• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam pengertian etimologi, kata “Media” barasal dari bahasa latin yaitu bentuk jamak dari “Median” yang berarti alat atau perantara. Adapun Media dakwah merupakan subsistem dari sistem-sistem dakwah yang lain, seperti metode, subyek, obyek, materi dan unsur-unsur dakwah lainya. Sebagai subsistem media dakwah akan sangat berpengaruh terhadap subsistem-subsistem lainya. Maka dalam hal ini media dakwah mempunyai peranan atau kedudukan yang sama dibanding subsistem lainya.

Apalagi dalam penentuan strategi dakwah yang memiliki asas efektivitas dan efesiensi, peranan dakwah menjadi begitu jelas peranannya. Bahsannya media dakwah harus universal dalam menjalankan aktivitas dakwah walaupun bersifat sederhana dan sementara. (Syukir, 1983 : 164)

Seperti diterangkan sebelumnya bahwa media adalah alat atau sarana. Maka pengertian media dakwah adalah segala sesuatu yang membantu terlaksananya dakwah didalam mencapai tujuanny, baik berupa benda (material) atau bukan benda (imateri), maka dakwah ini jika dilihat dari bentuk penyampaiannya akan memiliki kesamaan sebagai metode dakwah. Karena metode ini juga merupakan bentuk ekspresi dakwah melalui berbagai media atau medium.

Disisi lain, metode dakwah tersebut merupakan media dakwah dalam bentuk imateri, bentuk imateri lainnya seperti bahasa. Hal ini dapat dilihat dari segi bentuknya, dan bentuk lainya yaitu bentuk materi berupa seluruh alat bantu dalam pelaksanaan sebuah dakwah seperti podium, surat kabar, radio, televisi dan lain-lain.

Dewasa ini, media dakwah ini hampir dapat dilakukan dengan semua wahana.

Berbagai pendapat juga berbeda-beda dalam mengklasifikasikan bentuk-bentuk media dakwah. Seperti Syukri dalam metode dakwah islam mengelompokan media dakwah menjadi enam bagian, yaitu: lembaga pendidikan, lingkungan keluarga, organisasi-organisasi isalam, hari-hari besar islam, media masa dan seni budaya.

a. Lembaga Pendidikan

Sebagaimana dipahami bersama bahwa lembaga pendidikan diindonesia dapat dikelompkan menjadi dua, yaitu lembaga pendidikan formal dan lembaga pendidikan non- formal .

Pendidikan formal setidaknya memiliki karakteristik yang nyata dalam kurikulum, kemampuan siswanya sejajar juga adanya pertemuan yang rutin dengan komponen tersebut pelaksanaan dakwah akan sangat terbantu, sementara untuk pendidikan non formal sama-sama menyelenggarakan pendidikan tetapi tidak ada kurikulum pasti yang mengaturnya.

Keberadaan kurikulum akan memudahkan dalam penyampaian pesan-pesan dakwah. Kemampuan siswa yang sejajar juga secara spikologi akan memudahkan seseorang da’i (dalam hal mengajar) dalam melaksanakan sebuah (pendidikan). Apalagi adanya pertemuan yang rutin memungkinkan pesan-pesan dakwah tersebut akan tersirat secara universal dan mendalam, sehingga memberikan adanya perubahan prilaku kearah yang positif.

Setelah mendapatkan pendidikan islam di dalam lingkungan keluarga, langkah selanjutnya adalah memberikan anak anak kita untuk mengenyam pendidikan di lingkungan formal. Lembaga pendidikan formal dapat juga dikategorikan sebagai media dakwah, yakni sebuah alat yang dapat digunakan untuk berdakwah kepada peserta didik.

Setelah mendapat pengetahuan awal dari orang tua, dan masyarakat yang secara tidak langsung memberikan berbagai pengetahuan dasar, namun dirasakan belum sistematis. Pengetahuan anak yang diperoleh hanya dari peniruan, pengulangan atau kebiasaan. Diperlukan sebuah kegiatan yang terstruktur dalam berdakwah. Salah satunya adalah didirikannya lembaga lembaga formal pendidikan islam.

Pendidikan siswa artinya lembaga pendidikan yang memiliki kurikulum, siswa sejajar kemampuannya, pertemuan rutin, dan sebagainya. Contohnya adalah sekolah dan lain sebagainya. (Asmuni Syukir, 1983:168).

Didalam pedidikan formal, terdapat proses belajar mengajar. Sebuah usaha untuk mengajarkan pendidikan agama yakni dengan usaha usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran islam. Dengan pendidikan agama yang terdapat di dalam lembaga formal tersebut, menjadikan ia sebagai sebuah media dakwah yang dapat digunakan oleh da’i.

