• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN KONSORSIUM BAKTERI ENDOFIT DAN PUPUK FOSFAT PADA TANAMAN SAMBILOTO

ANDROGRAFOLID PADA TANAMAN SAMBILOTO Abstrak

5. PENGGUNAAN KONSORSIUM BAKTERI ENDOFIT DAN PUPUK FOSFAT PADA TANAMAN SAMBILOTO

Abstrak

Peranan bakteri endofit sebagai pemicu pertumbuhan tanaman cukup penting karena dapat menyuplai hara dan menghasilkan fitohormon. Unsur P merupakan unsur utama yang dibutuhkan di dalam metabolisme tanaman baik di dalam proses metabolisme primer maupun sekunder. Penggunaan bakteri endofit dan pupuk fosfat diharapkan dapat meningkatkan produksi biomas dan andrografolid pada tanaman sambiloto. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh isolat bakteri endofit dan rekomendasi dosis P yang mampu memacu produksi biomas dan andrografolid pada tanaman sambiloto. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan BALITTRO, Cimanggu Bogor dari bulan Mei- Desember 2012. Penelitian bertujuan untuk memperoleh informasi hubungan konsorsium bakteri endofit dan fosfat terhadap pertumbuhan, produksi dan kadar andrografolid pada tanaman sambiloto di lapang. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok, faktorial, 9 perlakuan dan 3 ulangan. Faktor pertama yaitu bakteri endofit; 1) tanpa bakteri, 2) konsorsium 20CD, dan 3) 20BB. Faktor kedua adalah dosis pupuk P; 1) tanpa pupuk, 2) 27 kg ha-1 P, dan 3) 54 kg ha-1 P. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsorsium bakteri endofit nyata meningkatkan pertumbuhan, produksi biomas, kadar andrografolid (2.42% untuk 20BB dan 2.69% untuk 20CD) dan produksi andrografolid (3.06 g tanaman-1 pada 20CD dan 2.89 g tanaman-1 pada 20BB). Pemberian pupuk P dengan dosis 27 dan 54 kg ha-1 sama dalam meningkatkan produksi bahan kering dan produksi andrografolid. Pupuk P tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan kadar andrografolid, bahkan kadar andrografolid menurun pada dosis 54 kg ha-1 P. Konsorsium bakteri endofit dan pupuk P meningkatkan serapan hara N, P, dan K. Tidak terdapat pengaruh interaksi antara pemberian konsorsium bakteri endofit dan pupuk P.

Kata kunci: Andrographis paniculata, produksi andrografolid, konsorsium

bakteri endofit, fosfat

Abstract

The role of endophytic bacteria as plant growth promoter is important because it can supply nutrients and produces phytohormones. In addition, fertilizer is required due to insufficient nutrient supply in the soil. Phosphate is an important element needed in plant metabolism both in primary and secondary metabolic processes. The application of endophytic bacteria and P fertilizer were expected to increase biomass production and andrographolide content of king bitter plant. The experiment was conducted at the experimental garden of ISMCRI, at Cimanggu, Bogor from May to December 2012. The aim was to obtain information regarding the association of endophytic bacteria consortia and phosphate on growth, yield and andrographolide content on king bitter plant in the field. The trial was arranged in RBD factorial, 9 treatments and 3 replications. The first factor was endophytic bacteria consortia 1) without endophytic bacteria

consortia, 2) 20CD, and 3) 20BB. The second factor is the rate of P; 1) without P, 2) 27 kg ha-1 P, and 3) 54 kg ha-1 P. Endophytic bacteria consortia application significantly increased plant growth, dry matter production, and andrographolide content. The increasing of dry matter production were indicated by physiological characters of plant such as increase in leaf area, relative growth rate and net assimilation rate. The 20CD and 20BB treatments had similar effect in increasing dry matter production, content and yield of andrographolide. Andrographolide content of 20CD and 20BB treatments were 2.42 and 2.69% respectively. The application of P fertilizer significantly increased growth, dry matter production than without P. The application of 27 and 54 kg ha-1 P gave similar result at dry matter production and andrographolide yield. The application of P fertilizer did not increase andrographolide content. In fact, 54 kg ha-1 P application reduced andrographolide content. Endophytic bacteria consortia or P fertilizer application increased N, P, and K uptake. There were no interaction between endophytic bacteria consortia and P fertilizer treatments.

