• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Lahan

Dalam dokumen BAB II PELAKSANAAN... (Halaman 28-33)

BAB I PENDAHULUAN

I.7. Landasan Teori

I.7.6. Penggunaan Lahan

Menurut Lillesand dkk (2008) penggunaan lahan (land use) berkaitan dengan jenis kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu, sedangkan penutup lahan (land cover) berkaitan dengan jenis kenampakkan yang ada di permukaan bumi. Penggunaan lahan memperlihatkan setiap bentuk campur tangan manusia terhadap lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Informasi penggunaan lahan antara lain dapat digunakan sebagai dasar pembuatan rencana tata ruang. Pada data penginderaan jauh, informasi mengenai penutupan lahan umumnya mudah dikenali, sedangkan informasi penggunaan lahan tidak selalu dapat ditafsirkan secara langsung oleh citra akan tetapi perlu dideteksi terlebih dahulu dari kenampakkan penutupan lahan, kemudian dilakukan kegiatan survey lapangan untuk pengecekkan (Ahmada, 2013).

I.7.7. Skema Klasifikasi

Skema klasifikasi adalah pemilihan kategori penggunaan lahan yang akan digunakan untuk mengelompokkan nilai piksel ke dalam kelas tertentu. Skema klasifikasi menurut USGS (1976) disajikan pada tabel I.7.

Tabel I.7. Skema klasifikasi penggunaan lahan menurut USGS

LEVEL I LEVEL II

1. Urban or built-up land 1.1 Residental

1.2 Commercial and Services

1.3 Transportation, communications and utilities 1.4 Industrial and commercial complexes

1.5 Mixed and commercial complexes 1.6 Mixed urban or built-up land 1.7 Other urban or built-up land 2. Agricultural land 2.1 Croplands and pasture

2.2 Orchard, groves, vineyards, nurseries, and ornamental holticultural areas

2.3 Confined feedings operations 2.4 Other agricultural land 3. Range land 3.1 Herbaceous range land

3.2 Shrub-brusland rangeland 3.3 Mixed rangeland

4. Forest land 4.1 Deciduous forest land 4.2 Evergreen forest land 4.3 Mixed forest land

5. Water 5.1 Stream and canal

5.2 Lakes 5.3 Reservoirs

5.4 Bays and estuaries 6. Wet land 6.1 Forested wet land

6.2 Nonforested wet land 7. Barren land 7.1 Dry salt flats

7.2 Beaches

7.3 Sandy areas other than beaches 7.4 Bare exposed rock

7.5 Strip mines, quarries, and gravel pits 7.6 Transitional areas

7.7 Mixed barren land

8. Tundra 8.1 Shrub and brush tundra

8.2 Herbaceous tundra 8.3 Bare ground tundra 8.4 Wet tundra

8.5 Mixed tundra

9. Perennial snow or ice 9.1 Perennial snowfields 9.2 Glaciers

Penentuan kelas tergantung pada citra daerah penelitian karena tidak semua kelas yang ada dapat diklasifikasikan, maka pada penelitian ini menggunakan skema klasifikasi dengan modifikasi, seperti yang terlihat pada tabel I.8.

Tabel. I.8. Pemilihan skema klasifikasi

LEVEL I Modifikasi Kelas

1. Urban or built-up land 1. tanah terbangun 2. Agricultural land 2. kebun

3. tegalan 4. sawah

3. Range land 5. semak belukar

4. Forest land 6. hutan

5. Water 7. tubuh air

I.7.8. Klasifikasi Digital

Klasifikasi citra adalah proses pengelompokkan piksel ke dalam kelas tertentu atau kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan (brightness value/ BV) piksel yang bersangkutan. Tujuan klasifikasi citra secara digital adalah untuk melakukan pengelompokkan secara otomatis dari setiap piksel ke kelas tertentu. Menurut Danoedoro (2012), Klasifikasi citra multispektral dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan tingkat otomasinya, yaitu klasifikasi terkontrol (supervised classification) dan klasifikasi tidak terkontrol (unsupervised classification). Klasifikasi digital yang dipakai pada penelitian ini adalah klasifikasi terkontrol (supervised classification) yang membagi kelas objek berdasarkan nilai piksel sampel dari tiap kelas. Klasifikasi terkontrol memerlukan training area atau daerah contoh. Proses klasifikasi terkontrol dengan metode yang berbeda akan mendasarkan perhitungan kedekatan nilai piksel terhadap kelas tertentu dengan algoritma dan dasar statistik yang berbeda. Ada tiga metode klasifikasi digital (Djurdjani dan Kartini, 2004), yaitu :

a. Klasifikasi jarak minimum rata-rata kelas (minimum distance)

