• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran

Peruntukan kawasan untuk fungsi tertentu dalam rencana tata ruang seharusnya diikuti oleh pemanfaatan/penggunaan lahan yang mengarah pada tujuan dari rencana tata ruang itu sendiri. Tata ruang merupakan landasan sekaligus sasaran pembangunan wilayah (Tarigan, 2005). Perkembangan wilayah menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan wilayah. Perkembangan wilayah pada kawasan yang tidak sesuai dengan tujuan peruntukannya akan menjadi ancaman keberhasilan pembangunan kawasan yang fungsi dan peruntukannya telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.

Kawasan hutan produksi Gedong Wani di Provinsi Lampung adalah salah satu kawasan hutan yang telah dilakukan proses penetapan sebagai hutan tetap melalui pengukuhan kawasan hutan serta termasuk dalam penetapkan kawasan budidaya hutan produksi pada rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) Lampung tahun 2009-2029 (Perda Provinsi Lampung Nomor 01 Tahun 2010). Berdasarkan UU No 41/1999 tentang kehutanan fungsi hutan produksi adalah untuk memproduksi hasil hutan baik kayu maupun non kayu, penyedia lapangan kerja serta jasa lingkungan.

Penggunaan lahan kawasan hutan produksi Gedong Wani untuk aktifitas non kehutanan seperti pemukiman dan pertanian lahan kering menyebabkan kawasan hutan tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Aktifitas non kehutanan yang berkembang juga diikuti dengan perkembangan wilayah desa- desa definitif dalam kawasan hutan. Hal ini akibat dari tidak berjalannya produk kebijakan dan peraturan di lapangan. Selain itu, kurangnya informasi yang cukup tentang penggunaan lahan bagi pemegang kebijakan menyebabkan kawasan hutan dalam kondisi terbuka (open access) yang memudahkan siapapun untuk memanfaatkan dan menggunakan lahan tanpa kontrol.

Untuk menata kembali pemanfaatan ruang kawasan hutan produksi Gedong Wani diperlukan informasi penggunaan lahan lebih spesifik pada kondisi aktual maupun kondisi penggunaan lahan periode sebelumnya yang dapat ditampilkan secara spasial. Selain itu, desa-desa definitif yang ada perlu dikaji untuk mengetahui sejauhmana tingkat perkembangannya dalam kawasan hutan. Hal ini menjadi titik tolak dalam penataan pola ruang pada kawasan hutan untuk mencapai tujuan akhir yang diharapkan.

Untuk menganalisis perkembangan desa digunakan pendekatan ketersediaan jumlah dan jenis fasilitas yang ada pada wilayah administrasi desa. Sedangkan penggunaan lahan dan perubahannya dapat dianalisis dengan memanfaatkan teknik penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi. Kajian perubahan penggunaan lahan/penutupan lahan pada periode tertentu dapat memberikan informasi perilaku perubahan penggunaan lahan. Melalui pendekatan model spasial, berdasarkan perilaku perubahan penggunaan lahannya dapat dilakukan prediksi penggunaan lahan pada masa yang akan datang.

Selanjutnya dengan mempertimbangkan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang ada, hasil analisis dan kajian dalam penelitian ini disintesiskan untuk menyusun arahan kebijakan penataan pola ruang kawasan hutan produksi Gedong Wani agar dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Bagan alir kerangka pemikiran tertera pada Gambar 1 dan tahapan alur penelitian pada Gambar 2

Kawasan Hutan Produksi

Penggunaan Lahan dan Perubahannya Pola Perubahan Penggunaan Lahan Identifikasi Perkembangan

Wilayah Desa

Prediksi Penggunaan Lahan

Arahan Penataan Pola Ruang Kawasan Hutan Produksi Gedong Wani

Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikiran

Perkembangan desa dalam kawasan hutan

Penggunaan lahan kawasan hutan tidak sesuai dengan

fungsi dan peruntukan

Fungsi dan peruntukan sesuai UU No 41/1999

Fakta

Titik tolak

Arah Kajian Kebijakan Pemanfaatan Dan Penggunaan Kawasan Hutan Sesuai Peraturan Perundang-Undangan