Keywords : Andrographolide content, physiological characters, endophytic bacteria consortia

Pendahuluan

Pemupukan dilakukan pada tanaman untuk memenuhi kebutuhan unsur hara yang tidak sepenuhnya tersedia didalam tanah. Pupuk buatan yang diberikan umumnya dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, dalam praktek pertanian kadang-kadang berlebihan, melebihi yang diperlukan tanaman sehingga pemberian tersebut tidak efisien. Menurut Jipelos (1989), kehilangan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain pencucian (43.3%), hilang ke atmosfir melalui proses denitrifikasi, dan volatilisasi berupa gas ammonia (6- 10%). Efisiensi hara yang rendah juga dikemukakan oleh Hayman (1927), dari total pupuk yang diberikan ke dalam tanah hanya sekitar 30% N, dan 25% P yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Kondisi tersebut dapat menyebabkan defisiensi P bagi pertumbuhan tanaman (Jones 1982). Pada budidaya tanaman sambiloto diperlukan faktor lingkungan yang mendukung antara lain tingkat kesuburan tanah (Sharma dan Sharma 2013), sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan biomas yang tinggi.

Unsur fosfat merupakan salah satu unsur utama yang banyak diperlukan oleh tanaman. Hal tersebut disebabkan karena P banyak berperan dalam proses metabolisme tanaman termasuk pembentukan energi pada proses fotosintesis, sintesis asam nukleat, respirasi dan sinyal seluler (Vance et al. 2003). Selain itu P

berperan penting pada proses metabolisme sekunder terutama biosintesis terpenoid. Hasil akhir proses fotosintesis dihasilkan yaitu glukosa-6-fosfat sebagai prekursor pembentukan asetil CoA yang selanjutnya menghasilkan senyawa-senyawa asam mevalonat termasuk terpenoid (Vickery dan Vickery 1981). Setiap tahapan dalam proses biosintesis terpenoid tersebut termasuk Andrografolid memerlukan unsur P (Vickery dan Vickery 1986; Brielmann 2006; Srivastava dan Akhila 2010).

Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan memanfaatkan bakteri endofit. Bakteri endofit merupakan bakteri yang tergolong dalam pemacu pertumbuhan tanaman. Pemacu pertumbuhan secara langsung

terjadi ketika bakteri pemacu pertumbuhan memberikan senyawa yang mempengaruhi metabolisme tanaman atau memfasilitasi akuisisi tanaman dari hara yang tidak tersedia di tanah. Mekanisme langsung yang paling penting pada bakteri pemicu pertumbuhan tanaman adalah 1) dapat mengikat hara terutama N secara biologi (Asis et al. 2004) dan melarutkan hara P (Panhwar et al. 2009),

dan 2) mensintesis fitohormon atau senyawa-senyawa yang mengatur pertumbuhan tanaman (Boiero et al. 2007).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri endofit dapat mengikat N dan memberikan sumbangan yang cukup signifikan bagi kebutuhan tanaman. Pada larutan apoplas batang tanaman tebu terdapat bakteri endofit pengikat N berkisar 14.1-37.5% (Asis et al. 2004). Selain mengikat N dari udara,

bakteri endofit melalui proses mineralisasi didalam tanah cukup menyumbangkan hara. Bakteri endofit juga menghasilkan fitohormon yang tidak kalah penting didalam memacu pertumbuhan tanaman. Bakteri endofit Bradyrhizobium japonicum dapat mensintesis fitohormon antara lain IAA, ABA, GA3, dan Zeatin

(Boiero et al. 2007). Hasil penelitian lapang, bakteri B. japonicum sebagai

penghasil fitohormon dapat meningkatkan produktivitas kedelai (Ressia et al.

2003).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh selain dapat memacu pertumbuhan tanaman juga dapat meningkatkan senyawa metabolit sekunder. Pemberian 80 mg l-1 GA3 pada tanaman Artemisia dapat meningkatkan kadar artemisinin dari 0.77% menjadi 1.3% (Farooqi et al. 1996). Pemberian

ABA dan GA3 dengan konsentrasi 5 µM dapat meningkatkan kandungan andrografolid masing-masing menjadi 3.02 dan 2.94% (Anuradha et al. 2010).

