• Tidak ada hasil yang ditemukan

Spatial modeling of land use change in relation to spatial planning in Sukabumi Regency

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Spatial modeling of land use change in relation to spatial planning in Sukabumi Regency"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN

LAHAN DALAM KAITANNYA DENGAN PERENCANAAN

TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI

TATANG KURNIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemodelan Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dalam Kaitannya dengan Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2012

(3)

ABSTRACT

TATANG KURNIAWAN. Spatial Modeling of Land Use Change in Relation to Spatial Planning in Sukabumi Regency. Under direction of SANTUN R.P. SITORUS and KHURSATUL MUNIBAH.

Sukabumi Regency population growth of 1,14% per year have implies a growing demand of land to be used as built up area and other urban activities. The increase in housing needs have resulted in land use change from productive agriculture into built up area. This study aims to: (1) analyze land use changes in the period 2000-2010, (2) analyze the factors that drive the land use changes, (3) predict the use of land in 2032 using spatial models of land use change, (4) formulate directives refinement for regional spatial planning (RTRW) Sukabumi Regency. CLUE-S was used to simulate land-use change based on the driving factors. The results of the analysis showed there is changes in land use in the 2000-2010 period. The most extensive land use decline is rice field that decreased by 15,8%, the land use that decreased too is oil 0,4%, forest 0,5%, and others 2,7%. On the other hand, the land use that extensively increase is built up area that rise to 23,9% and dry land that increased 3,4%. The main pattern in land use change is from rice field into dry land or built up area. CLUE-S prediction produced an accuracy of 91,25%. Alternatives of policy that selected based on the study for the refinement of regional spatial planning is : (1) environmental oriented policies can reduced 4,54% of the incompatibility between land use and regional spatial planning, (2) food security-oriented policies can reduced 4,64% of the incompatibility between land use and regional spatial planning, and (3) combining environmental oriented policies and food security-oriented policies can reduced 4,65% of the incompatibility between land use and regional spatial planning.

(4)

RINGKASAN

TATANG KURNIAWAN. Pemodelan Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dalam Kaitannya dengan Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS dan KHURSATUL MUNIBAH.

Kabupaten Sukabumi merupakan kabupaten terluas di Pulau Jawa dan Bali, yaitu mencapai 4,161 km2 terdiri atas 47 kecamatan dan 367 desa (BPS 2011). Dalam kurun waktu tahun 2000-2010, jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi meningkat sebanyak 266.268 jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,14% per tahun (BPS 2011). Peningkatan jumlah penduduk tersebut berimplikasi pada peningkatan kebutuhan ruang untuk pemukiman dan berbagai aktifitas urban lainnya. Adanya peningkatan kebutuhan ruang mempunyai konsekuensi terhadap kecenderungan berubahnya penggunaan suatu lahan tertentu ke penggunaan lahan untuk kawasan terbangun. Dengan demikian, pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukabumi sangat penting dilakukan agar konversi lahan yang tidak sesuai peruntukannya dapat diminimalisir.

Dalam pengendalian pemanfaatan ruang tersebut diperlukan prediksi perubahan penggunaan lahan mendatang secara spasial, salah satunya menggunakan model Conversion of Land Use and its Effect at Small Regional Extent (CLUE-S). Menurut Verburg dan Overmars (2009), model CLUE-S dapat memodelkan perubahan penggunaan lahan berdasarkan faktor-faktor peubah yang mempengaruhinya dengan wilayah studi yang cukup luas. Untuk dapat membuat Pemodelan Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dalam Kaitannya dengan Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi, maka tujuan penelitian ini adalah : (1) menganalisis perubahan penggunaan lahan periode tahun 2000-2010, (2) menganalisis faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan, (3) memprediksi penggunaan lahan tahun 2032 menggunakan model spasial perubahan penggunaan lahan, dan (4) merumuskan arahan penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukabumi.

Selama periode 2010-2010, penggunaan lahan yang mengalami penurunan luas adalah sawah sebesar 15,8%, perkebunan 0,4%, hutan 0,5% dan lainnya 2,7%. Penggunaan lahan yang mengalami peningkatan luas adalah kawasan terbangun 23,9% dan lahan kering 3,4%. Pola perubahan lahan di Kabupaten Sukabumi yang paling utama adalah lahan sawah menjadi lahan kering atau kawasan terbangun.

(5)

pertanian menjadi kawasan terbangun. Variabel yang mempengaruhi peluang terbesar perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian adalah jarak ke kota terdekat. Variabel yang mempengaruhi peluang terbesar perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi kawasan terbangun adalah kepadatan penduduk.

Model spasial penggunaan lahan menggunakan model CLUE-S disimulasikan dalam format raster. Ukuran raster yang digunakan untuk wilayah Kabupaten Sukabumi adalah (100x100)m atau luas tiap selnya sebesar 1 ha. Data input yang digunakan dalam model CLUE-S adalah kebutuhan penggunaan lahan, koefisien regresi logistik dan nilai elastisitas penggunaan lahan. Data kebutuhan penggunaan lahan didapatkan dari data laju perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2010. Data koefisien regresi logistik didapatkan dengan melakukan regresi logistik biner untuk tiap jenis penggunaan lahan. Nilai elastisitas didapatkan dari referensi model CLUE-S (Veldkamp dan Verburg 2004) dan disesuaikan dengan kondisi wilayah Kabupaten Sukabumi. Model awal dibuat dengan data masukan tahun 2000 untuk validasi model. Akurasi model yang dihasilkan mencapai nilai 91,25%. Prediksi penggunaan lahan tahun 2032 disimulasikan menggunakan model CLUE-S berdasarkan data tahun 2010 dengan beberapa skenario. Skenario yang digunakan dalam terdiri atas delapan skenario, yaitu : (1) skenario laju alami, (2) skenario restorasi hutan pada kawasan lindung, (3) skenario lahan sawah tidak terkonversi pada pertanian lahan basah, (4) skenario pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan pertanian lahan basah, (5) skenario restorasi hutan pada kawasan lindung dan lahan sawah tidak terkonversi pada pertanian lahan basah secara bersamaan, (6) restorasi hutan pada kawasan lindung dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan pertanian lahan basah secara bersamaan, (7) skenario lahan sawah tidak terkonversi dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan pertanian lahan basah secara bersamaan, (8) restorasi hutan pada kawasan lindung, lahan sawah tidak terkonversi dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan pertanian lahan basah secara bersamaan.

Arahan penyempurnaan RTRW Kabupaten Sukabumi dapat dipilih dari tiga alternatif kebijakan sebagai berikut : (1) kebijakan berorientasi lingkungan, yaitu dengan melakukan upaya restorasi hutan pada kawasan lindung. Kebijakan ini dapat mengurangi ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan pola ruang RTRW pada tahun 2032 menjadi 4,54%, (2) kebijakan berorientasi ketahanan pangan, yaitu dengan melakukan upaya perlindungan lahan sawah agar tidak terkonversi dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukkan pertanian lahan basah yang dilakukan secara bersamaan. Kebijakan ini dapat mengurangi ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan pola ruang RTRW pada tahun 2032 menjadi 4,64%, dan (3) kebijakan berorientasi lingkungan dan ketahanan pangan, yaitu dengan melakukan upaya restorasi hutan pada kawasan lindung, perlindungan lahan sawah agar tidak terkonversi dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukkan pertanian lahan basah yang dilakukan secara bersamaan, yang dapat mengurangi ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan RTRW pada tahun 2032 menjadi 4,53 %.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

PEMODELAN SPASIAL

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

DALAM KAITANNYA DENGAN PERENCANAAN

TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI

TATANG KURNIAWAN

TESIS

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER SAINS

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Pemodelan Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dalam Kaitannya dengan Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi

Nama : Tatang Kurniawan

NRP : A156110314

Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Khursatul Munibah, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

(9)
(10)

Kupersembahkan Karya ini Kepada:

Istriku tercinta Yuyun Kusnawati dan

(11)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya sehingga karya ilmiah dengan judul Pemodelan Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dalam Kaitannya dengan Perencanaan Tata Ruang Kabupaten Sukabumi dapat diselesaikan.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus dan Dr. Khursatul Munibah, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah sekaligus Ketua dan Anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini.

2. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini.

3. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.

4. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis.

5. Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini.

6. Rekan-rekan PWL kelas Bappenas maupun Reguler angkatan 2011 dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.

Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terimaksih.