Kondisi Aktual

Lokasi Dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian adalah di kelompok kawasan hutan produksi Gedong Wani dengan posisi geografis 100015’ -100035’ Bujur Timur (BT) dan 05010’- 05035’ Lintang Selatan (LS) dengan luas wilayah 30 243 ha yang secara

Interpretasi dan Klasifikasi Peta Penggunaan Lahan Tahun 2000 dan Deteksi Perubahan

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan ditinjau dari aspek fisik , demografi

dan kebijakan penggunaan kawasan hutan

Prediksi Penggunaan Lahan pada masa yang Akan Datang Atribut

Regresi Logistik Binner Hirarki Desa Dalam Kawasan Hutan Matrik Transformasi Perubahan Peta Kesesuaian Lahan Indeks Perkembangan Desa Analisis Skalogram Citra Landsat Tahun 2000- 2013

Analisis Cellular Automata

Peta Administrasi, Peta Batas Kawasan Hutan Produksi, Peta

Tanah, Kelerengan , Peta Elevasi. Curah Hujan

Metode Matching

Peta ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan, Dan Tukar-menukar Kawasan Hutan

Kebijakan Pemanfaatandan Penggunaan Kawasan Hutan

Produksi Pengumpulan Data Data Podes Tahun 2003 dan 2011 Kebijakan Kehutanan Kebijakan Tata Ruang Kajian Kebijakan

Arahan Penataan Pola Ruang Kawasan Hutan Produksi Gedong Wani

administrasi termasuk dalam wilayah Kabupaten Lampung Selatan dan Lampung Timur. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan November 2013, mulai dari penyusunan proposal, pengambilan data di lapangan, pengolahan data dan penulisasn Tesis. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 3.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Cira Landsat tahun 2000 dan 2013, Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), Peta SRTM, peta RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Provinsi Lampung, peta administrasi desa kabupaten Lampung Timur dan kabupaten Lampung Selatan, peta satuan lahan dan tanah, peta lereng, peta batas kelompok kawasan hutan produksi Gedong Wani, data Podes tahun 2003 dan 2011 Kabupaten Lampung Timur dan Lampung Selatan serta dokumen dan peraturan yang berkaitan dengan perencanaan wilayah dilokasi penelitian.

Alat yang digunakan adalah Receiver GPS, Kamera Digital dan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software : ArcGIS 9.3.1, ERDAS Imagine 9.1, Idrisi Selva, SPSS 16 serta Microsoft Excel.

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data terdiri dari data primer dan data skunder. Data primer meliputi : (1) Interpretasi penutupan/penggunaan lahan dari data penginderaan jauh (Citra Landsat TM 5 tahun 2000 dan Citra Landsat TM 8 tahun 2013), interpretasi kemiringan lereng dan elevasi dari peta Shuttle Radar Topographic Mission

(SRTM), data spasial jarak terhadap jalan raya dan pemetaan kesesuaian lahan serta (2) pengamatan lapangan untuk verifikasi penggunaan lahan.

Data sekunder untuk data fisik lahan meliputi peta satuan lahan dan tanah dari peta satuan lahan dan tanah lembar Tanjung Karang Sumatera proyek LREP (Land Resource Evaluation and Planning), peta ijin penggunaan kawasan hutan, dan peta curah hujan. Data sekunder untuk data sosial meliputi jumlah penduduk, jumlah jenis dan fasilitas desa, mata pencaharian dengan sumber data potensi desa (PODES) tahun 2003 dan 2011 serta data kecamatan dalam angka. Matrik hubungan antara tujuan, jenis data, sumber data, teknik analisis, dan keluaran yang diharapkan tertera pada Tabel 1.

Metode dan Teknik Analisis Data

Analisis Perkembangan Wilayah Desa-Desa dalam Kawasan Hutan Produksi Penentuan perkembangan wilayah didekati dengan indeks perkembangan dan hirarki wilayah dengan menggunakan analisis skalogram. Analisis dilakukan pada unit wilayah desa. Input data yang digunakan adalah data podes tahun 2003 dan tahun 2011 dengan parameter yang diukur jumlah dan jenis fasilitas serta jarak terdekat untuk mengakses fasilitas tersebut. Hasil analisis digambarkan pada peta administrasi dimana kawasan hutan produksi Gedong Wani berada untuk dianalisis secara spasial.