Produksi hormon oleh bakteri endofit diharapkan juga dapat meningkatkan metabolit sekunder tanaman.

Kelebihan-kelebihan yang terdapat pada bakteri endofit dan pupuk P diharapkan dapat terimplementasi dalam budidaya tanaman sambiloto, sehingga dapat meningkatkan produksi maupun kadar andrografolid. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi hubungan konsorsium bakteri endofit dan fosfat terhadap pertumbuhan, produksi dan kadar andrografolid pada tanaman sambiloto di lapang.

Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Bogor (Balittro), dari bulan Mei–Desember 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tanaman sambiloto aksesi Cimanggu Balittro, bakteri endofit dari hasil seleksi, bahan untuk perbanyakan isolat bakteri endofit. Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36, dan KCl serta pupuk kandang. Alat- alat yang digunakan adalah alat-alat yang digunakan untuk di laboratorium dan di lapang.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan 2 konsorsium bakteri endofit yang terbaik dari hasil seleksi pada Bab 4 yaitu konsorsium 20 BB dan 20 CD. Rancangan

percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok, terdiri dari 9 perlakuan, faktorial dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah konsorsium bakteri endofit (KBE) yaitu 1) tanpa konsorsium bakteri endofit, 2) konsorsium bakteri endofit 20CD, dan 3) konsorsium bakteri endofit 20BB. Faktor kedua adalah dosis pupuk P yaitu a) tanpa pupuk P, b) 27 kg ha-1 P2O (27 kg ha-1 SP-36), dan c) 54 kg ha-1 P2O (150 kg ha-1 SP-36).

Persiapan lahan dan penanaman

Petakan dibuat dengan ukuran 4 m x 2 m = 8 m2 sebanyak 27 petak yang terbagi dalam 3 ulangan, masing-masing ulangan ada 9 petak sesuai perlakuan. Jarak petak dalam ulangan dan jarak antar ulangan 1 m, serta jarak tanamnya adalah 40 cm x 60 cm. Penanaman dilakukan setelah benih disemaikan terlebih dahulu selama ± 1 bulan, kemudian dipindahkan kedalam polibag selama ± 1 bulan. Bibit ditanam sebanyak 25 tanaman petak-1. Seminggu sebelum bibit ditanam lubang tanam terlebih dahulu diberi pupuk kandang sebanyak 0.25 kg lubang-1.

Persiapan pemupukan

Dosis P yang dipergunakan sesuai dengan standar operasional prosedur yang dihasilkan oleh Balittro. Dosis 27 kg ha-1 (75 kg ha-1 SP-36) adalah 0.5 dari dosis SOP dan dosis 54 kg ha-1 P (150 kg ha-1 SP-36) sesuai SOP (Yusron et al.

2005). Pupuk P dalam bentuk SP-36 diberikan sesuai perlakukan pada saat tanam. Urea diberikan dengan dosis 200 kg ha-1 yaitu ½ dosis diberikan pada saat tanaman berumur 4 MST dan dan ½ dosis lagi pada saat tanaman berumur 8 MST, serta KCl pada saat tanaman berumur 1 BST.

Pengamatan dan panen

Paramater yang diamati meliputi pertumbuhan tanaman yaitu tinggi tanaman, dan jumlah cabang primer dimulai 2-14 MST. Komponen hasil yang diukur antara lain bobot segar dan kering tajuk dan akar tanaman, nisbah daun batang-1 (NDB), serapan hara N, P, dan K, kadar dan produksi andrografolid serta karakterisasi bakteri endofit. Karakter fisiologi yang diamati adalah laju asimilasi bersih (LAB), laju tumbuh relatif (LTR), nisbah luas daun (NLD), luas daun (LA) dan indeks luas daun (ILD).

Kadar andrografolid yang diukur pada umur 8 MST (fase vegetatif) dan 14 MST (mulai fase generatif) menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) di laboratorium Biofarmaka Institut Pertanian Bogor.

Bakteri endofit diidentifikasi di laboratorium Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB), Bogor. Tanaman dipanen 4 kali yaitu pada umur 8,

10, 12, dan 14 MST.

