• Tidak ada hasil yang ditemukan

No. Aspek Penilaian Skor

1. Penggunaan bahasa Indonesia

a. Menggunakan bahasa baku, kalimat efektif, diksi variatif, tepat, dan menarik serta tidak ada kesalahan ejaan.

b. Bahasa kurang baku, ada kalimat yang kurang efektif, diksi kurang variatif, kurang tepat , dan kurang menarik, serta masih terdapat beberapa kesalahan ejaan.

c. Bahasa tidak baku, banyak kalimat yang tidak efektif, tidak berdiksi, dan banyak kesalahan ejaan.

3

2

1 Jumlah Skor Maksimal 3

Format Penilaian

Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek Nomor

Soal

Indikator Skor

Maksimal

1 Siswa Membuat Sinopsis Cerita Pendek 9

2 Siswa Mengungkapkan Hal Menarik/Mengesankan dari Cerita Pendek dan Menyertakan Alasan yang Mendukung Jawaban

6

3 Siswa Mengungkapkan Tema Cerita Pendek dan Mengaitkannya dengan Permasalahan yang Sering Terjadi dalam Kehidupan Sehari-hari Beserta Alasan yang Mendukung Jawaban

6

4 Siswa Mengungkapkan Latar Tempat dan Menyertakan Alasan yang Mendukung Jawaban serta Menentukan Kemungkinan Terjadinya Cerita dalam Cerpen di Tempat Lain dan Alasan yang Mendukung Jawaban

6

5 Siswa Menjelaskan Tahapan Alur Cerpen 18

6 a. Siswa Mengungkapkan Karakter Tokoh Zein dan Menyertakan Alasan yang Mendukung Jawaban. b. Siswa Mengungkapkan Pengandaian Tokoh Zein dan

Menyertakan Alasan yang Mendukung Jawaban. c. Siswa Mengungkapkan Hubungan Karakter-Karakter

Tokoh dalam Cerpen dengan Karakter dalam Kehidupan Sehari-hari Beserta Alasannya.

9

7 Siswa Mengungkapkan Pendapat tentang Gaya Bahasa yang mendukung Unsur-unsur Cerita yang Lain (Tokoh

Jawaban

9 Siswa Memberikan Penilaian Berdasarkan Kelebihan dan Kekurangan Beserta Alasan yang Mendukung Jawaban

3 10 Siswa Menyebutkan Nilai-nilai yang Terdapat dalam

Cerpen Beserta Alasannya dan Memberikan Pendapat tentang Kebermanfaatan Cerpen Beserta Alasannya

3

Penggunaan bahasa secara keseluruhan 3

Jumlah Total Skor Maksimal 69

Nilai siswa = Skor yang diperoleh x 100 Total skor maksimal

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dalam bentuk soal esai sebanyak 10 soal dengan terlebih dahulu siswa membaca cerita pendek. Cerpen yang digunakan untuk tes awal dan tes akhir adalah cerpen yang sama, yaitu cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia, sedangkan pada perlakuan digunakan cerpen Doa yang Mengancam karya Jujur Prananto, Jendela Rara karya Asma Nadia, dan cerpen Babi karya Putu Wijaya.

Karena penelitian ini menggunakan film ekranisasi sebagai media penambat dalam menerapkan model pengajaran advance organizer, perlakuan yang diberikan kepada siswa selain menggunakan cerpen, juga menggunakan film ekranisasi dari cerpen yang dipilih tersebut, seperti film Doa yang Mengancam yang diangkat dari cerpen Doa yang Mengancam karya Jujur Prananto, film Rumah Tanpa Jendela yang diangkat dari cerpen Jendela Rara karya Asma Nadia, dan film Babi yang diangkat dari cerpen Babi karya Putu Wijaya.

Pertimbangan dipilihnya cerpen tersebut mengacu pada tiga aspek dalam pemilihan bahan pengajaran sastra, yaitu, pertama dari sudut bahasa, kedua dari segi

kematangan jiwa (psikologi), dan ketiga dari sudut latar belakang kebudayaan para siswa. (Rahmanto, 1988:26).