Bogor, November 2012

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 1980 dari pasangan orang tua Bapak Mista Sumitra dan Ibu Tita Martini sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara. Penulis menikah dengan Yuyun Kusnawati, S.Si dan dikarunia seorang putri bernama Shofura Izzati dan seorang putra bernama Muhandis Muhammad Abqory.

Pendidikan dasar hingga menengah penulis tempuh di Kabupaten Sukabumi. Tahun 1999 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cibadak dan kemudian melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan dan menyelesaikan studi pada jenjang sarjana pada Tahun 2004.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN vii

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...1Error! Bookmark not d

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Kerangka Pemikiran ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem dan Model ... 7

2.2 Konsep Analisis Keruangan ... 9

2.3 Penggunaan Lahan dan Pemodelan Perubahannya ... 11

2.3.1. Penggunaan dan Penutupan Lahan ... 11

2.3.2. Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya ... 12

2.3.3. Analisis Dinamika Spasial Perubahan Penggunaan Lahan ... 13

2.3.4. Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan ... 14

2.3.4.1. Conversion of Land Use and its Effect (CLUE) ... 14

2.3.4.2. Conversion of Land Use & its Effect at Small regional extent (CLUE-S) ... 15

III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

3.2 Bahan dan Alat ... 19

3.3 Metode Pengumpulan Data... 19

3.4 Rancangan Penelitian ... 21

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ... 22

3.5.1 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan ... 24

3.5.1.1 Analisis Citra Landsat Tahun 2000 dan 2010 ... 24

3.5.1.2 Pengujian hasil interpretasi ... 25

3.5.2 Analisis Faktor Penyebab Perubahan Pengunaan Lahan ... 26

3.5.3 Penyusunan Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan ... 27

3.5.3.1 Transformasi format vektor ke raster ... 28

3.5.3.2 Kebutuhan penggunaan lahan ... 28

3.5.3.3 Kesesuaian lokasi penggunaan lahan tiap sel ... 29

3.5.3.4 Pengaturan konversi jenis penggunaan lahan ... 29

3.5.3.5 Kebijakan spasial dan pembatasan area ... 29

3.5.3.6 Pelaksanaan simulasi model ... 31

3.5.3.7 Validasi model ... 32

(14)

ii

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1 Administrasi ... 33

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 53

5.1 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan... 53

5.1.1 Penggunaan Lahan ... 53

5.1.2 Uji Hasil Interpretasi ... 58

5.1.3 Luas Perubahan Penggunaan Lahan ... 58

5.2 Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan ... 64

5.2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Lahan Pertanian ... 64

5.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Menjadi Kawasan Terbangun ... 66

5.3 Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan ... 67

5.3.1 Kebutuhan Penggunaan Lahan ... 68

5.3.2 Kesesuaian lokasi penggunaan lahan tiap sel ... 78

5.3.3 Pengaturan konversi jenis penggunaan lahan ... 84

5.3.4 Kebijakan spasial dan pembatasan area ... 85

5.3.5 Pelaksanaan Pemodelan ... 86

5.3.6 Validasi model ... 86

5.3.7 Penggunaan Lahan Hasil Prediksi Tahun 2032 ... 88

5.4 Arahan Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah ... 96

VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan ... 103

6.2. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA... ... ...105

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Matrik Hubungan Antara Tujuan, Jenis Data, Sumber Data, Teknik

Analisis dan Keluaran... 23

2 Matriks Perubahan Penggunaan Lahan Tahun t0-t1... 25

3 Luas perubahan penggunaan lahan per tahun……….. 28

4 Skenario untuk prediksi penggunaan lahan tahun 2032………. 30

5 Kemiringan lereng wilayah Kabupaten Sukabumi………. 35

6 Tingkat elevasi wilayah Kabupaten Sukabumi……….. 37

7 Formasi geologi wilayah Kabupaten Sukabumi... 37

8 Sebaran Jenis Tanah Wilayah Kabupaten Sukabumi... 40

9 Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi tahun 2000-2010... 48

10 Sebaran arahan penggunaan lahan wilayah Kabupaten Sukabumi... 51

11 Luas Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Sukabumi……… 59

12 Matriks perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2010………. 63

13 Faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan hutan menjadi pertanian………. 65

14 Faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan pertanian menjadi kawasan terbangun……… 66

15 Kebutuhan penggunaan lahan periode tahun 2000-2010……… 69

16 Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in1)………. 70

17 Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in2)……… 71

18 Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in3)……… 72

19 Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in4)……… 73

20 Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in5)……… 74

21 Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in6)……… 75

22 Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in7)………. 76

23 Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in8)………. 77

24 Persentase luas kebutuhan penggunaan lahan prediksi tahun 2032 berdasarkan skenario………... 78

(16)

iv

26 Nilai exp (β) untuk tiap penggunaan lahan tahun 2000……….. 81

27 Hasil regresi logistik biner (β) untuk tiap penggunaan lahan tahun 2010……… 83

28 Nilai Exp (β) untuk tiap penggunaan lahan tahun 2010……… 84

29 Nilai elastisitas konversi tiap jenis penggunaan lahan……… 85

30 Matriks konversi tiap jenis penggunaan lahan……… 85

31 Data yang digunakan pada model 1 dan model 2……….. 86

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran………... 6

2 Peta lokasi penelitian……….………... 20

3 Bagan alir penelitian... 22

4 Mekanisme alokasi perubahan penggunaan lahan Model CLUE-..… 31

5 Peta administrasi kecamatan wilayah Kabupaten Sukabumi…...… 34

6 Peta kemiringan lereng wilayah Kabupaten Sukabumi……… 36

7 Peta elevasi wilayah Kabupaten Sukabumi………...… 38

8 Peta geologi wilayah Kabupaten Sukabumi………..… . 39

9 Peta jenis tanah wilayah Kabupaten Sukabumi……….... 41

10 Sebaran curah hujan wilayah Kabupaten Sukabumi……….... 42

11 Jarak ke jalan……….. 44

12 Jarak ke pusat kota………. 45

13 Jarak ke kota terdekat………. 46

14 Jarak ke sungai……… 47

15 Kepadatan penduduk Kabupaten Sukabumi………... 49

16 Kepadatan tenaga kerja pertanian……… 50

17 Peta RTRW wilayah Kabupaten Sukabumi 2011-2032………. 52

18 Kenampakan air pada citra Landsat skala 1 : 50000……….. 54

19 Kenampakan hutan pada citra Landsat skala 1 : 50000………. 54

20 Kenampakan kawasan terbangun pada citra Landsat skala 1 : 50000 55

21 Kenampakan lahan kering pada citra Landsat skala 1 : 50000……... 55

22 Kenampakan perkebunan pada citra Landsat skala 1 : 50000……… 56

23 Kenampakan sawah pada citra Landsat skala 1 : 50000……… 57

24 Kenampakan lainnya pada citra Landsat skala1 : 50000 ……….… 57

25 Grafik perubahan penggunaan lahan periode 2000-2010 ……….… 60

26 Penggunaan lahan Kabupaten Sukabumi tahun 2000……….. 61

27 Penggunaan lahan Kabupaten Sukabumi tahun 2010……….. 62

28 Penggunaan lahan prediksi tahun 2010……….. 87

29 Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 1…. 89

(18)

vi

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Citra landsat Kabupaten Sukabumi tahun 2000……… 109 2. Citra landsat Kabupaten Sukabumi tahun 2010……… 110 3.. Variabel yang mempengaruhi perubahan hutan menjadi pertanian… 111 4. Variabel yang mempengaruhi perubahan pertanian menjadi

kawasan terbangun………... 113

(20)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan penggunaan lahan merupakan suatu bentuk proses interaksi yang kompleks dan bersifat dinamis antara manusia dan lahan. Di satu sisi lahan memiliki penawaran (supply)yang tetap, namun di sisi lain permintaan (demand) terhadap lahan semakin lama semakin meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk dan perkembangan struktur sosial ekonomi masyarakat. Ketimpangan antara permintaan dan penawaran sumberdaya lahan merupakan suatu indikasi bahwa lahan dapat dikategorikan sebagai sumberdaya yang mempunyai sifat kelangkaan (scarcity) (Rustiadi et al. 2011). Adanya sifat kelangkaan ini mempunyai konsekuensi terhadap kecenderungan berubahnya penggunaan suatu lahan tertentu ke penggunaan lahan lain seiring dengan perubahan nilai ekonomi lahan (economic rent).

