• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunan Lagu-lagu Pop rohani dalam Ibadah di Jemaat GMIT Agape

Dalam dokumen T1 712011028 Full text (Halaman 34-39)

Jemaat GMIT Agape yang terdiri dari orang-orang Tionghoa telah berdiri sendiri sejak tahun 1980 sampai sekarang ini. Misi dari jemaat GMIT Agape ialah “mewartakan kabar baik” serta “melakukan kabar baik” mulai terealisasikan melalui program-program pelayanan yang dijalankan baik itu penatalayanan berupa ibadah-ibadah rutin dalam gereja maupun pelayanan keluar serta adanya dukungan dan kerja sama baik dari pihak sekolah teologi, gereja, perusahan industri dan pihak yang lain serta juga pengelolahan organisasi gereja yang mendorong jemaat GMIT Agape terus bertumbuh dalam pelayanan. Walaupun GMIT Agape dikenal sebagai jemaat GMIT yang berbeda “aliran” oleh karena suasana beribadah dan struktur organisasi yang tidak sama seperti gereja GMIT pada umumnya tetap bahwa GMIT Agape berada dalam pengawasan satu sinode yaitu sinode GMIT dengan seluruh tata aturan dan tradisi-tradisi GMIT. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa di setiap gereja memiliki keunikannya masing-masing tetapi tidak keluar dari jalur yang telah ditentukan bersama di bawah satu sinode. Jemaat GMIT Agape telah masuk dalam notulensi sinode GMIT oleh karena beberapa hal yang dijalankan tidak sesuai dengan tata aturan maupun tradisi GMIT dan hal tersebut berupa struktur organisasi dan penatalayanan ibadah terkhusus pada unsur-unsur liturgi yaitu penggunaan nyanyian-nyanyian dalam ibadah.

Ibadah secara rutin yang dilakukan oleh jemaat terkesan berbeda apabila jemaat yang baru pertama hadir di GMIT Agape akan merasakan perbedaan tersebut dengan nyanyian- nyanyian yang digunakan karena bagi jemaat GMIT Agape nyanyian-nyanyian yang digunakan dan didukung oleh alat musik yang dimainkan sangat menentukan bagaimana suasana ibadah itu berlangsung73 oleh karena ibadah menunjuk pada pertemuan ibadah yang di dalamnya terdapat nyanyian, doa dan pembacaan Alkitab serta pelayanan kepada mereka yang belum menerima kristus74 dan ibadah juga merupakan suatu tindakan memuji dan menyatakan hormat kepada Allah (worship)75 serta memahami bahwa tidak ada satu pun yang terjadi di dalamnya kecuali Tuhan Maha Pengasih yang berbicara kepada manusia baik itu melalui firmanNya yang kudus, doa dan nyanyian76 maka jemaat GMIT Agape mempraktekan itu dengan argumen bahwa firman, nyanyian dan doa adalah satu kesatuan

73

Hasil Wawancara dengan Evangelis E.A pada pukul 12.00 WITA 11 Januari 2016 WITA 74 J.L Ch. Abineno.

Ibadah jemaat dalam perjanjian Baru. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1960), 6 75

Elysabeth Asrit Suyanti Lakapu. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakhadiran jemaat dalam ibadah minggu menurut Majelis Jemaat di GMIT Maranatha Oebufu Kupang. 2011, 23-24.

