• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study of Land use change for referral of spatial pattern arrangement in the Gedong Wani Production Forest Area, Lampung Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study of Land use change for referral of spatial pattern arrangement in the Gedong Wani Production Forest Area, Lampung Province"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

UNTUK ARAHAN PENATAAN POLA RUANG KAWASAN

HUTAN PRODUKSI GEDONG WANI PROVINSI LAMPUNG

ARIYADI AGUSTIONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Kajian Perubahan Penggunaan Lahan Untuk Arahan Penataan Pola Ruang Kawasan Hutan Produksi Gedong Wani Provinsi Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

(4)

RINGKASAN

ARIYADI AGUSTIONO. Kajian Perubahan Penggunaan Lahan Untuk Arahan Penataan Pola Ruang Kawasan Hutan Produksi Gedong Wani Provinsi Lampung. Dibimbing oleh SANTUN R.P SITORUS dan HARIADI KARTODIHARDJO.

Berdasarkan UU No 41/1999 tentang kehutanan, fungsi utama hutan produksi adalah memproduksi hasil hutan, baik kayu, non kayu maupun jasa lingkungan. Akan tetapi, hal ini tidak ditemui pada kawasan hutan produksi Gedong Wani Provinsi Lampung, karena kawasan ini telah berkembang menjadi desa definitif dengan penggunaan lahan berupa pemukiman, ladang dan perkebunan sehingga kawasan hutan tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan desa dalam kawasan hutan, menganalisis penggunaan lahan dan perubahannya pada periode tahun 2000-2013, menganalisis besarnya pengaruh faktor fisik lahan, demografi dan kebijakan penggunaan kawasan hutan terhadap perubahan penggunaan lahan dalam kawasan hutan, memprediksi penggunaan lahan dalam kurun waktu 13 tahun ke depan dan merumuskan arahan kebijakan penataan pola ruang kawasan hutan agar berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Penelitian dilakukan di kawasan hutan produksi Gedong Wani yang terletak di Kabupaten Lampung Selatan dan Lampung Timur. Metode yang digunakan adalah sebagai berikut: (1) untuk analisis perkembangan desa digunakan analisis skalogram,(2) analisis penggunaan lahan melalui interpretasi Citra Satelit Landsat TM. 5 tahun 2000 dan TM 8 Tahun 2013, sedangkan analisis perubahan penggunaan lahan melalui operasi tumpang susun (overlay) dengan bantuan Sistem Informasi Geografi (SIG), (3) prediksi penggunaan lahan dengan pendekatan model spasial Cellular Automata, (4) untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan ditinjau dari aspek fisik lahan, demografi dan kebijakan penggunaan kawasan hutan menggunakan regresi logistic binner dan (5) untuk menyusun arahan kebijakan penataan pola ruang kawasan hutan produksi dengan sintesis analisis penggunaan lahan dan perkembangan desa serta mempertimbangkan kebijakan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan menurut UU No 41/1999.

(5)

berdasarkan asumsi perilaku perubahan penggunaan lahan pada periode tahun sebelumnya, menunjukkan peningkatan luas perkebunan rakyat dan area terbangun serta penurunan luas ladang dan hutan.

Arahan kebijakan penataan pola ruang kawasan hutan produksi adalah dengan mengatur penggunaan lahan existing sesuai mekanisme pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan produksi menurut UU No 41/1999 yaitu menambah luas tegakan hutan melalui rehabilitasi lahan pada tipe penggunaan lahan ladang dan perkebunan rakyat melalui mekanisme pemanfaatan kawasan hutan dengan pelibatan masyarakat dalam pengelolan kawasan hutan, serta melokalisir penggunaan lahan untuk area terbangun sebagai area tidak efektif produksi hasil hutan. Prioritas pembangunan kehutanan diarahkan pada antisipasi untuk mengurangi efek penyebaran (spread effect) perkembangan wilayah yang relatif tinggi terhadap wilayah sekitarnya, utamanya pada kecamatan Tanjung Bintang dan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.

(6)

SUMMARY

forest area Lampung province, as the region has grown to become the definitive rural land uses such as residential, farm and forest plantations that do not function as intended. This study aims : (1) to analyze the development of the village in a forest area, (2) to analyze land use and land use changes in the period 2000-2013, (3) to analyze influence of physical factors of land, demography and forest land use policies on land use change in forest area, (4) to predict landuse within a period of 13 years ahead and (5) to formulate policy directives of spatial patterns arrangement of forest area in order to function as intended.

The study was conducted in Gedong Wani production forests area in South Lampung and East Lampung regencies. The method was used as follow : (1) to analyze of rural development using schallogram analysis, (2) to analyze land use through interpretation of satellite imagery Landsat 5 TM in 2000 and Landsat 8 TM In 2013, landuse changed analysis through overlay with Geographic Information Systems (GIS), (3) landuse prediction with Cellular Automata approach, (4) to analyze physical aspects of the land , demography and landuse forest policies that influence land use through regression logistic Binner, (5) to formulate refferal of spatial patterns arrangement of forest production area through synthesis of land-use and rural development analysis with consider of utilization and using of forest area according to Act No. 41/1999.

(7)

Policy directives of spatial patterns arrangement of production forests is to regulate the use of existing land use and the use of appropriate mechanisms of production forest area according to Act No. 41/1999 which adds forest area through rehabilitation in dry land cultivation and smallholder plantations with community-based forest management mechanisms, as well as localizing land use of built up area for an area established as ineffective for the current forest production, and gradually build up collaboration for the ultimate goal to be achieved. Furthermore, forestry development priorities aimed to anticipatien for reducing the relative high spread effect of regional growth to the surrounding areas, primarily in the Tanjung Bintang and Jati Agung districts, South Lampung regency.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

UNTUK ARAHAN PENATAAN POLA RUANG KAWASAN

HUTAN PRODUKSI GEDONG WANI PROVINSI LAMPUNG

ARIYADI AGUSTIONO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Tesis : Kajian Perubahan Penggunaan Lahan Untuk Arahan Penataan Pola Ruang Kawasan Hutan Produksi Gedong Wani Provinsi Lampung

Nama : Ariyadi Agustiono

NIM : A156120354

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus Ketua

Prof Dr Ir Hariadi Kartodihardjo, MS Anggota

Diketahui Oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 sampai dengan November 2013 ini adalah penggunaan lahan di kawasan hutan produksi, dengan judul Kajian Perubahan Penggunaan Lahan untuk Arahan Penataan Pola Ruang Kawasan Hutan Produksi Gedong Wani Provinsi Lampung.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Santun R.P Sitorus dan Bapak Prof Dr Ir Hariadi Kartodihardjo, MS selaku komisi pembimbing, Bapak Dr Widiatmaka, DAA selaku penguji luar komisi pembimbing serta Ibu Dr Dra Khursatul Munibah, MSc selaku moderator ujian tesis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh staf pengajar dan staf administrasi serta rekan-rekan program studi ilmu perencanaan wilayah Institut Pertanian Bogor atas ilmu, pelayanan dan semangat serta motivasinya. Kepada Pusbindiklatren Bappenas diucapkan terimakasih atas kesempatan dan beasiswa yang diberikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung dan Kepala UPTD KPH Gedong Wani beserta staf yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, ibu mertua, istri dan anak-anakku, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitiaan 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 5

Penataan Ruang 5

Hirarki Wilayah 6

Evaluasi Penggunaan dan Penutupan Lahan (Land Use dan Land

Cover) 6

Kawasan Hutan Produksi Dalam Pola Pemanfaatan Ruang 7 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhinya 8

Prediksi Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan 9

Kesesuaian Lahan 10

METODE PENELITIAN 11

Kerangka Pemikiran 11

Lokasi Dan Waktu Penelitian 13

Bahan dan Alat 14

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data 14

Metode dan Teknik Analisis Data 15

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25

Sejarah Kelompok Kawasan Hutan Produksi Gedong Wani 25

Tata Ruang Wilayah 26

Administrasi 27

Kependudukan 27

Mata Pencaharian 28

Karakteristik Fisik Wilayah 29

HASIL DAN PEMBAHASAN 32

Perkembangan Wilayah 32

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Hutan Produksi

Gedong Wani Tahun 2000 dan Tahun 2013 37

Analisis Pengaruh Faktor Fisik Lahan, Demografi dan Kebijakan Penggunaan Kawasan Hutan Terhadap Perubahan Penggunaan

Lahan 43

(15)

Arahan dan Skenario Kebijakan Penataan Pola Ruang Kawasan

Hutan Produksi Gedong Wani 53

SIMPULAN DAN SARAN 62

Simpulan 62

Saran 63

DAFTAR PUSTAKA 64

LAMPIRAN 68

(16)