Perubahan penggunaan lahan merupakan salah satu aspek yang banyak dipelajari di dunia, termasuk di Indonesia. Kepentingan dari studi perubahan penggunaan lahan sangat signifikan untuk kajian perencanaan pengembangan wilayah. Perkembangan pada suatu wilayah dipengaruhi oleh faktor-faktor potensi wilayah, homogenitas wilayah, aksesibilitas, kelengkapan sarana prasarana, dan keterbatasan fisik yang dapat dikembangkan. Tumbuhnya lokasi-lokasi permukiman berupa industri, pemukiman penduduk, aktifitas urban dan kemacetan lalu lintas dapat menjadi indikator secara visual peningkatan kebutuhan akan ruang/lahan di lapangan.

Salah satu wilayah yang cukup pesat perkembangannya adalah Kabupaten Sukabumi yang merupakan kabupaten terluas di Pulau Jawa dan Bali, yaitu mencapai 4,161 km2 (416.111 ha) yang dibagi menjadi 47 kecamatan dan 367 desa (BPS 2011). Letaknya yang berada diantara 2 Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yaitu Jakarta dan Bandung menyebabkan Kabupaten Sukabumi mengalami perkembangan yang tinggi.

(21)

laju pertumbuhan rata-rata 1,14% per tahun (BPS 2011). Peningkatan jumlah penduduk tersebut berimplikasi pada peningkatan kebutuhan ruang untuk pemukiman dan berbagai aktifitas urban lainnya.Adanya peningkatan kebutuhan ruang untuk kawasan terbangun mempunyai konsekuensi terhadap kecenderungan berubahnya penggunaan suatu lahan tertentu ke penggunaan lahan untuk kawasan terbangun.Penelitian Muiz (2009) menunjukkan bahwa penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi antara tahun 1997-2006 mengalami perubahan pada beberapa jenis penggunaan lahan tertentu dengan luasan cukup besar. Penggunaan lahan yang cenderung turun luasannya adalah hutan sebesar 12,77%, sawah sebesar 10,15%, dan semak belukar sebesar 56,09%, sedangkan penggunaan lahan yang cenderung naik luasannya adalah permukiman sebesar 183,12%, tegalan sebesar 6,56% dan perkebunan sebesar 28,67%.

Kecenderungan perubahan penggunaan lahan diduga akan terus berlangsung pada tahun-tahun selanjutnya seiring dengan perkembangan wilayah di Kabupaten Sukabumi. Dengan demikian, pengendalian laju perubahan penggunaan lahan sangat penting dilakukan untuk pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Adanya pengendalian pemanfaatan ruang berimplikasi terhadap terjaganya keseimbangan ekologis.

(22)

3

spasial adalah model Conversion of Land Use and its Effect at Small Regional Extent (CLUE-S). Menurut Verburg dan Overmars (2009), model CLUE-S dapat memodelkan perubahan penggunaan lahan berdasarkan faktor-faktor peubah yang mempengaruhinya dengan wilayah studi yang cukup luas. Perubahan penggunaan lahan dapat diprediksi secara kuantitatif dengan memasukkan faktor-faktor fisik, sosial, ekonomi dan kebijakan (Munibah et al. 2010). Hasil dari pemodelan spasial penggunaan lahan ini dapat menjadi bahan pertimbangan pengambilan kebijakan bagi pemerintah daerah dalam mengendalikan pemanfaatan ruang di Kabupaten Sukabumi.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian dirumuskan sebagai berikut :

1. Peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Sukabumi sebesar 1,14% per tahun berimplikasi pada meningkatnya kebutuhan ruang untuk kawasan terbangun dan kebutuhan aktivitas urban lainnya. Adanya peningkatan kebutuhan ruang terbangun ini mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahandari lahan pertanian produktif menjadi lahan terbangun. Dengan demikian, laju perubahan lahan pertanian produktif menjadi lahan terbangun perlu dikendalikan agar kerawanan pangan di wilayah Kabupaten Sukabumi dapat diatasi.

2. Belum diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan sehingga belum dapat disusun suatu program yang dapat digunakan untuk pengendalian pemanfaatan ruang.

3. Data kebutuhan ruang yang dicerminkan dengan penggunaan lahan di masa datangsaat ini belum tersedia, sehingga perlu dilakukan simulasi melalui pemodelan spasial untuk mendapatkan peta prediksi penggunaan lahannya.Berkaitan dengan masa berlaku Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukabumi sampai dengan tahun 2032, maka penggunaan lahan yang diprediksi adalah tahun 2032.

(23)

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, disusun pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi Tahun 2000-2010 ?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan ? 3. Bagaimana kondisi penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi di masa yang

akan datang ?

4. Bagaimana arahan penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukabumi ?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis perubahan penggunaan lahan periode tahun 2000-2010 2. Menganalisis faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan 3. Memprediksi penggunaan lahan tahun 2032 menggunakan model spasial

perubahan penggunaan lahan

4. Merumuskan arahan penyempurnaan RTRW Kabupaten Sukabumi

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaaat sebagai berikut :

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam penyempurnaan RTRW dan pengambilan kebijakan dalam mengendalikan pemanfaatan ruang.

2. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam penataan ruang dan pemodelan spasial dinamik.

1.5 Kerangka Pemikiran

(24)

5

menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan. Perubahan penggunaan lahan bersifat dinamis dan pada dasarnya merupakan pergeseran alokasi dan distribusi sumberdaya.

Salah satu cara untuk mengetahui dinamika perubahan penggunaan lahan adalah melalui Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan pendekatan interpretasi data penginderaan jauh secara temporal. Data perubahan penggunaan lahan hasil analisis penginderaan jauh dan SIG, data fisik lahan dan data sosial ekonomi suatu wilayah menjadi input untuk simulasi pemodelan spasial. Pendekatan pemodelan spasial merupakan model integrasi yang memiliki sifat spasial dan dinamik sehingga dapat digunakan untuk memprediksi penggunaan lahan yang akan datang secara spasial. Model spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah model CLUE-S (Conversion of Land Use Changes and its Effect at small regional extent).

(25)
(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem dan Model

Sistem adalah suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan (Eriyatno 1999). Berdasarkan definisi ini tergambarkan bahwa dalam sistem terdapat elemen-elemen/unsur-unsur, ada hubungan keterkaitan dan ada tujuan-tujuan. Usaha untuk menggambarkan, menganalisis, menyederhanakan atau menunjukkan sistem dapat ditunjukkan oleh model berdasarkan pada teori. Model yang baik harus dapat menggambarkan sifat penting dari sistem yang dimodelkan. Model merupakan pengganti dari suatu sistem yang nyata. Model digunakan bila bekerja dengan pengganti tersebut lebih mudah dibandingkan dengan sistem aktual. Contoh model adalah cetak biru arsitektur suatu gedung, grafik pekerjaan analisis ekonomi (Ford 1999).

Secara umum model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik (sebab akibat). Model merupakan abstraksi dari suatu realitas, maka pada wujudnya kurang kompleks daripada realitas itu sendiri. Model dapat dikatakan lengkap bila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas itu sendiri (Marimin 2005).

(27)

diperoleh dapat digambarkan dengan kombinasi dari berbagai fungsi matematis dasar, model ini disebut dengan model analitis. Model matematis ini dapat dikelompokkan dalam dua bagian yaitu model statis dan dinamik. Model statik memberikan informasi tentang peubah-peubah model hanya pada titik tunggal dari waktu. Model dinamik mampu menelusuri jalur waktu dari peubah-peubah model (Eriyatno 1999).

Penyelesaian suatu permasalahan yang mempunyai tiga karakter yaitu kompleks, dinamik, dan probabilistik disarankan untuk menggunakan pendekatan sistem.Kompleks mengandung arti interaksi antar elemen cukup rumit. Sedangkan dinamik berarti faktornya berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan. Sementara probabilistik adalah diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi.

Penelitian dengan pendekatan sistem meliputi delapan unsur yaitu: (1) metodologi untuk perencanaan dan pengelolaan, (2) suatu tim yang multidisipliner, (3) pengorganisasian, (4) disiplin untuk bidang yang non-kuantitatif, (5) teknik model matematik, (6) teknik simulasi, (7) teknik optimisasi, dan (8) aplikasi komputer. Metode dengan pendekatan sistem pada prinsipnya melalui enam tahap, yaitu : analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pembentukan alternatif sistem, determinasi dari realisasi fisik, sosial dan politik, dan penentuan kelayakan secara ekonomi dan finansial. Keenam langkah ini umumnya dilakukan dalam suatu kesatuan yang disebut dengan analisis sistem (Djojomartono 1993).