Merupakan salah satu metode yang paling sederhana, yaitu dengan cara menentukan keanggotaan suatu pixel pada kelas tertentu yang dapat diketahui dengan menghitung jarak terpendek terhadap nilai rata-ratanya. Rumus yang dipakai adalah (Danoedoro, 2012):

Jarak = √∑ ... (3) Keterangan :

= jumlah saluran = saluran tertentu

= kelas obyek tertentu

= vektor piksel pada saluran k

= nilai rerata vektor piksel kelas c di saluran k b. Klasifikasi Paralellepiped

Proses klasifikasi dilakukan dengan cara memperhitungkan kisaran nilai digital dari masing-masing rangkaian kategori nilai piksel daerah contoh. Kisaran nilai piksel tertinggi dan terendah dimasukkan dalam bentuk empat persegi panjang yang merupakan batas kelas yang diuji.

Rumus yang dipakai adalah :

... (4) Bila dipenuhi, piksel yang bersangkutan termasuk kelas c = -  batas bawah ... (5) = +  batas atas ... (6) Keterangan :

= kelas yang akan ditentukan = nomor band citra

= nilai rerata

= nilai standart deviasi c. Klasifikasi Maximum Likelihood

Kegiatan penelitian ini mengfokuskan klasifikasi penggunaan lahan pada metode klasifikasi terkontrol dengan persamaan maximum likelihood. Algoritma maximum likelihood secara statistik dikatakan sebagai algoritma yang paling mapan karena mendasarkan perhitungan kemiripan setiap piksel dengan asumsi bahwa objek homogen selalu menampilkan histogram yang terdistribusi normal. Piksel diklasifikasikan sebagai kelas tertentu bukan karena jarak eklidiannya, melainkan karena bentuk, ukuran, dan orientasi sampel berupa elipsoida. Ukuran elipsoida ditentukan oleh variansi pada tiap saluran, sedangkan bentuk dan orientasi elipsoida ditentukan oleh kovariannya (Danoedoro, 2012). Ketentuan yang dipakai adalah:

= { 0,5 Ln (det Vc)} – {0,5 (X- µc)T

Maka piksel yang bersangkutan termasuk kelas c. Keterangan :

= jarak suatu kelas tertentu yang diberi bobot = suatu kelas tertentu

X = vektor piksel yang diklasifikasi µc = vektor rerata sampel kelas c

Vc = matriks kovarian piksel-piksel pada sampel kelas c

I.7.8.1. Training area. Pelaksanaan klasifikasi terkontrol (Supervised Classification) memerlukan proses penentuan training area atau daerah contoh sebelum dilakukan klasifikasi. Penentuan training area dilakukan berdasarkan data pendukung lain berupa data lapangan, data penggunaan lahan, ataupun data foto udara. Training area dipilih pada lokasi yang menyebar pada citra. Pemilihan training area yang benar akan mempengaruhi kualitas hasil klasifikasi (Djurdjani dan Kartini, 2004).

I.7.8.2. Hitungan statistik training area. Setelah training area ditentukan batasnya kemudian dilakukan hitungan statistik terhadap training area tersebut. Hasil hitungan statistik meliputi nilai statistik tunggal (univariate statistic) yang terdiri dari mean, nilai maksimum, nilai minimum, standar deviasi, serta varian dan nilai statistik citra banyak (multivariate statistic) yang terdiri dari varian kovarian serta korelasi antar band (Djurdjani dan Kartini, 2004). Rumus untuk menghitung nilai statistik adalah sebagai berikut :

Mean (µk) = ... (8) Varian populasi (Vark) = ... (9) Varian sampel (Vark) = ... (10) Simpangan baku (Sk) = √ ... (11) Kovarian band k dan band l (covkl) = ... (12) Korelasi band k dan band l (rkl) = ... (13)

Keterangan :

BV = nilai keabuan/nilai digital n = jumlah piksel tiap band

I.7.8.3. Uji indeks separabilitas. Pemilihan training area akan berpengaruh terhadap akurasi hasil klasifikasi. Evaluasi tingkat separabilitas sampel dapat dilakukan metode pengukuran jarak Jeffries-Matusita (JM). Nilai yang dihasilkan dari evaluasi tersebut berkisar antara 0 sampai 2. Nilai indeks yang lebih dari 1,9 (mendekati 2) memiliki arti bahwa sampel memiliki separabilitas (keterpisahan) yang baik. Apabila nilai seperabilitas kurang dari 1, maka sampel tersebut harus dikelompokkan menjadi satu kelas, karena separabilitasnya buruk.

Dalam dokumen BAB II PELAKSANAAN... (Halaman 28-33)

Dokumen terkait