DAFTAR TABEL

1. Matrik hubungan antara tujuan penelitian, jenis data, sumber data,

teknik analisis dan keluaran pada setiap tahapan penelitian 16 2. Contoh matriks transformasi perubahan penggunaan lahan 19 3. Variabel bebas yang digunakan dalam model regresi logistik 20

4. Skoring kelas lereng 21

5. Skoring kelas jenis tanah 22

6. Skoring intensitas hujan 22

7. Kriteria kesesuaian lahan untuk ladang 23

8. Kriteria kesesuaian lahan untuk perkebunan rakyat 23 9. Jumlah penduduk dan keluarga pada kecamatan dalam kawasan hutan

produksi Gedong Wani 28

10. Ketinggian tempat (mdpl) pada kelompok kawasan hutan produksi

Gedong Wani 29

11. Kemiringan lereng di kawasan hutan produksi Gedong Wani. 29 12. Jenis tanah pada kelompok kawasan hutan produksi Gedong Wani 31 13. Nilai indek perkembangan desa dan penentuan hirarki wilayah 32 14. Jumlah desa pada setiap kecamatan berdasarkan tingkat hirarki 33

15. Perubahan hirarki desa tahun 2003 / 2011 36

16. Penggunaan/penutupan lahan di kawasan hutan produksi Gedong

Wani 38

17. Perubahan penggunaan lahan di kawasan hutan produksi Gedong

Wani dari tahun 2000 ke tahun 2013 40

18. Faktor yang diduga berpengaruh terhadap perubahan lahan menjadi

perkebunan rakyat 44

19. Faktor yang diduga berpengaruh terhadap perubahan lahan menjadi

area terbangun 46

20. Faktor yang diduga berpengaruh terhadap perubahan lahan menjadi

ladang 47

21. Luas lahan sesuai (S) dan tidak sesuai (N) pada berbagai tipe

penggunaan lahan 49

22. Prediksi penggunaan lahan di kawasan hutan produksi Gedong Wani

tahun 2026 52

23. Keterkaiatan penggunaan lahan dengan fungsi dan peruntukan

(17)

DAFTAR GAMBAR

1. Bagan alir kerangka pemikiran 12

2. Tahapan alur penelitian 13

3. Lokasi penelitian 14

4. Diagram alir model Cellular Automata 24

5. Peta administrasi kawasan hutan produksi Gedong Wani. 27 6. Perubahan jumlah keluarga petani tahun 2003 dan 2011 di wilayah

kawasan hutan produksi Gedong Wani 28

7. Peta ketinggian tempat kelompok kawasan hutan produksi Gedong

Wani. 30

8. Peta kelas lereng tempat kelompok kawasan hutan produksi

Gedong Wani. 30

9. Peta jenis tanah tingkat ordo pada kelompok kawasan hutan

produksi Gedong Wani 31

10. Peta hirarki desa-desa dalam kawasan hutan produksi Gedong

Wani tahun 2003 35

11. Peta hirarki desa-desa dalam kawasan hutan produksi Gedong

Wani tahun 2011 35

12. Luas penggunaan/penutupan lahan pada kelompok kawasan hutan

produksi Gedong Wani tahun 2000 dan 2013. 38

13. Pola perubahan penggunaan 41

14. Peta penggunaan /penutupan lahan kelompok kawasan hutan

produksi Gedong Wani tahun 2000 42

15. Peta penggunaan /penutupan lahan kelompok kawasan hutan

produksi Gedong Wani tahun 2013 42

16. Kesesuaian lahan (a) area terbangun, (b) hutan, (c) ladang, (d) perkebunan rakyat serta lokasi (e) perkebunan PTPN dan (f) tubuh

air. 50

17. Hasil validasi model prediksi penggunaan lahan pada berbagai

iterasi 51

18. Kecenderungan perubahan penggunaan lahan di kawasan hutan

produksi Gedong Wani tahun 2000, 2013 dan 2026 52

19. Peta prediksi penggunaan lahan tahun 2026 52

21. Mekanisme pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan produksi

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data analisis skalogram pada data podes 2003 68 2. Data analisis skalogram pada data podes 2011 69

3. Citra landsat tahun 2000 dan 2013 70

4. Titik koordinat hasil referensi cek lapangan dan cek pada peta bing

map 71

(19)
(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manusia mempertahankan hidupnya dengan melakukan aktifitas pemanfaatkan sumberdaya alam yang memiliki kecenderungan membentuk pola dan struktur yang berdimensi ruang dan waktu. Pola pemanfaatan ruang dicerminkan oleh gambaran percampuran atau keterkaitan spasial antar sumberdaya dan pemanfaatannya. Pemanfaatan sumberdaya yang tersedia pada ruang bersifat dinamis. Akan tetapi dinamika pemanfaatan ruang tidak selalu mengarah pada optimalisasi pemanfaatan sumberdaya yang ada, hal ini terutama disebabkan oleh terus meningkatnya kebutuhan ruang sejalan dengan perkembangan kegiatan budidaya sementara keberadaan ruang bersifat terbatas. Pola pemanfaatan ruang wilayah meliputi arahan pengelolaan kawasan lindung, arahan pengelolaan kawasan budidaya, kawasan perkotaan dan perdesaan serta kawasan prioritas.

Penetapan kawasan hutan1 merupakan salah satu cakupan dalam arahan pola ruang untuk kawasan lindung dan kawasan budidaya. Pada arahan tata ruang kawasan hutan mempunyai fungsi khusus yaitu berfungsi lindung, konservasi, dan untuk pendukung kehidupan serta segala ekosistemnya disamping juga sebagai kawasan budidaya yang menghasilkan produk kehutanan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri dan pengolahan kayu serta hasil hutan non kayu. Peruntukan ruang kawasan budidaya pada kawasan hutan meliputi hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi tetap (HP) dan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK).

Kawasan hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan2 (UU Nomor 41 tahun 1999). Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRTM/M/2007 tentang pedoman dan kriteria teknis kawasan budidaya, fungsi hutan produksi adalah : penghasil kayu dan bukan kayu, daerah resapan air hujan untuk kawasan disekitarnya, membuka penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat dan sumber pemasukan dana bagi pemerintah daerah dalam bentuk dana bagi hasil.

Melihat manfaat yang begitu besar ini maka peran ganda manfaat kawasan hutan produksi dapat berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun manfaat untuk menjaga daya dukung lingkungan. Namun demikian keberadaan seluruh manfaat dan fungsi kawasan hutan terletak pada berdirinya tegakan (standing stock). Secara ekonomi manfaat dari penebangan kayu memberi peran 5% - 7% dari seluruh manfaat hutan (Darusman 1999, Simangunsong 2003 dalam Kartodihardjo, 2004). Fungsi hutan sebagai daya dukung lingkungan justru

(21)

memberi peran lebih besar yaitu antara 93% - 95% . Dengan demikian keberadaan hutan bukan hanya terkait manfaat bagi pemilik dan/atau pengelola, tetapi juga bagi masyarakat sekitar, wilayah, nasional dan global.

Kawasan hutan merupakan sumberdaya bersama (common pool resource) yang secara de-jure keberadaannya dikuasai oleh Negara, akan tetapi secara de-facto mempunyai sifat open acces yang berarti bahwa sifat sumberdaya ini seolah-olah tanpa pemilik. Akibatnya banyak lahan kawasan hutan di Indonesia dimanfaatkan secara illegal sehingga fungsi kawasan hutan tidak sesuai dengan peruntukannya.

Laju deforestasi kawasan hutan tahun 2011 di Indonesia sebesar 478 618.1 ha/tahun (Kementrian Kehutanan, 2012) Besarnya laju kerusakan ini mengindikasikan banyak kawasan hutan mengalami degradasi fungsi. Hal ini menunjukkan lemahnya pengelolaan kawasan hutan negara di lapangan (de facto open access) yang secara jelas menjadi penyebab berbagai kelemahan dan kegagalan pembangunan kehutanan. Menyadari kelemahan tersebut Pemerintah Pusat (Kementerian Kehutanan) bersama Pemerintah Daerah membentuk unit pengelolaan kawasan hutan yang kemudian disebut Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Salah satu KPH yang telah dibentuk adalah KPH Produksi Gedong Wani3 yang berada di Provinsi Lampung. KPH ini diberi otoritas melakukan pengelolaan mulai dari penataan, perencanaan pengelolaan, rehabilitasi dan reklamasi, penegakan hukum termasuk perlindungan dan pengamanan hutan serta mengembangkan investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan lestari di kawasan hutan produksi Gedong Wani.

Kawasan hutan produksi Gedong Wani secara administrasi terletak di Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Lampung Timur dengan luas 30 243 ha (Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, 2012). Tutupan lahan pada kawasan hutan produksi Gedong Wani berdasarkan interpretasi Citra Landsat Tahun 2009 75.6 % adalah pertanian lahan kering, 13.6% pertanian lahan kering bercampur semak, 9.2% pemukiman dan sisanya adalah semak belukar dan perkebunan (Kementerian Kehutanan, 2011a).

