• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Administrasi Anggaran Keuangan Negara

BAB III : PENGELOLAAN KEUANGAN APBD DALAM

C. Penggunaan dan Pengelolaan Administrasi Anggaran

1. Penggunaan Administrasi Anggaran Keuangan Negara

Reformasi diberbagai aspek kehidupan, telah membangkitkan kesadaran tentang pengelolaan keuangan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kebutuhan dan harapan pemilik kepentingan (stakeholder) terhadap pengelolaan keuangan negara yang lebih baik.

Reformasi keuangan negara antara lain ditandai dengan terbitnya 3 paket UU di bidang Keuangan Negara, yaitu UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara dan UU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, telah memberikan landasan yg kokoh dalam pengelolaan keuangan negara/daerah.

Undang-undang Keuangan Negara telah mempertegas definisi keuangan negara, sehingga dapat menghindari perbedaan pendapat tentang lingkup keuangan negara. Good governance khususnya di bidang keuangan negara/daerah adalah pilar utama menuju Clean Government. Akuntabiitas, transparansi dan kepatuhan terhadap peraturan perundangan dalam pengelolaan keuangan negara/daerah merupakan inti

Good Governance dan Clean Government. Jumlah komponen ataupun prinsip yang

melandasi tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya.87

87

Adrian Sutedi, Implikasi Hukum Atas Sumber Hukum Pembiayaan daerah, Dalam Kerangka Keuangan Daerah, (Jakarta: Sinar Grafika 2009), hlm. 396.

Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara, berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Untuk menentukan keuangan Negara terdapat beberapa unsur-unsur keuangan Negara yang terkandung didalamnya antara lain:88

a. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan, mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;

b. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

c. Penerimaan negara; d. Pengeluaran negara; e. Penerimaan daerah; f. Pengeluaran daerah;

g. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah;

h. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;

88

Muhamad Djumhana, Pengantar Hukum Keuangan Negara, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hlm. 13-14.

i. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah.

Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Presiden menugaskan kepada Menteri keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan Negara yang dipisahkan. Presiden menguasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang pada kementerian/lembaga yang dipimpinnya.89

Presiden menyerahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Kewenangan Presiden dalam bidang keuangan negara, tidak termasuk kewenangan di bidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang yang diatur dengan undang-undang.

Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai tujuan bernegara, antara lain untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.

Keuangan Negara dikelola secara tertib, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Akuntabilitas berorientasi pada hasil (kinerja) artinya pengelolaan keuangan negara/ daerah selain harus mengikuti ketentuan, juga harus menghasilkan output dan outcome yang efektif

89

sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu diperlukan indikator pengukuran kinerja yang jelas pada setiap entitas pengguna anggaran atau pada setiap program/kegiatan.90

Pengelolaan keuanagn negara harus dilakukan dengan penuh Profsesionalitas yaitu bahwa keuangan negara/daerah harus dikelola oleh Sumber Daya Manusia yang berkompeten dan profesional, disertai pedoman yang jelas sesuai degan azas-azas tata kelola yang baik.

Disamping itu pengelolaan juga harus dilakukan dengan Proporsionalitas yaitu alokasi keuangan negara/daerah pada setiap sektor/bidang pemerintahan dilakukan secara proporsional sesuai degan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya.

Pengelolaan keuangan negara menghendaki sikap Transparan, yaitu kehendak agar alokasi anggaran setiap satuan kerja/sektor/bidang pemerintahan dilakukan secara transparan, standar penerimaan/tarif pungutan dan standar pengeluaran harus diketahui oleh publik. Transparansi juga menghendaki agar semua penerimaan/pengeluaran negara tercakup dalam APBN/APBD, yang disetujui oleh DPR/DPDRD.

Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri. Badan/lembaga yang berada di bawah kendali pemerintah tidak akan dapat

90

melakukan audit secara independen. Badan pemeriksa yang bebas dan mandiri sesuai amanat konstitusi adalah BPK.91

Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD harus disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dan disetujui, untuk ditetapkan dengan peraturan daerah. Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD disusun dalam bentuk Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan.

LRA berisi target dan realisasi penerimaan, belanja dan pembiayaan dalam satu periode tertentu (biasanya satu tahun anggaran).

Neraca memuat posisi aset, kewajiban (hutang) dan kekayaan bersih Pemda pada tanggal tertentu (biasanya akhir tahun). Laporan Arus Kas berisi aliran kas masuk dan keluar selama satu tahun anggaran. LKPD sebelum disampaikan kepada DPRD, harus terlebih dahulu diperiksa oleh BPK.