Prosedur kerja analisis skalogram adalah sebagai berikut (Panuju, et al. 2010):

a. Memilih variabel yang digunakan sebagai penyusun indeks hirarki. Dalam pemilihan ini, variabel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu variabel positif (Kelompok A) dan variabel negatif (Kelompok B). Variabel positif adalah variabel yang semakin besar nilainya mencirikan wilayah dengan tingkat perkembangan lebih tinggi. Sebaliknya, variabel negatif adalah variabel yang semakin besar nilainya mencirikan hirarki atau tingkat perkembangan yang lebih rendah. Contoh kelompok A adalah jumlah fasilitas sedangkan contoh kelompok B adalah variabel jarak menuju fasilitas, waktu tempuh dan ongkos tempuh ke fasilitas tertentu.

b. Menyusun matriks data dalam sheet yang berbeda

c. Menghitung indeks fasilitas per 1000 penduduk pada kelompok A

d. Menghitung Invers Indeks data pada kelompok B dengan menggunakan persamaan Bij =1/Xij, dimana Bij adalah indeks invers data sedangkan Xij adalah nilai data wilayah I variabel ke j

e. Menghitung bobot indeks penciri untuk variabel kelompok A dengan persamaan Iij= Xijn/Xij

α

j, dimana i=1,2,….,n menunjukkan jumlah wilayah

dan j=1,2,…,p menunjukkan jumlah variabel penciri. Data ini untuk

menghitung nilai minimum dan standar deviasi untuk kebutuhan tahapan berikutnya.

No Tujuan Penelitian Jenis Data Sumber Data Teknik Analisis Keluaran

1Analisis tingkat perkembangan desa-desa dalam kawasan hutan

Data jumlah dan jenis fasilitas

Data jumlah penduduk data aksesibilitas (Data Podes tahun 2003 dan tahun 2011)

BPS, P4W IPB, BPS Provinsi Lampung

Analisis Skalogram -Hirarki desa dalam kawasan hutan

-Indeks perkembangan desa

2Analisis perubahan penggunaan lahan dalam kawasan hutan

Citra landsat Tahun 2000 dan 2013, Peta batas kawasan hutan produksi Gedong Wani

Biotrop, EarthExplorer USGS, Planologi Kementerian Kehutanan

Teknik interpretasi citra dengan metode klasifikasi tidak terbimbing dan interpretasi visual Overlay SIG -Peta penggunaan lahan -Matrik perubahan penggunaan lahan

3Analisis pengaruh faktor fisik lahan, demografi dan

kebijakan penggunaan kawasan hutan terhadap perubahan penggunaan lahan

Keluaran tujuan 1 dan 2, peta tanah, peta lereng, peta jarak dari jalan, peta jumlah penduduk, peta pinjam pakai dan tukar menukar kawasan hutan

- Keluaran tujuan 1 dan 2

- Balai Besar Penelitian Sumberdaya Lahan Kementan, - Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. Overlay Regresi Logistik Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan.

4Prediksi penggunaan lahan selama 13 tahun mendatang

Peta kesesuaian lahan dan matrik tranformasi perubahan penggunaan lahan

- Keluaran tujuan 2 - Peta Kesesuaian Lahan.

Simulasi Model Cellular Automata

Overlay

Peta prediksi

penggunaan lahan 13 tahun kedepan

5Merumuskan arahan kebijakan penataan pola ruang kawasan hutan produksi Gedong Wani

Keluaran tujuan 3, Keluaran tujuan 4, Kebijakan- kebijakan/Peraturan Perundang-undangan - Kementerian Kehutanan - Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Bappeda Provinsi Lampung

- Sintesis keluaran tujuan 3 dan tujuan 4 dengan kebijakan peraturan perundang-perundangan - Overlay SIG

Arahan dan skenario kebijakan penataan pola ruang kawasan hutan produksi Gedong Wani.