Keberadaan pemukiman dalam kawasan hutan produksi Gedong Wani merupakan suatu daerah administrasi desa definitif. Jumlah desa definitif di kawasan hutan produksi ini sebanyak 38 desa yang tersebar di 11 Kecamatan pada 2 Kabupaten yaitu Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Lampung Timur (Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, 2012). Selain statusnya definitif, desa dalam kawasan hutan Gedong Wani juga dilengkapi jenis fasilitas pelayanan baik ekonomi, sosial maupun pendidikan yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Sehingga desa ini berkembang seperti halnya desa desa lainnya diluar kawasan hutan.

Fenomena penggunaan lahan di KHP Gedong Wani merupakan bentuk pertentangan antara aspek hukum dan aspek ekonomi. Dari aspek hukum status lahan (land status) kawasan hutan produksi Gedong Wani merupakan wilayah yang dikuasai oleh negara sehingga segala bentuk pemanfaatan dan penggunaan ruang dalam kawasan tersebut harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan.

3

(22)

Sedangkan, dari aspek ekonomi pemanfaatan sumberdaya lahan dalam kawasan hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat dalam bentuk penggunaan lahan untuk pemukiman beserta segala sarana prasarananya dan penggunaan lahan untuk aktifitas budidaya pertanian non kehutanan yang belum sesuai dengan aturan main dalam kebijakan kehutanan. Disamping itu kebutuhan Pemerintah Daerah Provinsi Lampung yang mengusulkan pengalokasian ruang dalam kawasan hutan melalui usulan perubahan peruntukan lahan secara parsial kawasan hutan produksi Gedong Wani untuk pengembangan Kota Baru Lampung, menjadi tantangan bagi pengelola KHP Gedong Wani untuk merencanakan kawasan hutan agar dapat kembali berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Keterlanjuran pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan fungsi dan peruntukan merupakan realitas yang ada di KHP Gedong Wani. Untuk itu, kajian perkembangan wilayah dan penggunaan lahan dengan berbagai proses perubahannya sangat diperlukan sebagai titik tolak dalam perencanaan kebijakan penataan kawasan hutan. Berbagai teknik analisis seperti teknik penginderaan jauh dan sistem informasi geografi (SIG) dapat digunakan untuk memberikan gambaran penggunaan lahan beserta perubahannya bahkan meramalkan (forecasting) penggunaan lahan pada masa yang akan datang. Selanjutnya, berpedoman pada peraturan perundang-undangan, hasil kajian penggunaan lahan ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mengendalikan pemanfaatan dan penggunaan lahan (pola ruang) di kawasan hutan produksi Gedong Wani.

Rumusan Masalah

Permasalahan yang menjadi fokus penelitian dirumuskan sebagai berikut : 1. Belum diketahuinya secara kuantitatif tingkat perkembangan desa-desa dalam

kawasan hutan produksi terkait dengan jumlah dan jenis fasilitas yang dimiliki.

2. Belum diketahunyai trend penggunaan lahan secara kuantitatif di kawasan hutan produksi Gedong Wani dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

3. Belum diketahuinya besarnya pengaruh faktor fisik lahan, demografi dan kebijakan penggunaan kawasan hutan terhadap perubahan penggunaan lahan dalam kawasan hutan produksi Gedong Wani.

4. Belum diketahuinya prediksi penggunaan lahan di masa yang akan datang pada kawasan hutan produksi Gedong Wani berdasarkan asumsi prilaku perubahan penggunaan lahan periode 10 tahun terakhir.

5. Belum adanya arahan penataan pola ruang kawasan hutan produksi Gedong Wani yang mengarah pada fungsi dan peruntukan kawasan hutan sesuai ketentuan.

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, disusun pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut:

1. Bagaimana perkembangan wilayah desa-desa dalam kawasan hutan produksi Gedong Wani?

(23)

3. Ditinjau dari aspek fisik lahan, demografi dan kebijakan penggunaan kawasan hutan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap terjadinya perubahan penggunaan lahan di kawasan hutan produksi Gedong Wani?

4. Bagaimana prediksi penggunaan lahan pada masa yang akan datang berdasarkan asumsi perilaku perubahan penggunaan lahan pada kawasan hutan produksi Gedong Wani?

5. Arahan kebijakan penggunaan lahan seperti apa yang dapat direkomendasikan agar perubahan penggunaan lahan ke depan mengarah pada terbentuknya pola ruang yang sesuai dengan fungsi dan peruntukan kawasan hutan?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menyusun arahan kebijakan penataan pola ruang kawasan hutan produksi Gedong Wani berdasarkan kajian fisik lahan, perkembangan wilayah dan peraturan perundang-undangan. Tujuan antara adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis tingkat perkembangan desa-desa dalam kawasan hutan produksi Gedong Wani.

2. Menganalisis perubahan penggunaan lahan pada kawasan hutan produksi Gedong Wani tahun 2000 dan tahun 2013

3. Menganalisis besarnya pengaruh faktor fisik lahan, demografi dan kebijakan penggunaan kawasan hutan terhadap perubahan penggunaan lahan.

4. Memprediksi penggunaan lahan dalam kurun waktu 13 tahun ke depan dengan menggunakan pendekatan model spasial.

5. Merumuskan arahan kebijakan penataan pola ruang kawasan hutan produksi Gedong Wani sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukannya.

Manfaat Penelitiaan

Hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah daerah khususnya Dinas Kehutanan Provinsi Lampung dan Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Kehutanan dalam menyusun rencana tata ruang kawasan hutan produksi Gedong Wani.

2. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dan bahan pustaka bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

(24)

fungsi dan peruntukannya. Oleh karena itu, batasan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Aspek fisik lahan yang dikaji meliputi penggunaan lahan melalui interpretasi Citra Satelit resolusi rendah hingga menengah (Landsat TM 5 dan TM 8) serta unsur-unsur fisik lahan untuk menentukan kelas kesesuaian lahan pada setiap tipe tutupan/penggunaan lahan.

2. Aspek tingkat perkembangan wilayah dianalisis melalui jumlah dan jenis fasilitas yang dimiliki desa-desa dalam kawasan hutan produksi Gedong Wani.

3. Aspek kebijakan dilihat dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan produksi tetap (HP)

TINJAUAN PUSTAKA

Penataan Ruang

Penataan ruang merupakan bentuk intervensi positif atas kehidupan sosial dan lingkungan guna meningkatkan kesejahteraan yang berkelanjutan. Secara lebih spesifik, penataan ruang dilakukan sebagai : (1) Optimasi pemanfaatan sumberdaya (mobilisasi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya) guna terpenuhinya efisiensi dan produktifitas, (2) Alat dan wujud distribusi sumberdaya guna terpenuhinya prinsip pemerataan, keberimbangan dan keadilan, serta (3) Menjaga keberlanjutan (sustainability) pembangunan. Selain itu, tujuan penataan ruang adalah upaya (4) menciptakan rasa aman dan (5) kenyamanan ruang (Rustiadi et al. 2011)

Selanjutnya menurut Rustiadi et al. (2011) proses penataan ruang mempunyai landasan-landasan penting yang perlu diperhatikan sebagai falsafah yakni (1) sebagai bagian dari upaya memenuhi kebutuhan masyarakat untuk melakukan perubahan atau upaya mencegah terjadinya perubahan yang tidak diinginkan; (2)menciptakan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya di masa sekarang dan masa yang akan datang (pembangunan berkelanjutan), (3) disesuaikan dengan kapasitas pemerintah dan masyarakat untuk mengimplementasikan perencanaan yang disusun, (4) upaya melakukan perubahan yang lebih baik secara terencana (5) sebagai suatu sistem yang meliputi kegiatan perencanaan, implementasi dan pengendalian pemanfaatan ruang dan (6) dilakukan jika dikehendaki adanya perubahan struktur dan pola pemanfaatan ruang, artinya tidak dilakukan tanpa sebab atau kehendak.

Optimasi penataan ruang kawasan hutan dilakukan berdasarkan pertimbangan daya dukung, potensi, kebutuhan kayu dan kebutuhan non kayu, resiko lingkungan dan DAS Prioritas. Pemanfaatan ruang kawasan hutan optimal dicirikan oleh : memenuhi berbagai kebutuhan terhadap hasil hutan, memecahkan masalah sosial dan lingkungan, dan melestarikan sumberdaya hutan (P4W, 2006)

(25)

Kota Bandar Lampung adalah meliputi ruang bagi pembenahan kawasan perkotaan yang telah terbangun seluas 1 337 ha; ruang pengembangan pemukiman dan prasarana wilayah seluas 1 250 ha; ruang penyangga seluas 1 037 ha; serta perairan pelabuhan seluas 3 167 ha; perikanan tangkap tradisional seluas 1 510 ha dan wisata seluas 195 ha.