Aplikasi konsorsium bakteri endofit

Konsorsium bakteri endofit diperbanyak dengan media TSA selama 2x24 jam. Suspensi bakteri endofit diberikan sesuai perlakuan dengan kepadatan populasi 1010cfu ml-1 sebanyak 100 ml tan-1 dimulai pada tanaman berumur 3 MST, dengan frekuensi 5 kali dan selang waktu 2 minggu yaitu pada tanaman berumur 3, 5, 7, 9, dan 11 MST. Cara aplikasi dengan menyemprotkan ke daun dan disiram ke tanah masing-masing sebanyak 50 ml.

Analisis data

Pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati dilakukan dengan menggunakan analisis ragam, selanjutnya menggunakan DMRT pada taraf 5%. Karakterisasi konsorsium bakteri endofit

Hasil identifikasi bakteri endofit menunjukkan bahwa bakteri yang menyusun konsorsium 20CD dan 20BB didominasi oleh golongan Bacillus sp.

Hasil dan Pembahasan Kondisi lingkungan pada saat percobaan

Kondisi lingkungan yang diamati antara lain pH tanah tempat percobaan adalah 5.5 tergolong tanah masam dengan kadar P tersedia 4.21 ppm termasuk katagori rendah, sehingga perlu dilakukan pemupukan P agar kebutuhan P untuk pertanaman sambiloto tercukupi. Temperatur cukup tinggi berkisar 32-35ºC dan curah hujan sangat sedikit (Tabel 5.1). Pada saat pelaksanaan percobaan ini kondisi cuaca cukup ekstrim yaitu terjadi kemarau panjang, hujan terjadi hanya beberapa hari sebelum panen dengan intensitas yang sangat rendah. Pemilihan lokasi ini memang diarahkan terutama pada tanah-tanah yang mempunyai kandungan P rendah, untuk melihat respon dan efisiensi pemupukan P dan pemberian bakteri endofit.

Tabel 5.1. Kondisi lingkungan tempat percobaan di lapang

Jenis pengujian Hasil pengujian Keterangan

P total (%) P tersedia (ppm) C-org (%) N-total (%) 0.067 4.21 1.91 0.20 Rendah Rendah Rendah Rendah

Suhu (oC) 32-35 Cukup tinggi

CH (mm/hari) - Kemarau panjang

pH 5.27 Masam

Pola pertumbuhan tanaman sambiloto

Pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman dan jumlah cabang primer yang diamati mulai dari tanaman berumur 2-14 MST. Pola pertumbuhan tanaman secara umum untuk semua perlakuan menunjukkan hal yang sama yaitu terjadi peningkatan hingga umur 14 MST, meskipun sudah mencapai proses awal generatif tanaman. Pemberian bakteri endofit dan pupuk P menunjukkan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah cabang yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Keragaan pertanaman sambiloto di lapang pada umur 8 dan 14 MST terdapat pada Gambar 5.2.

Pertumbuhan tanaman pada 8 dan 14 MST

Pertumbuhan tanaman sambiloto berumur 8 MST masih pada fase vegetatif. Hasil analisis ragam pada pada fase ini menunjukkan pemberian bakteri endofit dan pupuk P belum memberikan pengaruh nyata bagi pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah cabang primer tetapi sebaliknya untuk luas daun meningkat secara nyata dibandingkan kontrol. Pada tanaman berumur 14 MST, pemberian bakteri endofit memberikan pengaruh nyata dalam meningkatkan pertumbuhan

tinggi dan jumlah cabang primer maupun luas daun, sedangkan pemberian pupuk P hanya berpengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah cabang primer tanaman sambiloto. Kedua faktor tersebut antara bakteri endofit dan pupuk P tidak menunjukkan pengaruh interaksi terhadap pertumbuhan tanaman (Tabel 5.2). Keragaan tanaman sambiloto umur 8 dan 14 MST terdapat pada Gambar 5.1 dan pengaruh perlakuan terhadap perakaran terdapat pada Gambar 5.2.