Lembaga pendidikan islam di Indonesia, dapat dikategorikan kedalam tiga kelompok, yakni pesantren, madrasah dan sekolah, dimana ketiganya sama sama mencoba mendidik generasi penerus bangsa kearah yang lebih baik sesuai dengan ajaran islam. Pesantren sendiri atau lebih dikenal dengan sebutan pondok pesantren adalah lembaga pendidikan islam tradisional tertua di Indonesia.

Pondok berasal dari bahasa arab funduq yang artinya tempat menginap atau asrama, sedangkan pesantren adalah berasal dari kata santri, bahasa tamil yang berarti para penuntut ilmu.

Pada awal perkembangannya, ada dua fungsi pondok pesantren, yakni sebagai lembaga pendidikan, dan kedua sebagai lembaga penyiaran agama. Pada masa colonial dahulu, pondok pesantren mempunyai peranan yang aktif dalam menentang penetrasi kolonialisme dengan uzlah yakni menutup diri daripengaruh luar.

Lembaga pendidikan formal ketiga dalam islam adalah sekolah islam.

Lembaga ini merupakan pengembangan dari madrasah dengan falsafah yang dipengaruhi oleh ajaran ajaran barat. Kurikulumnya lebih dekat dengan sekolah sekolah umum.

Di dalam pendidikan formal terdapat seorang guru sekaligus dai yang tugasnya bukan semata mata utuk mengajarkan ilmu agama atau islamologi, melainkan juga mendidik. Karena mengajar hanyalah memberikan pengetahuan agama saja, sehingga anak padai ilmu agama tapi tidak taat terhadap ajaran agama. Sebaliknya mendidik mempunyai arti menanamkan tabiat kepada anak anak agar mereka taat kepada ajaran agama (membentuk pribadi muslim).

Itulah lembaga lembaga formal pendidikan islam yang biasa dijadikan sebagai media dalam berdakwah.

Kedua dari lembaga pendidikan formal islam adalah madrasah. Lembaga ini muncul pada permulaan abad ke 20. Madrasah berasal dari bahasa arab, darasa yang artinya belajar. Jadi madrasah adalah tempat belajar. Lembaga ini muncul dikarenakan beberapa alasan diantaranya.

b. Lingkungan Keluarga

Keluarga merupakan suatau kesatuan social yang terdiri dari ayah, ibu dan anak atau kesatuan social yang terdiri dari beberapa keluarga yang masih memiliki hubungan darah (keturunan). Disini jelas adanya yang kuat yang dapat menumbuhkan semangat solidaritas dan biasanya memiliki ideology dan agama yang sama.

Persamaan ideology dan agama akan memudahkan sebuah proses dakwah, ditambah dengan semangat ukhumah (Solidaritas) tersebut pesan – pesan dakwah akan lebih cepat meresap kedalam objek-objek dakwah. Disini peran seorang juru dakwah dalam hal ini pemimpin keluarga (biasanya ayah) mempunyai otoritas dalam menyampaikan amanat Allah SWT.

Keluarga adalah unit komunitas terkecil dalam kehidupan sosial masyarakat. Keluarga adalah sekumpulan kapasitas individu dan dari keluarga lah unit-unit yang lebih besar akan dibentuk. Dalam konteks Islam, keluarga digambarkan dalam tiga kata kunci: sakinah mawaddah warahmah yang didalamnya nilai-nilai Islami kental diaplikasikan. Dan keluarga ideal seperti inilah yang menjadi cita-cita kita bersama, yakni menjadikan keluarga kita menjadi keluarga yang taat kepada Allah SWT.

Kehidupan yang paling sederhana adalah kehidupan keluarga. Sudah barang tentu di dalam keluarga haruslah ada penanaman nilai-nilai dakwah.

Keluarga disini dijadikan sebagai media untuk berdakwah. Banyak sekali anjuran dari Al-Quran maupun dari hadist Rasullah SAW. tentang keutamaan dan perintah untuk berdakwah kepada keluarga.