Hirarki Wilayah

Wilayah didefinisikan sebagai area geografis yang mempunyai ciri tertentu dan merupakan media bagi segala sesuatu untuk berlokasi dan berinteraksi. Hirarki suatu wilayah sangat terkait dengan hirarki fasilitas kepentingan umum di masing-masing wilayah. Hirarki wilayah dapat membantu untuk menentukan fasilitas apa yang harus ada atau perlu dibangun di masing-masing wilayah. Fasilitas kepentingan umum bukan hanya menyangkut jenisnya, tetapi juga kapasitas pelayanan dan kualitasnya. Jenis fasilitas itu mungkin harus ada di seluruh wilayah, tetapi kapasitas dan kualitas layanannya harus berbeda. Makin maju suatu wilayah, semakin beragam fasilitas yang disediakan sehingga makin luas wilayah pengaruhnya (Tarigan 2005).

Rustiadi et al. (2011) menyatakan bahwa secara teoritis hirarki wilayah sebenarnya ditentukan oleh tingkat kapasitas pelayanan wilayah yangditunjukkanoleh kapasitas secara totalitas yang tidak terbatas infrastruktur fisiknya saja tetapi juga kapasitas kelembagaan, sumberdaya manusia serta kapasitas perekonomiannya.

Secara fisik dan operasional, sumberdaya yang paling mudah dinilai dalam penghitungan kapasitas pelayanan adalah sumberdaya buatan (sarana dan prasarana pada pusat-pusat wilayah). Secara sederhana, kapasitas pelayanan infrastruktur atau prasarana wilayah dapat diukur dari (1) jumlah sarana pelayanan (2) jumlah jenis sarana pelayanan yang ada, serta (3) kualitas sarana pelayanan (Rustiadi et al. 2011)

Hasil penelitian Muiz (2009) di Kabupaten Sukabumi dengan menggunakan analisis skalogram dihasilkan hirarki desa pada setiap kecamatan pada tahun 2006 yaitu desa dengan tingkat hirarki I adalah desa-desa dengan tingkat perkembangan tinggi memiliki Indek Perkembangan Desa (IPD) > 128.7 sebanyak 26 desa dan terdapat pada 20 kecamatan. Desa dengan hirarki II yaitu desa-desa yang memiliki tingkat perkembangan sedang dengan tingkat IPD antara 89.5 sampai 128.67 sebanyak 107 desa dan tersebar di semua kecamatan di kabupaten Sukabumi kecuali kecamatan Bantargadung, Cidahu, Curugkembar, Parakansalak dan Waluran. Desa dengan tingkat hirarki III yaitu desa-desa yang memiliki tingkat perkembangan rendah, dengan IPD <89.75 adalah desa-desa yang paling banyak jumlahnya di kabupaten Sukabumi.

Evaluasi Penggunaan dan Penutupan Lahan (Land Use dan Land Cover)

(26)

lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada suatu bidang lahan, sedangkan penutupan lahan lebih merupakan perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap objek-objek tersebut. Sebagai contoh penggunaan lahan untuk permukiman yang terdiri dari atas permukiman, rerumputan dan pepohonan.

Menurut Rustiadi et al. (2011) penggunaan lahan dan penutupan lahan dapat memiliki pengertian yang sama untuk hal-hal tertentu tetapi sebenarnya memiliki pengertian yang berbeda. Penggunaan lahan menyangkut aktifitas pemanfaatan lahan oleh manusia, sedangkan penutupan lahan lebih bernuansa fisik.

Evaluasi pemanfaatan ruang aktual (eksisting) yang meliputi penggunaan lahan dan penutupan lahan), diperlukan untuk menggambarkan kondisi fisik wilayah secara aktual. Informasi pemanfaatan ruang aktual akan sangat membantu dalam analisis potensi fisik suatu wilayah secara utuh. Untuk itu diperlukan alat bantu yang mampu memberikan gambaran tutupan lahan secara luas, cepat, konsisten dan terkini (up to date) yaitu citra satelit dengan alat analisisnya Sistem Informasi Geografi (SIG).

Dari hasil interpretasi citra dan analisis GIS diperoleh hubungan antara data atribut dan data spasial yang dapat ditampilkan secara bersamaan, sehingga memudahkan evaluasi pemanfaatan ruang aktual. Hasil analisis SIG memberikan berbagai informasi sumberdaya hutan, kawasan terbangun (built up), perairan umum, kawasan kritis dan sebagainya. Berdasarkan hasil evaluasi, maka dapat dilakukan berbagai analisis untuk perencanaan wilayah dan analisis kebijakan pengembangan.

Kawasan Hutan Produksi Dalam Pola Pemanfaatan Ruang

Dalam Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang definisi pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Selanjutnya menurut Rustiadi et al. (2011) konsep pola pemanfaatan ruang wilayah menunjukkan bentuk hubungan antar berbagai aspek sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya buatan, sosial budaya, ekonomi, teknologi, informasi, administrasi, pertahanan keamanan, fungsi lindung budidaya dan estetika lingkungan dimensi ruang dan waktu yang dalam kesatuan secara utuh menyeluruh serta berkualitas membentuk tata ruang. Adapun yang menjadi dasar dalam pertimbangan pemanfaatan ruang wilayah adalah perkembangan wilayah, kebijakan pembangunan, potensi unggulan, optimalisasi ruang untuk kegiatan, kapasitas serta daya dukung sumberdaya. Pola pemanfaatan ruang wilayah meliputi arahan pengelolaan kawasan lindung, arahan pengelolaan kawasan budidaya, kawasan perkotaan dan perdesaan serta kawasan prioritas.

(27)

perkebunan, kawasan perikanan dan kawasan peternakan. (3) Kawasan pemukiman, meliputi kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal. Kawasan perkotaan, kawasan yang mempunyai fungsi sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial ekonomi budaya, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/ PRT/M/2007 tentang pedoman kriteria teknis kawasan budidaya dijelaskan bahwa fungsi utama kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan hutan produksi mempunyai fungsi antara lain (1) penghasil kayu dan bukan kayu; (2) sebagai daerah resapan air hujan untuk kawasan sekitarnya; (3) membantu penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat (4) sumber pemasukan dana bagi Pemerintah Daerah (dana bagi hasil) sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Dalam hal pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan produksi, radius atau jarak yang diperbolehkan untuk melakukan penebangan pohon di kawasan hutan produksi adalah :(a). > 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau; (b) >200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa; (c) > 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai; (d) > 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai; > 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang dan > 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.

Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

Perubahan penggunaan lahan dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lain yang dapat bersifat permanen maupun sementara, dan merupakan konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang, baik untuk tujuan komersial maupun industri. Kim et al. (2002) memandang perubahan penggunaan lahan sebagai suatu sistem dimana penambahan populasi beberapa spesies biasanya menyebabkan kerusakan spesies lainnya.

Barlowe (1986) menyatakan bahwa dalam menentukan penggunaan lahan terdapat tiga faktor penting yang perlu dipertimbangkan yaitu: faktor fisik lahan, faktor ekonomi dan faktor kelembagaan. Selain itu, faktor kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat juga akan mempengaruhi pola penggunaan lahan. Bila dicermati secara seksama faktor utama penyebab perubahan penggunaan lahan adalah jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk berarti pertambahan terhadap jumlah makanan dan kebutuhan lain yang dapat dihasilkan oleh sumber daya lahan. Permintaan terhadap hasil-hasil pertanian meningkat dengan adanya pertambahan penduduk. Demikian pula permintaan terhadap hasil non- pertanian, kebutuhan perumahan dan sarana prasarana. Peningkatan pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan material ini cenderung menyebabkan persaingan penggunaan lahan.

(28)

Aspek politik adalah adanya kebijakan yang dilakukan oleh pengambil keputusan. Pertumbuhan ekonomi, perubahan pendapatan dan konsumsi juga merupakan faktor penyebab perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan di suatu wilayah merupakan cerminan upaya manusia dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya lahan yang akan memberikan pengaruh terhadap manusia itu sendiri dan kondisi lingkungannya.

Penyebab dari perubahan penggunaan lahan adalah adanya faktor-faktor (driving factors) seperti: faktor demografi (tekanan penduduk), faktor ekonomi (pertumbuhan ekonomi), teknologi, policy (kebijakan), institusi, budaya dan biofisik. Analisis perubahan penggunaan lahan mencari penyebab (driver) perubahan land use dan dampak (lingkungan dan sosio ekonomi) dari perubahan land use. Munibah (2008) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan lahan hutan menjadi lahan pertanian adalah bentuk lahan, kemiringan lereng, jenis tanah, curah hujan, jarak dari jalan raya dan mata pencaharian masyarakat.