(28)

9

Aspek penataan ruang, pembangunan wilayah dan masalah perkotaan dapat dianalisis dengan pendekatan sistem. Aspek penataan ruang dapat dikategorikan sistem sosial, sehingga pendekatannya menggunakan metode soft system bukan sistem fisik atau hard system. Salah satu tool untuk analisis pada soft system ini adalah analisis prospektif (Godet 1999).

2.2 Konsep Analisis Keruangan

Ruang (space) dalam ilmu geografi di definisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata 1992). Analisis keruangan atau spatial analysis mempelajari perbedaan lokasidalam hal sifat-sifat pentingnya. Dalam analisis ini data yang digunakan disebut data spasial yang pemanfaatannya meliputi data titik (point data) dan data bidang (areal data). Analisis spasial merupakan metode kuantitatif untuk melihat keragaman sesuatu secara spasial.Sistem informasi geografis merupakan sistem automatisasi untuk menangani data spasial.Sistem ini dapat merangkum intelegensi informasi secara geografis (keruangan). Dalam sistem informasi geografis, objek yang ada dalam ruang geografis ditunjukkan oleh dua jenis informasi. Pertama, berkaitan dengan lokasi yang disebut dengan data spasial, dan yang kedua berkaitan dengan identitas dari karakter dari objek tersebut yang disebut dengan data atribut (Unwin 1981).

Data spasial merupakan penggambaran objek dalam ruang. Objek dalam ruang tersebut diklasifikasikan ke dalam empat jenis yaitu titik, garis, area dan permukaan. Data atribut dapat ditunjukan dengan nominal, ordinal, interval dan skala rasio. Informasi geografis tentang lingkungan disajikan dalam bentuk peta, analogdan digital. Peta analog merupakan penggambaran secara nyata dari kondisi dunia. Kualitas fisik dari garis dan area (panjang, tebal, warna dan sebagainya) digunakan untuk menggambarkan kondisi feature dari alam. Lokasi absolut dari ruang didefinisikan dalam sistem koordinat (x,y) yang tidak berkaitan dengan objek yang dipetakan.

(29)

matematis. Sebagai ilustrasi untuk melihat perbedaan peta analog dan digital adalah pada informasi jalan. Dalam versi analog, jalan ini digambarkan denganskala dan proyeksi yang sudah tetap, simbol yang digunakan adalah garis merah yang lebarnya menggambarkan lebar jalan. Perubahan peta hanya dapat dilakukan dengan survey dan pencetakan peta ulang. Dalam bentuk digital jalan tersebut digambarkan oleh suatu seri koordinat, dan data atribut tentang namajalan, lebar dan sebagainya (Martin 1991).

Dalam pemodelan spasial, terdapat dua kategori struktur data dari area yaitu vektor dan raster. Vektor merupakan struktur data yang berdasarkan pada koordinat, sedangkan raster merupakan struktur data yang berdasarkan pada sel.

Sistem informasi geografis (SIG) merupakan informasi yang berhubungan dengan lokasi-lokasi tertentu. Secara harfiah sistem informasi geografis mengandung tiga kata yaitu sistem, informasi dan geografis. Sistem mengandung arti suatu lingkungan tempat data untuk dikelola dan ditanyai. Informasi, berarti ada kemungkinan untukmenggunakan sistem untuk menanyakan pertanyaan data basis geografis, dan memperoleh informasi dunia geografis. Geografis berarti sistem yang digunakan berkaitan erat dengan ukuran dan skala geografis, dan merujuk pada sistem koordinat dari lokasi dari permukaan bumi. Hampir semua penelitian atau penyajian informasi yang bersifat keruangan (spasial) menggunakan teknik sistem informasi geografis. Penentuan lokasi yang terbaik untuk suatu kegiatan tertentu, penentuan persebaran atau distribusi suatu unit kegiatan, dan penentuan pola jaringan adalah merupakan cotoh penggunaan atau aplikasi dari SIG.

(30)

11

Struktur spasial suatu wilayah secara teoritis dapat dibagi menjadi tiga tipe. Tipe pertama adalah adalah pengelompokan dari lokasi jasa atau industri tertier termasuk administrasi, keuangan, perdagangan eceran dan grosir serta jasa sejenis, yang cenderung memusat dalam menjadai kelompok-kelompok homogen dan menyebar secara merata di bentang alam yang memberikan akses terhadap populasi pasar yang terluas. Tipe kedua, merupakan persebaran lokasi dari industri yang terspesialisasi seperti manufaktur, pertambangan dan rekreasi, yang cenderung menjadi mengelompok atau aglomerasi berdasar pada lokasi-lokasi sumberdaya fisik seperti timah, dan kondisi fisik seperti sungai dan pantai. Tipe ketiga berupa pola dari rantai transportasi, seperti jalan dan kereta api yang mengakibatkan pertumbuhan pemukiman secara linier (Nugroho dan Dahuri 2004).

2.3 Penggunaan Lahan dan Pemodelan Perubahannya 2.3.1. Penggunaan dan Penutupan Lahan

Definisi mengenai penggunaan lahan (land use) dan penutupan lahan (land cover) pada hakekatnya berbeda walaupun sama-sama menggambarkan keadaan fisik permukaan bumi. Lilesand dan Kiefer (1993) mendefinisikan penggunaan lahanberhubungan dengan kegiatan manusia pada suatu bidang lahan, sedangkan penutupan lahan lebih merupakan perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap objek-objek tersebut, contohnya pada penggunaan lahan untuk pemukiman yang terdiri atap permukaan, rerumputan dan pepohonan.

(31)

2.3.2. Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya Perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai suatu proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lain yang dapat bersifat permanen maupun sementara, dan merupakan konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang baik untuk tujuan komersial maupun industri. Kim et al. (2002) memandang perubahan penggunaan lahan sebagai suatu sistem yang sama dengan ekosistem. Hal ini disebabkan pada satu kasus dalam sebuah sistem dimana penambahan populasi beberapa spesies biasanya menimbulkan kerusakan spesies lainnya.

Bila dicermati secara sekasama, faktor utama penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan adalah peningkatan penduduk sedangkan perkembangan ekonomi adalah faktor turunannya. Barlowe (1986) menyatakan bahwa pertambahan jumlah penduduk berarti pertambahan terhadap makanan dan kebutuhan lain yang dapat dihasilkan oleh sumberdaya lahan. Permintaan terhadap hasil-hasil pertanian meningkat dengan adanya pertambahan penduduk. Demikian pula permintaan terhadap hasil non-pertanian, kebutuhan perumahan dan sarana prasarana.Peningkatan pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan material ini cenderung menyebabkan persaingan dalam penggunaan lahan.

(32)

13

2.3.3. Analisis Dinamika Spasial Perubahan Penggunaan Lahan

Menurut Rustiadi et al. (2002) pemahaman dinamika pembangunan lahan dan analisis pemanfatan ruang suatu wilayah membutuhkan syarat perlu (necessary condition) pemahaman yang lengkap tentang berbagai aspek dinamis di wilayah tersebut seperti aspek perkembangan kebijakan penataan ruang, aspek perubahan kondisi fisik lingkungan dan wilayah, perubahan aktifitas perekonomian dan kondisi social masyarakat. Oleh karena itu diperlukan tolok ukur objektif dalam bentuk peubah-peubah yang akan dikaji untuk mengevaluasi keseluruhan dari aspek tersebut.

Winoto et al. (1996) menyatakan bahwa dinamika struktur penggunaan lahan dapat mengarah kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Arah perubahan penggunaan khususnya penggunaan pertanian ke non-pertanian secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, perekonomian wilayah dan tara ruang wilayah. Oleh karena itu, perubahan penggunaan lahan akan memperlihatkan kecenderungan meningkat atau menurun dalam tata ruang dengan arah mendekati atau menjauhi pusat aktifitas manusia, sehingga membentuk suatu pola yang dapat dipelajari dan diprediksi. Dengan demikian mempelajari dan memprediksi dinamika struktur penggunaan lahan dan perubahannya terkait dengan analisis spasial karena penggunaan lahan mempunyai lokasi yang melekat pada posisi geografi.

Analisis spasial adalah sekumpulan teknik-teknik untuk pengaturan spasial dari kejadian-kejadian tersebut diatas.Kejadian geografis (geographical event) dapat berupa sekumpulan obyek-obyek titik, garis atau areal yang berlokasi di ruang geografis dimana melekat suatu gugus nilai-nilai atribut. Dengan demikian, analisis spasial membutuhkan informasi, baik berupa nilai-nilai atribut maupun lokasi geografis obyek - obyek dimana atribut melekat di dalamnya (Rustiadi et al. 2002).