76 White, james F.

35

ibadah yang utuh sehingga tidak ada diantaranya yang memiliki peran lebih melainkan ketiga unsur tersebut penting dalam berlangsungnya ibadah sehingga bukan khotbah yang lebih unggul atau nyanyian atau doa melainkan ketiganya memiliki peran dan fungsi yang sama dalam ibadah guna untuk pertumbuhan iman jemaat. Ibadah menurut jemaat GMIT Agape seharusnya menjadi ibadah yang kreatif dan inovatif serta menjawab kebutuhan jemaat agar dalam pertemuan ibadah tidak terlihat monoton di mata jemaat maka perlu untuk gereja melihat apa yang menjadi kebutuhan jemaat dan kemudian dituangkan dalam suasana peribadatan kurang lebih dapat menyenangkan hati jemaat ketika membangun relasi dengan Tuhan. Oleh karena itu ibadah yang kreatif dan inovatif tidak menutup kemungkinan bagi jemaat untuk terus memperhatikan liturgi ibadah yang dijalankan dan membuat strategi agar jemaat nyaman saat beribadah. Menurut Lambert Beauduin liturgi dapat dipahami sebagai “ibadat gereja” dengan perumusan bahwa semua kegiatan-kegiatan ibadah di dalam gereja selalu bersatu dengan liturgi sebab berasal dari sifat kodrati gereja yang bersifat sosial, hierarkis-universal, merupakan kelanjutan dari Kristus77 oleh karena itu istilah liturgi dan ibadah memliki kedudukan yang sama dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Konten daripada liturgi secara umum berupa doa, nyanyian dan pemberitaan firman. Liturgi yang bersifat sosial dan hierarkis universal juga dapat ditemui dalam unsur-unsur liturgi baik itu melalui doa, pemberitaan firman, nyanyian maupun pengakuan dosa oleh sebab itu yang dimaksudkan ialah liturgi yang dapat mencakup kehidupan sosial tidak hanya interaksi sosial antar jemaat yang terjadi dalam lingkup satu gereja melainkan di setiap gereja-gereja yang berada dalam satu sinode. Lagu-lagu pop rohani lebih menekankan pada aspek spiritual. Apabila melihat kumpulan lagu-lagu pop rohani dan kemudian meninjau lirik-lirik dari lagu- lagu pop rohani tersebut maka bait per bait menceritakan tentang manusia (pribadi) yang memuji nama Tuhan, manusia yang mengalami kesulitan dalam menghadapi hidup, manusia yang menaikan syukur kepada Tuhan. Kutipan dari lagu-lagu pop rohani selalu menekankan akan hubungan satu pribadi dengan Allah sehingga sulit untuk menemukan lagu-lagu pop rohani yang bersifat sosial dengan liri-lirik lagu yang menggambarkan kepedulian sosial.

Unsur nyanyian jemaat dalam liturgi ibadah rupanya begitu penting bagi jemaat GMIT Agape oleh karena mulai dari terbentuknya GMIT Agape sampai periode saat ini buku nyanyian terus dibaharui sesuai dengan kebutuhan jemaat seperti buku lagu “Puji-Pujian Kristen” yang terdapat nyanyian-nyanyian dalam terjemahan bahasa mandarin dan gunakan untuk kung dan poh yang belum paham bahasa Indonesia, kemudian menggunakan kidung jemaat (KJ), Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ), Nyanyian Kidung Baru (NKB), Dua Sahabat

77 O.carm, Bosco Da Cunha.

36

Lama dan buku nyanyian yang lain hingga sampai saat ini lagu-lagu pop rohani telah mendominasi buku-buku nyanyian sebelumnya. Ini menandakan bahwa penggunaan nyanyian ditentukan oleh seberapa jauh dunia berkembang lalu kemudian mempengaruhi kehidupan gereja-gereja termasuk gereja-gereja dalam naungan GMIT terutama bagi jemaat GMIT Agape. Penggunaan nyanyian-nyanyian gereja dalam Tradisi GMIT telah disepakati bahwa harus ada keseimbangan antara lagu-lagu pop rohani maupun lagu-lagu kidung jemaat (KJ), pelengkap kidung jemaat (PKJ), nyanyian kidung baru (NKB) dan buku lagu lainnya yang diakui dalam tradisi GMIT mengingat bahwa kehidupan gereja yang terus dinamis maka kebutuhan jemaat perlu diperhatikan gereja. Oleh karena itu hal tersebut dibuat agar gereja tidak meninggalkan jejak sejarah mulai dari pasca reformasi perihal sejarah pembentukan nyanyian-nyanyian jemaat oleh para pelopor yang kemudian nyanyian-nyanyian tersebut menjadi kesepakatan bersama sebagai semangat oikumenis gereja. Nyanyian-nyanyian yang telah diprakarsai oleh Yayasan Musik Gereja diakui sebagai salah satu bentuk semangat oikumenis karena memakai nyanyian-nyanyian yang sama setidaknya dapat membuat jemaat merasakan hubungan oikumenis dengan jemaat-jemaat yang lain78 berarti bahwa nyanyian- nyanyian di luar daripada Yasayasan Musik Gereja bukan termasuk nyanyian yang oikumenis. Namun bukan berarti lagu-lagu bernuansa pop rohani tidak merupakan bagian dalam semangat oikumenis. Lagu-lagu pop rohani juga merupakan hasil pergumulan dari gereja-gereja non-barat dengan semangat oikumenis namun memiliki dimensi yang berbeda karena lebih bersifat pentakostal dan kharismatik. Konteks GMIT dalam mewujudnyatakan semangat oikumenis dengan mengumpulkan nyanyian-nyanyian yang telah menjadi kesepakatan satu institusi sehingga aturan dan tradisi yang dijalankan sehingga nyanyian dinyanyikan secara serentak (one voice). GMIT Agape tidak berada dalam tradisi yang sama dengan gereja-gereja GMIT lain yang menggunakan nyanyian yang sama. Jemaat GMIT Agape menggunakan lagu-lagu pop rohani sehingga jemaat tersebut terkesan berbeda dengan GMIT yang lain dan membuat jemaat yang bukan merupakan bagian dari GMIT Agape merasakan warna tersendiri yang dibawa oleh jemaat GMIT Agape bahkan tidak sedikit jemaat lain yang kontra terhadap status GMIT Agape dan membuat jemaat lain memahami bahwa GMIT Agape perlu untuk meninjau kembali aturan-aturan dan tradisi GMIT namun sampai pada saat ini GMIT Agape tetap pada jalur yang mereka buat sendiri asalkan kebutuhan jemaat terpenuhi.