Dalam menentukan besarnya peluang faktor yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan dapat menggunakan analisis regresi logistik binner. Analisis ini mengkaji hubungan pengaruh peubah-peubah penjelas (X) terhadap peubah respon (Y) melalui persamaan matetamis dimana peubah penjelasnya dapat berupa peubah kategorik maupun numerik. Dengan kata lain, analisis regresi logistik merupakan suatu teknik untuk menerangkan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon. Salah satu ukuran asosiasi (ukuran keeratan hubungan antar peubah kategorik) yang dapat diperoleh melalui analisis regresi logistik adalah odd ratio (rasio odd). Odd sendiri dapat diartikan sebagai rasio peluang kejadian sukses dengan kejadian tidak sukses dari peubah respon. Adapun rasio odd mengindikasikan besarnya peluang, dalam kaitannya dengan nilai odd, munculnya kejadian sukses pada suatu kelompok dibandingkan kelompok lainnya (Firdaus, et al. 2011).

Prediksi Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan

Untuk mengetahui kondisi penggunaan lahan pada masa yang akan datang perlu dilakukan peramalan (forecasting) terhadap lahan berdasarkan penggunaannya saat ini. Analisis terhadap citra satelit pada berbagai titik tahun dapat menggambarkan trend perubahan penggunaan lahan. Munibah (2008) menyatakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk meramalkan/memprediksi kondisi penggunaan lahan berdasarkan trend perubahan penggunaan lahan adalah permodelan dengan pendekatan model Cellular Automata (CA).

Model Cellular Automata pertama kali diperkenalkan oleh Ulam dan Von Neumann pada tahun 1940-an yaitu untuk membuat kerangka kerja formal (formal framework) untuk meneliti perilaku sistem yang kompleks (Munibah, 2008). Model ini merupakan permodelan spasial dinamik yang beroperasi dalam ruang dengan data raster dimana nilai data raster berbentuk diskrit (Purnomo, 2012).

(29)

atau lebih sel tetangganya juga mati/berubah. Komponen utama Cellular Automata adalah sel (cell), state, aturan dan fungsi perubahan (transition rule of transition function) dan ketetanggaan (Chen et al.2002). Skenario perubahan penggunaan lahan pada setiap piksel tergantung pada kesesuaian lahannya, penggunaan lahan periode sebelumnya dan lahan tetangganya.

Hasil penelitian Hesaki (2012) di Cagar Biosfer Cibodas untuk prediksi penggunaan lahan pada tahun 2023 dengan menggunakan model Cellular Automata dinyatakan bahwa penggunaan lahan/penutupan lahan di Cagar Biosfer adalah kebun campuran sebesar 34.34%, hutan 30.97%, pemukiman 23.39% sawah 11.14%, edelweiss 0.08%, rumput/semak belukar 0.05% dan tubuh air 0.03%. Hasil prediksi ini menunjukkan adanya perambahan pada zona inti karena terdapat penggunaan lahan selain hutan yang bertambah luasnya pada zona inti.

Kesesuaian Lahan

Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Inti evaluasi kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang diterapkan dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan (Sitorus 2004; Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007)

Dalam sistem FAO (1976) klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi 4 (empat) kategori yaitu ordo, kelas, sub-kelas dan unit. Ordo, menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. Ordo dibagi menjadi dua yaitu ordo S (Sesuai) dan N (Tidak Sesuai). Lahan pada ordo S adalah lahan yang dapat digunakan dalam jangka waktu yang tidak terbatas untuk suatu tujuan yang sedang dipertimbangkan. Sementara lahan yang termasuk ordo N adalah lahan yang mempunyai kesulitan sedemikian rupa, sehingga mencegah penggunaannya untuk tujuan tertentu. Lahan tidak sesuai karena adanya berbagai penghambat, baik secara fisik (lereng sangat curam, berbatu-batu, dan sebagainya) atau secara ekonomi (keuntungan yang didapat lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan).

(30)

diberikan dan akan mengurangi produksi. Ordo Tidak Sesuai ada dua kelas yaitu N1 (Tidak Sesuai Saat Ini/ currently not suitable) dan N2 (Tidak Sesuai Permanen/permanentaly not suitable). Lahan dengan kelas N1 mempunyai pembatas-pembatas yang besar, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, dengan biaya yang tinggi. Keadaan pembatas yang besar, sehingga mencegah penggunaan yang lestari dalam jangka panjang. Lahan pada kelas N2 merupakan lahan yang tidak sesuai untuk selamanya yaitu lahan yang mempunyai pembatas permanen .

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Peruntukan kawasan untuk fungsi tertentu dalam rencana tata ruang seharusnya diikuti oleh pemanfaatan/penggunaan lahan yang mengarah pada tujuan dari rencana tata ruang itu sendiri. Tata ruang merupakan landasan sekaligus sasaran pembangunan wilayah (Tarigan, 2005). Perkembangan wilayah menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan wilayah. Perkembangan wilayah pada kawasan yang tidak sesuai dengan tujuan peruntukannya akan menjadi ancaman keberhasilan pembangunan kawasan yang fungsi dan peruntukannya telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.

Kawasan hutan produksi Gedong Wani di Provinsi Lampung adalah salah satu kawasan hutan yang telah dilakukan proses penetapan sebagai hutan tetap melalui pengukuhan kawasan hutan serta termasuk dalam penetapkan kawasan budidaya hutan produksi pada rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) Lampung tahun 2009-2029 (Perda Provinsi Lampung Nomor 01 Tahun 2010). Berdasarkan UU No 41/1999 tentang kehutanan fungsi hutan produksi adalah untuk memproduksi hasil hutan baik kayu maupun non kayu, penyedia lapangan kerja serta jasa lingkungan.

Penggunaan lahan kawasan hutan produksi Gedong Wani untuk aktifitas non kehutanan seperti pemukiman dan pertanian lahan kering menyebabkan kawasan hutan tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Aktifitas non kehutanan yang berkembang juga diikuti dengan perkembangan wilayah desa-desa definitif dalam kawasan hutan. Hal ini akibat dari tidak berjalannya produk kebijakan dan peraturan di lapangan. Selain itu, kurangnya informasi yang cukup tentang penggunaan lahan bagi pemegang kebijakan menyebabkan kawasan hutan dalam kondisi terbuka (open access) yang memudahkan siapapun untuk memanfaatkan dan menggunakan lahan tanpa kontrol.

(31)

Untuk menganalisis perkembangan desa digunakan pendekatan ketersediaan jumlah dan jenis fasilitas yang ada pada wilayah administrasi desa. Sedangkan penggunaan lahan dan perubahannya dapat dianalisis dengan memanfaatkan teknik penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi. Kajian perubahan penggunaan lahan/penutupan lahan pada periode tertentu dapat memberikan informasi perilaku perubahan penggunaan lahan. Melalui pendekatan model spasial, berdasarkan perilaku perubahan penggunaan lahannya dapat dilakukan prediksi penggunaan lahan pada masa yang akan datang.

Selanjutnya dengan mempertimbangkan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang ada, hasil analisis dan kajian dalam penelitian ini disintesiskan untuk menyusun arahan kebijakan penataan pola ruang kawasan hutan produksi Gedong Wani agar dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Bagan alir kerangka pemikiran tertera pada Gambar 1 dan tahapan alur penelitian pada Gambar 2

Kawasan Hutan Produksi

Penggunaan Lahan dan Perubahannya

Pola Perubahan Penggunaan Lahan Identifikasi Perkembangan

Wilayah Desa

Prediksi Penggunaan Lahan

Arahan Penataan Pola Ruang Kawasan Hutan Produksi Gedong Wani

Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikiran

Perkembangan desa dalam kawasan hutan

Penggunaan lahan kawasan hutan tidak sesuai dengan

fungsi dan peruntukan

Fungsi dan peruntukan sesuai UU No 41/1999

Fakta

Titik tolak

Arah Kajian Kebijakan Pemanfaatan Dan Penggunaan Kawasan Hutan Sesuai Peraturan Perundang-Undangan

Kondisi Aktual

(32)

Lokasi Dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian adalah di kelompok kawasan hutan produksi Gedong Wani dengan posisi geografis 100015’ -100035’ Bujur Timur (BT) dan 05010’ -penggunaan lahan ditinjau dari aspek fisik , demografi

dan kebijakan penggunaan kawasan hutan

Prediksi Penggunaan Lahan pada masa yang Akan Datang Atribut

Arahan Penataan Pola Ruang Kawasan Hutan Produksi Gedong Wani

(33)

administrasi termasuk dalam wilayah Kabupaten Lampung Selatan dan Lampung Timur. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan November 2013, mulai dari penyusunan proposal, pengambilan data di lapangan, pengolahan data dan penulisasn Tesis. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 3.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Cira Landsat tahun 2000 dan 2013, Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), Peta SRTM, peta RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Provinsi Lampung, peta administrasi desa kabupaten Lampung Timur dan kabupaten Lampung Selatan, peta satuan lahan dan tanah, peta lereng, peta batas kelompok kawasan hutan produksi Gedong Wani, data Podes tahun 2003 dan 2011 Kabupaten Lampung Timur dan Lampung Selatan serta dokumen dan peraturan yang berkaitan dengan perencanaan wilayah dilokasi penelitian.

