• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

B. Obat Tradisional

1. Penggolongan obat tradisional

Menurut Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) nomor HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka dalam Ketentuan Umum Pasal 1 tercantum beberapa definisi sebagai berikut.

a. Jamu adalah obat tradisional Indonesia.

b. Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi.

c. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi.

Pada Keputusan BPOM RI nomor HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia dalam Pasal 1 tercantum berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, obat bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi tiga, antara lain:

a. Jamu. Pasal 2 mengenai kriteria jamu sebagai berikut: Pasal 2

1. Jamu harus memenuhi kriteria:

a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan b. Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris c. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

2. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya yaitu tingkat pembuktian umum dan medium. 3. Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata-kata: "Secara tradisional

Pasal 5 mengenai ketentuan logo jamu sebagai berikut: Pasal 5

1. Kelompok jamu sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir a untuk

pendaftaran baru harus mencantumkan logo dan tulisan “JAMU”

sebagaimana contoh terlampir.

2. Logo sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa “RANTING DAUN

TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas

sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/ brosur.

3. Logo (ranting daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo.

4. Tulisan “JAMU” sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus jelas dan mudah

dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “JAMU”.

Gambar 1. Logo Jamu

(Keputusan BPOM RI, 2004). b. Obat herbal terstandar (OHT). Pasal 3 mengenai kriteria OHT sebagai berikut:

Pasal 3

1. Obat herbal terstandar harus memenuhi kriteria: a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan b. Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ pra klinik

c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi

d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

2. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum dan medium.

Pasal 7 mengenai ketentuan logo obat herbal terstandar sebagai berikut: Pasal 7

1. Obat herbal terstandar sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir b harus

mencantumkan logo dan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”

2. Logo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa” JARI-JARI DAUN (3

PASANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada

bagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/ brosur.

3. Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo.

4. Tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” yang dimaksud pada ayat (1)

harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang mencolok kontras dengan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”.

Gambar 2.

Logo Obat Herbal Terstandar

(Keputusan BPOM RI, 2004). c. Fitofarmaka. Pasal 4 mengenai kriteria fitofarmaka sebagai berikut:

Pasal 4 1. Fitofarmaka harus memenuhi kriteria:

a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan b. Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ pra klinik

c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi

d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

2. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi.

Pasal 8 mengenai ketentuan logo fitofarmaka sebagai berikut: Pasal 8

1. Kelompok Fitofarmaka sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir c harus

mencantumkan logo dan tulisan “FITOFARMAKA” sebagaimana contoh

terlampir.

2. Logo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa “JARI-JARI DAUN

(YANG KEMUDIAN MEMBENTUK BINTANG) TERLETAK

DALAM LINGKARAN” dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri

3. Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo.

4. Tulisan “FITOFARMAKA” yang dimaksud pada ayat (1) harus jelas dan

mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “FITOFARMAKA”.

Gambar 3. Logo Fitofarmaka

(Keputusan BPOM RI, 2004). Menurut Wasito (2011), logo jamu berupa sebuah lingkaran yang secara filosofis menyatakan sebuah proses serta tanda aman berwarna hijau serta kuning yang merupakan perwujudan kekayaan alam Indonesia dengan di tengah-tengahnya terdapat gambar stilasi jari-jari daun yang melambangkan suatu proses pembuatan jamu yang sederhana. Logo OHT berupa lingkaran hijau dengan warna dasar dalam lingkaran kuning yang memiliki filosofi yang sama dengan jamu serta pada bagian dalam lingkaran terdapat gambar berupa stilasi jari-jari daun sebanyak tiga pasang yang melambangkan serangkaian proses pembuatan ekstrak tumbuhan obat. Logo fitofarmaka berupa lingkaran hijau dengan warna bagian dalam lingkaran terdapat gambar berupa stilasi jari-jari daun yang kemudian membentuk bintang yang melambangkan serangkaian proses yang cukup kompleks dalam pembuatan fitofarmaka.

Menurut Handayani dkk. (2002), obat tradisional dapat diperoleh dari berbagai sumber sebagai pembuat yang memproduksi obat tradisional dan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

a. Obat tradisional buatan sendiri. Obat tradisional jenis ini merupakan akar dari pengembangan obat tradisional di Indonesia saat ini. Pada zaman dahulu, nenek moyang kita mempunyai kemampuan untuk menyediakan ramuan obat tradisional yang lebih mengarah kepada self care untuk menjaga kesehatan anggota keluarga serta penanganan penyakit ringan yang dialami oleh anggota keluarga.

b. Obat tradisional yang berasal dari pembuat jamu/ herbalist. Pembuat jamu gendong merupakan salah satu penyedia obat tradisional dalam bentuk cairan yang sangat digemari masyarakat. Jamu gendong sangat populer. Tidak hanya di pulau Jawa, tetapi juga dapat dijumpai di berbagai pulau di Indonesia. c. Obat tradisional buatan industri. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

No. 246/Menkes/Per/V/1990, industri obat tradisional digolongkan menjadi industri obat tradisional dan industri kecil obat tradisional. Semakin maraknya obat tradisional, tampaknya industri farmasi mulai tertarik untuk memproduksi obat tradisional. Pada umumnya yang berbentuk sediaan modern seperti bentuk tablet, kapsul, pil, salep dan krim.

Pada dasarnya, minum jamu merupakan kebiasaan yang dilakukan turun-temurun dan merupakan budaya hidup sehat Indonesia. Penggunaan jamu memang cocok bagi masyarakat Indonesia karena dua hal, yaitu Indonesia kaya akan sumber alam hayatinya dan kaya akan budaya serta adat istiadat, sehingga mempengaruhi

gaya hidup masyarakatnya. Ada beberapa tujuan penggunaan jamu oleh masyarakat, antara lain: promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi (Tilaar dkk., 2014).

Dokumen terkait