A B

Gambar 5.1. Keragaan Tanaman Sambiloto di Lapang pada umur 8 (A) dan 14 (B) MST

Gambar 5.2. Pengaruh pemberian konsorsium bakteri endofit dan P terhadap perakaran tanaman sambiloto berumur 14 MST

M0P0=kontrol M1P0=20CD M1P0=20BB

M0P1=27 kg ha-1 P M1P1=20CD+27 kg ha-1 P M1P1=20BB+27 kg ha-1 P- M0P2=54 kg ha-1 P M1P2=20CD+54 kg ha-1 P M1P2=20BB+54 kg ha-1 P

Bakteri endofit yang diberikan kedalam tanah maupun yang disemprotkan ke daun dapat berkembang dengan baik dan berkompetisi dengan bakteri yang lain, sehingga bertahan hidup dan berkembang, dengan demikian bakteri tersebut dapat berperan sesuai dengan fungsinya. Peranan bakteri endofit dalam memacu pertumbuhan tanaman, nampak berimplikasi pada terjadinya peningkatan tinggi tanaman dan jumlah cabang primer. Bakteri pemicu pertumbuhan secara langsung memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan mengubah fisiologi tanaman termasuk regulasi tekanan osmotik, perubahan respon stomata, penyesuaian dalam ukuran dan morfologi akar, modifikasi akumulasi nitrogen, dan peningkatan serapan hara tertentu (Compant et al. 2005).

Peningkatan pertumbuhan tanaman yang diaplikasikan bakteri endofit selain menghasilkan fitohormon diduga karena kemampuannya menyuplai hara baik unsur N, P maupun unsur-unsur lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Bakteri endofit sebagai penyuplai hara N diperoleh melalui mekanisme fiksasi N dari udara (Asis et al. 2004). Adapun mekanisme ketersediaan N dari

M2P0 M2P1 M2P2

M1P0 M1P1 M1P2

udara bagi tanaman adalah hasil kerja enzim nitrogenase yang terkandung di dalam sel bakteri yang memfiksasi N2 tersebut. Bakteri dengan bantuan enzim tersebut, 78% N yang berada di udara direduksi menjadi bentuk N yang tersedia bagi tanaman (Postgate 1998). Bakteri endofit yang dapat memfiksasi N2 telah banyak diisolasi dari batang tanaman tebu seperti Gluconacetobacter diazotrophicus, Herbaspirillum rubrisubalbicans (Asis et al 2004); Lysinibacillus

sp. (Reghuvaran et al. 2012).

Tabel 5.2. Pengaruh konsorsium bakteri endofit dan P terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah cabang primer tanaman sambiloto pada umur 8 dan 14 MST Perlakuan 8 MST 14 MST Luas daun (cm2 tan-1) Tinggi tanaman (cm) Jumlah Cabang Luas daun (cm2 tan-1) Tanpa KBE 1058.9 b 58.5 b 51.1 b 3140.8 b 20CD 1267.4 a 61.6 a 57.2 a 3547.6 a 20BB 1369.8 a 62.0 a 57.6 a 3140.8 b Tanpa P 1094.2 b 59.3 a 51.5 b 2844.6 b 27 kg/ha P 1246.6 ab 60.8 a 55.9 a 3238.1 a 54 kg/ha P 1355.4 a 62.0 a 56.5 a 3563.6 a KK (%) 12.4 15.9 11.5 17.8

Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata dengan DMRT 5%.

Sumbangan P dari bakteri tersebut melalui mekanisme pelarutan hara P yang ada didalam tanah dari bentuk tidak tersedia menjadi bentuk tersedia bagi tanaman. Hal tersebut dapat terjadi melalui mekanisme yaitu sel-sel bakteri mengsekresikan asam-asam organik yang dapat melepaskan ikatan-ikatan di dalam koloid tanah (Bardiya dan Gaur 1972). Mekanisme lainnya yaitu proses mineralisasi merupakan mekanisme ketersediaan hara secara tidak langsung, bakteri mati dan terjadi mineralisasi dari bakteri tersebut, sehingga unsur hara yang dibutuhkan tanaman menjadi tersedia (Hurek dan Hurek 1998). Beberapa hasil penelitian telah mengisolasi bakteri endofit sebagai pelarut fosfat (Panhwar 2009; Xinxian 2010; Hussain et al. 2013).