Alat yang digunakan adalah Receiver GPS, Kamera Digital dan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software : ArcGIS 9.3.1, ERDAS Imagine 9.1, Idrisi Selva, SPSS 16 serta Microsoft Excel.

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data terdiri dari data primer dan data skunder. Data primer meliputi : (1) Interpretasi penutupan/penggunaan lahan dari data penginderaan jauh (Citra Landsat TM 5 tahun 2000 dan Citra Landsat TM 8 tahun 2013), interpretasi kemiringan lereng dan elevasi dari peta Shuttle Radar Topographic Mission

(34)

(SRTM), data spasial jarak terhadap jalan raya dan pemetaan kesesuaian lahan serta (2) pengamatan lapangan untuk verifikasi penggunaan lahan.

Data sekunder untuk data fisik lahan meliputi peta satuan lahan dan tanah dari peta satuan lahan dan tanah lembar Tanjung Karang Sumatera proyek LREP (Land Resource Evaluation and Planning), peta ijin penggunaan kawasan hutan, dan peta curah hujan. Data sekunder untuk data sosial meliputi jumlah penduduk, jumlah jenis dan fasilitas desa, mata pencaharian dengan sumber data potensi desa (PODES) tahun 2003 dan 2011 serta data kecamatan dalam angka. Matrik hubungan antara tujuan, jenis data, sumber data, teknik analisis, dan keluaran yang diharapkan tertera pada Tabel 1.

Metode dan Teknik Analisis Data

Analisis Perkembangan Wilayah Desa-Desa dalam Kawasan Hutan Produksi

Penentuan perkembangan wilayah didekati dengan indeks perkembangan dan hirarki wilayah dengan menggunakan analisis skalogram. Analisis dilakukan pada unit wilayah desa. Input data yang digunakan adalah data podes tahun 2003 dan tahun 2011 dengan parameter yang diukur jumlah dan jenis fasilitas serta jarak terdekat untuk mengakses fasilitas tersebut. Hasil analisis digambarkan pada peta administrasi dimana kawasan hutan produksi Gedong Wani berada untuk dianalisis secara spasial.

Prosedur kerja analisis skalogram adalah sebagai berikut (Panuju, et al. 2010):

a. Memilih variabel yang digunakan sebagai penyusun indeks hirarki. Dalam pemilihan ini, variabel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu variabel positif (Kelompok A) dan variabel negatif (Kelompok B). Variabel positif adalah variabel yang semakin besar nilainya mencirikan wilayah dengan tingkat perkembangan lebih tinggi. Sebaliknya, variabel negatif adalah variabel yang semakin besar nilainya mencirikan hirarki atau tingkat perkembangan yang lebih rendah. Contoh kelompok A adalah jumlah fasilitas sedangkan contoh kelompok B adalah variabel jarak menuju fasilitas, waktu tempuh dan ongkos tempuh ke fasilitas tertentu.

b. Menyusun matriks data dalam sheet yang berbeda

c. Menghitung indeks fasilitas per 1000 penduduk pada kelompok A

d. Menghitung Invers Indeks data pada kelompok B dengan menggunakan persamaan Bij =1/Xij, dimana Bij adalah indeks invers data sedangkan Xij adalah nilai data wilayah I variabel ke j

e. Menghitung bobot indeks penciri untuk variabel kelompok A dengan persamaan Iij= Xijn/Xij

α

j, dimana i=1,2,….,n menunjukkan jumlah wilayah

dan j=1,2,…,p menunjukkan jumlah variabel penciri. Data ini untuk

(35)

No Tujuan Penelitian Jenis Data Sumber Data Teknik Analisis Keluaran

(36)

f. Melakukan pembakuan indeks untuk seluruh variabel termasuk variabel kelompok A dan kelompok B, sehingga hasil akhir adalah indeks baku yang diperoleh dari persamaan berikut:

Kij =

(Xij-min(Xj) Sj

Kij adalah nilai baku indeks hirarki untuk wilayah ke-i dan ciri ke-j, Iij adalah nilai bobot indeks penciri untuk wilayah ke-i dan ciri ke-j, min (Xj) adalah nilai minimum indeks pada ciri ke-j, dan Sj adalah standar deviasi.

g. Mengkelaskan wilayah. Hirarki wilayah dalam hal ini dibagi menjadi 3 yaitu tinggi, sedang dan rendah. Untuk menyusun kelas hirarki dari indeks baku ini maka terlebih dahulu dicari parameter-parameter rataan Xj dan standar deviasi. Wilayah dengan Hirarki I (Tingkat perkembangan tinggi) adalah wilayah-wilayah yang nilai jumlah indeks bakunya paling tidak sama dengan nilai rataan ditambah dengan standar deviasi. Wilayah berhirarki II adalah wilayah dengan nilai hirarki paling tidak sama dengan nilai rataan indeksnya. Wilayah berhirarki III adalah wilayah dengan nilai indeks hirarki kurang dari nilai rataan indeks diseluruh wilayah.

Hirarki 1 ƩKij> Rataan (Kij) + Stdev (Kij)

Hirarki 2 Rataan (Kij)<ƩKij < Rataan (Kij) + Stdev (Kij) Hirarki 3 ƩKij < Rataan (Kij).

Analisis Penggunaan Lahan dan Deteksi Perubahan

Tahapan yang digunakan pada interpretasi citra landsat tahun 2000 dan tahun 2013 untuk mengklasifikasikan penutupan/penggunaan lahan di kawasan hutan produksi Gedong Wani adalah sebagai berikut:

a. Pemotongan Batas Area Penelitian

Pemotongan batas area penelitian diperlukan untuk melakukan clip citra landsat untuk memperoleh wilayah yang akan dianalisis, yaitu kawasan hutan produksi Gedong Wani.

b. Rektifikasi Citra

Citra Landsat terlebih dahulu dilakukan rektifikasi/koreksi geometri agar posisinya sesuai dengan posisi objek di permukaan bumi.

c. Klasifikasi Penutupan/Penggunaan Lahan

(37)

Kombinasi band yang digunakan adalah band 5,4,3 (RGB) pada citra landsat TM 5 tahun 2000 dan kombinasi band 6,5,4 (RGB) pada citra landsat TM 8. Kombinasi band ini memberikan rona natural colour yang menampakan informasi terbaik dalam identifikasi penutupan lahan.

Dalam penentuan identifikasi objek, pertimbangan kenampakan objek (klasifikasi manual) secara visual digunakan sebagai pertimbangan/alat bantu dalam identifikasi hasil klasifikasi tidak terbimbing. Hasil interpretasi ini hanya dapat membedakan tiga tipe penutupan lahan yaitu tutupan lahan bervegetasi, lahan terbuka dan tubuh air. Karena pada dasarnya klasifikasi multispectral secara langsung hanya dapat diterapkan untuk pemetaan penutupan lahan (land cover), dan bukan penggunaan lahan (land use). Aspek penggunaan lahan diturunkan dari informasi penutup lahannya dengan cara melalui pemasukan informasi bantu atau ancillary data (Donoedoro, 2012). Dengan informasi bantu dari data RTRW, peta-peta tematik kehutanan, citra SPOT tahun 2010, Bing Map dan ground cek lapangan serta informasi dari petugas di lapangan dan masyarakat, maka dari tiga tipe penutupan lahan tersebut diturunkan ke dalam enam tipe penggunaan lahan yaitu area terbangun, hutan, perkebunan rakyat, ladang, perkebunan PTPN dan tubuh air. Hasil interpretasi citra landsat kemudian digunakan sebagai peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2000 dan 2013 pada skala 1 : 50.000. Pengertian dari enam tipe penggunaan lahan tersebut sebagian mengacu pada sistem standar nasional Indonesia (SNI) nomor 7645 tahun 2010 tentang klasifikasi penutupan lahan dan sebagian yang lain penggunaan istilah dan pengertiannya dimodifikasi untuk memperjelas batasan antara satu tipe penggunaan lahan dengan tipe penggunaan lahan yang lainnya. Area terbangun dicirikan oleh adanya subtitusi penutup lahan yang bersifat alami atau semi alami oleh penutup lahan yang bersifat artificial dan biasanya kedap air. Dalam interpretasi yang termasuk kategori area terbangun adalah pemukiman dan jaringan jalan.