78

Darmaputera, Eka. Bergumul dalam Pengharapan (Struggling in hope). (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 103.

37

Jemaat GMIT Agape menikmati perbedaan dengan penggunaan lagu-lagu rohani yang lebih dominan hal ini disebabkan oleh karena warisan turun-temurun sejarah dari orang tua mereka. Jemaat mula-mula yang dilayani oleh orang Tionghoa yang berada dalam naungan sekolah teologi di Malang tentunya memiliki pemahaman teologis yang berbeda dan tidak ada hubungan kerja sama dengan Sinode GMIT. Sejarah GMIT Agape menceritakan adanya ketidakharmonis antara orang-orang Pribumi dan orang-orang Tionghoa mengakibat jemaat Tionghoa rupanya harus menemukan jalan sendiri untuk meneruskan pelayanan dan meninggalkan jemaat GMIT Kota Kupang dengan berbagai persoalan dan kemudian terbentuklah GMIT Agape akan tetapi berbagai aturan yang ada di GMIT tidak dijalankan dengan total oleh jemaat GMIT Agape. Para pelayan atau biasa jemaat sebut sebagai “hamba Tuhan” yang melayani berasal dari luar NTT (SAAT Malang) sering menggunakan lagu-lagu pop rohani dibandingkan lagu-lagu Kidung Jemaat (KJ), Nyanyian Kidung Baru (NKB), Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) saat beribadah sehingga kebiasaan tersebut diteruskan sampai saat ini79 ada nilai lebih yang diterapkan jemaat GMIT Agape ketika jemaat tersebut dilayani oleh pelayan sesama orang Tionghoa dari sekolah Teologi di Malang, jemaat merasa hanya bisa diselamatkan apabila dilayani oleh sesama orang Tionghoa sehingga SAAT Malang menjadi pilihan GMIT Agape untuk terus melakukan kerja sama, segala aspek pelayanan dan pemahaman teologis yang kemudian dibawa masuk oleh orang-orang Tionghoa dari SAAT Malang diterapkan jemaat GMIT Agape termasuk salah satunya ialah lagu-lagu pop rohani. Inilah perbedaan yang dimiliki oleh GMIT Agape dibandingkan jemaat GMIT yang lain mulai dari sejarah pembentukan gereja, keberadaan jemaat Tionghoa yang menjadi mayoritas, hingga struktur organisasi dan rangkaian tata liturgi ibadah. Perbedaan inilah merupakan ciri khas dari GMIT Agape sehingga ciri khas inilah yang membentuk suatu identitas.

Lagu-lagu pop rohani menggambarkan pergumulan hidup dari jemaat GMIT Agape seperti yang dijelaskan oleh james rawlings Sydnor bahwa nyanyian jemaat harus memiliki nilai tambah di dalam ibadah dan nilai tambah tersebut ialah nyanyian harus dinilai sebagai ungkapan isi hati dan perasaan umat Allah, dapat menceritakan iman mereka kepada dunia, dipersatukan dalam satu persekutuan, belajar mengenai dasar-dasar iman dan dikuatkan dalam menghadapi kehidupan mereka setiap hari untuk itu hal ini berkaitan erat dengan pergumulan jemaat. Jemaat GMIT agape mendeskripsikan lagu-lagu pop rohani mampu membuat jemaat lebih menghayati iman mereka kepada Tuhan karena setiap bait yang jemaat nyanyikan memiliki arti yang dalam sesuai dengan pergumulan hidup jemaat begitu pula