f. Melakukan pembakuan indeks untuk seluruh variabel termasuk variabel kelompok A dan kelompok B, sehingga hasil akhir adalah indeks baku yang diperoleh dari persamaan berikut:

Kij =

(Xij-min(Xj) Sj

Kij adalah nilai baku indeks hirarki untuk wilayah ke-i dan ciri ke-j, Iij adalah nilai bobot indeks penciri untuk wilayah ke-i dan ciri ke-j, min (Xj) adalah nilai minimum indeks pada ciri ke-j, dan Sj adalah standar deviasi.

g. Mengkelaskan wilayah. Hirarki wilayah dalam hal ini dibagi menjadi 3 yaitu tinggi, sedang dan rendah. Untuk menyusun kelas hirarki dari indeks baku ini maka terlebih dahulu dicari parameter-parameter rataan Xj dan standar deviasi. Wilayah dengan Hirarki I (Tingkat perkembangan tinggi) adalah wilayah-wilayah yang nilai jumlah indeks bakunya paling tidak sama dengan nilai rataan ditambah dengan standar deviasi. Wilayah berhirarki II adalah wilayah dengan nilai hirarki paling tidak sama dengan nilai rataan indeksnya. Wilayah berhirarki III adalah wilayah dengan nilai indeks hirarki kurang dari nilai rataan indeks diseluruh wilayah.

Hirarki 1 ƩKij> Rataan (Kij) + Stdev (Kij)

Hirarki 2 Rataan (Kij)<ƩKij < Rataan (Kij) + Stdev (Kij) Hirarki 3 ƩKij < Rataan (Kij).

Analisis Penggunaan Lahan dan Deteksi Perubahan

Tahapan yang digunakan pada interpretasi citra landsat tahun 2000 dan tahun 2013 untuk mengklasifikasikan penutupan/penggunaan lahan di kawasan hutan produksi Gedong Wani adalah sebagai berikut:

a. Pemotongan Batas Area Penelitian

Pemotongan batas area penelitian diperlukan untuk melakukan clip citra landsat untuk memperoleh wilayah yang akan dianalisis, yaitu kawasan hutan produksi Gedong Wani.

b. Rektifikasi Citra

Citra Landsat terlebih dahulu dilakukan rektifikasi/koreksi geometri agar posisinya sesuai dengan posisi objek di permukaan bumi.

c. Klasifikasi Penutupan/Penggunaan Lahan

Klasifikasi penutupan/penggunaan lahan dilakukan dengan menggunakan metode klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification) yaitu klasifikasi citra satelit yang secara otomatis diputuskan oleh komputer dengan tidak menggunakan training set area atau campur tangan operator dalam pengelompokan gugus-gugus spektral. Campur tangan operator baru dilakukan setelah gugus spektral terbentuk, yaitu menandai tiap gugus sebagai objek tertentu (Danoedoro, 2012).

Kombinasi band yang digunakan adalah band 5,4,3 (RGB) pada citra landsat TM 5 tahun 2000 dan kombinasi band 6,5,4 (RGB) pada citra landsat TM 8. Kombinasi band ini memberikan rona natural colour yang menampakan informasi terbaik dalam identifikasi penutupan lahan.