Untuk hutan dicirikan dengan liputan vegetasi dominan dan tekstur agak kasar, bentuk tekstur hutan pada lokasi penelitian mirip dengan bentuk tekstur perkebunan PTPN, untuk itu informasi bantu dari petugas lapangan dan masyarakat digunakan untuk memutuskan suatu tipe penggunaan lahan termasuk hutan atau kebun.

Tipe penggunaan lahan untuk ladang merupakan area yang digunakan untuk kegiatan pertanian dengan jenis tanaman semusim di lahan kering. Dalam interpretasi ini, adanya masa bera pada ladang sehingga menyebabkan area terbuka dan ketidakmampuan interpreter mengidentifikasi penggunaan lahan untuk tanaman padi sawah tadah hujan maka area terbuka dan pertanian sawah tadah hujan termasuk dalam kategori ladang.

(38)

perkebunan PTPN. Perkebunan rakyat adalah perkebunan yang diusahakan oleh rakyat, dalam interpretasi lokasi perkebunan rakyat bersifat menyebar bercampur dengan pemukiman dan ladang. Selanjutnya, untuk tipe penggunaan lahan tubuh air dicirikan dengan penampakan perairan. Kategori tubuh air dalam penelitian ini adalah sungai, rawa, waduk dan atau genangan air.

Analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan cara tumpang susun (overlay) peta penggunaan lahan tahun 2000 dengan peta penggunaan lahan tahun 2013. Analisis perubahan penggunaan lahan menghasilkan matriks transformasi perubahan penggunaan lahan dengan contoh matriks ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Contoh matriks transformasi perubahan penggunaan lahan Tipe

Analisis Pengaruh Faktor Fisik Lahan, Demografi dan Kebijakan Penggunaan Kawasan Hutan Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan

Analisis pengaruh faktor fisik lahan, demografi dan kebijakan penggunaan kawasan hutan terhadap perubahan penggunaan lahan didekati dengan persamaan regresi logistic biner (logit model). Data hasil peta perubahan penggunaan lahan di-overlay dengan faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan (Tabel 3.). Perubahan tipe penggunaan lahan ke tipe penggunaan lahan lainnya dicari peluang perubahannya dengan persamaan umum logit model yaitu:

Dimana :

P(i/r) peluang lahan i berubah menjadi lahan r dalam hal ini perubahan penggunaan lahan (Pi/r) yang dianalisis adalah:

a). Perubahan penggunaan lahan menjadi perkebunan rakyat

P (i/r) =

e

[b0r + Ʃ bjr Xj]

1 + e

[b0r + Ʃ bjr Xj]

(39)

Nilai 0, bila tidak terjadi perubahan lahan ke perkebunan rakyat

Nilai 1, bila terjadi perubahan penggunaan lahan ke perkebunan rakyat b).Perubahan penggunaan lahan menjadi area terbangun

Nilai 0, bila tidak terjadi perubahan penggunaan lahan menjadi area terbangun

Nilai 1, bila terjadi perubahan penggunaan lahan menjadi area terbangun

c). Perubahan penggunaan lahan menjadi ladang

Nilai 0, bila tidak teradi perubahan penggunaan lahan ke ladang Nilai 1, bila terjadi perubahan penggunaan lahan menjadi ladang b0 Intersept untuk perubahan menjadi penggunaan lahan r

bj r parameter koefisien variabel ke-j untuk perubahan menjadi penggunaan r r penggunaan lahan jenis ke-1, ke-2,….dan ke-n

Xj variabel bebas faktor penyebab ke-1, ke-2…..ke-n

Tabel 3. Variabel bebas yang digunakan dalam model regresi logistik Variabel Bebas (X) Variabel Bebas (X)

Kelerengan (%)

Inceptisol* Hirarki 3 ke 2

Ultisol Hirarki 3 ke 3

Kebijakan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan HGU Perkebunan PTPN*

Belum ada izin pemanfaatan kawasan hutan Pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan Izin resmi penggunaan kawasan hutan untuk industri

(40)

Pembuatan Peta Kesesuaian Lahan

Peta kesesuaian lahan yang dibuat sesuai dengan tipe peggunaan lahan hasil interpretasi citra satelit yaitu area terbangun, hutan, ladang, perkebunan PTPN, perkebunan rakyat dan tubuh air. Adapun kelas kesesuaian lahan yang digunakan hanya dua, yaitu sesuai (S) dan tidak sesuai (N).

Parameter yang digunakan untuk analisis kesesuaian area terbangun mengacu kriteria kesesuaian lahan untuk tempat tinggal (gedung) dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) dengan kriteria kesesuaian lahan yang digunakan hanya mempertimbangkan lereng dan banjir. Kemiringan lereng 0-8%, kemiringan 8-15% adalah sesuai (S) sedangkan kemiringan di atas 15% tidak sesuai (N). Selanjutnya, terkait dengan banjir, lahan yang tanpa banjir adalah sesuai (S) untuk pemukiman sedangkan lahan jarang-sering banjir termasuk kategori tidak sesuai (N) untuk pemukiman.

Kesesuaian untuk tipe penggunaan lahan hutan mengacu pada Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 683/Kpts/Um/1981 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Produksi. Walaupun lokasi penelitian sudah ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi tetap, akan tetapi evaluasi lahan berdasarkan ketentuan peraturan tersebut digunakan untuk melihat relevansi antara peraturan dengan kesesuaian lahan aktualnya sebagai kawasan hutan yang mempunyai fungsi budidaya untuk pengembangan hutan tanaman.

Kriteria fisik kesesuaian untuk hutan produksi memperhatikan dan memperhitungkan lereng (kemiringan) lapangan, jenis tanah dan intensitas hujan. Untuk keperluan penilaian fisik wilayah, setiap parameter tersebut dibedakan dalam 5 tingkatan (kelas) yang diuraikan dengan tingkat kepekaannya terhadap erosi. Skoring fisik wilayah ditentukan oleh total nilai kelas ketiga parameter setelah nilai kelas parameter dikalikan dengan bobot 20 untuk parameter lereng, bobot 15 untuk parameter jenis tanah dan bobot 10 untuk parameter intensitas hujan. Parameter skoring untuk kesesuaian hutan ditunjukkan pada Tabel 4., Tabel 5. dan Tabel 6.

Berdasarkan hasil penjumlahan skoring ketiga parameter tersebut suatu wilayah dinyatakan sesuai untuk hutan produksi tetap apabila mempunyai nilai skoring <125, hutan produksi terbatas dengan nilai skoring 125 – 175 dan hutan lindung dengan nilai skoring > 175.

Tabel 4. Skoring kelas lereng Kelas

Lereng

Kisaran

Lereng (%) Keterangan Hasil Nilai Kelas x Bobot

1 0 - 8 datar 20

2 >8 - 15 landai 40

3 >15 - 25 agak curam 60

4 >25 - 45 curam 80

5 > 45 sangat curam 100

(41)

Tabel 5. Skoring kelas jenis tanah Kelas

Tanah Kelompok Jenis Tanah

Kepekaan Terhadap Erosi

Hasil Nilai Kelas x Bobot 1 Aluvial. Tanah glei, planosol, hidromorf

kelabu, Laterit air tanah

tidak peka 15

2 Latosol agak peka 30

3 Brown forest soil, Non calcic kurang peka 45 4 Andosol, Lateritic Grumusol, Podsolik peka 60 5 Regosol, Litosol, Organosol, Rendzina sangat peka 75

Sumber : Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 683/Kpts/Um/1981

Tabel 6 Skoring intensitas hujan Kelas

Intensitas Hujan

Kisaran Curah Hujan Keterangan Hasil Nilai Kelas x Bobot

1 8 -13.6 sangat rendah 10

2 >13.6 – 20.7 rendah 20

3 >20.7 – 27.7 sedang 30

4 >27.7 – 34.8 tinggi 40

5 > 34.8 sangat tinggi 50

Sumber : Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 683/Kpts/Um/1981

Parameter yang digunakan untuk kesesuaian penggunaan lahan ladang mengacu pada kriteria kesesuaian lahan pertanian tanaman pangan lahan kering dalam hal ini karena di lokasi penelitian banyak dijumpai tanaman ubi kayu (Manihot esculenta) maka pendekatan parameter kesesuaian lahannya menggunakan kesesuaian ubi kayu. Kriteria kesesuaian lahan untuk ladang ditunjukkan pada Tabel 7.