Kondisi kandungan hara P total maupun yang tersedia pada lahan percobaan rendah sehingga adanya penambahan bakteri maupun P, menyebabkan tanaman lebih cepat merespon. Penggunaan pupuk P meningkatkan jumlah cabang dan luas daun tanaman. Menurut Gardner et al. (1985) bahwa P

merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan jumlah cabang dan pertumbuhan vegetatif tanaman. Pemberian P dosis 54 kg ha-1, tanaman memberikan respon yang sama dengan pemberian P dengan dosis 27 kg ha-1. Hal tersebut diduga pada dosis P rendah, tanaman masih mampu beradaptasi dengan lingkungan untuk mempertahankan hidupnya melalui mekanisme internal berkaitan dengan penggunaan P oleh jaringan tanaman yaitu kemampuan tanaman untuk memanfaatkan P dengan efisien, dan memobilisasi P dari jaringan yang tidak lagi aktif bermetabolisme (Peng dan Ismail 2004 dalam Sopandie 2006). Selain itu diduga bahwa pada dosis 54 kg ha-1 P merupakan dosis berlebih sehingga tidak efisien lagi dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman sambiloto.

Karakter fisiologis tanaman

Karakter fisiologis tanaman sambiloto diukur dengan parameter antara lain laju tumbuh relatif (LTR), laju asimilasi bersih (LAB), nisbah luas daun (NLD), dan indeks luas daun (ILD). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsorsium bakteri endofit atau pupuk P nyata meningkatkan karakter fisiologi tanaman sambiloto (Tabel 5.3), dan tidak terdapat pengaruh interaksi antara konsorsium bakteri dan pupuk P terhadap tanaman.

Tabel 5.3. Pengaruh bakteri endofit dan P terhadap karakter fisiologis tanaman sambiloto umur 14 MST Perlakuan ILD NLD (cm g-1) LTR 12-14 MST (g hari-1) LAB 12-14 MST (g cm2-1hari-1) Tanpa KBE 1.28 b 30.64 a 0.03 b 0.0010 b 20CD 1.48 a 30.82 a 0.05 a 0.0015 a 20BB 1.23 b 24.67 b 0.04 ab 0.0015 a Tanpa P 1.18 b 29.39 a 0.03 b 0.0012 b 27 kg ha-1 P 1.35 ab 28.37 a 0.04 ab 0.0015 a 54 kg ha-1 P 1.46 a 28.38 a 0.05 a 0.0016 a KK (%) 16.54 18.23 26.05 15.55

Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata dengan DMRT 5%,

Laju tumbuh relatif (LTR) menggambarkan produksi bahan kering tiap harinya, dan jika LTR tinggi maka hasil fotosintesis juga akan tinggi. Tabel 5.3 menunjukkan hanya bakteri endofit 20CD atau pemberian P dengan dosis 54 kg ha-1 yang mampu meningkatkan LTR secara nyata dibandingkan dengan kontrol. Adanya hormon yang terkandung didalam bakteri endofit yang membantu dalam pembelahan dan pemanjangan sel dan peranan P yang sangat dibutuhkan dalam proses fotosintesis dan ketersediaan energi dalam proses tersebut dapat mendorong pertumbuhan lebih cepat sehingga menghasilkan produksi bahan kering tinggi.

Laju asimilasi bersih (LAB) merupakan suatu pengukuran efisiensi tanaman dalam menggunakan CO2 dan hara tersedia dalam akumulasi bahan kering yang digambarkan dengan bobot kering tajuk-1luas daun-1hari (produksi bahan kering per satuan luas daun tiap harinya). Konsorsium bakteri endofit atau dosis P nyata meningkatkan LAB dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut berhubungan dengan produksi tajuk kering yang dihasilkan juga meningkat. Hubungan LTR dan LAB berbanding lurus sehingga bila LTR meningkat maka LAB juga akan meningkat, dan sebaliknya (Shamsuddin dan Paul 1988). Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian Kuhlase et al. (2009) pada tanaman kentang.