Dari sudut bahasa, seperti kosa kata, struktur kata dan kalimat, idiom, citraan, konteks dan isi wacana, dan sebagainya, keempat cerpen tersebut mudah dipahami oleh siswa SMA/MA, hanya saja ada beberapa siswa yang masih kesuliatan memahami satu di antara empat cerpen, yaitu cerpen Babi karya Putu Wijaya. Akan tetapi, dengan penjelasan yang disampaikan oleh guru, pada akhirnya siswa mampu memahami cerpen tersebut. Secara umum, siswa memahami maksud kata atau kalimat yang digunakan oleh pengarang dalam kalimat. Dengan demikian, dari sudut bahasa, pemilihan keempat cerpen tersebut sesuai dengan kemampuan siswa dalam memahami bahasa.

Berdasarkan segi/aspek kematangan jiwa (psikologis) sudah sesuai dengan tahap psikologi perkembangan siswa. Ditinjau dari usianya, ada empat tahap perkembangan siswa, yakni: (1) Usia 8-9 tahun adalah tahap pengkhayal (the autistic stage); (2) Usia 10-12 tahun adalah tahap romantik (the romantic stage); (3) Usia 13-16 tahun adalah tahap realistik (the realistic stage), dan (4) Usia 16 tahun ke atas adalah tahap generalisasi (the generalizing stage) (Moody, 1975: 17). Dengan demikian, siswa SMA termasuk dalam kategori generalizing stage dan pada tahap ini, seorang anak sudah memiliki kemampuan untuk mengeneralisasikan permasalahan, berpikir abstrak, menentukan sebab suatu gejala, dan memberikan keputusan yang bersangkutan dengan moral. Oleh karena itu, jenis dan ragam karya yang disajikan dapat berupa apa saja (Sayuti, 1994: 21)

Dilihat dari sudut latar belakang kebudayaan para siswa, dua dari keempat cerpen tersebut mengandung latar budaya yang tidak terlalu jauh dengan latar budaya yang dimiliki dan dikenal oleh siswa, seperti cerpen Emak Ingin Naik Haji dan Jendela Rara, yang kental dengan realitas budaya dan kehidupan masyarakat Betawi/Jakarta sebagai ibu kota. Adapun cerpen Doa yang Mengancam, meskipun latar budaya yang digambarkan bukan di Indonesia, tetapi substansi cerpen tersebut menggambarkan latar belakang budaya yang mudah dipahami siswa. Latar belakang budaya yang terdapat pada cerpen Babi lebih dipahami secara tersirat karena penuh dengan simbol-simbol sosial dan budaya tertentu dan dalam hal ini simbol tersebut mengacu pada sistem sosial dan budaya masyarakat Indonesia sehingga akan lebih dipahami oleh siswa.

Adapun berkaitan dengan pengujian instrumen, peneliti melakukan expert judgment dan uji empiris sebelum instrumen tes digunakan. Instrumen tes diujicobakan terlebih dahulu di sekolah tempat penelitian, selain di kelas yang tidak digunakan untuk penelitian. Untuk mengetahui tingkat validitas, reliabilitas, uji daya beda soal, tingkat kesukaran, pengujian ini dilakukan dengan bantuan komputer yaitu program Anates. Hal ini untuk memudahkan dalam perhitungan statistik dan keakuratan data.

a. Analisis Validitas Butir Soal

Instrumen evaluasi dipersyaratkan valid agar hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi bersifat valid (Arikunto S, 2002:64). Validitas soal dapat diketahui dengan cara mencari koefisien korelasi antara variabel yang

dikorelasikan. Berikut adalah rumus matematis dalam mencari validitas soal (valilditas item): � = � −( )( ) (� 2−( )2)(� 2−( )2) rxy = koefisien korelasi X = skor tiap butir soal Y = skor total tiap butir soal N = jumlah siswa