Dalam penentuan identifikasi objek, pertimbangan kenampakan objek (klasifikasi manual) secara visual digunakan sebagai pertimbangan/alat bantu dalam identifikasi hasil klasifikasi tidak terbimbing. Hasil interpretasi ini hanya dapat membedakan tiga tipe penutupan lahan yaitu tutupan lahan bervegetasi, lahan terbuka dan tubuh air. Karena pada dasarnya klasifikasi multispectral secara langsung hanya dapat diterapkan untuk pemetaan penutupan lahan (land cover), dan bukan penggunaan lahan (land use). Aspek penggunaan lahan diturunkan dari informasi penutup lahannya dengan cara melalui pemasukan informasi bantu atau ancillary data (Donoedoro, 2012). Dengan informasi bantu dari data RTRW, peta-peta tematik kehutanan, citra SPOT tahun 2010, Bing Map dan ground cek lapangan serta informasi dari petugas di lapangan dan masyarakat, maka dari tiga tipe penutupan lahan tersebut diturunkan ke dalam enam tipe penggunaan lahan yaitu area terbangun, hutan, perkebunan rakyat, ladang, perkebunan PTPN dan tubuh air. Hasil interpretasi citra landsat kemudian digunakan sebagai peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2000 dan 2013 pada skala 1 : 50.000. Pengertian dari enam tipe penggunaan lahan tersebut sebagian mengacu pada sistem standar nasional Indonesia (SNI) nomor 7645 tahun 2010 tentang klasifikasi penutupan lahan dan sebagian yang lain penggunaan istilah dan pengertiannya dimodifikasi untuk memperjelas batasan antara satu tipe penggunaan lahan dengan tipe penggunaan lahan yang lainnya. Area terbangun dicirikan oleh adanya subtitusi penutup lahan yang bersifat alami atau semi alami oleh penutup lahan yang bersifat artificial dan biasanya kedap air. Dalam interpretasi yang termasuk kategori area terbangun adalah pemukiman dan jaringan jalan.

Untuk hutan dicirikan dengan liputan vegetasi dominan dan tekstur agak kasar, bentuk tekstur hutan pada lokasi penelitian mirip dengan bentuk tekstur perkebunan PTPN, untuk itu informasi bantu dari petugas lapangan dan masyarakat digunakan untuk memutuskan suatu tipe penggunaan lahan termasuk hutan atau kebun.

Tipe penggunaan lahan untuk ladang merupakan area yang digunakan untuk kegiatan pertanian dengan jenis tanaman semusim di lahan kering. Dalam interpretasi ini, adanya masa bera pada ladang sehingga menyebabkan area terbuka dan ketidakmampuan interpreter mengidentifikasi penggunaan lahan untuk tanaman padi sawah tadah hujan maka area terbuka dan pertanian sawah tadah hujan termasuk dalam kategori ladang.

Perkebunan adalah lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian tanpa pergantian tanaman selama 2 tahun. Ada dua tipe perkebunan di lokasi penelitian yaitu perkebunan PTPN dan perkebunan rakyat. Perkebunan PTPN adalah perkebunan yang diusahakan oleh PTPN, batas area ini merupakan area konflik tumpang tindih antara kehutanan dengan PTPN, informasi bantu dari instansi kehutanan digunakan untuk memutuskan tipe penggunaan lahan

perkebunan PTPN. Perkebunan rakyat adalah perkebunan yang diusahakan oleh rakyat, dalam interpretasi lokasi perkebunan rakyat bersifat menyebar bercampur dengan pemukiman dan ladang. Selanjutnya, untuk tipe penggunaan lahan tubuh air dicirikan dengan penampakan perairan. Kategori tubuh air dalam penelitian ini adalah sungai, rawa, waduk dan atau genangan air.

Analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan cara tumpang susun (overlay) peta penggunaan lahan tahun 2000 dengan peta penggunaan lahan tahun 2013. Analisis perubahan penggunaan lahan menghasilkan matriks transformasi perubahan penggunaan lahan dengan contoh matriks ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Contoh matriks transformasi perubahan penggunaan lahan Tipe Penutupan/Pengg unaan Lahan Tahun t1 Jumlah Ta h u n t0 Area Terbangun Hutan Ladan g Perkebuna n PTPN Perkebuna n Rakyat Tubuh Air Area Terbangun Area Terbangun t0 Hutan Hutan t0 Ladang Ladang t0 Perkebunan PTP Perkebunan PTPN t0 Perkebunan Rakyat Perkebunan Rakyat t0 Tubuh Air Tubuh Air t0 Jumlah Area Terbangun t1 Hutan t1 Ladan g t1 Perkebuna n PTPN t1 Perkebuna n Rakyat t1 Tubuh Air t1 Keterangan:

Analisis Pengaruh Faktor Fisik Lahan, Demografi dan Kebijakan Penggunaan Kawasan Hutan Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan

Analisis pengaruh faktor fisik lahan, demografi dan kebijakan penggunaan kawasan hutan terhadap perubahan penggunaan lahan didekati dengan persamaan regresi logistic biner (logit model). Data hasil peta perubahan penggunaan lahan di-overlay dengan faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan (Tabel 3.). Perubahan tipe penggunaan lahan ke tipe penggunaan lahan lainnya dicari peluang perubahannya dengan persamaan umum logit model yaitu:

Dimana :

P(i/r) peluang lahan i berubah menjadi lahan r dalam hal ini perubahan penggunaan lahan (Pi/r) yang dianalisis adalah:

a). Perubahan penggunaan lahan menjadi perkebunan rakyat

P (i/r) =

e

[b0r + Ʃ bjr Xj]

1 + e

[b0r + Ʃ bjr Xj]

Nilai 0, bila tidak terjadi perubahan lahan ke perkebunan rakyat

Nilai 1, bila terjadi perubahan penggunaan lahan ke perkebunan rakyat b).Perubahan penggunaan lahan menjadi area terbangun

Nilai 0, bila tidak terjadi perubahan penggunaan lahan menjadi area terbangun

Nilai 1, bila terjadi perubahan penggunaan lahan menjadi area terbangun

c). Perubahan penggunaan lahan menjadi ladang

Nilai 0, bila tidak teradi perubahan penggunaan lahan ke ladang Nilai 1, bila terjadi perubahan penggunaan lahan menjadi ladang b0 Intersept untuk perubahan menjadi penggunaan lahan r

bj r parameter koefisien variabel ke-j untuk perubahan menjadi penggunaan r r penggunaan lahan jenis ke-1, ke-2,….dan ke-n

Xj variabel bebas faktor penyebab ke-1, ke-2…..ke-n

Tabel 3. Variabel bebas yang digunakan dalam model regresi logistik Variabel Bebas (X) Variabel Bebas (X) Kelerengan (%) Perubahan Hirarki Wilayah 0% - 3% Hirarki 1 ke 2* 3% - 8% Hirarki 1 ke 3 8% - 15% Hirarki 2 ke 1 15% - 17%* Hirarki 2 ke 2 Hirarki 2 ke 3

Jenis Tanah Hirarki 3 ke 1

Inceptisol* Hirarki 3 ke 2

Ultisol Hirarki 3 ke 3

Jarak dari jalan (m)

Pertambahan Jumlah Penduduk (Jiwa) 0-250 380 – 1096* (rendah) 250-500 1 097 – 1 813 (sedang) 500-1000 1 814-2 530 (tinggi) 1000-2000 2 531 – 3 247 (sangat tinggi) 2000-4000 *

Kebijakan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan HGU Perkebunan PTPN*

Belum ada izin pemanfaatan kawasan hutan Pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan Izin resmi penggunaan kawasan hutan untuk industri

Pinjam pakai kawasan hutan ke pendidikan Tukar menukar kawasan hutan *Kontrol

Pembuatan Peta Kesesuaian Lahan

Peta kesesuaian lahan yang dibuat sesuai dengan tipe peggunaan lahan hasil interpretasi citra satelit yaitu area terbangun, hutan, ladang, perkebunan PTPN, perkebunan rakyat dan tubuh air. Adapun kelas kesesuaian lahan yang digunakan hanya dua, yaitu sesuai (S) dan tidak sesuai (N).

Parameter yang digunakan untuk analisis kesesuaian area terbangun mengacu kriteria kesesuaian lahan untuk tempat tinggal (gedung) dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) dengan kriteria kesesuaian lahan yang digunakan hanya mempertimbangkan lereng dan banjir. Kemiringan lereng 0-8%, kemiringan 8-15% adalah sesuai (S) sedangkan kemiringan di atas 15% tidak sesuai (N). Selanjutnya, terkait dengan banjir, lahan yang tanpa banjir adalah sesuai (S) untuk pemukiman sedangkan lahan jarang-sering banjir termasuk kategori tidak sesuai (N) untuk pemukiman.

Kesesuaian untuk tipe penggunaan lahan hutan mengacu pada Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 683/Kpts/Um/1981 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Produksi. Walaupun lokasi penelitian sudah ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi tetap, akan tetapi evaluasi lahan berdasarkan ketentuan peraturan tersebut digunakan untuk melihat relevansi antara peraturan dengan kesesuaian lahan aktualnya sebagai kawasan hutan yang mempunyai fungsi budidaya untuk pengembangan hutan tanaman.