Nisbah Luas Daun (NLD) menggambar perbandingan luas daun dengan bobot kering tajuk. Hanya konsorsium bakteri endofit 20BB nyata menurunkan NLD baik terhadap kontrol maupun 20CD. Pemberian P tidak memberikan pengaruh terhadap NLD. Efisiensi yang rendah dalam menghasilkan bahan kering tanaman ditunjukkan oleh NLD yang tinggi yang disebabkan peningkatan umur daun dan jumlah luas permukaan daun yang aktif dalam berfotosintesis (Guritno dan Sitompul 1995). NLD juga menunjukkan ketebalan daun jika NLD

rendah berarti ketebalan daun tanaman lebih tinggi. Konsorsium 20BB dan pupuk P menghasilkan NLD rendah, dengan demikian ketebalan daunnya lebih tinggi.

Indeks Luas Daun (ILD) menggambarkan perbandingan luas daun dengan jarak tanam. Hasil penelitian ini menunjukkan hanya konsorsium bakteri endofit 20CD dan pupuk P dengan dosis 54 kg ha-1 P nyata meningkat dibandingkan dengan kontrol. ILD mempengaruhi LAB tanaman, jika ILD meningkat maka LAB juga meningkat (Kuhlase et al. 2009). Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa ILD, LTR, dan LAB memberikan pola yang sejalan yaitu meningkat pada perlakuan bakteri endofit 20CD atau dosis 54 kg ha-1 P (Tabel 5.3).

Produksi bahan kering

Sejalan dengan pertumbuhannya pemberian konsorsium bakteri endofit meningkatkan produksi bahan kering tanaman baik bobot kering tajuk maupun akar pada umur tanaman 8 MST, tetapi pada umur tanaman 14 MST hanya bobot kering akar yang tidak berbeda nyata dibandingkan tanpa konsorsium bakteri endofit. Pemberian P nyata meningkatkan produksi bahan kering tanaman baik umur 8 maupun 14 MST dibandingkan tanpa P. Kedua faktor antara konsorsium bakteri endofit dan P tidak terdapat pengaruh interaksi terhadap produksi bahan kering tanaman. Tanaman memberikan respon yang sama terhadap pemberian kedua konsorsium bakteri endofit 20CD dan 20BB pada umur 8 dan 14 MST. Tanaman memberikan respon yang berbeda terhadap pemberian dosis pupuk P pada umur 8 MST, tetapi pada 14 MST tanaman memberikan respon yang sama terhadap pemberian kedua dosis P 27 dan 54 kg ha-1 (Tabel 5.4). Penampilan ke-9 perlakuan terdapat pada Gambar 5.3.

Parameter bobot biomas tanaman merupakan karakter agronomis untuk menggambarkan akumulasi pertumbuhan tanaman. Tanaman yang mampu mengkonversi energi sinar matahari dan mengakumulasikannya dengan cepat akan menghasilkan biomas tinggi (Sitompul dan Guritno 1995). Kemampuan tanaman sambiloto dalam menghasilkan bahan kering akibat perlakuan bakteri endofit dan pupuk P diamati pada panen terakhir yaitu awal terbentuknya bunga pada umur tanaman 14 MST.

Konsorsium bakteri endofit mampu meningkatkan bobot kering tajuk tanaman-1 berkisar 40.6% (20CD) dan 41.2% (20BB) pada umur 8 MST dan 15.1% (20CD) dan 21.4% (20BB) pada umur 14 MST. Adanya peningkatan tersebut merupakan implikasi dari pertumbuhan tanaman yang juga meningkat. Peranan bakteri endofit yang dapat menghasilkan fitohormon pertumbuhan merangsang tanaman untuk tumbuh dengan cepat sehingga menghasilkan bahan tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa penggunaan bakteri endofit. Hal tersebut ditunjukkan dengan LTR yang juga lebih tinggi yang merupakan indikasi percepatan pertumbuhan tanaman dan laju fotosintesis yang lebih tinggi sehingga menghasilkan bahan kering yang tinggi pula (Sitompul dan Guritno 1995). LTR akan meningkat sejalan dengan meningkatnya ILD (Gardner

et al. 1991). Hal tersebut juga didukung oleh LAB yang tinggi, yang ditunjukkan

oleh jumlah bahan kering yang dihasilkan melalui fotosintesis per satuan luas daun lebih tinggi. Sejalan dengan hasil penelitian Ghulamahdi et al. (2008), laju

pertumbuhan tanaman daun dewa yang lebih pesat ditunjukkan oleh LTR yang

Dokumen terkait