(42)

Tabel 7. Kriteria kesesuaian lahan untuk ladang

8 Kelas drainase baik,agak terhambat, agak cepat,sedang, terhambat

Sangat terhambat, cepat

9 Banjir F0, F1 F2, F3,F4

Sumber : Kriteria kelompok tanaman pangan Ubi Kayu (Djaenudin et al. 2011),

*Kriteria tanaman pangan lahan kering (Hardjowigeno dan Widiatmaka,2007)

Tabel 8. Kriteria kesesuaian lahan untuk perkebunan rakyat

No Parameter Sesuai (S) Tidak Sesuai (N)

8 Kelas drainase cepat, agak cepat, baik cepat,agak cepat, agak terhambat, terhambat

9 Banjir F0, F1 F2, F3,F4

Sumber: Kriteria kesesuaian tanaman tahunan (Hardjowigeno dan Widiatmaka,2007)

Prediksi Penggunaan Lahan

(43)

waktu tertentu yang dilakukan dengan metode Cellular Automata (CA). Cellular automata merupakan model yang bersifat dinamis yang mengintegrasikan dimensi ruang dan waktu (Susilo, 2013). CA adalah suatu permodelan berbasis spasial yang mampu memprediksi kondisi di waktu yang akan datang dari interaksi lokal antar sel pada grid yang teratur (Manson 2001; Hand 2005), dimana sel merepresentasikan penggunaan lahan. Aturan (rule) dibuat sebagai pertimbangan tetangganya yang menjadi dasar perubahan penggunaan lahan. CA terdiri dari beberapa komponen yaitu cell (piksel), state, ketetanggaan/ neighbourhood dan transition ruler / transition function. Skenario perubahan penggunaan lahan pada setiap piksel tergantung pada kesesuaian lahannya, penggunaan lahan periode sebelumnya dan penggunaan lahan tetangganya. Pengaruh ketetanggaan artinya perubahan penggunaan lahan pada suatu piksel akan dipengaruhi oleh penggunaan lahan pada piksel tetangganya.

Proses permodelan dilakukan pada software IDRISI dengan menjalankan modul cellular automata-Markov (CA-Markov). Modul ini diproses dengan mengkombinasikan Modul Markov Chain yang menghasilkan Transitional Probability dan MOLA (Multi-Objective Land Allocation) yang melakukan proses iterasi untuk mendapatkan komposisi akhir. Transtitional probability didapat dari modul Markov Chain dengan menumpangsusunkan penggunaan lahan pada dua titik tahun. Diagram alir model Cellular Automata tertera pada Gambar 4.

Markov Chain masing kelas diberi bobot yang kemudian dinormalisasi pada filter matriks dengan

(44)

ukuran yang ditentukan. Filter matriks ini sifatnya bergerak secara horizontal atau vertikal dalam melakukan analisis ketetanggaan pada suatu peta raster. Selanjutnya proses akan menghasilkan peta prediksi penggunaan lahan dengan peta penggunaan lahan pada titik waktu tertentu sebagai titik awal (t0).

Kajian Kebijakan

Kajian kebijakan dilakukan dengan analisis isi (content analysis) terhadap produk kebijakan yang telah dikeluarkan. Analisis ini merupakan sebuah teknik mendapatkan deskripsi hubungan isi teks produk kebijakan (peraturan perundangan dan peraturan formal lainnya) dengan fokus kajian penelitian. Kebijakan yang dikaji adalah kebijakan yang berkaitan dengan peraturan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan produksi.

Penyusunan Arahan dan Skenario Kebijakan Penataan Pola Ruang Kawasan Hutan Produksi Gedong Wani

Penyusunan arahan dan skenario kebijakan penataan pola ruang kawasan hutan produksi Gedong Wani dilakukan melalui sintesis terhadap analisis perkembangan wilayah, analisis penggunaan lahan serta mempertimbangkan mekanisme pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan berdasarkan Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Hasil skenario dan arahan kebijakan penataan pola ruang kawasan hutan produksi Gedong Wani disajikan dalam bentuk uraian deskriptif dan ditampilkan secara spasial

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Sejarah Kelompok Kawasan Hutan Produksi Gedong Wani

Kelompok kawasan hutan produksi Gedong Wani adalah kawasan hutan produksi tetap (HP) yang merupakan pengelompokan dari 4 (empat) Register kawasan hutan produksi tetap yaitu KHP Way Ketibung I Reg. 5; KHP Way Ketibung II Reg. 35; KHP Way Kibang Reg 37 dan KHP Gedong Wani Reg. 40.

(45)

31 Maret 1941 dan KHP Gedong Wani Reg 40 telah ditunjuk berdasarkan Besluit Resident Lampung District No. 372 tanggal 12 Juni 1937.

Pada tahun 1970an Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung mengeluarkan kebijakan hak pengusahaan hutan kultur (HPHK) pada kelompok kawasan hutan produksi Gedong Wani yang pengelolaannya diserahkan kepada 9 (sembilan) perusahaan diantaranya adalah, PT Mitsugoro, PT. Herma, PT. Lampung Pelletezing Factory (LPF) dan PT. Jadico untuk menanam palawija (jagung, sorgum dan singkong). Menurut Hartoyo (2013) sejak PT. Mitsugoro bangkrut tahun 1979, mantan buruh yang bekerja di PT. Mitsugoro kemudian diberi lahan kompensasi untuk pemukiman, dan transmigrasi lokal di bekas lahan PT Mitsugoro dan PT Herma. Keberadaan pemukiman ini kemudian berkembang menjadi desa-desa yang lokasinya sampai saat ini masih berstatus kawasan hutan negara.

Kawasan hutan produksi ini ditunjuk sebagai kawasan hutan melalui Keputusan Menteri Kehutanan nomor 67/Kpts-II/1991 tanggal 31 Januari 1991 tentang Penunjukan Areal Hutan di wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Lampung berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan. Pada tahun 1992 dilakukan penaataan batas luar untuk wilayah kabupaten Lampung Timur dengan pengesahan Berita Acara Tata Batas (BATB) oleh Panitia Tata Batas tanggal 26 Maret 1996 dan pengesahan BATB oleh Menteri Kehutanan tanggal 10 April 1997. Pada tahun 1995/1996 dilakukan penataan batas untuk wilayah kabupaten Lampung Selatan dengan pengesahan BATB oleh Panitia Tata Batas tanggal 29 Maret 1996 dan pengesahan BATB oleh Menteri Kehutanan tanggal 6 Oktober 1998. Selanjutnya, pada tahun 1996, Menteri Kehutanan melalui Surat Keputusan Nomor 338/Kpts-II/1996 memberikan izin hutan tanaman industri (HTI) kepada PT Dharma Hutan Lestari (perusahaan patungan PT Inhutani V dan PT LPF). Akan tetapi, sejak reformasi tahun 1998 perusahaan tidak dapat beroperasi akibat kawasan hutan produksi Gedong Wani diokupasi oleh masyarakat.

Pada tahun 2000, Menteri Kehutanan dan Perkebunan kembali mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 256/Kpts-II/2000 tanggal 23 Januari 2000 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di wilayah Provinsi Lampung dan masih mempertahankan kawasan ini menjadi kawasan hutan produksi tetap.

Pada tahun 2010, Menteri Kehutanan menetapkan kelompok kawasan hutan ini menjadi wilayah kelola KPHP Gedong Wani, dan pada tahun 2011 ditindaklanjuti dengan mencabut ijin HTI PT Darma Hutan Lestari melalui Surat Keputusan Nomor 248 /Menhut-II/ 2011 tanggal 2 Mei 2011.

Tata Ruang Wilayah

Gambar

Tabel 1. Matrik hubungan antara tujuan penelitian, jenis data, sumber data, teknik analisis dan keluaran pada setiap tahapan penelitian
Tabel 2. Contoh matriks transformasi perubahan penggunaan lahan
Tabel 3. Variabel bebas yang digunakan dalam model regresi logistik
Tabel 5.  Skoring kelas jenis tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Analisis karakteristik pertama yang digunakan adalah mengukur ketebalan sampel edible film kombucha teh hijau ( Camelia sinensis L.) dengan menggunakan mikrometer

Metode simulasi merupakan induk dari metode soiodrama, bermain peran ( role playing ), psikodrama, dan permainan. Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan

Yang menjadi fokus dalam teori ini adalah apakah manajemen dalam perusahaan mengungkapkan secara nyata mengenai informasi yang ada pada laporan keuangan

Sempadan SUTT/SUTET Kota Surabaya √  Pembangunan dan Pengembangan Sistem Mitigasi Bencana. Pembangunan

1 4 21 243 Lanjutan Pembangunan USB SMPN 37 Bekasi Peningkatan Sarana Pendidikan 6 RKB, 1 Unit KM/WC Gedung C Bekasi Utara Dinas Bangunan &amp; Kebakaran. 1 4 21 244

Hasil, Seseorang yang memiliki pengalaman kerja lebih banyak akan dapat.. memperoleh hasil pelaksanaan tugas yang lebih

Pokja Pengadaan Barang Biro Administrasi Pengadaan Barang/Jasa Setda Provinsi Bali akan melaksanakan Pelelangan Pelelangan Sederhana dengan pascakualifikasi secara