V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.3 Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan
5.3.7 Penggunaan Lahan Hasil Prediksi Tahun 2032
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 berdasarkan skenario 1
(tertera pada Gambar 29), menunjukkan adanya peningkatan kawasan terbangun di Kecamatan Cirurug, Parungkuda, Cibadak, Cisaat, Sukabumi, Sukaraja, Palabuhanratu, Cikakak, Ciracap, Surade dan Ciemas. Hal ini dikarenakan faktor dekat dengan jarak ke jalan utama yang melewati kecamatankecamatan tersebut. Penggunaan lahan hutan berdasarkan skenario 1 mengalami pengurangan di Kecamatan Cisolok, Waluran, Cimanggu, Cikakak, Cikidang, Kalibunder, Pabuaran, Cidahu, Palabuhantaru, Ciemas dan Nagrak. Hal ini karena adanya sebagian lahan hutan tersebut berubah menjadi lahan kering, terutama di sekitar daerah hutan produksi. Penggunaan lahan sawah berkurang di Kecamatan Cirurug, Parungkuda, Cibadak, Caringin, Cisaat, Sukabumi, Sukaraja, palabuhanratu, Cikakak, Cisolok, Jampangkulon, Waluran, Ciracap, Surade dan Ciemas. Hal ini sesuai dengan hasil regresi logistik, faktor jarak ke jalan yang paling utama mempengaruhi pengurangan lahan sawah dan letaknya yang berdekatan dengan kawasan pemukiman, sehingga lahan sawah mudah terkonversi ke penggunaan lahan lain, salah satunya menjadi kawasan terbangun. Skenario 2
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 berdasarkan skenario 2 (tertera pada Gambar 30), menunjukkan adanya peningkatan penggunaan lahan hutan di Kecamatan Cisolok, Waluran, Cimanggu, Cikakak, Cikidang, Kalibunder, Pabuaran, Cidahu, Palabuhantaru, dan Ciemas. Hal ini karena adanya kebijakan restorasi hutan pada kawasan lindung, dengan demikian lahan hutan yang berasal dari lahan kering, perkebunan dan sawah kembali lagi menjadi hutan.
89
Gambar 29 Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 1
Gambar 30 Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 2 Skenario 3
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 berdasarkan skenario 3 (tertera pada Gambar 31), menunjukkan adanya peningkatan penggunaan lahan sawah di Kecamatan Cirurug, Parungkuda, Cibadak, Caringin, Sukabumi, Sukaraja, Palabuhanratu, Cikakak, Cisolok, Jampangkulon, Waluran, Ciracap,
91
Surade dan Ciemas.Hal ini dikarenakan adanya pembatasan area pada lahan sawah yang berlokasi di pertanian lahan basah. Gambar 31 Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 3
Skenario 4
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 berdasarkan skenario 4 (tertera pada Gambar 32), menunjukkan adanya peningkatan penggunaan lahan sawah di Kecamatan Caringin, Cikakak, Cisolok, Jampangkulon, Waluran, Ciracap, Surade, Ciemas, Cibitung, Tegalbuleud, dan Sagaranten. Hal ini dikarenakan adanya pencetakan sawah baru pada lahan sawah yang berlokasi di pertanian lahan basah.
Skenario 5
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 berdasarkan skenario 5 (tertera pada Gambar 33), menunjukkan adanya peningkatan penggunaan lahan hutan di Kecamatan Cisolok, Waluran, Cimanggu, Cikakak, Cikidang, Kalibunder, Pabuaran, Cidahu, Palabuhantaru, dan Ciemas. Hal ini karena adanya kebijakan restorasi hutan pada kawasan lindung, dengan demikian lahan hutan yang berasal dari lahan kering, perkebunan dan sawah kembali lagi menjadi hutan. Selain itu, dengan skenario ini juga terjadi peningkatan penggunaan lahan sawah di Kecamatan Cirurug, Parungkuda, Cibadak, Caringin, Sukabumi, Sukaraja, Palabuhanratu, Cikakak, Cisolok, Jampangkulon, Waluran, Ciracap, Surade dan Ciemas. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan pembatasan area pada lahan sawah yang berlokasi di pertanian lahan basah yang dijalankan.
Skenario 6
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 berdasarkan skenario 6 (tertera pada Gambar 34), menunjukkan adanya peningkatan penggunaan lahan hutan di Kecamatan Cisolok, Waluran, Cimanggu, Cikakak, Cikidang, Kalibunder, Pabuaran, Cidahu, Palabuhantaru, dan Ciemas. Hal ini karena adanya kebijakan restorasi hutan pada kawasan lindung, dengan demikian lahan hutan yang berasal dari lahan kering, perkebunan dan sawah kembali lagi menjadi hutan. Selain itu, dengan skenario ini juga terjadi peningkatan penggunaan lahan sawah di Kecamatan Caringin, Cikakak, Cisolok, Jampangkulon, Waluran, Ciracap, Surade, Ciemas, Cibitung, Tegalbuleud, dan Sagaranten. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan lainnya, yaitu : pencetakan sawah baru pada lahan sawah yang berlokasi di pertanian lahan basah.