Berdasarkan proses pengumpulan informasi kuantitatif yang sistematis, tujuan analisis spasial adalah :

1. Mendeskripsikan kejadian-kejadian di dalam ruangan geografis (termasuk deskripsi pola) secara cermat dan akurat.

(33)

obyek di dalam ruang, sebagai upaya meningkatkan pemahaman proses yang menentukan distribusi kejadian yang terobservasi.

3. Meningkatkan kemampuan melakukan prediksi atau pengendalian kejadian-kejadian di dalam ruang geografis.

Disamping perkembangan metode-metode analisis spasial, peranan Sistem Informasi Geografis (SIG) di dalam visualisasi data spasial akhir-akhir ini semakin signifikan. Menurut Rustiadi et al. (2002), tujuan utama SIG adalah pengelolaan data spasial. SIG mengintegrasikan berbagai aspek pengelolaan data spasial seperti pengolahan database, algoritma grafis, interpolasi, zonasi (zoning) dan network analysis.

Analisis spasial berkembang seiring dengan perkembangan geografi kuantitatif dan ilmu wilayah (regional science) pada awal 1960-an. Perkembangannya diawali dengan digunakannya prosedur-prosedur dan teknik-teknik kuantitatif (terutama statistik) untuk menganalisis pola-pola sebaran titik, garis, dan area pada peta atau data yang disertai koordinat ruang dua atau tiga dimensi. Pada perkembangannya, penekanan dilakukan pada indigenous features dari ruang geografis pada proses-proses pilihan spasial (spatial choices) dan implikasinya secara spatio-temporal.

2.3.4. Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan

Secara umum Briassoulis (2000) menggambarkan klasifikasi pemodelan untuk analisis penggunaan lahan dan perubahannya. Model perubahan penggunaan lahan dikategorikan menjadi empat jenis, yaitu model statistik dan ekonometrik (statistical and econometric models), model interaksi spasial (spatial interaction model), model optimasi (optimation model) dan model terintegrasi (integrated models).

2.3.4.1. Conversion of Land Use and its Effect (CLUE)

(34)

15

lahan lampau dan saat ini. Dengan demikian, dapat diketahui variabel penentu (driving factors) yang paling mempengaruhi baik dari aspek biofisik, sosial ekonomi maupun kebijakan, (2) menggunakan hasil analisis tersebut untukmenetapkan skenario yang memungkinkan untuk dilakukan. Model CLUE ini terdiri dari modul permintaan (demand module) dan modul alokasi (allocation module).

2.3.4.2. Conversion of Land Use & its Effect at Small regional extent (CLUE-S) Pemodelan spasial perubahan penggunaan lahan pada areal lebih kecil dari nasional atau provinsi selanjutnya dikembangkan oleh Verburg et al. (2002). Model ini dinamakan Conversion of Land Use and Its Effect at Small regional extent atau CLUE-S. Model CLUE-S ini merupakan gabungan dari pemodelan empiris, analisis spasial dan model dinamis. Analisis spasial menggunakan teknik overlay dari Sistem Informasi Geografis (SIG). Hubungan antara penggunaan lahan dan faktor-faktornya dianalisis menggunakan regresi logistik.

Model CLUE-S ini telah diterapkan di antaranya di DAS Selangor (Malaysia), Pulau Sibuyan (Filipina), Propinsi BacKan (Vietnam), Kabupaten San Mariano (Filipina), Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bogor (Indonesia). Selain itu, model CLUE-S yang dikombinasikan dengan sistem dinamik juga telah diterapkan di Changqing Jinan (China) dan Sangong Watershed (Xinjiang, China).

(35)

digunakan untuk memprediksi kebutuhan penggunaan lahan masa datang. Analisis spasial menggunakan pendekatan cellular automata dengan regresi logistik sebagai transition rule-nya. Hasil pemodelan ini adalah model mudah diterapkan pada situasi perubahan penggunaan lahan dan daerah studi yang tidak ada pembatasan area.

Engelsman (2002) melakukan pemodelan spasial perubahan penggunaan lahan dengan model CLUE-S untuk wilayah perkotaan di DAS Selangor, Malaysia. Penggunaan lahan yang digunakan terdiri atas delapan kelas, yaitu : hutan, perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, perkebunan campuran, semak dan padang rumput, lahanpertambangan, lahan urban dan wilayah perairan. Driving factors-nya adalah ketinggian wilayah, jarak ke jalan, jarak ke laut, jarak ke pusat permukiman, jarak ke pusat hutan, jenis tanah (alluvial dan fluvisol), lapisan tanah (tanah dangkal), kelas kesesuaian lahan, kepadatan penduduk dan tenaga kerja sektor pertanian. Hasil dari perhitungan regresi logistik dapat diketahui bahwa variabel yang paling mempengaruhi adalah jarak terhadap pusat pemukiman dan jarak terhadap jalan. Hasil dari pemodelan ini menunjukkan bahwa kebutuhan penggunaan lahan untuk wilayah perkotaan meningkat selama periode 1999-2014 dan hasil simulasinya menunjukkan bahwa persebaran wilayah perkotaan menyebar dari selatan ke utara sampai perbatasan Kuala Lumpur. Perkembangan ini seperti suatu koridor yang membentang sepanjang jalan utama sampai ke bagian barat Semenanjung Malaysia.

(36)

17

Witte (2003) mengaplikasikan model CLUE-S untuk pemodelan aksesibilitas. Aksesibilitas diduga mempunyai pengaruh dalam perubahan penggunaan lahan.Variabel aksesibilitas dibagi menjadi 3 tipe berdasarkan waktu tempuh. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tiga tipe aksesibilitas berdasarkan waktu tempuh memberikan dampak besar terhadap perubahan penggunaan lahan, yaitu penduduk lebih terkonsentrasi pada wilayah yang mempunyai aksesibilitas dengan waktu tempuh yang lebih cepat.

Dari keempat contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa model CLUE-S dapat diaplikasikan pada pemodelan spasial perubahan penggunaan lahan dengan berbagai aspek yang mempengaruhinya, baik aspek biofifik wilayah, aspek sosial ekonomi maupun aspek aksesibilitas. Model ini dapat dikembangkan dengan mengaitkan aspek bencana alam dan aspek ketahanan pangan dalam memproyeksikan kebutuhan penggunaan lahan masa datang.

Pengembangan model khususnya terkait dengan proyeksi penggunaan lahan masa datang dikembangkan oleh Xin et al. (2012) dan Geping et al. (2010) dengan mengintegrasikan model sistem dinamik dan model CLUE-S dalam pemodelan perubahan penggunaan lahan. Xin et al. (2012) mengaplikasikan integrasi model sistem dinamik dan CLUE-S di Chanqing, Jinan, China. Model sistem dinamik digunakan untuk memproyeksikan penggunaan lahan masa datang secara non spasial. Parameter yang digunakan dalam model sistem dinamik adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlah penduduk, perkembangan kota dan urbanisasi. Parameter tersebut digunakan untuk membangun skenario dalam memproyeksikan kebutuhan penggunaan lahan masa datang. Geping et al. (2010) mengaplikasikan integrasi model sistem dinamik dan CLUE-S di DAS Sangong, Xinjiang, China. Parameter yang digunakan dalam model sistem dinamik untuk membangun skenario adalah laju pertumbuhan penduduk, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pemasaran dan kemajuan teknologi. Hasil model sistem dinamik berupa proyeksi kebutuhan lahan masa datang dengan berbagai skenario yang selanjutnya digunakan sebagai input model CLUE-S untuk dianalisis secara spasial.

(37)
(38)

III. METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian berlokasi di wilayah Kabupaten Sukabumi. Secara geografis Kabupaten Sukabumi terletak antara 106o 49’ – 107o 00’ Bujur Timur dan 6o 57’ – 7o 25’ Lintang Selatan dan secara administrasi terdiri atas 47 kecamatan dan 367 desa. Luas Kabupaten Sukabumi adalah sekitar 4,161 km2atau 416.111 ha. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Oktober 2012. Peta lokasi penelitian tertera pada Gambar 2.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat tahun 2000 dan 2010, citra Ikonos tahun 2010, peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1 : 25.000, peta administrasi skala 1 : 25.000, peta jenis tanah, peta geologi tahun 1992, peta elevasi, peta slope (kelerengan), peta curah hujan, peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukabumi tahun 2012, dan data potensi desa tahun 2000 dan 2010.