38

pemahaman Sydnor bahwa umat Kristen dapat menceritakan iman mereka sehingga lagu-lagu pop rohani kiranya mendapat nilai tambahan tidak hanya untuk pergumulan jemaat secara pribadi tetapi juga menyatukan jemaat sebagai komunitas gereja80 selain itu nyanyian bukan hanya suatu bentuk ungkapan syukur dan pujian kita kepada Tuhan tetapi lebih dari itu merupakan sebuah amanat bagi kita untuk melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan.81 lagu-lagu pop rohani tidak membuat jemaat bosan saat beribadah oleh karena lirik-lirik dalam lagu pop rohani yang sederhana dan lebih mudah di mengerti dibandingkan KJ, PKJ atau NKB yang menggunakan lirik bahasa yang sulit. Selain itu penggunaan lagu-lagu pop rohani dalam ibadah juga berorientasi pada keberadaan pemuda-pemudi. Pemuda-pemudi menjadi fokus utama jemaat GMIT Agape sehingga penggunaan lagu-lagu pop rohani juga menjadi salah satu bagian dalam pertumbuhan iman pemuda dan membuat mereka lebih semangat dalam melayani. Ini berarti bahwa pilihan lagu-lagu seperti KJ,PKJ,NKB dan lain sebagainya tidak mencapai penghayatan iman jemaat GMIT Agape sehingga lagu-lagu pop rohani menjadi pilihan yang tepat karena pada dasarnya lirik lagu-lagu pop rohani menggambarkan hubungan manusia dengan Allah artinya bahwa spiritualitas menjadi suatu keunggulan.

Penulis mencoba untuk memahami perbandingan antara nyanyian jemaat yang merupakan bagian dalam Yayasan Musik Gerejawi (YAMUGER) seperti Kidung Jemaat (KJ), Nyanyian Kidung Baru (NKB), Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ), Dua Sahabat Lama, Gita Bhakti dan buku lagu yang lainnya merupakan hasil dari proses seleksi nyanyian- nyanyian dari pra-reformasi dan pasca reformasi sebagai suatu warisan yang harus dipertahankan gereja-gereja untuk membina semangat oikumene oleh karena daftar nyanyian- nyanyian dari YAMUGER mengandung ajaran dogmatis, aspek pastoral, prinsip etika, rasionalisme, individualisme, pietisme, metodisme, revivalisme dan spiritualisme. Disamping itu dengan munculnya gerakan “pietis” membawa perubahan bagi kehidupan umat krsiten dengan menekankan kehidupan umat yang saleh dengan kata lain hubungan horizontal antar sesama diabaikan melainkan hubungan vertikal antara manusia dengan Allah menjadi hal utama dalam gerakan ini dan membawa pengaruh besar dalam penambahan jumlah nyanyian- nyanyian bernuansa pop di gereja-gereja non barat.82 Penulis melihat bahwa kesepakatan untuk menyeimbangkan lagu-lagu pop rohani dan nyanyian Kidung Jemaat (KJ), Nyanyian Kidung Baru (NKB), Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) dan lainnya adalah merupakan pilihan yang tepat dan perlu untuk dilaksanakan oleh gereja GMIT dengan argumen bahwa jemaat

80 Hasil wawancara dengan jemaat M.A.12 januari 2016 pukul 10.00 WITA 81

Hasil Wawancara dengan jemaat (Pemudi) R.G 19 Desember 2015 pukul 20.00 WITA 82

Darmaputera, Eka. Bergumul dalam Pengharapan (Struggling in Hope). (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 111-116

39

tetap mempertahankan warisan nyanyian-nyanyian sejarah reformasi dan merasakan adanya kesatuan dalam semangat oikumene dengan gereja-gereja yang lain serta jemaat juga dapat berkembang dengan menghayati iman mereka baik secara pribadi maupun dalam satu komunitas gereja dengan lagu-lagu bernuansa pop rohani mengingat juga keberadaan generasi-generasi muda. Penulis melihat bahwa yang dilakukan GMIT Agape sudah cukup baik dalam menggunakan lagu-lagu pop rohani dan nyanyian seperti Kidung Jemaat (KJ), Nyanyian Kidung Baru (NKB), Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) namun belum ada keseimbangan oleh karena lagu-lagu pop rohani yang mendominasi.

Dalam dokumen T1 712011028 Full text (Halaman 34-39)

Dokumen terkait