19. Badan air
2.3. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan bentuk secara fisik (visual) dari vegetasi, benda alam, dan unsur-unsur kegiatan yang terdapat di permukaan bumi tanpa memeprtimbangkan dampak kegiatan yang dilakukan manusia terhadap obyek tersebut. Pada dataran bumi sebagian terdiri dari perwujudan yang alami (penutupan lahan) seperti vegetasi, salju dan lainnya sedangkan beberapa bagian lainnya merupakan hasil dari kegiatan manusia manusia (penggunaan lahan). Beberpa kategori yang merupakan objek-objek atau bagian-bagian yang merupakan kumpulan-kumpulan dalam suatu sistem yang dibedakan atas berdasarkan sifat-sifat yang khusus atau berdasarkan isinya dan ketentuan dalam kategori ini digunakan untuk menentukan dalam ketelitian proses identifikasi penggunaan lahan (Malingreu,1982).
Perubahan penggunaan lahan secara langsung menyebabkan terjadinya perubahan tutupan lahan. Pengertian tentang penggunaan lahan dan penutupan lahan penting untuk berbagai kegiatan perencanaan dan pengelolaan yang berhubungan dengan permukaan bumi. Penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada dipermukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu (Lillesand dan Kiefer, 1993).
II-17 Penggunaan lahan (land use) juga diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual, sedangkan perubahan tutupan lahan lebih kepada adanya perubahan vegetasi (Arsyad, 2006).
Perubahan penggunaan lahan memiliki dampak potensial besar terhadap lingkungan bio-fisik dan sosial ekonomi. Secara umum penggunaan lahan digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu:
1. Penggunaan lahan pedesaan, secara umum di titik beratkan pada produksi pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dan kehutanan (Arsyad, 2006).
2. Penggunaan lahan perkotaan, secara umum di titik beratkan untuk tempat tinggal, pemusatan ekonomi, layanan jasa, dan pemerintahan (Arsyad, 2006).
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, tertulis: pemanfaatan ruang meliputi kawasan pedesaan, kawasan perkotaan, kawasan lindung serta kawasan budidaya. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Kawasan budidaya merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk melakukan budidaya atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan.
Dalam penggunaan lahan dibagi atas tujuh kategori, masing-masing adalah hutan, semak/belukar, kebun campuran, pemukiman, sawah, tegalan, dan lahan terbuka.
Pengertian masing-masing penggunaan lahan mengikuti pengertian yang umum dikenal dan biasa digunakan dalam klasifikasi penggunaan lahan. memberikan definisi dan batasan yang jelas mengenai tipe-tipe penggunaan lahan di atas. Definisi hutan dinyatakan sebagai wilayah yang ditutupi oleh vegetasi pepohonan, baik alami maupun yang dikelola, dengan tajuk yang rimbun dan besar/lebat. Semak belukar merupakan hutan yang telah dirambah atau dibuka, merupakan area transisi dari hutan lebat menjadi kebun atau lahan pertanian, bisa berupa hutan dengan semak atau belukar dengan tajuk yang relatif kurang rimbun. Kebun campuran adalah daerah yang ditumbuhi vegetasi tahunan satu jenis maupun campuran baik dengan pola acak, maupun teratur sebagai pembatas tegalan. Pemukiman lebih identik dengan kombinasi
antara jalan, bangunan, pekarangan, dan bangunan itu sendiri. Sawah merupakan daerah pertanian yang ditanami padi sebagai tanaman utama dengan rotasi tertentu yang biasanya diairi sejak saat penanaman hingga beberapa hari sebelum panen. Sedangkan tegalan merupakan daerah yang umumnya ditanami tanaman semusim, namun pada sebagian lahan tidak ditanami, dengan vegetasi yang umum dijumpai seperti padi gogo, singkong, jagung, kentang, kedelai, dan kacang tanah. Lahan terbuka merupakan daerah yang tidak ditemukan vegetasi berkayu, umumnya hanya jenis rerumputan maupun penggunaan lain akibat aktivitas manusia (Harimurti, 1999).
Dengan demikian maka apabila terjadi perubahan pada penggunaan lahan, maka akan mempengaruhi keseluruhan sistem ekologi termasuk hidrologi pada wilayah DAS tersebut. Dalam skala besar dampak perubahan tersebut adalah terjadinya gangguan perilaku air sungai, pada musim hujan debit air sungai akan meningkat tajam sementara pada musim kemarau debit air sangat rendah (Asdak, 2007).
Perubahan penggunaan lahan umumnya dapat diamati dengan menggunakan data-data spasial dari peta penggunaan lahan dari titik tahun yang berbeda. Data-data penginderaan jauh (remote sensing data) seperti citra satelit, radar, dan foto udara sangat berguna dalam pengamatan perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan (landuse change) meliputi pergeseran penggunaan lahan menuju penggunaan lahan yang berbeda atau diversifikasi pada penggunaan lahan yang sudah ada. Secara umum perubahan penggunaan lahan akan mengubah:
(a) karakteristik aliran sungai , (b) jumlah aliran permukaan ,
(c) sifat hidrologis daerah yang bersangkutan (Mayer dan Turner, 1994 dalam Feri, 2007).
Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu.
Informasi penggunaan lahan dapat dikenali secara langsung dengan menggunakan penginderaan jauh yang tepat. Informasi tentang kegiatan manusia pada penggunaan lahan tidak selalu dapat ditafsir secara langsung dari penutupan lahannya (Lillesand dan Kiefer, 1993).
II-19 2.4. Koefisien Limpasan
Pada saat intensitas curah hujan melebihi laju infiltrasi, maka kelebihan air mulai berakumulasi sebagai cadangan permukaan. Pada saat kapasitas cadangan permukaan dilampaui, limpasan permukaan mulai sebagai suatu aliran lapisan yang tipis, dan pada akhirnya air ini akan berkumpul ke dalam suatu aliran sungai yang rendah tetapi jika debit sungai juga besar atau melampaui kapasitas sungai maka aliran permukaan tersebut akan berakumulasi di daerah sekitar sungai atau daerah yang memiliki topografi yang lebih rendah, (Seyhan, 1995).
Ada faktor yang mempengaruhi laju aliran permukaan yaitu Karakteristik DAS (Daerah Aliran Sungai) yang meliputi diantaranya yaitu, Luas dan bentuk DAS, Topografi serta Tata guna lahan yang merupakan mempengaruhi besarnya aliran permukaan, (Suripin, 2004). Tata guna lahan memepengaruhi daya infiltrasi dan pada aliran permukaan yang mempengaruhi tataguna lahan yaitu koefisien aliran (C) yang merupakan bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan. Nilai koefisien C ini berkisar antara 0 – 1. Nilai 0 menunjukkan bahwa semua air hujan yang turun terinfiltrasi sempurna ke dalam tanah, sedangkan nilai C = 1 menunjukkan bahwa seluruh air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Pada DAS nilai C yang baik yaitu mendekati nol (0) dan semakin rusak suatu DAS maka harga C semakin mendekati satu, (Syarief, 2005).
Faktor utama yang mempengaruhi C adalah laju infilterasi tanah atau prosentase lahan kedap air, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan. Nilai C berubah dari waktu kewaktu sesuai dengan aliran permukaan didalam sungai terutama kelembabpan tanah. Koefisien limpasa (C) dapat diperkirakan dengan mininjau tata guna lahan,(Kodoatie dan Syarief, 2005).
Jika DAS terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan koefisien aliran permukaan yang berbeda maka C yang dipakai adalah Koefisien DAS yang dapat dihitung dengan rumus berikut, (Suripin,2004).
∑
Dimana :
Ai = Luas daerah penutupan lahan dengan jenis penutupan lahan i Ci = Koefisien aliran permukaan jenis penutupan lahan i
N = Jumlah jenis penutup lahan.
Dari rumus diatas dapat dilihat jika nilai C Hutan adalah 0,1 maka 10% dari total curah hujan akan menjadi air larian. Angka C merupakan indikator untuk menentukan apakah suatu DAS tealah mengalami kerusakan. Nilai C yang besar berarti sebagian besar air hujan menjadi larian, maka dampak akan terjadinya kerusakan pada DAS itu sangat besar. Besaran nilai C berbeda-beda tergantung dari tofografi dan penggunaan lahan, Suripin (2004). Nilai C pada berbagai topografi dan penggunaan lahan bias dilihat pada table 2.1. dibawah ini.
Hutan Lahan Kering Primer 0,02 Hutan Lahan Kering Sekunder 0,03
Hutan Mangrove Primer 0,01
Sumber : Kodoatie dan Syarief, 2005.
Koefisien limpasan permukaan diperoleh berdasarkan pada faktor kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan tekstur tanah. Infiltrasi merupakan kemampuan tanah untuk meresapkan air (berkaitan dengan tekstur tanah, lereng, dan penutup lahan/kerapatan vegetasi). Semakin rendah kemampuan infiltrasi tanah, semakin lempung/halus tekstur tanahnya, semakin curam lereng, dan semakin rendahnya tutupan vegetasinya,
II-21 menjadikan debit puncak das tinggi. Besarnya koefisien limpasan yang digunakan untuk pengukuran debit puncak memperhatikan kemungkinan perubahan penggunan lahan di kemudian hari (melihat/memprediksi penggunaan lahan seperti apa yang muncul pada beberapa tahun ke depan). Koefisien limpasan ini didapat dari pemberian skor pada masing-masing variabel (lereng, infiltrasi, dan penggunaan lahan) dengan memperhatikan seberapa besar pengaruh kondisi variabel tersebut dalam debit puncak dan dengan memperhatikan luasan satuan lahan dan luasan das (Kodoatie dan Syarief, 2005).