Alat yang digunakan adalah Receiver GPS, Kamera Digital dan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software : ERDAS Imagine, ArcGis, CLUE-S, Google Earth, SPSS dan Microsoft Excel.

3.3 Metode Pengumpulan Data

(39)

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian

(40)

21

Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM). Peta jenis tanah tahun 1993 diperoleh dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Puslittanak)/ Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP). Peta elevasi dan kemiringan lereng tahun 2011, peta administrasi updating 2009 diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sukabumi. Peta curah hujan tahun 2005 diperoleh Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Kabupaten Sukabumi. Peta RBI tahun 2000 diperoleh dari Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Data kepadatan penduduk dan kepadatan tenaga kerja pertanian diperoleh dari data potensi desa tahun 2000 dan 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sukabumi.

3.4 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian terdiri atas empat tujuan, yaitu : (1) menganalisis perubahan penggunaan lahan, (2) menganalisis faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan, (3) memprediksi penggunaan lahan tahun 2032 melalui model spasial perubahan penggunaan lahan, dan (4) merumuskan arahan penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah. Bagan alir penelitian tertera pada Gambar 3.

(41)

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data

Unit analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah poligon penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi. Matrik hubungan antara tujuan, jenis data, sumber data, teknik analisis dan keluaran tertera pada Tabel 1.

(42)
(43)

3.5.1 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan 3.5.1.1 Analisis Citra Landsat Tahun 2000 dan 2010

Tahapan yang dilakukan dalam interpretasi citra Landsat utuk wilayah Kabupaten Sukabumi sebagai berikut :

a. Pemotongan batas area penelitian

Pemotongan batas area penelitian diperlukan untuk melakukan clip citra Landsat path/row 122/065 untuk memperoleh wilayah yang akan di analisis, yaitu wilayah Kabupaten Sukabumi. Metode yang digunakan adalah extract by mask, yaitu memotong citra Landsat dengan wilayah administrasi Kabupaten Sukabumi.

b. Rektifikasi citra

Citra Landsat terlebih dahulu dilakukan rektifikasi/ koreksi geometrik agar posisinya sesuai dengan posisi objek di permukaan bumi.

c. Interpretasi citra Landsat untuk klasifikasi penggunaan lahan dan analisis perubahan penggunaan lahan.

(44)

25

penggunaan hasil interpretasi citra dibuat pada skala 1 : 50.000 menggunakan software ArcGis.

Analisisperubahan penggunaan lahan dilakukan melalui proses tumpang susun (overlay) antara peta penggunaan lahan tahun 2000 dengan tahun 2010 menggunakan software ArcGIS. Analisis perubahan penggunaan lahan tahun 2000 dan 2010 menghasilkan matriks perubahan penggunaan lahan (tertera pada Tabel 2).

Tabel 2 Matriks perubahan penggunaan lahan tahun t0-t1

Penggunaan P=Perkebunan, S=sawah dan Ln=lainnya

= tidak berubah = berubah

3.5.1.2 Pengujian hasil interpretasi

Hasil interpretasi penggunaan lahan perlu dilakukan verifikasi dengan bantuan citra Ikonos tahun 2010 dan Google Earth dan pengecekan lapangan (ground truth). Pengambilan titik uji menggunakan bantuan perangkat lunak Erdas Imagine dengan metode Stratified random sampling, yaitu : metode pengambilan titik berstrata secara acak sesuai luas penggunaan lahan di tiap kelas, sehingga kelas yang memiliki luasan lebih besar akan memiliki nilai titik uji yang lebih banyak (proporsional). Titik uji ditentukan sebanyak 100 titik.

(45)

Kappa Accuracy = ∑ – ∑ ( ∗ )

− ∑ ( ∗ )

Dimana :

Xii : Nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i Xi+ : jumlah pixel dalam baris ke-i

X+i : jumlah pixel dalam kolom ke-i N : banyaknya pixel dalam contoh r : Jumlah tipe penggunaan lahan

Pengujian hasil klasifikasi diharapkan mendapatkan nilai overall accuracy diatas 85 % (Jensen 1996).

3.5.2 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Pengunaan Lahan Perubahan penggunaan lahan yang dianalisis adalah perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian dan perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi kawasan terbangun pada periode tahun 2000-2010.

Analisis regresi logistik biner dilakukan dengan metode forward stepwise, yaitu : melakukan pemodelan melalui regresi secara berulang/ bertahap dengan cara memasukkan variabel bebas satu persatu kemudian mempertahankannya dalam model apabila variabel tersebut mempunyai pengaruh signifikan. Variabel yang tidak signifikan akan dikeluarkan dari model, sehingga variabel yang terdapat dalam model adalah variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penggunaan lahan. Hasil regresi logistik diuji ketepatannya dengan metode ROC (Relative Operating Characteristics) dengan nilai antara 0,5 – 1,0. Nilai 1,0 mengindikasikan hasil perhitungan tepat sempurna, sedangkan nilai 0,5 mengindikasikan bahwa hasil tersebut karena pengaruh acak saja (Pontius dan Scheneider 2001). Exp (β) dihitung untuk mengetahui pengaruh relatif setiap variabel terhadap penggunaan lahan. Exp (β) menunjukkan apakah peluang dari penggunaan lahan tertentu pada grid sel meningkat (exp (β) >1 ) atau menurun (exp (β) < 1 ) akibat dari satu peningkatan variabel bebas.

(46)

27

kemiringan lereng, curah hujan, jarak ke jalan, jarak ke pusat kota, jarak ke kota terdekat dan jarak ke sungai.

Persamaan regresi logistik yang digunakan sebagai berikut : log( ) = β0 + β1 X1,i + β2 X2,i + … +βn Xn,i Dimana,

Pi = peluang perubahan penggunaan lahan i β0 = konstanta

β1-n = nilai koefisien variabel bebas ke -1 sampai ke-n

X1-n,i = variabel bebaske -1 sampai ke-n, pada variabel tidak bebas i n = jumlah variabel

3.5.3 Penyusunan Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan

Model spasial dibangun menggunakan perangkat lunak CLUE-S dengan tujuan untuk mendapatkan model spasial perubahan penggunaan lahan yang berbasis spasial dan bersifat dinamik.Keluaran dari model adalah peta prediksi penggunaan lahan tahun 2010 dan tahun 2032.

(47)

3.5.3.1 Transformasi format vektor ke raster

Model spasial perubahan penggunaan lahan dilakukan dalam format data raster, sehingga semua data vektor terlebih dahulu diubah ke dalam bentuk data raster.Parameter yang digunakan untuk penetapan ukuran raster adalah ukuran minimum raster untuk model dapat melakukan simulasi. CLUE-S adalah model spasial perubahan penggunaan lahan yang ditujukan untuk wilayah kecil (small region) dengan ukuran raster lebih kecil dari (1.000x1.000)m (Verburg et al.. 2002). Ukuran raster lebih kecil dari (100x100)m khusus untuk wilayah Kabupaten Sukabumi tidak dilakukan mengingat keterbatasan dari perangkat lunak CLUE-S yang membatasi jumlah baris dan kolom maksimum 1.000 x 1.000 dan model CLUE-S tidak dapat melakukan proses perhitungan luas probabilistik dengan ukuran pengolahan data yang terlalu besar. Hasil transformasi format vektor ke raster untuk wilayah Kabupaten Sukabumi dengan ukuran raster lebih kecil dari (100x100)m melebihi batas maksimum jumlah baris dan kolom pada model CLUE-S. Ukuran raster yang dianalisis adalah (100x100)m. Wilayah Kabupaten Sukabumi dengan ukuran raster (100x100)m memiliki jumlah baris sebanyak 799 dan jumlah kolom sebanyak 769. Luas untuk tiap sel adalah 10.000 m2 atau 1 ha.

3.5.3.2 Kebutuhan penggunaan lahan

Perhitungan kebutuhan penggunaan lahan dilakukan selama 22 tahun ke depan, yaitu tahun 2011-2032. Data kebutuhan penggunaan lahan didapatkan dari data laju perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2010 yang perubahannya dibagi menjadi per tahun. Perubahan penggunaan lahan per tahun tertera pada Tabel 3.

