : Data primer, diolah

(63)

Desa Mernung sebagian besar penduduknya memiliki pekerjaan sebagai petani. Kelompok rumahtangga yang termasuk rumahtangga berpendapatan rendah adalah rumahtangga petani yang berstatus sebagai buruh tani. Walaupun mereka sebagai buruh tani, mereka memiliki pekerjaan sampingan sebagai penjual daun jati di pasar induk Kecamatan Cepu. Hampir setiap rumahtangga di desa tersebut memiliki pekerjaan sampingan sebagai penjual daun jati. Pekerjaan sampingan yang dijalani belum bisa meningkatkan pendapatannya. Kurva Lorenz di bawah ini menunjukkan pemerataan pendapatan rumahtangga di Desa Mernung.

Gambar 6 menunjukkan tingkat pemerataan pendapatan rumahtangga di Desa Cabeyan dengan Gini Ratio sebesar 0,3 yang artinya pendapatan rumahtangga yang terjadi sudah merata. Hal tersebut serupa dengan kondisi pendapatan rumahtangga yang terjadi di kedua desa sebelumnya. Tingkat pemerataan yang terjadi pun berada pada kelompok rumahtangga berpendapatan rendah (Lampiran 3).

(64)

Hasil perhitungan Gini Ratio Desa Kentong menunjukkan hal yang serupa yaitu tingkat kemerataan pendapatan rumahtangga sebesar 0,2. Kondisi yang terjadi pun tidak jauh berbeda dengan kondisi pendapatan rumahtangga di ketiga desa sebelumnya. Menurut analisis Gini Ratio, tingkat pemerataan pendapatan rumahtangga sudah merata tetapi tingkat pemerataan berada pada kelompok rumahtangga berpendapatan rendah (Lampiran 4).

0

Persentase Kumulatif Penerima Pendapatan (%)

P

Sumber : Data primer, diolah

Gambar 6. Distribusi Pendapatan Desa Cabeyan Tahun 2007

(65)

Berdasarkan hasil survei, rumahtangga petani mendominasi di desa Kapuan. Penduduk yang tinggal di desa ini masih menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Bekerja di sektor pertanian memiliki banyak resiko karena sangat berhubungan dengan cuaca. Kondisi cuaca yang terjadi diduga sulit diperkirakan oleh manusia. Hal tersebut menyebabkan pendapatan yang diperoleh petani tidak menentu dari bulan ke bulan. Bahkan, pendapatan yang diperoleh masih tergolong rendah.

0

Persentase Kumulatif Penerima Pendapatan (%)

P

Sumber : Data primer, diolah

Gambar 7. Distribusi Pendapatan Desa Kentong Tahun 2007

(66)

penduduknya bekerja di sektor pertanian dan menerima pendapatan yang rendah (Lampiran 5).

Sebagian besar rumahtangga yang disurvei adalah rumahtangga tani (buruh tani dan petani pemilik lahan) yaitu sebesar 78 persen dan sisanya 22 persen adalah rumahtangga non tani. Rumahtangga yang berada di bawah garis kemiskinan keluarga disebabkan karena masyarakat dari kelima desa umumnya berusaha di sektor pertanian tanaman pangan dan palawija. Beberapa tahun terakhir, areal lahan petani mengalami kebanjiran.

Persentase Kumulatif Penerima Pendapatan (%)

P

Sumber : Data primer, diolah

Gambar 8. Distribusi Pendapatan Desa Kapuan Tahun 2007

(67)

Hasil tersebut mengindikasikan terjadinya ketergantungan yang tinggi rumahtangga terhadap sektor pertanian. Tingginya ketergantungan terhadap satu sumber pendapatan akan berakibat pada rentannya rumahtangga terhadap masalah kemiskinan. Apabila harga produk pertanian khususnya tanaman pangan sedang mengalami penurunan atau harga input pertanian mengalami peningkatan maka pendapatan rumahtangga juga cenderung turun. Menurunnya pendapatan tersebut tidak dapat diimbangi dengan pendapatan dari usaha lainnya. Pada akhirnya rumahtangga tani sangat rentan untuk terjerat dalam kemiskinan.