93
Gambar 32 Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 4
Skenario 7
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 berdasarkan skenario 7 (tertera pada Gambar 35), menunjukkan peningkatan penggunaan lahan sawah di Kecamatan Cirurug, Parungkuda, Cibadak, Caringin, Sukabumi, Sukaraja,
Palabuhanratu, Cikakak, Cisolok, Jampangkulon, Waluran, Ciracap, Surade Ciemas, Cibitung, Tegalbuleud, dan Sagaranten. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan yang dijalanjan berupa pembatasan area pada lahan sawah yang berlokasi di pertanian lahan basah dan pencetakan sawah baru pada lahan sawah yang berlokasi di pertanian lahan basah.
Gambar 33 Penggunaan lahan lasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 5
95
Gambar 34 Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 6 Skenario 8
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 berdasarkan skenario 8 (tertera pada Gambar 36), menunjukkan adanya peningkatan penggunaan lahan hutan di Kecamatan Cisolok, Waluran, Cimanggu, Cikakak, Cikidang, Kalibunder, Pabuaran, Cidahu, Palabuhantaru, dan Ciemas. Hal ini karena adanya
kebijakan restorasi hutan pada kawasan lindung, dengan demikian lahan hutan yang berasal dari lahan kering, perkebunan dan sawah kembali lagi menjadi hutan. Selain itu, dengan skenario ini juga terjadi peningkatan penggunaan lahan sawah di Kecamatan Cirurug, Parungkuda, Cibadak, Caringin, Sukabumi, Sukaraja, Palabuhanratu, Cikakak, Cisolok, Jampangkulon, Waluran, Ciracap, Surade Ciemas, Cibitung, Tegalbuleud, dan Sagaranten. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan yang dijalanjan berupa pembatasan area pada lahan sawah yang berlokasi di pertanian lahan basah dan pencetakan sawah baru pada lahan sawah yang berlokasi di pertanian lahan basah.
5.4 Arahan Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah
Arahan penyempurnaan RTRW dirumuskan melalui evaluasi hasil perbandingan antara penggunaan lahan dengan RTRW. Evaluasi penggunaan lahan dilakukan dengan caramembandingkan penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dari beberapa skenario dengan peta pola ruang RTRW. Hasil perbandingan tersebut digunakan untuk merumuskan alternatif kebijakan arahan penyempurnaan RTRW. Hasil perbandingan tersebut memiliki kategori sesuai, masih memungkinkan berubah jenis penggunaan lahannya dan tidak sesuai dengan RTRW. Kategori sesuai apabila antara panggunaan lahan dengan alokasi RTRW pada sel yag sama mempunyai kesesuaian. Kategori masih memungkinkan berubah jenis penggunaan lahannya apabila antara penggunaan lahan dengan alokasi RTRW pada sel yang sama masih memungkinkan untuk berubah, terutama penggunaan lahan hasil interpretasi yang masih memungkinkan untuk menyesuaikan dengan alokasi pola ruang RTRW. Kategori tidak sesuai apabila antara penggunaan lahan dengan alokasi RTRW pada sel yang sama tidak sesuai, terutama penggunaan lahan hasil interpretasi yang sudah tidak memungkinkan untuk menyesuaikan dengan alokasi RTRW. Kondisi pada kategori tiga adalah jika pada sel yang sama penggunaan lahan hasil interpretasi berupa kawasan terbangun sementara pada alokasi RTRW adalah penggunaan lain. Kawasan terbangun adalah penggunaan lahan yang relatif stabil dan sulit untuk berubah ke penggunaan lain, sehingga kondisi ini termasuk kategori tidak sesuai dengan RTRW. Nilai dari perbandingan antara penggunaan lahan hasil prediksi tahun
97
2032 dengan RTRW yang memiliki nilai ketidaksesuaian terkecil yang akan dijadikan sebagai arahan penyempurnaan RTRW.