Tabel 3 Luas perubahan penggunaan lahan per tahun

Tahun Penggunaan lahan

(48)

29

3.5.3.3 Kesesuaian lokasi penggunaan lahan

Kesesuain lokasi penggunaan lahan tiap sel didapatkan dari hasil regresi logistik biner tiap jenis penggunaan lahan. Variabel tidak bebas yang digunakan adalah tiap jenis penggunaan lahan, yaitu : air, hutan, kawasan terbangun, lahan kering, perkebunan, sawah dan lainnya. Variabel bebas yang digunakan adalah kepadatan penduduk, kepadatan tenaga kerja pertanian, formasi geologi, jenis tanah, elevasi, kemiringan lereng, curah hujan, jarak ke jalan, jarak ke pusat kota, jarak ke kota terdekat dan jarak ke sungai.

3.5.3.4 Pengaturan konversi jenis penggunaan lahan

Pengaturan konversi penggunaan lahan dibagi atas dua jenis, yaitu :elastisitas konversi (conversion elasticity) dan matriks konversi (conversion matrix) dari setiap penggunaan lahan. Elastisitas konversi adalah nilai peluang penggunaan lahan dapat berubah. Penetapan nilai elastisitas didapatkan dari model CLUE-S yang pernah dilakukan dan disesuaikan dengan kondisi di Wilayah Kabupaten Sukabumi. Nilai elastisitas berada diantara 0 dan 1. Nilai elastisitas yang semakin mendekati 1 berarti suatu jenis penggunaan lahan sulit untuk berubah menjadi penggunaan lahan lain.

Matriks konversi adalah nilai yang menunjukkan suatu jenis penggunaan lahan boleh berubah menjadi penggunaan lahan lain. Nilai matriks konversi adalah angka 0 dan 1. Angka 1 menunjukkan konversi boleh terjadi sedangkan 0 adalah konversi tidak boleh terjadi, contohnya matriks untuk penggunaan lahan air bahwa air hanya akan terkonversi menjadi air lagi (nilai 1), sedangkan untuk menjadi jenis menggunaan lain tidak diperbolehkan (nilai 0).

3.5.3.5 Kebijakan spasial dan pembatasan area

(49)

basah, dan (4) pencetakan sawah baru pada lokasi peruntukkan pertanian lahan basah.

Penggunaan kebijakan spasial dan pembatasan area dilakukan untuk simulasi prediksi penggunaan lahan dengan beberapa skenario dan hasilnya digunakan untuk merumuskan arahan rencana penggunaan lahan. Skenario yang digunakan dalam model spasial perubahan penggunaan lahan merupakan kombinasi dari modul kebutuhan penggunaan lahan dan modul kebijakan spasial dan pembatasan area. Berdasarkan kombinasi tersebut, maka skenario yang dibangun terdiri atas 8 skenario, yaitu : (1) skenario laju alami, (2) skenario restorasi hutan pada kawasan lindung, (3) skenario lahan sawah tidak terkonversi pada pertanian lahan basah, (4) skenario pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan pertanian lahan basah, (5) skenario restorasi hutan pada kawasan lindung dan lahan sawah tidak terkonversi pada pertanian lahan basah secara bersamaan, (6) skenario restorasi hutan pada kawasan lindung dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan pertanian lahan basah secara bersamaan, (7) skenario lahan sawah tidak terkonversi dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukkan pertanian lahan basah secara bersamaan, (8) skenario restorasi hutan pada kawasan lindung, lahan sawah tidak terkonversi dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan pertanian lahan basah secara bersamaan. Skenario untuk prediksi penggunaan lahan tahun 2032 tertera pada Tabel 4.

Tabel 4 Skenario untuk prediksi penggunaan lahan tahun 2032

(50)

31   

3.5.3.6 Pelaksanaan simulasi model

Simulasi  model  menggunakan  CLUE­S  berbasis  pada Cellular Automata

Mekanisme perubahan penggunaan lahan didasarkan pada kesesuaian penggunaan  lahan  menggunakan  nilai  koefisien  regresi  logistik,  kebijakan  spasial  dan  pembatasan  area,  lokasi  spesifik,  nilai  elastisitas  penggunaan  lahan,  matriks  konversi  penggunaan  lahan  dan  kekuatan  kompetitif  penggunaan  lahan  berdasarkan  faktor­faktor  penentu  penggunaan  lahan.  Mekanisme  alokasi  perubahan penggunaan lahan tertera pada Gambar 4. 

 

  Gambar 4 Mekanisme alokasi perubahan penggunaan lahan Model CLUE­S. 

(51)

ditentukan.  Apabila  luas  alokasi  penggunaan  lahan  belum  sesuai  dengan  kebutuhan  penggunaan  lahan,  maka  perlu  dilakukan  pengaturan  kembali  elastisitas penggunaan lahan dan matriks konversi. 

 

3.5.3.7 Validasi model

Validasi model dilakukan dengan membandingkan penggunaan lahan tahun  2010  hasil  simulasi  menggunakan  model  tahun  2000  dengan  penggunaan  lahan  tahun  2010  aktual.  Hasil  validasi  akan  menentukan  apakah  model  layak  untuk  digunakan.  Akurasi  model  diharapkan  mencapai  nilai  paling  sedikit  85%.  Nilai  elastisitas model tahun 2000 digunakan pada model tahun 2010 untuk melakukan  prediksi penggunaan lahan tahun 2032. 

3.5.4 Arahan Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah

Kondisi  kesesuaian  pemanfaatan  lahan  tahun  2010  dilihat  dari  hasil  analisis  tumpang  susun  antara  peta  penggunaan  lahan  tahun  2010  prediksi  dan  aktual  dibandingkan  dengan  peta  pola  ruang  RTRW  Kabupaten  Sukabumi.  Arahan  penyempurnaan  RTRW  dirumuskan  melalui  metode  tumpang  susun  (overlay)  antara  peta  prediksi  penggunaan  lahan  yang  akan  datang  hasil  pemodelan spasial dengan peta pola ruang RTRW Kabupaten Sukabumi. 

(52)

   

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

 

4.1 Geografi dan Administrasi

Kabupaten  Sukabumi  termasuk  ke  dalam  wilayah  Provinsi  Jawa  Barat. 

Secara  geografisKabupaten  Sukabumi  terletak  antara106o  49’  –  107o 00’  Bujur 

Timur dan 6o 57’ – 7o 25’ Lintang Selatan dan secara administrasi terdiri atas 47 

kecamatan, 363 desa dan 4 kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan 

Pelabuhanratu. Luas Kabupaten Sukabumi adalah sekitar 4,161 km2  atau 416.111 

ha. 

Batas­batas wilayah Kabupaten Sukabumi adalah sebelah utara berbatasan  dengan  Kabupaten  Bogor,  sebelah  selatan  berbatasan  dengan  Samudera  Indonesia/  Hindia,  sebelah  barat  berbatasan  dengan  Kabupaten  Lebak  Provinsi  Banten  dan  Samudera  Indonesia/  Hindia  dan  sebelah  timur  berbatasan  dengan  Kabupaten Cianjur. 

Selain  itu  Kabupaten Sukabumi  juga  berbatasan  secara  langsung  dengan 

wilayah  Kota  Sukabumi  yang  merupakan  daerah  kantong  (enclave).  Kota 

(53)

  Gambar 5 Peta administrasi kecamatan wilayah Kabupaten Sukabumi 

4.2Karakteristik Wilayah 4.2.1 Topografi

(54)

35   

bila dibandingkan dengan daerah di bagian tengah Kabupaten Sukabumi. Daerah  pesisir  bagian  barat  cenderung  lebih  terjal  dibandingkan  dengan  daerah  pesisir  lainnya. Daerah yang memiliki kemiringan 15 – 40 % terletak pada bagian tengah  Kabupaten Sukabumi, yaitu daerah di sekitar sungai Cimandiri. 

Sebaran  wilayah  Kabupaten  Sukabumi  berdasarkan  kemiringan  lereng  didominasi oleh daerah  dengan  kemiringan lereng 5 – 15 %  mencapai 45,0 %. 

Bentuk  permukaan  tanah  (morfologi)  wilayah  Kabupaten  Sukabumi  bervariasi  dari  datar,  bergelombang,  berbukit,  sampai  bergunung.  Bentuk  topografi wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi permukaan yang  bergelombang di daerah selatan dan bergunung di daerah bagian utara dan tengah.  Ketinggian  wilayah  Kabupaten  Sukabumi  bervariasi  antara  0  ­  2.958  mdpl  (dengan  puncak  tertinggi  terdapat  di  Gunung  Gede  Pangrango  2.958  mdpl).  Daerah datar umumnya terdapat di daerah pantai dan kaki gunung yang sebagian  besar  merupakan  daerah  pertanian  lahan  basah  (persawahan),  sedangkan  daerah  berbukit­bukit  sebagian  besar  merupakan  daerah  pertanian  lahan  kering  dan  perkebunan.  