Laporan pemeriksaan BPK atas LKPD disampaikan kepada Gubernur, Bupati/Walikota dan DPRD. Laporan pemeriksaan BPK atas LKPD merupakan salah satu bahan bagi DPRD dalam membahas Rancangan Perda atas Pengesahan Pertanggungjawaban APBD. Dalam membahas laporan pertanggungjawaban atas APBD, DPRD dapat meminta penjelasan kepada BPK. Dalam membahas laporan pertanggungjawaban APBD, DPRD memperhatikan hasil pemeriksaan BPK, serta

91

hasil-hasil pengawasan lainnya, termasuk hasil pengawasan yang dilakukan sendiri oleh DPRD.92

Sebagai pemegang hak buget, DPRD dapat menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban keuangan daerah dari gubernur/bupati/walikota.

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (PPTKN) merupakan tugas, wewenang dan tanggung jawab BPK. PPTKN meliputi seluruh unsur keuangan negara, sebagaimana dimaksud dalam UU Keuangan Negara. Jenis pemeriksaan meliputi (1) pemeriksaan keuangan; (2) pemeriksaan kinerja; dan (3) pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan keuangan ditujukan untuk memberikan pendapat atas kewajaran penyajian laporan keuangan.

Pemeriksaan kinerja ditujukan untuk menilai aspek ekonomi dan efisiensi serta efektivitas dalam pengelolaan keuangan negara.

Dalam merencanakan pemeriksaan, BPK memperhatikan permintaan, saran dan pendapat lembaga perwakilan. Permintaan, saran dan pendapat tersebut dapat dibahas lebih dahulu oleh BPK dan lembaga perwakilan. Dalam merencanakan tugas pemeriksaan BPK dapat memperhatikan informasi dari pemerintah, bank sentral dan masyarakat.

Dalam melaksanakan pemeriksaan BPK dapat memperhatikan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP). Oleh karena itu APIP wajib menyampaikan laporan hasil pemeriksaannya kepada BPK.

92

Pasal 17 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab keuangan Negara.

Perencanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK dapat menggunakan pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK. Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan tersebut pemeriksa dapat:93

Meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara

Mengakses semua data yang disimpan di berbagai media dan lokasi. Melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang dan dokumen. Meminta keterangan kepada seseorang

Memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan. Pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan investigative guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara dan/atau unsur pidana.

Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang. LHP atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara disampaikan kepada DPR, DPD dan DPRD, untuk ditindaklanjuti. LHP juga disampaikan kepada pimpinan instansi yang diperiksa, Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. LHP atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) disampaikan kepada DPR/DPD selambat-lambatnya 2 bulan setelah LKPP tersebut diterima dari pemerintah pusat. LHP atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), disampaikan kepada

93

Pasal 10 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab keuangan Negara.

DPRD selambat lambatnya 2 bulan setelah LKPD tersebut diterima dari pemerintah daerah. LHP yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan (DPR, DPD dan DPRD), dinyatakan terbuka untuk umum, kecuali untuk informasi yang sesuai dengan ketentuan undang-undang harus dirahasiakan.94

BPK menyampaikan ikhtisar hasil pemeriksaan selama satu semester kepada DPR, DPD dan DPRD serta kepada Presiden dan Gubernur/Bupati/Wali Kota paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya semester yang bersangkutan. Temuan pemeriksaan yang berindikasi Tindak Pidana akan disampaikan kepada aparat penegak hukum,95 untuk bahan penyidikan. Paling lambat 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya dugaan tindak pidana.

Pemeriksaan keuangan akan menghasilkan opini, berupa pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria:96

1. Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintah;

2. Kecukupan pengungkapan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan

3. Efektivitas sistem pengendalian interen.

Wajar di sini dimaksudkan bahwa laporan keuangan bebas dari keraguan dan ketidakjujuran serta lengkap informasinya. Pengertian wajar tidak hanya terbatas

94

Baca Pasal 17, 18 dan 19 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

95

Pasal 14 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab keuangan Negara.

96

pada jumlah-jumlah dan pengungkapan yang tercantum dalam laporan keuangan, namun meliputi pula ketepatan pengklasifikasian aktiva dan kewajiban.