Gambar 35 Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 7
Gambar 36 Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 8
Peta penggunaan lahan tahun 2032 hasil prediksi dengan beberapa skenario dibandingkan dengan rencana tata ruang wilyah didapatkan hasil bahwa peta penggunaan lahan tahun 2032 hasil prediksi dengan skenario 8 yang memiliki nilai ketidaksesuaian terkecil apabila dibandingkan dengan RTRW, yaitu sebesar 4,53%. Hasil perbandingan terkecil kedua, yaitu prediksi
99
penggunaan lahan dengan skenario 2 sebesar 4,54% dan terkecil ketiga, yaitu skenario 5 sebesar 5,56%. Perbandingan kesesuaian hasil simulasi dengan peta pola ruang RTRW tertera pada Tabel 32. Tabel 32 Perbandingan Hasil Kesesuaian Lahan Hasil Prediksi dengan RTRW Penggunaan Lahan Hasil Skenario tahun 2032 Kesesuaian Penggunaan Lahan dengan RTRW (%) Sesuai Memungkinkan berubah jenis penggunaan lahannya Tidak sesuai Skenario 1 53,54 41,86 4,60 Skenario 2 53,19 42,18 4,54 Skenario 3 55,19 40,22 4,59 Skenario 4 53,73 41,69 4,58 Skenario 5 54,86 40,59 4,56 Skenario 6 53,37 42,06 4,57 Skenario 7 53,51 41,85 4,64 Skenario 8 53,50 41,98 4,53 Sumber : hasil analisis
Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, skenario yang paling tinggi
dalam mengurangi ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan Pola Ruang RTRW tahun adalah skenario 8, yaitu adanya upaya restorasi hutan pada kawasan lindung, lahan sawah tidak terkonversi dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukkan pertanian lahan basah secara bersamaan. Dengan skenario ini menunjukkan adanya peningkatan penggunaan lahan hutan khususnya pada hutan di kawasan lindung seluas 9.611 ha di Kecamatan Cisolok, Waluran, Cimanggu, Cikakak, Cikidang, Kalibunder, Pabuaran, Cidahu, Palabuhanratu, dan Ciemas. Selain itu, dengan skenario ini juga terjadi peningkatan penggunaan lahan sawah seluas 14.995 ha tersebar di Kecamatan Cirurug, Parungkuda, Cibadak, Caringin, Sukabumi, Sukaraja, Palabuhanratu, Cikakak, Cisolok, Jampangkulon, Waluran, Ciracap, Surade Ciemas, Cibitung, Tegalbuleud, dan Sagaranten. Namun demikian, skenario 8 ini paling berat untuk dilaksanakan karena memerlukan upaya paling besar diantara delapan skenario yang direncanakan. Upaya restorasi hutan pada kawasan lindung, perlindungan lahan sawah agar tidak terkonversi dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan pertanian lahan basah memerlukan koordinasi dari berbagai pemangku kepentingan, terutama dalam hal ini terkait dengan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Upaya restorasi hutan pada kawasan lindung berkaitan erat dengan ekonomi masyarakat yang selama ini telah mengusahakan lahan
tersebut untuk lahan pertanian mereka, sehingga upaya ini menjadi sangat sensitif. Dari segi ekologi, upaya ini akan mempunyai dampak positif bagi lingkungan. Oleh karena itu, perlu dibuat strategi yang dapat menguntungkan baik secara ekologi maupun ekonomi. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan adalah melaksanakan pengelolaan hutan oleh masyarakat, yaitu melakukan tumpangsari pada areal yang akan dihutankan kembali tersebut. Bentuk kegiatan tersebut hanya di kenal pada pengelolaan lahan produksi yang dikenal dengan nama Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Namun demikian, bentuk kegiatan yang semodel tidak tertutup kemungkinan bisa dijalankan pada hutan di kawasan lindung dengan berbagai batasan yang jelas.
Alternatif kebijakan lainyang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah
adalah skenario 7, yaitu adanya perlindungan lahan sawah agar tidak terkonversi dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan pertanian lahan basah. Kebijakan ini lebih memungkinkan untuk diimplementasikan dilapangan, walaupun dilihat dari nilai ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan RTRW mempunyai nilai ketidaksesuaian yang terbesar. Upaya perlindungan lahan sawah masih dapat dilakukan, didukung dengan kondisi wilayah Kabupaten Sukabumi yang masih berpotensi untuk pengembangan lahan sawah. Adanya alokasi pertanian lahan basah pada pola ruang RTRW dan dukungan Undangundang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menjadi salah satu peluang tersendiri untuk mewujudkan upaya tersebut. Namun demikian, upaya pengendalian pemanfaatan lahan sawah ini perlu lebih intensif terutama terkait dengan konversi ke penggunaan lahan lain khususnya kawasan terbangun.
Berdasarkan uraian di atas, arahan penyempurnaan RTRW Kabupaten Sukabumi dapat dipilih dari tiga alternatif kebijakan sebagai berikut :(1) kebijakan berorientasi ekologi/ lingkungan, yaitu dengan melakukan upaya restorasi hutan pada kawasan lindung. Kebijakan ini dapat mengurangi ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan pola ruang RTRW pada tahun 2032 menjadi 4,54%, (2) kebijakan berorientasi ketahanan pangan, yaitu dengan melakukan upaya perlindungan lahan sawah agar tidak terkonversi dan
101
pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukkan pertanian lahan basah yang dilakukan secara bersamaan. Kebijakan ini dapat mengurangi ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan pola ruang RTRW pada tahun 2032 menjadi 4,64%, dan (3) kebijakan berorientasi ekologi/ lingkungan dan ketahanan pangan, yaitu dengan melakukan upaya restorasi hutan pada kawasan lindung, perlindungan lahan sawah agar tidak terkonversi dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukkan pertanian lahan basah yang dilakukan secara bersamaan, yang dapat mengurangi ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan RTRW pada tahun 2032 menjadi 4,53 %.
xx