Dakwah dalam lingkungan keluarga dimaksudkan untuk menjadikan sebuah tatanan rumah tangga yang berdiri dari beberapa tujuan. Pertama, mendirikan Syariat Islam dalam segala permasalahan rumah tangga. Artinya

mendirikan sebuah rumah tangga yang mendasarkan kehidupannya sebagai bentuk penghambaan kepada Allah SWT. Kedua, mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologi. Ketiga, mewujudkan Sunah Rasullullah SAW. dengan melahirkan anak-anak saleh sehingga umat manusia merasa bangga dengan kehadirannya. Keempat, memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak dengan menyayanginya. Kelima menjaga, fitrah anak agar anak tidak melalkukan penyimpangan penyimpangan. (Abdurrahman an Nahlawi, 1995:144)

Dalam bagian ini, menjaga anak dalam fitrah adalah hal yang paling mutlak dilaksanakan. Karena sesuai yang dikatakan Rasulullah SAW. dalam sebuah hadist bahwa, “Setiap anak yang dilahirkan adalah fitrah dan tergantung orang tuanya akan menjadikannya majusi, nasrani atau yang lainnya”. Hal yang paling harus dilakukan adalah membiasakan anak untuk mengingat kebesaran Allah SWT. dan nikmat yang diberikanNya. Hal ini dapat mengokohkan fitrah anak agar tetap berada dalam kesucian dan kesiapan untuk mengagungkan Allah SWT. Kemudian, membiasakan anak anak untuk mewaspadai penyimpangan penyimpangan yang kerap membiasakan dampak negative terhadap diri anak misalnya dalam tayangan film, pergaulan bebas dan lain sebagainya.

Dalam sebuah forum, dijelaskan ada beberapa kriteria mendasar yang harus dimiliki dan dirasakan dalam sebuah keluarga Islami. Pertama, keluarga harus menjadi tempat kembali utama dalam kehidupan individunya. “Nuansa baiti jannati”, rumahku surgaku harus dirasakan oleh setiap anggota keluarga. Hal inilah yang akan menjadikan rasa kerinduan yang amat sangat bagi setiap anggota keluarga untuk bertemu dalam satu atap keluarga. Seberat dan sesibuk apapun aktivitas anggota keluarga di luar rumah maka keluarga menjadi tempat kembalinya.

Kedua, keluarga menjadi madrasah dimana dalam setiap aktivitas kekeluargaan dijadikan sebagai aktivitas pembinaan, dan proses transfer of value.

Setiap anggota keluarga harus mampu menjadi inspirasi atau qudwah hasanah bagi anggota keluarga yang lain dan orang tualah yang menajadi faktor penentu keberhasilan madrasah ini karena orang tualah sang murrabi.

Ketiga, keluarga menjadi markas perjuangan Islam. Hal ini sangat penting mengingat menikah bukan hanya sekedar mencari pendamping hidup namun lebih untuk melanjutkan perjuangan Islam bersama dengan pasangannya. Keluarga lah

yang menjadi batu bata dari bangunan Islam. Dan semua kativitas dakwah tercermin dari aktivitas keluarga.

Untuk mencapai ketiga kriteria di atas maka dibutuhkan beberapa nilai yang harus dimiliki dala sebuah keluarga: keimanan, cinta, tarbiyah, dan komunikasi. Dan inilah nilai-nilai minimal yang harus dimiliki oleh sebuah keluarga Islami, keluarga dakwah.

c. Organisasi islam

Organisasi islam yang paling berkompeten dalam melaksanakan dakwah islam. Karena setidaknya organisasi-organisasi islam ini memiliki visi dakwah yakni membawa manusia kearah perbaikan, kearah pengetahuan. Terlebih media ini lebih memiliki struktur organisasi dan agenda-agenda yang telah disusun secara matang. Kemudian lainnya yakni dana dakwah, perkumpulan- perkumpulan dan pertemuan-pertemuan yang dapat disisipi dengan misi – misi dakwah islam.

d. Hari Besar Islam

Kesempatan menggunakan media hari besar islam ini sangat besar, terutama di Indonesia yang hamper setiap peringatannya dengan upacara – upacara keagamaan. Media ini sangat tepat karena peringatan – peringatan hari besar islam dengan upacara – upacara mendatangkan banyak massa, massa tersebut sebagian besar telah siap dalam suasana memperoleh dan menerima kajian-kajian islam. Dengan kesiapan mad’u setidaknya pesan-pesan dakwah yang disampaikan seorang da’i dapat dengan mudah mereka terima.

e. Media Massa

Penggunaan media massa sebagai dakwah di Indonesia khususnya belum begitu optimal. Padahal, jumblah media massa ini cukup banyak dan potensi dan penduduk Indonesia mayoriatas islam.

Dengan media massa sebuah rubrik atau acara dakwah dapat dengan cepat menyebar ke masyarakat, rubrik atau acara tersebut dapat diformat sedimikan rupa, baik secara langsung yakni memuat atau menanyakan rubric atau acara khusus dakwah maupun secara eksplisit yakni tulisan-tulisan atau acara-acara yang memuat pesan-pesan dan nilai-nilai dakwah. Atau dengan membuat sesuatu jurnal khusus dakwah baik melalui media cetak maupun media elektronik.

Dokumen terkait