Kriteria fisik kesesuaian untuk hutan produksi memperhatikan dan memperhitungkan lereng (kemiringan) lapangan, jenis tanah dan intensitas hujan. Untuk keperluan penilaian fisik wilayah, setiap parameter tersebut dibedakan dalam 5 tingkatan (kelas) yang diuraikan dengan tingkat kepekaannya terhadap erosi. Skoring fisik wilayah ditentukan oleh total nilai kelas ketiga parameter setelah nilai kelas parameter dikalikan dengan bobot 20 untuk parameter lereng, bobot 15 untuk parameter jenis tanah dan bobot 10 untuk parameter intensitas hujan. Parameter skoring untuk kesesuaian hutan ditunjukkan pada Tabel 4., Tabel 5. dan Tabel 6.

Berdasarkan hasil penjumlahan skoring ketiga parameter tersebut suatu wilayah dinyatakan sesuai untuk hutan produksi tetap apabila mempunyai nilai skoring <125, hutan produksi terbatas dengan nilai skoring 125 – 175 dan hutan lindung dengan nilai skoring > 175.

Tabel 4. Skoring kelas lereng Kelas

Lereng

Kisaran

Lereng (%) Keterangan Hasil Nilai Kelas x Bobot

1 0 - 8 datar 20

2 >8 - 15 landai 40

3 >15 - 25 agak curam 60

4 >25 - 45 curam 80

5 > 45 sangat curam 100

Tabel 5. Skoring kelas jenis tanah Kelas

Tanah Kelompok Jenis Tanah

Kepekaan Terhadap Erosi

Hasil Nilai Kelas x Bobot 1 Aluvial. Tanah glei, planosol, hidromorf

kelabu, Laterit air tanah

tidak peka 15

2 Latosol agak peka 30

3 Brown forest soil, Non calcic kurang peka 45 4 Andosol, Lateritic Grumusol, Podsolik peka 60 5 Regosol, Litosol, Organosol, Rendzina sangat peka 75

Sumber : Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 683/Kpts/Um/1981

Tabel 6 Skoring intensitas hujan Kelas

Intensitas Hujan

Kisaran Curah Hujan Keterangan Hasil Nilai Kelas x Bobot 1 8 -13.6 sangat rendah 10 2 >13.6 – 20.7 rendah 20 3 >20.7 – 27.7 sedang 30 4 >27.7 – 34.8 tinggi 40 5 > 34.8 sangat tinggi 50

Sumber : Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 683/Kpts/Um/1981

Parameter yang digunakan untuk kesesuaian penggunaan lahan ladang mengacu pada kriteria kesesuaian lahan pertanian tanaman pangan lahan kering dalam hal ini karena di lokasi penelitian banyak dijumpai tanaman ubi kayu (Manihot esculenta) maka pendekatan parameter kesesuaian lahannya menggunakan kesesuaian ubi kayu. Kriteria kesesuaian lahan untuk ladang ditunjukkan pada Tabel 7.

Parameter kesesuaian lahan untuk tipe penutupan lahan perkebunan rakyat mengacu pada kriteria kesesuaian lahan tanaman tahunan sebagaimana tertera pada Tabel 8. Parameter untuk kriteria kesesuaian lahan tubuh air berdasarkan asumsi bahwa kesesuaiannya mengikuti penggunaan lahan aktualnya. Pembuatan peta kesesuaian lahan tiap tipe penggunaan lahan di kawasan hutan produksi Gedong Wani dilakukan dengan metode matching dengan menumpangsusunkan (overlay) peta-peta tematik sesuai dengan parameter yang ada.

Tabel 7. Kriteria kesesuaian lahan untuk ladang

No Parameter Sesuai (S) Tidak Sesuai (N)

1 Curah hujan rata-rata tahunan 600-5000 mm < 600 mm dan > 5000 mm

2 Jumlah bulan kering ≤ 7 > 7

3 Kedalaman efektif > 25 cm >10cm

Dokumen terkait