(55)

  Gambar 6 Peta kemiringan lereng wilayah Kabupaten Sukabumi. 

 

(56)

37 

Struktur  geologi  wilayah  Kabupaten  Sukabumi  terbagi  menjadi  dua  zona  yaitu zona utara dan zona selatan, dengan batas Sungai Cimandiri yang mengalir  dari  arah  Timur  Laut  ke  Barat  Daya.  Zona  Utara  merupakan  kawasan  yang  dipengaruhi  oleh  vulkan  dan  sebagian  besar  merupakan  daerah  yang  subur,  dimana terdapat kawasan perkebunan, persawahan dan kegiatan pertanian lainnya.  Sedangkan zona selatan merupakan kawasan yang berbukit­bukit yang terdiri atas  kawasan  pertanian  lahan  kering,  perkebunan  dan  kehutanan  (Bappeda  2011).  Formasi  geologi  wilayah  Kabupaten  Sukabumi  secara  stratigrafi  tertera  pada  Tabel 7 dan Gambar 8. 

Tabel  7 Formasi geologi wilayah Kabupaten Sukabumi 

No  Kode  Keterangan 

Luas (ha)  Persentase (%)  1  pTm  Batuan Pra ­ Tersier (Malihan, Gunungapi, Ultramafik)  2.385  0,6 

2  Qa  Aluvial dan Endapan Kuarter  6.404  1,5 

3  Ql  Batu Gamping Kuarter  33  0,0 

4  Qv  Batuan Gunungapi Kuarter  57.078  13,7 

5  Tni  Batuan Terobosan Neogen  3.712  0,9 

6  Tnl  Batu Gamping Neogen (Mio ­ Plio)  56.435  13,6 

7  Tns  Batuan Sedimen Neogen (Mio ­ Plio)  46.698  11,2 

8  Tnv  Batuan Gunungapi Neogen (Mio ­ Plio)  25.107  6,0 

9  Toml  Batu Gamping Oligo ­ Miosen  1.664  0,4 

10  Toms  Batuan Sedimen Oligo ­ Miosen  49.756  12,0 

11  Tomv  Batuan Gunungapi Oligo ­ Miosen  46.666  11,2 

12  Tps  Sedimen Paleogen  13.600  3,3 

13  TQl  Batu Gamping Plio ­ Plistosen  3.745  0,9 

14  TQs  Batuan Sedimen Plio ­ Plistosen  21.669  5,2 

15  TQv  Batuan Gunungapi Plio ­ Plistosen  81.159  19,5 

    Jumlah  416.111  100,0 

(57)

  Gambar 7 Peta elevasi wilayah Kabupaten Sukabumi. 

   

(58)

39   

  Gambar 8 Peta geologi wilayah Kabupaten Sukabumi. 

 

4.2.3 Jenis Tanah

(59)

kedalaman  efektif  tanah  dalam dan  kedalaman  efektif  tanah sedang  sampai  dangkal.    Kedalaman  efektif  tanah dalam tersebar  di  bagian  utara,  sedangkan 

kedalaman  efektif  tanah sedang  sampai dangkal  tersebar  di  bagian  tengah  dan 

selatan (BPS Kabupaten Sukabumi 2011). 

Jenis tanah wilayah Kabupaten Sukabumi terdiri atas delapan  jenis tanah,  yaitu  :  Alluvial,  Andosol,  Brown  Forest,  Latosol,  Mediteran,  Podsolik  Merah  Kuning, Regosol dan Grumosol. Jenis tanah dibagian utara pada umumnya terdiri  dari tanah Podsolik, Andosol dan Regosol.   Sedangkan di bagian selatan sebagian  besar terdiri dari tanah Grumosol, Latosol dan Alluvial (Gambar 9). Sebaran jenis  tanah  Latosol  mendominasi  wilayah  Kabupaten  Sukabumi  dengan  luasan  mencapai  54,2  %.  Sebaran  Jenis  tanah  di  Kabupaten  Sukabumi  tertera  dalam  Tabel 8. 

(60)

41   

  Gambar 9 Peta jenis tanah wilayah Kabupaten Sukabumi. 

(61)

  Gambar 10 Sebaran curah hujan wilayah Kabupaten Sukabumi. 

4.2.5 Aksesibilitas

(62)

43   

penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi, diantaranya : jarak ke jalan, jarak ke  pusat kota, jarak ke kota terdekat dan jarak ke sungai. 

Jarak  ke  jalan,  jarak  ke  pusat  kota,  jarak  ke  kota  terdekat  dan  jarak  ke 

sungai  diolah  menggunakan  teknik  multiple ring buffer.  Tipe  jalan  yang 

digunakan  sebagai  variabel  adalah  jalan  utama,  jalan  arteri,  kolektor  dan  lokal 

updating Dinas Bina Marga Kabupaten Sukabumi tahun 2009. Jalan setapak, jalan  lori  dan  rel  kereta  api  tidak  dimasukkan  karena  bersifat  ekslusif  dan  hanya  memberikan  aksesibilitas  setempat.  Jarak  ke  jalan  dibagi  menjadi  8  (delapan)  kelas,  yaitu  : (0­500)m,  (500­1.500)m,  (1.500­2.500)m,  (2.500­3.500)m,  (3.500­ 4.500)m, (4.500­5.500)m, (5.500­6.500)m dan (> 6.500)m. Jarak ke jalan tertera  pada Gambar 11. 

Pusat  kota  yang  digunakan  sebagai  variabel  adalah  Kota  Sukabumi  dan  Kota Palabuhanratu. Jarak ke pusat kota dibagi menjadi delapan kelas, yaitu : (0­ 5.000)m,  (5.000­10.000)m,  (10.000­15.000)m,  (15.000­2.000)m,  (2.000­ 25.000)m, (25.000­30.000)m, (30.000­35.000)m dan (> 35.000)m. Jarak ke pusat  kota tertera pada Gambar 12. 

Kota  terdekat  adalah  jarak  ke  kota  kecamatan.  Jarak  ke  kota  terdekat  dibagi menjadi enam  kelas, yaitu : (0­2.500)m, (2.500­5.000)m, (5.000­7.500)m,  (7.500­10.000)m,  (10.000­12.500)m  dan  (>  12.500)m.  Jarak  ke  kota  terdekat  tertera pada Gambar 13. 

Sungai  yang  digunakan  sebagai  variabel  adalah  sungai  besar  yang  mengalir  sepanjang tahun.  Jarak ke sungai dibagi menjadi delapan kelas,  yaitu  :  (0­500)m,  (500­1.500)m,  (1.500­2.500)m,  (2.500­3.500)m,  (3.500­4.500)m,  (4.500­5.500)m,  (5.500­6.500)m  dan  (>  6.500)m.  Jarak  ke  sungai  tertera  pada  Gambar 14. 

(63)
(64)

45   

(65)

Gambar

Gambar  1 Kerangka Pemikiran
Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian
Gambar 3 Bagan Alir Penelitian
Tabel  1 Matrik  hubungan  antara  tujuan,  jenis  data,  sumber  data,  teknik  analisis  dan keluaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Satu keluarga yang tinggal serumah dengan nenek sering kali terjadi perselisihan antara orang tua anak c!engan nenek rnengenai cara rnendidik, pandangan orang tua

Abstrak. Muatan kurikulum terdiri dari mata pelajaran wajib, muatan lokal, dan kegiatan pengembangan diri. Kegiatan pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan

Jumlah Kelurahan Menurut Klasifikasi Per Kecamatan Di kota Bogor Tahun 2011. Kecamatan Swakarya

Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu pertama pengajuan permohonan izin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian di kabupaten madiun

untuk menyimpan file-file kode program untuk robot, seperti pada Gambar 4.44,..   Gambar 4.47 Langkah 8 Pembuatan Progam Robot dengan Code Vision AVR. Pada Gambar 4.47,

[r]

Capaian Program Tersedianya Peralatan Kantor DKI-PDE 1 Paket. Masukan Jumlah Dana

Capaian Program Tersedianya peralatan dan perlengkapan Kantor Dinas Kominfo&amp;PDE.