Untuk mengetahui kriteria validitas soal digunakan tabel berikut. Tabel 3.4

Kriteria Koefisien Validitas Butir Soal Koefisien Validitas Interpretasi

0,80 < rxy 1,00 Sangat Tinggi 0,60 < rxy 0,80 Tinggi 0,40 < rxy 0,60 Cukup 0,20 < rxy 0,40 Rendah rxy 0,20 Sangat Rendah (Arikunto, 2008:75) b. Analisis Reliabilitas soal

Reliabilitas sering dikatakan taraf keajegan suatu soal atau menurut Arikunto (1999) reliabilitas merupakan taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Sesuai dengan bentuk soal tesnya yaitu tes bentuk uraian, maka untuk menghitung koefisien reliabilitasnya menggunakan rumus Alpha (Russefendi, 2005). Rumusnya adalah :

11

=

�−1

(1−

22 )

r11 = reliabilitas instrumen k = banyak butir soal

b

2

= jumlah variansi butir soal

t 2

= varians skor total

Tingkat reliabilitas dari soal uji coba kemampuan pemahaman dan penalaran didasarkan pada klasifikasi Guilford (Ruseffendi, 1991) sebagai berikut:

Tabel 3.5

Klasifikasi Tingkat Reliabilitas

Besarnya r Tingkat Reliabilitas 0,00 r11 0,20 Kecil 0,20 r11 0,40 Rendah 0,40 r11 0,60 Sedang 0,60 r11 0,80 Tinggi 0,80 r11 1,00 Sangat tinggi c. Daya Pembeda

“Daya pembeda adalah kemampuan suatu butir soal untuk membedakan siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan

rendah” (Arikunto S. 2002: 211).

Untuk mengetahui daya pembeda setiap butir soal maka kita harus mencari indeks daya pembeda satu butir soal melalui rumus berikut.

� =� − �

× 100%

DP = Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu

SB = Jumlah skor kelompok bawah yang pada butir soal yang diolah IA = Jumlah skor maksimum salah satu kelompok pada butir soal yang

diolah

Tabel 3.6

Kriteria Daya Pembeda Indeks Daya

Pembeda Kriteria Daya Pembeda

DP < 0.20 Jelek 0,20 <DP< 0,40 Cukup 0,40 <DP< 0,70 Baik 0,70 <DP<1,00 Baik sekali Arikunto (2008:218) d. Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang sukar dapat menyebabkan siswa putus asa dalam mengerjakannya (Arikunto, 2002:207).

Bilangan yang menunjukan susah atau mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (Arikunto, 2002: 207). Untuk mencari tingkat kesukaran suatu butir soal maka kita harus mencari indeks kesukaran dari butir soal tersebut melalui rumus berikut.

� =

P = Indeks kesukaran

B = Banyak siswa yang menjawab betul JS = Jumlah peserta tes

Tabel 3.7

Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal Nilai P Kriteria 0,00 Terlalu Sukar 0,00 < P 0,30 Sukar 0,31 P 0,70 Sedang 0,71 P < 1,00 Mudah 1,00 Terlalu Mudah

e. Uji Kelayakan Instrumen Tes 1) Expert Judgment (Uji Ahli)

Tes yang dikembangkan dalam penelitian ini menggunakan teknik pengujian soal dengan pertimbangan aspek berikut: a) kesesuaian isi soal, 2) keterpahaman soal, 3) kelogisan soal, dan 4) keterwakilan soal (Fraenkel dan Wallen,1990:128).

Pada uji ahli ini, penulis selain berkonsultasi kepada pembimbing, juga kepada dosen lain yang berkompeten sebanyak tiga orang. Berdasarkan pertimbangan ahli, validitas isi tes tentang kemampuan mengapresiasi cerita pendek dalam pembelajaran cerpen ada beberapa yang direvisi. Selain itu, deskriptor pada rubrik penilaian banyak yang diubah dengan pertimbangan deskriptor penilaian sebelumnya kurang jelas. Selain itu, penulis melampirkan hasil uji ahli dan surat pernyataan expert judgment.

Dokumen terkait