Ada empat jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa yaitu: 1. Opini Wajar tanpa pengecualian/WTP (unqualified opinion)

2. Opini wajar dengan Pengecualian./WDP (qualified opinion) 3. Opini Tidak Wajar/TW (adversed opinion)

4. Pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion)

Pendapat WTP diberikan oleh pemeriksa, apabila: (1) tidak ada pembatasan lingkup pemeriksaan sehingga pemeriksa dapat menerapkan semua prosedur pemeriksaan yang dipandang perlu untuk meyakini kewajaran LK; atau ada pembatasan lingkup pemeriksaan tetapi tidak material dan dapat diatasi dengan prosedur pemeriksaan alternatif; (2) tidak ada tekanan dari pihak lain kepada pemeriksa, (3) tidak ada penyimpangan terhadap standar akuntansi, atau ada penyimpangan dari standar akuntansi tetapi tidak material.

WDP artinya laporan keuangan telah menyajikan secara wajar dalam semua hal yg material, posisi keuangan (neraca), hasil usaha atau Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Arus Kas, sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan atau sesuai dengan prinsip akuntansi yg berlaku umum, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.

Pendapat WDP diberikan oleh pemeriksa, apabila:

(1) tidak ada pembatasan lingkup pemeriksaan; sehingga pemeriksa dapat menerapkan semua prosedur pemeriksaan yang dipandang perlu untuk meyakini

kewajaran laporan keuangan; atau ada pembatasan lingkup pemeriksaan tetapi tidak material dan dapat diatasi dengan prosedur pemeriksaan alternatif;

(2) tidak ada tekanan dari pihak lain kepada pemeriksa, (3) ada penyimpangan terhadap standar akuntansi, yang menurut pendapat pemeriksa dampaknya cukup material; atau ada ketidakkonsistenan dalam penerapan prinsip akuntansi. Pendapat WDP diberikan jika secara keseluruhan LK telah menyajikan informasi keuangan secara wajar, tetapi ada beberapa unsur yg dikecualikan, namun pengecualian tersebut tidak mempengaruhi kewajaran LK secara keseluruhan.

Pendapat TW artinya LK tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan (neraca), hasil usaha atau Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Arus Kas, sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan atau sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Pendapat Tidak Wajar diberikan oleh pemeriksa, apabila tidak ada pembatasan lingkup pemeriksaan, tidak ada tekanan kepada pemeriksa, tetapi ada penyimpangan terhadap standar akuntansi, yang sangat material atau LK tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Artinya pemeriksa tidak dapat memberikan pendapat atas LK, karena ada pembatasan lingkup pemeriksaan atau ada tekanan kepada pemeriksa, sehingga pemeriksa tidak dapat menerapkan prosedur pemeriksaan yang dipandang perlu, prosedur pemeriksaan alternatif juga tidak dapat memberikan keyakinan yang memadai bagi pemeriksa.

Pendapat disclaimer juga bisa diberikan apabila sistem pengendalian intern sangat lemah, sehingga pemeriksa tidak dapat memperoleh kayakinan yang memadai; atau apabila pemeriksa menghadapi keraguan tentang kelangsungan hidup entitas.

Pemeriksaan keuangan ternyata tidak cukup untuk memberikan informasi tentang kinerja suatu organisasi, karena audit LK hanya memberikan keyakinan mengenai kewajaran penyajian LK.

Pemeriksaan kinerja akan menjawab pertanyaan:

1. Apakah sumber daya yang ada dipergunakan secara hemat dan efisien.

2. Sejauhmana manajemen telah memilih alternatif yang terbaik agar sumber daya digunakan secara hemat dan efisien

3. Apakah out put dan out come dapat dicapai, dengan sumber daya yang telah digunakan.

4. Apakah organisasi dan kebijakan yang telah ditetapkan dapat berjalan secara efektif.

Dalam pemeriksaan kinerja, auditor dan auditee harus terlebih dahulu menyepakati Key Performance Indicator (KPI).

Pemeriksaan investigative biasanya ditujukan untuk membuktikan ada atau tidak dugaan tindak pidana korupsi. Pemeriksaan investigative dapat dilakukan sebagai kelanjutan audit atas laporan keuangan atau audit kinerja atau untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat.

Dalam audit investigative, auditor akan menggali informasi dan data melalui berbagai teknik audit, seperti pengujian dokumen, interview mendalam, pengamatan,

pengintaian, permintaan keterangan kepada berbagai pihak, pengujian laboratorium atau teknik-teknik forensik audit lainnya.

Dokumen terkait