Berdasarkan uraian di atas, kelima desa memiliki tingkat pemerataan pendapatan rumahtangga yang merata dengan nilai Gini Ratio mendekati 0 (Tabel 6). Namun, tingkat kemerataan pendapatan rumahtangga yang terjadi berada pada golongan penduduk berpendapatan rendah (Lampiran 1-5). Melihat kondisi tersebut, peningkatan pendapatan rumahtangga berpendapatan rendah harus menjadi prioritas dalam pembangunan perdesaan sebagai upaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan.

6.3. Penggolongan Desa Berpenduduk Miskin Berdasarkan Indeks Kemiskinan Manusia

Pada umumnya, Indeks Kemiskinan Manusia dihitung hanya sampai pada tingkat kabupaten dan penghitungan belum sampai pada tingkat kecamatan bahkan desa/kelurahan. Kajian ini menghitung dan menganalisis nilai-nilai dari Indeks Kemiskinan Manusia setiap desa.

(68)

menandakan bahwa kedua desa tersebut memiliki penduduk yang belum terpenuhi sebagian kebutuhan dasarnya atau dapat dikatakan bahwa kedua desa tersebut masih di bawah rata-rata dalam memenuhi kebutuhan dasar penduduknya.

Penduduk Desa Mulyorejo tidak mengalami masalah aksesibilitas terhadap sarana kesehatan. Begitu juga dengan bidang pendidikan, aksesibilitas terhadap pendidikan di Desa Mulyorejo relatif mudah karena penyelenggaraan kejar paket B dan C berada di desa tersebut.

Tabel 6. Indeks Kemiskinan Manusia Kelima Desa dan Kecamatan Cepu Berdasarkan Indikatornya Tahun 2006

Sumber : Monografi Setiap Desa, Puskesmas Kecamatan Cepu (2006), diolah

Keterangan :

P1 : Persentase jumlah penduduk diperkirakan hidup tidak mencapai usia 40 tahun (%)

P2 : Persentase angka buta huruf penduduk dewasa usia 15 tahun (%) P3 : Persentase ketetapan ekonomi (%)

P3A : Persentase jumlah rumahtangga tanpa akses pada sarana kesehatan (%) P3B : Persentase jumlah rumahtangga tanpa akses pada air bersih (%)

P3C : Persentase jumlah balita bergizi kurang dan bergizi buruk (%)

Desa Mulyorejo memiliki IKM tahun 2006 sebesar 10,63 (Tabel 6). Persentase terbesar indikator IKM yang dibentuk oleh Desa Mulyorejo adalah 17,48 yaitu dari indikator air bersih (Gambar 9). Nilai tersebut mengindikasikan bahwa sebanyak 17,48 persen rumahtangga di desa Mulyorejo tidak menggunakan

Wilayah Indikator IKM IKM

Gambar

Gambar 1. Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Blora Tahun 1997-2006
Gambar 2. Kurva Lorenz
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 2.  PDRB Kecamatan Cepu per Sektor Tahun 2003-2005 Atas Dasar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesalahan lain adalah lafal nara sumber pada kalimat ‘ Lil maghbubi alaihim wa lahdhdholin aamiin’ berupa penghilangan kata ‘ghairil’, penggantian fonem ‘d’ dengan fonem

Ruang lingkup perencanaan struktur gedung bertingkat tinggi ditinjau dari segi teknis adalah disain struktur gedung bertingkat tinggi direncanakan diaplikasikan di zonasi

Pemerintah Lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Sabu Raijua Tahun Anggaran 2016 Nomor: 09.GDNG-PAM /POKJA- KONST/D-PUPRPE-SR/2016, tanggal 3 September 2016 untuk

Puncak musim penularan di daerah penelitian adalah antara bulan September-Desember (Gambar 1). Kepadatan Populasi Musiman Anopheles sundaicus dan Curah Hujan di

Jika potongan tidak melalui sumbu dasar, letak bidang potongnya harus dijelaskan pada garis

Resistensi merupakan suatu fenomena evolusi yang diakibatkan oleh seleksi pada serangga hama yang diberi perlakuan insektisida secara terus menerus.. Di alam

 It would be appreciated if the University could advise the Auditor of any special safety requirements whilst the Audit is being conducted. If you have any further queries

· dalam keluarga inti ada ayah ibu dan anak · ayah berkedudukan sebagai kepala keluarga · ibu berkedudukan sebagai ibu rumah tangga · ibu bertugas mengatur urusan rumah tangga ·